Studi Kelayakan Power Thresher untuk Pad

STUDI KELAYAKAN KEPEMILIKAN POWER THRESHER PADA BEBERAPA
KELOMPOK TANI DI KECAMATAN PATOKBEUSI SUBANG
Diah Arismiati
Teknisi Litkayasa Pelaksana Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
PENDAHULUAN
Beras merupakan komoditas yang paling penting bagi penduduk Indonesia, karena selain
merupakan bahan pangan utama juga merupakan sumber nafkah bagi sebagian besar
penduduk.Seiring dengan kemajuan zaman, dimana lahan pertanian sudah banyak digantikan oleh
pembangunan gedung-gedung perkantoran, pabrik-pabrik, maupun perumahan, maka semakin
sempit pula areal pertanian yang strategis khususnya untuk pertanaman padi.Sementara itu semakin
tinggi pertambahan penduduk, semakin tinggi pula permintaan kebutuhan beras.
Usaha peningkatan produksi padi terus dilakukan, seperti perbaikan teknik budidaya,
pengembangan varietas unggul, sistem pemupukan yang berimbang, serta penanganan hama dan
penyakit tanaman yang semakin maju. Namun di sisi lain kehilangan hasil relatif tinggi terutama
pada penanganan pascapanen padi. Proses pascapanen padi dimulai dari pemungutan hasil
(pemanenan), perontokan, perawatan gabah basah, pengeringan, penggilingan, pengemasan,
pengangkutan, penyimpanan, pengolahan dan standarisasi. (Setyono dkk., 2001 b)
Dalam peningkatan produksi padi melalui introduksi varietas unggul baru yang dicirikan
tanaman berpostur pendek dan gabah mudah rontok, maka terjadi perubahan penggunaan alat panen
dari ani-ani ke sabit biasa atau sabit bergerigi (Nugraha dkk., 1990 b).begitu juga cara merontok padi
terjadi perubahan dari cara iles ke cara banting atau gebot (Lubis dkk., 1991; Nugraha dkk., 1995).

Perubahan cara panen dan perontokan tersebut mengakibatkan kehilangan hasil sangat tinggi (18,9
%) (Setyono, dkk., 1993).
Sebenarnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1995 sudah meminta kepada
semua negara dan badan internasional untuk mengambil langkah kongkrit guna menekan kehilangan
hasil pertanian pada kegiatan panen dan pascapanen (Saragih, 2002).Badan Litbang Pertanian sejak
tahun 1976 telah merintis penelitian untuk mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan
mutu.Pada tahun 1980 pemerintah mencanangkan program pengurangan kehilangan hasil padi dalam
upaya mencapai swasembada beras.
Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara
keseluruhan, karena ditingkat petani pada umumnya perontokan padi dilakukan dengan cara
dibanting/digebot. Perontokan padi dengan cara dibanting sangat dipengaruhi oleh subyektifitas
perilaku para pemanen. Akibatnya banyak gabah yang tidak terontok baik yang disengaja maupun
tidak disengaja yang besarnya sekitar 6,4% - 8,9% (Rachmat dkk., 1993; Setyono, dkk., 2001 b).
Dalam sistem pemanenan padi, pada umumnya kegiatan panen atau pemotongan padi
menjadi satu kesatuan dengan kegiatan perontokan, karena upah kerja dalam bentuk bawon. Hasil
survei pada tahun 1992 menunjukkan adanya dua sistem pemanenan padi yang berkembang di
petani, yaitu (1) sistem keroyokan atau individu, dan (2) sistem ceblokan (Setyono dkk., 1992;
Setiawati dkk, 1992). Semua aktivitas pemanenan padi dari pemotongan sampai perontokan dalam
kedua sistem tersebut dikerjakan oleh tenaga pemanen, sehingga mereka dapat berbuat semaunya.
Akibatnya pada saat pemotongan padi banyak gabah yang rontok, rata-rata 6,1% (Setyono dkk.,

1999). Panen padi dengan sistem keroyokan ternyata berdampak terhadap tidak berfungsinya mesin
perontok.Oleh karena itu dikembangkan pemanenan padi sistem kelompok dengan tenaga pemanen
20 – 30 orang per hektar dan perontokannya menggunakan mesin perontok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemanenan padi sistem kelompok menurunkan kehilangan hasil padi menjadi
5,9% jauh lebih rendah dibandingkan dengan cara keroyokan, 18,9% (Setyono dkk., 1993).
1

Menurut hasil penelitian, penggunaan mesin perontok (power thresher) selain meningkatkan
kapasitas kerja, juga menghasilkan gabah lebih bersih dan bermutu baik, serta mengurangi
kehilangan hasil karena gabah yang tidak terontoksedikit sekali, yaitu kurang dari satu persen
(Setyono et al. 1998; Rachmat et al. 1993).
Tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis kelayakan mesin
perontok (power thresher) yang dimiliki oleh beberapa petani dari kelompok tani di Kecamatan
Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Kegiatan survei dilaksanakan di beberapa kelompok tani yang anggotanya memiliki mesin
perontok (power thresher), yang bertempat di wilayah Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang,
Jawa Barat.Waktu pelaksanaan dimulai pada awal bulan Agustus hingga awal bulan September
2013(satu bulan). Kegiatan ini dilaksanakan dengan survei atau wawancara dengan Kelompok tani,
pemilik power thresher, petani, penderep, pengasak, dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL)
setempat, baik di lapangan maupun pendekatan melalui peninjauan ke rumah-rumah maupun kantor

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Patokbeusi.
METODOLOGI
Sarana
Sarana yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman padi yang sudah siap panen di
lahan petani di Desa Ciberes,dan Desa Tambak Jati, Kecamatan Patokbeusi pada bulan Agustus s/d
September 2013.Petani pemilik mesin perontok (power thresher) dari Kelompok tani Cikal Jaya I,
dan Kelompok tani Pasir Konci, para penderep, dan pengasak.
Alat
Peralatan yang digunakan mencakup alat pemanen padi yaitu sabit biasa maupun sabit
bergerigi, terpal ukuran sedang sebanyak 3-5 bh, dan karung plastik ukuran 50 kg sebanyak 10 s/d 15
buah untuk luas panen 1 hektar, timbangan 100 kg, serta alat tulis untuk mencatat hasil panen
maupun wawancara dengan petani maupun penyuluh.
Instrumen
Instrumen yang digunakan yaitu mesin perontok padi (power thresher), foto digital untuk
mendokumentasikan kegiatan yang dilaksanakan, dan seperangkat komputer untuk proses pembuatan
laporan.
Persiapan:
1. Sesuai dengan wilayah Jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, yang merupakan sentral produksi
padi, maka topik yang dipilih menyangkut program peningkatan produksi padi yaitu perbaikan
penanganan pascapanen. Pascapanen itu adalah tahapan kegiatan yang dimulai dari pemungutan

hasil atau pemanenan sampai hasil pertanian tersebut siap dikonsumsi atau dipasarkan.
Tujuan dari penanganan pascapanen adalah (1) menekan kehilangan hasil, (2) memperbaiki mutu
hasil, (3) mencegah kerusakan, dan (4) meningkatkan nilai tambah.
Pascapanen padi meliputi (1) pemanenan atau pemotongan padi, (2) perontokan, (3) penjemuran
atau pengeringan, (4) penggilingan, (5) pengepakan, (6) pengangkutan, (7) penyimpanan, (8)
pemasaran, dan (9) pengolahan.
Dari tahapan pascapanen padi tersebut, pada tahapan pemanenan dan perontokan terjadi
kehilangan hasil paling tinggi mencapai lebih dari 15%.Oleh karena itu untuk praktikum dibatasi
hanya pada pemanenan dan perontokan.
2. Mencari Narasumber
Langkah pertama dalam persiapan praktikum ini adalah mencari narasumber yang ahli di bidang
pascapanen.
2

a. Bapak Prof. Dr. Ir. Agus Setyono, MS. APU.
Bapak Prof. Dr. Ir. Agus Setyono, MS. APU. Adalah satu-satunya pakar teknologi
pascapanen padi, sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) bidang pascapanen pada Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), dan dikukuhkan oleh LIPI pada tahun 2009 sebagai
Profesor Riset bidang Pascapanen. Prof. Agus Setyono juga sebagaipencetus dan
mengembangkan pemanenan padi sistem kelompok dalam upaya menekan kehilangan hasil

panen padi.Kami sebagai mahasiswa mengharapkan bahwa Prof. Agus Setyono bersedia
menjadi pembimbing praktikum dan sebagai narasumber.
b. Bapak Atito Dirjoseputro, SP.
Bapak Atito Dirjoseputro, SP., adalah mantan Kepala Kebun Percobaan Pusakanegara dan
sebagai pelopor pengembangan pemanenan padi sistem kelompok di wilayah Kabupaten
Subang. Awal dari pengembangan pemanenan padi sistem kelompok yaitu melalui
penerapannya di Kebun Percobaan, kemudian mengundang para petani sekitarnya serta para
penderep.Selanjutnya bersama Prof. Agus Setyono melaksanakan temu lapang dengan
mengundang para petani, penderep, penyuluh, dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten
Subang dengan memberikan ceramah tentang pemanenan padi sistem kelompok. Diharapkan
Bapak Atito Dirjoseputro, SP. juga bersedia menjadi narasumber dalam pelaksanaan praktek
lapang ini.
c. Bapak Asep Maulana, SP.
Bapak Asep Maulana, SP., adalah teknisi di Kebun Percobaan Pusakanegara sebagai
pengembang pemanenan padi sistem kelompok di Jalur Pantura Kabupaten Subang.Dengan
penuh keyakinan dan kesabaran yang tinggi akhirnya teknologi pemanenan padi sistem
kelompok diterima para petani dan para tenaga pemanen, serta berkembang pula penggunaan
masin perontok (power thresher). Bapak Asep Maulana, SP. sangat mengetahui
perkembangan jumlah mesin perontok di wilayah Kabupaten Subang. Walaupun telah pindah
lokasi kerja ke BB. Padi di Sukamandi, diharapkan Bapak Asep Maulana, SP. bersedia

sebagai narasumber.
d. Penyuluh pada Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Patokbeusi.
Pengembangan teknologi pemanenan padi sistem kelompok tidak lepas dari peranan para
penyuluh.Untuk itu kami mengharapkan agar para penyuluh dapat memberikan informasiinformasi yang kami butuhkan untuk praktikum ini.
e. Bapak Ir. Jumali
Bapak Ir. Jumali adalah salah satu staf kelompok peneliti Fisiologi Hasil di Balai Penelitian
Tanaman Padi.Beliau mengetahui tentang perkembangan penggunaan mesin perontok
khususnya di wilayah kebun percobaan maupun wilayah sawah yang dikelola oleh koperasi
pegawai BB.Padi (Kopkarlitan) Sukamandi.Kami mengharapkan bapak Ir. Jumali bersedia
menjadi narasumber.
3. Lokasi Tempat Pelaksanaan
Lokasi tempat pelaksanaan praktikum dipilih di Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang.
Adapun 2 desa yang terpilih sebagai tempat pelaksanaan praktikum akan ditetapkan setelah
mendapatkan keterangan dari para narasumber atau dari penyuluh.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka dilaksanakan di Perpustakaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi untuk
mengumpulkan data yang diperlukan guna penyusunan pelaksanaan praktikum maupun
pelaporan.
5. Rencana Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan di lapang dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Pengumpulan

data dilakukan dengan carasurvei pada lokasi yang telah ditetapkan yaitu kecamatan Patokbeusi,
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Di Kecamatan Patokbeusi dipilih dua desa sebagai lokasi
praktikum.Dari masing-masing desa ditetapkan satu kelompok tani dan dari kelompok tani
3

tersebut dipilih 2 petani yang memiliki mesin perontok sebagai responden, dan petani pemilik
tanaman padi.Selain itu dipilih 2 tenaga pemanen/penderep yang sudah terbiasa melaksanakan
pemanenan padi sistem kelompok, juga sebagai responden.
Penyusunan Daftar Pertanyaan (Kuesioner)
Berikut adalah daftar pertanyaan yang diajukan untuk pemilik Power thresher:
1. Kapan anda mengetahui adanya mesin perontok (Power thresher)?
a. 1 tahun yang lalu
b. 2 tahun yang lalu
c. ... tahun yang lalu
2. Kapan anda mempunyai Power thresher?
a. 1 tahun yang lalu
b. 2 tahun yang lalu
c. ... tahun yang lalu
3. Berapa mesin yang anda punya ?
Jawab : .............

4. Apa spesifikasi mesin Power thresher ? Berapa harga belinya ?
a. ...
harga ...
b. ...
harga ...
c. ...
harga ...
5. Apa bahan bakar yang digunakan ?
a. Bensin
b. Solar
6. Berapa tahun kekuatan mesin ?
a. ...
b. ...
c. ...
7. Berapa kapasitas kerja alat/hari (waktu yang digunakan untuk merontok padi dalam 1
hektar) ?
a. ...
Jam/ha
b. ...
Jam/ha

8. Berapa banyaknya bahan bakar yang digunakan tiap hektar areal panen ?
a. ...
b. ...
9. Berapa harga sewa Power thresher / hektar areal panen ?
a. ...
b. ...
10. Berapa banyak operator yang mengoperasikannya ?
a. ...
b. ...
11. Berapa upah untuk operator ( per kg gabah/per ha panen)?
a. ...
b. ...
12. Berapa banyak Power thresher disewa dalam satu musim/satu tahun ?
a. ...
b. ...
13. Berapa upah bawon yang di dapat oleh pemanen/penderep ?
a. ...
b. ...
14. Berapa banyak pengeluaran untuk servis mesin dalam satu tahun ?
4


15. Berapa banyak pengeluaran untuk pemeliharaan (ganti oli/sperpart) ?
a. ...
16. Apakah anda merasa diuntungkan dengan kepemilikan Power thresher ini?
a. Untung
b. Rugi
Berikut adalah Daftar Pertanyaan yang diajukan untuk petani dan penderep:
Pemanenan:
1. Bagaimana anda menentukan umur panen?
a. Berdasarkan umur tanaman
b. Berdasarkan hari setelah berbunga
c. Berdasarkan penampakan malai
d. Berdasarkan kadar air? Berapa persen?
e. Lainnya.
2. Alat panen apa yang digunakan?
a. Ani-ani
b. Sabit biasa
c. Sabit bergerigi
d. Lainnya.
3. Bagaimana cara memotong padi?

a. Potong pada malai
b. Potong tengah
c. Potong atas
d. Potong bawah
4. Sistem pemanenan, bagaimana?
a. Ceblokan (monopoli keluarga)
b. Sistem bebas (tidak terbatas)
c. Sistem terbatas (beregu)
5. Berapa jumlah pemanen per petak?
a. ...... orang/ ...... m2.
b. ...... orang/ hektar.
6. Apakah keuntungan dan kerugian bagi petani/penderep mengenai sistem pemanenan yang
dianutnya?
a. Keuntungan .........................................................................................
b. Kerugian ..............................................................................................
7. Apakah sudah mengetahui adanya kehilangan pada pemanenan?
a. Sudah
b. Belum
8. Bila sudah mengetahui kehilangan tersebut berapa jumlahnya?
a. ......... kg/ha, atau ....... %
b. .........
9. Untuk menghindari kehilangan tersebut, bagaimana usaha petani?
a. ..................................................................................................
b. ..................................................................................................
c. ..................................................................................................
10. Apakah ada masalah yang dihadapi petani pada pemanenan?
a. ..................................................................................................
b. ..................................................................................................
11. Bagaimana petani mengatasi masalah tersebut?
a. ..................................................................................................
5

Perontokan:
12. Apakah saat pengumpulan/penumpukan padi sebelum dirontok menggunakan alas?
a. Ya
b. Tidak
13. Apa nama Varietas yang dirontokkan?
a. IR-64
b. Fatmawati
c. Ciherang
d. Lainnya, sebutkan ....................................................................
14. Dimana tempat melakukan perontokan?
a. Di sawah/ladang
b. Di pematang
c. Di pinggir jalan
d. Di halaman rumah
15. Alat atau cara perontokan yang digunakan?
a. Iles/diinjak-injak
b. Gedig/dipikul
c. Banting/gebot
d. Power thresher
16. Alas perontokan yang digunakan?
a. Plastik
b. Terpal
c. Anyaman bambu
d. Lainnya .......
17. Pelaku perontokan dalam sistem perontok:
a. Bawon
b. Diupahkan
c. Diborongkan
d. Lainnya .......
18. Upah jasa pemanen/perontokan berupa:
a. Bawon, dengan bagian ..................
b. Uang Rp. ......................................
c. Lainnya .......................................
19. Masalah yang dihadapi dalam perontokan?
a. ...........................................................
b. ...........................................................
20. Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?
a. ...........................................................
b. ...........................................................
21. Wadah yang digunakan untuk pengangkutan gabah?
a. Karung
b. Bakul
c. Wadah lainnya ........

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penjelasan dari Narasumber
1. Prof. Dr. Ir. H. Agus Setyono MS. APU
Prof. Agus menjelaskan bahwa penelitian pascapanen pada awalnya diarahkan pada
komponen teknologi dan kualitas gabah dan beras yang dilaksanakan pada tahun 1976.Mulai
tahun 1978 sampai tahun 1989, tidak melakukan penelitian karena sedang tugas belajar program
S2 dan S3 di Universitas Gadjah Mada.Mulai tahun 1990, Dr. Agus Setyono sudah kembali
bekerja di Lembaga Penelitian dan melaksanakan kegiatan penelitian.
a. Perakitan Teknologi
Walaupun komponen teknologi hasil penelitian telah diterapkan di tingkat petani, tetapi
karena jumlah pemanen terlalu banyak (200 – 250 orang per hektar) sehingga petani sulit
mengawasinya dan para pemanen berperilakuanarkis maka kehilangan hasil panen sangat
tinggi (Tabel 1).
Tabel 1.Besarnya kehilangan hasil panen pada berbagai sistem pemanenan padi.
Sistem pemanenan

Potong padi s/d
perontokan
18,9
13,1
5,9

Kehilangan hasil (%)
Penundaan perontokan
1 malam
0
1,2
0

Jumlah

1. Keroyokan
18,9 a
2. Ceblokan
14,3 a
3. Kelompok
5,9 b
KK (%)
2,9
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% DMRT
Sumber: Setyono dkk., (1993)

Prof. Agus berpendapat, untuk menekan tingginya kehilangan hasil maka jumlah pemanen
harus dikurangi dan bekerja dengan sistem kelompok, dan perontokannya harus
menggunakan mesin perontok. Jumlah pemanen 20 – 30 orang tenaga pemanen, dipimpin
oleh seorang ketua dan ada pembagian kerja yaitu 3 – 5 orang merontok gabah, 5 orang
mengumpulkan potongan padi, dan 20 orang melakukan pemotongan padi (Tabel 2).
Tabel 2.Pengaruh jumlah anggota setiap regu pemanen terhadap kemampuan pemanen dan kehilangan hasil.
Anggota kelompok
(orang)

Pemanenan s/d
Pemanenan s/d
Kehilangan hasil (%)
pengumpulan
pengumpulan
(jam/kelompok/ha)
(jam/kelompok/ha)
20
6,75 a
135,0 a
4,39 a
30
4,42 b
132,6 a
6,58 b
40
2,77 c
110,8 b
7,57 b
50
2,14 c
107,0 c
9,90 c
KK (%)
16,8
8,17
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% menurut BNT.
Sumber: Nugrahadkk., (1994)

Pada saat mulai memotong padi, bagian perontokan sudah menyiapkan tempat untuk
merontok. Setelah diperkirakan tumpukan potongan padi sudah cukup, maka proses
perontokan dengan mesin perontok dimulai. Dengan demikian pekerjaan akan selesai hampir
bersamaan.
Panen padi sistem kelompok ternyata menyebabkan kehilangan hasil sangat rendah (Tabel 3).
Hasil penelitian ini terus diuji coba dan didemonstrasikan dengan skala lebih luas di depan
petani. Pada tahun 1994, Prof. Agus Setyono dipindahkan dari Laboratorium Karawang ke
Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) Sukamandi.
7

Penggunaan mesin perontok selain dapat menekan tingkat kehilangan hasil, juga dapat
meningkatkan kapasitas kerja dan meningkatkan mutu gabah dan beras yang
dihasilkan.Penggunaan mesin perontok hampir semua gabah lepas dari malainya dan gabah
yang tidak terontok kurang dari satu persen (Tabel 3) (Setyono dkk., 1998).Pengembangan
mesin perontok selain meningkatkan kapasitas kerja, juga sangat membantu program
pemerintah dalam usaha penyelamatan hasil panen dari kehilangan.
Tabel 3.Kapasitas operasional keempat mesin perontok dan tingkat kehilangan hasil pada beberapa
sistem pemanenan padi.
Sistem
pemanenan

Alat perontok

Kapasitas
Gabah tidak
Kehilangan hasil dari
perontokan
terontok (%)
panen sampai
(kg/jam)
perontokan (%)
Kelompok A
TH6-Klari
780,5 b
0,45 b
4,7 b
Kelompok B
TH6-Aceh
969,0 b
0,31 b
4,4 b
Kelompok C
TH6-Quik
523,4 c
0,83 a
4,9 b
Kelompok D
TH6-Quik-M
1.125,3 a
0,97 a
4,3 b
Keroyokan 1
Gebot
15,2 a
Keroyokan 2
Gebot
16,3 a
KK (%)
11,21
23,65
21,59
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf
uji 5% menurut BNT.
Sumber: Setyonodkk., (1998)

Hasil uji coba pemanenan padi sistem kelompok cukup meyakinkan dengan tingkat
kehilangan hasil kurang dari 4%.Titik kritis penyebab kehilangan hasil adalah (1) pada saat
pemotongan padi, (2) pengumpulan hasil panen, dan (3) perontokan gabah.Kehilangan hasil
tersebut umumnya disebabkan oleh perilaku para pemanen, baik disengaja maupun tidak
disengaja.Kehilangan hasil pada sistem kelompok rata-rata 3,8%, yang terdiri atas (a) 1,6%
dari gabah yang rontok saat pemotongan padi, (b) 0,9% dari gabah pada malai yang tercecer,
dan (c) 1,3% dari gabah yang ikut terbuang bersama jerami saat perontokan dengan mesin
perontok. Sebaliknya pada panen padi sistem keroyokan mencapai 18,8%, yang terdiri atas
(a) 3,3% dari gabah yang rontok saat pemotongan padi, (b) 1,9% dari gabah pada malai yang
tercecer, (c) 5,0% dari gabah yang tercecer saat perontokan, dan (d) 8,6% dari gabah yang
tidak terontok dan terbuang bersama jerami yang nantinya akan diasak (Tabel 4) (Setyono,
dkk., 2007 a).
Tabel 4.Besarnya kehilangan hasil/gabah tercecer.
No.
Uraian
1
Gabah rontok saat pemotongan (%)
2
Gabah dari malai tercecer (%)
3
Gabah tidak terontok (%)
4
Gabah tercecer saat perontokan (%)
5
Gabah ikut pembuangan jerami (%)
Total kehilangan hasil riil (%)

Sistem individual
3,31
1,88
8,59
4,97
18,75

Sistem kelompok
1,56
0,85
1,34
3,75

Walaupun penelitian tentang panen padi sistem kelompok terus dilakukan namun
teknologi pemanenan tersebut belum diterima di Balitpa itu sendiri, sehingga sulit
berkembang.
b. Pengembangan Teknologi
Pada tahun 2002, Prof. Agus mengarahkan sasaran penelitian dan pengembangan pemanenan
padi sistem kelompok melalui Kebun Percobaan Pusakanegara bersama Atito Dirjoseputro
SP, selaku Kepala Kebun Percobaan Pusakanegara.Di Kebun Percobaan dilaksanakan
penelitian sambil mengundang para petani untuk menyaksikan pelaksanaan
penelitian.Dengan penuh keyakinan dan kesabaran akhirnya pemanenan padi sistem
8

kelompok diterima oleh masyarakat petani.Dalam sosialisasinya selalu disampaikan sistem
upah panen yang disepakati oleh tiga pihak, yaitu (1) petani, (2) kelompok pemanen, dan (3)
pemilik mesin perontok.
Prof. Agus mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas barokah-Nya, pemanenan
padisistem kelompok dan pengembangan mesin perontok dapat berkembang cepat di wilayah
Kabupaten Subang, walaupun beliau sudah pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) mulai
Agustus 2010. Prof. Agus kelihatan sangat berbahagia, karena beliau mengatakan bahwa jika
pemanen padi sistem kelompok dapat dikembangkan maka secara nasional akan terjadi
penyelamatan hasil dari kehilangan lebih dari 10% atau secara nasional sebesar 3,1 juta ton
GKP per tahun dengan nilai 7,75 triliun rupiah. Dengan demikian akan meningkatkan
produksi padi, pendapatan petani, dan ketahanan nasional. Pengembangan pemanenan padi
sistem kelompok akan mendorong tumbuhnya usaha mesin perontok dan tumbuhnya
bengkel-bengkel pembuatan dan perbaikan mesin perontok sehingga akan membuka
lapangan kerja baru.
2. Atito Dirjoseputro, SP.
Berawal dari Musim Tanam ke-2 (MT-2) pada akhir tahun 2003, bapak Atito
membeli 3 (tiga) unit power thresher untuk mengadakan promosi atau sosialisasi di lingkup
Kebun Percobaan Pusakanegara dan sekitarnya demi mendukung program pemerintah yaitu
mendukung ketahanan pangan nasional dengan menaikkan hasil produksi padi sampai dengan
5%. Bekerjasama dengan Dr. Agus Setyono yang pada saat itu membawakan 2 (dua) unit
power thresher, bahu membahu untuk mensosialisasikan sistem pemanenan berkelompok
dengan alat perontok power thresher.Dalam sosialisasi yang dihadiri oleh kelompok tani dan
petani di sekitar Kebun Percobaan, ternyata direspon baik, dan dalam waktu 1 musim sudah
hampir semua wilayah di Pusakanegara memanen padi dengan alat power thresher. Bahkan
jumlah alat power thresher sudah mencapai 250 unit yang dirakit oleh bengkel bubut di
Pusakanegara.
Pada MT-2 tahun 2004, bekerjasama dengan bapak Camat Warlan, bapak Atito
mensosialisasikan penggunaan power thresher di Kecamatan Bongas dan Lelea, Kabupaten
Indramayu.Perkembangan penggunaan power thresher sangat cepat, hampir 80% wilayah
Indramayu menggunakannya.Untuk mengetahui perkembangan jumlah dan kelayakan
penggunaan power thresher, maka bapak Camat mewajibkan untuk melaporkan setiap
pembuatan atau pembelian unit power thresher.Dalam waktu satu tahun terdapat 1.200 unit
power thresher, sehingga sistem pemanenan di daerah Indramayu 100% menggunakan alat
tersebut.
Pada tahun 2006 sampai dengan sekarang banyaknya unit power thresher sudah tidak
terhitung lagi, karena bengkel-bengkel bubut baik yang skala kecil maupun skala besar
(perusahaan) sudah banyak memproduksi dan menjualnya.Merk dagang yang terkenal yaitu
merk Arjuna Ireng.Selain kualitas mesin yang bagus, kekuatan mesinnya juga mencapai lebih
dari 5 tahun.Harga satu unit power thresher Arjuna Ireng berkisar antara 12 juta sampai 13
juta rupiah. Sementara itu bengkel-bengkel kecil juga menghasilkan unit power thresher yang
tidak kalah bagus kualitasnya dengan merk Arjuna Ireng, karena mereka sudah bisa
memodifikasi sedemikian rupa sehingga hasilnya hampirsama dengan yang aslinya.
Harganya pun relatif murah yaitu antara 6 juta sampai 7 juta rupiah.Tetapi kekuatan mesin
antara 3 s/d 4 tahun, tergantung dari perawatan dan operatornya itu sendiri.
Dengan banyaknya kepemilikan unit power thresher di daerah Indramayu, maka
terjadi kekurangan lahan panen, sehingga mereka banyak menyewakan alatnya ke daerahdaerah lain yaitu daerah Kabupaten Subang, bahkan hingga daerah Kabupaten Cianjur.Pada
tahun 2008, bapak Atito bersama bapak Camat Warlan bekerjasama dengan Kepala Perum

9

Sang Hyang Seri (SHS) untuk memanen padi di wilayah Perum SHS dengan membawa 120
unit power thresher dan hasilnya sukses.
Tantangan terberat yang dihadapi oleh bapak Atito adalah pada saat sosialisasi si
daerah Binong, Kabupaten Subang. Beliau hampir 3 kali dikeroyok massa dan hampir terkena
pukulan. Bahkan Bapak Camat Binong beserta para penyuluh menganggap bahwa
penggunaan power thresher akan mengurangi pendapatan kelompok miskin (pengasak).
Dengan penuh kesabaran beliau terus memberikan arahan dan pengertian bahwa
menggunakan alat perontok power thresher akan dapat menaikkan hasil bagi petani maupun
penderep, karena gabah yang dipanen terontok semua sehingga hasil bertambah antara 10 s/d
15%. Penderep pun akan mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, karena dengan
bertambahnya hasil gabah bertambah pula upah kerja yaitu mendapatkan bawon 1 : 6 atau
dengan mendapat upah dari banyaknya Kg gabah yang dihasilkan dikalikan dengan 10%
harga jual gabah basah. Setelah mengetahui manfaat dari alat power thresher, akhirnya
mereka mau mengadopsi teknologi tersebut.
Kini bapak Atito merasa senang dan mempunyai kepuasan batin tersendiri di saat-saat
masa pensiunnya dapat menyaksikan begitu maraknya pemanenan padi dengan menggunakan
alat perontok power thresher.Bahkan wilayah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sudah
100% menggunakannya mulai tahun 2011.
Penyuluh Pertanian (ibu N. Lesmanah, SP)
Pada tahun 2008 para penyuluh diundang untuk pelatihan dan sosialisasi tentang
perbaikan teknologi pascapanen dalam upaya menekan kehilangan hasil padi oleh FAO.Alat
yang digunakan untuk merontok padi yaitu power thresher. Setelah sosialisasi tersebut
akhirnya kami mengetahui bahwa pemanenan padi dengan sistemkelompok dan
menggunakan mesin power thresher itu sangat menguntungkan, karena kehilangan hasil yang
bisa diselamatkan antara 15 s/d 18% dibandingkan dengan sistem pemanenan yang ada
selama ini yaitu dengan sistem ceblokan maupun sistem keroyokan dengan menggunakan alat
penggebot padi yang terbuat dari kayu atau sejenisnya. Sejak saat itu, setiap ada pertemuan
antara PPL dengan kelompok tani kami mensosialisasikan sistem pemanenan tersebut, sesuai
dengan program pemerintah.Satu per satu para petani mencoba menggunakan sistem
pemanenan tersebut.Pada awalnya sering terjadi perselisihan antara petani dengan penderep
dan pengasak, karena mereka takut tidak diperbolehkan untuk ikut dalam pemanenan tersebut
dikarenakan sudah ada mesin power thresher. Setelah diberi pengertian dan dibentuk
kelompok-kelompok pemanenan mereka akhirnya mengerti dan mau bekerjasama karena
dirasa cukup menguntungkan, yaitu mereka tidak susah payah melakukan penggebotan untuk
merontok padi, tetapi hasil yang didapatkan lebih banyak dari biasanya.
Kendala yang dihadapi dari sistem pemanenan ini yaitu masih minimnya kepemilikan
power thresher khususnya di daerah Kecamatan Patokbeusi, sehingga petani harus menunggu
giliran untuk mendapatkan power thresher atau memesan jauh-jauh hari sebelum digunakan.
Alternatif lain untuk mendapatkan power thresher yaitu dengan mendatangkan dari daerah
luar yaitu daerah Indramayu dan daerah Pusakanegara dimana daerah tersebut sudah lebih
lama mengadopsi sistem pemanenan menggunakan alat power thresher.
3. Asep Maulana, SP.
Bapak Asep Maulana, SP. adalah mantan karyawan Kebun Percobaan Pusakanegara
dan sekarang sudah dipindah ke Balai Besar penelitian Tanaman Padi. Bapak Asep Maulana
saat di Kebun Percobaan Pusakanegara sebagai pelopor pengembangan pemanenan padi
sistem kelompok dan pengembangan mesin perontok.
Bapak Asep menjelaskan bahwa sampai tahun 2002 sistem pemenenan padi yang
berkembang di tingkat petani adalah sistem keroyokan atau individu. Dalam pemanenan padi
10

sistem keroyokan, siapa saja boleh ikut memanen padi dan tanpa ada ikatan apapun dengan
pemanen lain. Dengan demikian jumlah pemanen banyak sekali yaitu antara 100-150 orang
per hektar. Perontokan gabah dilakukan dengan cara dibanting atau digebot, sehingga masih
banyak gabah yang tidak terontok dan terbuang bersama jerami. Sisa-sisa gabah yang masih
menempel pada jerami tersebut nantinya akan diasak oleh orang yang masih ada ikatan
keluarga pemanen. Jumlah pengasak cukup banyak, yaitu antara 40-50 orang per
hektar.Pendapatan pengasak masing-masing antara 20-25 kg gabah per orang. Sering kali
juga terjadi kerjasama antara penggebot dengan pengasak antara lain suami-istri sehingga
pendapatan gabah hasil dari mengasak lebih dari yang biasanya. Jumlah pengasak tumbuh
subur karena kondisi lapang sangat mendukung.
Pada awal pengembangan pemanenan padi sistem kelompok dan perontokan
menggunakan mesin perontok banyak petani yang tidak mau dan tidak setuju.Namun setelah
mengetahui hasilnya, banyak petani yang membeli mesin perontok dengan swadaya.
Sekarang ini hamper semua petani setuju pemanenan padi sistem kelompok dan penggunaan
mesin perontok, karena mereka merasa kehilangan hasil dapat ditekan sehingga produksinya
dapat meningkat.
Bapak Asep Maulana juga menjelaskan bahwa untuk merubah perilaku penderep dan
petani harus dilakukan secara perlahan dengan penuh kesabaran. Pada awalnya mesin
perontok yang digunakan adalah buatan bengkel yang berada di Pusakaratu dan Sukra dengan
tenaga penggerak Diesel Kubota 8,5 PK yang tidak digunakan dari mesin penggerak traktor.
Tetapi saat ini banyak petani yang memodifikasi mesin perontok dengan menggunakan
Honda sebagai mesin penggerak dan gigi-gigi perontok diperpanjang.Sekarang ini baik petani
maupun pemanen sudah tidak mau lagi panen padi sistem keroyokan karena mereka sudah
mengetahui kelebihan dari penggunaan masin perontok.
4. Ir. Jumali
Ir. Jumali adalah staf peneliti BB Padi dan sebagai Pengurus Kopkarlitan yang
menangani pengawasan panen di areal sawah yang dikelola Kopkarlitan.Pemanenan padi
sistem kelompok sudah dilaksanakan selama 3 musim di areal Kopkarlitan.Ir. Jumali
menjelaskan bahwa pemanenan padi sistem kelompok dan penggunaan mesin perontok
ternyata tingkat kehilangan hasilnya rendah.
Para petani penggarap untuk musim panen mendatang akan melaksanakan panen padi
sistem kelompok karena hasilnya telah terbukti. Petani di sekitar BB Padi telah banyak yang
memiliki mesin perontok yang dapat disewa jika tidak digunakan sendiri.
5. Hasil wawancara terhadap pemilik power thresher:
Secara singkat hasil wawancara terhadap pemilik power thresher dan masing-masing
spesifikasinya disajikan pada tabel 5 dan tabel 6.Walaupun ada sedikit perbedaan
spesifikasinya, namun hal ini disebabkan oleh perbedaan masin penggerak, operator, para
pemanen, dan lokasinya.
Pemilik power thresher menjelaskan bahwa mesin perontoknya dapat beroperasi 2025 ha per musim atau antara 40-50 ha per tahun. Kemampuan kerja per unit mesin perontok
5-6 jam per hektar (tabel 5, tabel 6). Walaupun mereka semua mengatakan bahwa usaha
mesin perontok selama ini sangat menguntungkan jika upah sewa Rp.700.000,00/ha
dikurangi upah operator Rp.325.000,00 – Rp.350.000,00 dan bahan bakar (bensin 12 liter) =
Rp.55.200,00 maka sisanya Rp.294.800,00/ha. Jikadalam waktu dua musim dapat beroperasi
50 ha, berarti akan mendapatkan keuntungan Rp.294.800,00 x 50 = Rp.14.740.000,00
dikurangi ongkos perbaikan Rp.1.500.000,00/tahun. Sisa bersih Rp.14.240.000,00 per tahun.
Pemilik mesin perontok juga menjelaskan bahwa sampai saat ini belum pernah ada
komplain dari petani pengguna.Artinya para petani pengguna merasa puas dengan pemanenan
11

padi sistem kelompok yang menggunakan mesin perontok karena tidak banyak mengalami
kehilangan hasil.
Tabel 5.Pemilik Power Thresher Kelompok Tani Cikal Jaya I
Harga
beli
(Rp)

Bahan
bakar

Jml bhn
bakar/ha
(lt)

Kapasitas
kerja
mesin/ha

Honda
2,50 HP
Honda
2,75 HP

11 Juta

Bensin

12

12,5
Juta

Bensin

Hasil Rerata

11,75

Bensin

No.
1.
2.

Jenis
mesin

Sewa/ha
(Rp)

Upah
Operator
(Rp)

6 jam

Biaya
pemeliharaan
per th (Rp)
1,6 juta

700.000

300.000

13

5 jam

1,5 juta

750.000

350.000

12,5

5,5 jam

1,55 juta

725.000

325.000

Tabel 6.Pemilik Power Thresher Kelompok Tani Pasir Konci
No.
1.
2.

Jenis
mesin

Harga
beli
(Rp)

Kobota
7,5 PK
Honda
2,50 HP

14,4
juta
10,8
Juta

Bahan
bakar

Jml bhn
bakar/h
a (lt)

Kapasitas
kerja
mesin/ha

Biaya
pemeliharaan
per th (Rp)

Sewa/ha
(Rp)

Upah
Operator
(Rp)

Solar

11

5 jam

1,3 juta

800.000

400.000

Bensin

12

6 jam

1,7 juta

650.000

300.000

6. Hasil wawancara terhadap petani dan penderep:
Hasil wawancara terhadap petani dan penderep secara singkat disajikan pada tabel 7
dan tabel 8. Para petani pengguna menyatakan bahwa mereka puas dengan pemanenan
padisistem kelompok dan perontokannya menggunakan mesin perontok karena kehilangan
hasil sangat rendah (1,4 – 2,1 %) dibandingkan cara keroyokan (4,5 – 8,6 %) (tabel 7, tabel
8). Petani berpendapat bahwa dengan demikian produksinya menjadi meningkat, yang berarti
pula pendapatan petani juga meningkat.
Para pemanen padi sistem kelompok berkomentar bahwa panen padi sistem kelompok
itu ternyata mendapatkan upah lebih besar dan lebih cepat.Panen padi sistem kelompok
dengan jumlah tenaga tenaga pemanen 20-30 orang per hektar dan perontokannya
menggunakan mesin perontok, mulai bekerja pagi dan sore harinya sudah selesai dan
langsung mendapatkan upah kerja.Sebaliknya sistem keroyokan, mulai bekerja pada hari ini
untuk memotong padi, baru keesokan harinya digebot, sehingga waktu bekerja selama dua
hari, setelah selesai baru mendapatkan upah panen.
Para pemanen sistem keroyokan juga menjelaskan bahwa perontokan dengan cara
banting dirasakan berat, karena mereka harus memotong dan menumpuk padi pada pagi hari,
keesokan harinya menggebot dan mengumpulkan kembali hasil gebotan ke lokasi
pengumpulan. Mereka menginginkan perontokan dengan menggunakan mesin perontok,
karena pekerjaan yang dilakukan lebih ringan.
Tabel 7. Petani dan PenderepKelompok Tani Cikal Jaya I
Kehilangan
hasil (%)

N
o.

Alat
panen

Alat
perontok

Jml
peman
en / ha

Upah
penderep
(Rp/kg gbh)

Hasil /
ha (ton)

Kehilangan
hasil (kg/ha)

1.

Sabit
biasa
Sabit
biasa
Sabit
bergerigi
Sabit

Power
Thresher
Power
Thresher
Dibanting pd
alat gebotan
Dibanting pd

22
orang
19
orang
56
orang
54

350

6,8

100

1,4

325

6,9

150

2,1

Bawon
1:6
Bawon

6,6

375

5,7

6,7

300

4,5

2.
3.
4.

Renc. alat
perontok
thn depan
Power
Thresher
Power
Thresher
Power
Thresher
Power

12

biasa

alat gebotan

orang

1:6

Thresher

Tabel 8. Petani dan PenderepKelompok Tani Pasir Konci
N
o.

Alat
panen

Alat perontok

Jml
peman
en / ha

Upah
penderep
(Rp/kg gbh)

Hasil /
ha (ton)

Kehilangan
hasil (kg/ha)

1.

Sabit
biasa
Sabit
biasa
Sabit
biasa
Sabit
biasa

Power
Thresher
Power
Thresher
Dibanting pd
alat gebotan
Dibanting pd
alat gebotan

24
orang
25
orang
60
orang
47
orang

350

6,7

350
Bawon
1:6
Bawon
1:6

2.
3.
4.

Kehilangan
hasil (%)

Renc. alat
perontok thn
depan

125

1,9

7,1

100

1,4

6,5

480

7,4

6,4

550

8,6

Power
Thresher
Power
Thresher
Power
Thresher
Power
Thresher

B. Analisis Finansial
Analisis finansial diperlukan untuk menentukan harga jual suatu produk jika menyangkut
suatu produk dalam industri. Tujuan lain analisis finansial adalah untuk mengetahui keuntungan
atau kerugian suatu perusahaan baik di bidang produksi atau di bidang jasa.
Setiap usaha dalam suatu industri selalu membutuhkan modal usaha yang dibedakan atas
(a) modal tetap, dan (b) modal kerja.Modal tersebut digunakan untuk membiayai semua kegiatan
dalam usaha yang dilaksanakan.
Untuk analisa finansial guna menetapkan apakah menghitung keuntungan atau kerugian
suatu asaha, diperlukan beberapa data antara lain (a) kemampuan atau kapasitas kerja, (b) upah
kerja, (c) biaya produksi atau kegiatan, dan lain-lain.
1. Kemampuan kerja
Kemampuan kerja dalam usaha kepemilikan mesin perontok adalah menyelesaikan
kerja, yaitu dapat menyelesaikan pekerjaan 50 hektar/unit mesin/dua musim atau per
tahun.Harga dan biaya pemeliharaan masing-masing perontok sedikit bervariasi karena
perbedaan operator dan kondisi lapang.Data tersebut disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Harga dari mesin perontok dan biaya operasinya per tahun (2 musim)
No
.
1.

Jenis
mesin

Honda
2,50 HP
2.
Honda
2,75 HP
3.
Honda
2,50 HP
4.
Kubota
7,50 PK
Rata-rata

Harga beli
(Rp)

Bahan
Bakar

Jumlah bahan
bakar (l/th) (Rp)

11.000.000

Bensin

12.500.000

Bensin

10.800.000

Bensin

14.400.000

Solar

12.200.000

Bensin/
Solar

600
(2.700.000)
650
(2.925.000)
600
(2.700.000)
600
(3.600.000)
612,5 (2.981.250)

Kapasitas
kerja
(ha/th)
50

Biaya
pemeliharaa
n (Rp/th)
1.600.000

50

1.500.000

50

1.700.000

50

1.300.000

50

1.525.000

Umur pakai (th)
Harga (Rp)
7
(5.500.000)
7
(6.250.000)
7
(5.400.000)
7
(7.200.000)
7
6.087.500

Tabel 10. Jenis pengeluaran dan pendapatan dalam usaha mesin perontok per tahun
Sewa mesin
No
Jenis mesin
Sewa mesin Upah operator Pemeliharaan Penyusutan
(Rp/ha)
.
(Rp/th.)
(Rp/th.)
(Rp/th.)
mesin (Rp)
1.
Honda 2,50 HP
700.000
35.000.000
15.000.000
1.600.000
785.741
2.
Honda 2,75 HP
750.000
37.500.000
16.500.000
1.500.000
892.859
3.
Honda 2,50 HP
650.000
32.500.000
15.000.000
1.700.000
771.428
4.
Kubota 7,50 PK
800.000
40.000.000
20.000.000
1.300.000
1.028.571
Rata-rata
725.000
36.250.000
16.625.000
1.525.000
869.643
13

2. Biaya kegiatan (produksi)
Biaya produksi (kegiatan) pada dasarnya dibedakan atas (a) biaya kegiatan yang
besarnya tetap selama kegiatan (biaya tetap), dan (b) biaya yang besarnya tergantung produk
yang dihasilkan (biaya tidak tetap).Biaya tetap meliputi (1) biaya penyusutan alat, (2)
transportasi, dan (3) bunga modal.Biaya tidak tetap adalah biaya biaya produksi yang
dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Biaya tidak tetap meliputi (1) biaya bahan
baku, (2) bahan penunjang, dan (3) upah pekerja.
Dengan demikian biaya total merupakan jumlah dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.
3. Penghitungan Keuntungan
Keuntungan usaha merupakan selisih antara pendapatan dengan pengeluaran
(Astawan, 1999).Dalam usaha mesin perontok (power thresher), pendapatan diperoleh dari
sewa mesin perontok sedangkan pengeluaran berupa upah tenaga operator, biaya bahan
bakar, upah pemeliharaan dan biaya penyusutan, serta bahan bakar (tabel 9, tabel 10).
Pendapatan usaha sewa mesin perontok untuk dua musim (satu tahun) rata-rata Rp
36.250.000,00. Adapun jumlah pengeluaran untuk operasional selama 2 musim adalah Rp
2.981.250,00 + Rp 16.625.000,00 + Rp 1.525.000,00 + Rp 869.643,00 = Rp 22.000.893,00
Keuntungan usaha untuk 2 musim =
Rp 36.250.000,00 – Rp 22.000.893,00 = Rp. 14.249.107,00
4. Penghitungan Break Event Point (BEP)
Break Event Point (BEP) adalah suatu titik keseimbangan antara pendapatan dari
jumlah hasil penjualan produk dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain
adalah besarnya pendapatan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Ini berarti
bahwa perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau tidak mengalami kerugian.
Rumus untuk mencari BEP adalah sebagai berikut (Astawan, 1999) :
Biaya tetap
BEP =
Biaya tidak tetap
1Pendapatan
Rp 869.643,00 + Rp 1.525.000,00
=
Rp 2.981.000,00 + Rp 16.625.000,00
1Rp 36.250.000,00
Rp 2.394.643,00
=
Rp 19.606.000,00
1 - = Rp 520.573,30 / 2 musim
Rp 36.250.000,00
Persen Titik Impas
Untuk mencapai titik impas yaitu keadaan usaha tidak untung dan tidak rugi maka
harus dihitung persen titik impas.
Nilai BEP
14

Persen titik impas =

x 100%
Pendapatan
Rp 520.573,30

=

x 100% = 1,44%
Rp 36.250.000,00

Hal ini berarti untuk mencapai keadaan impas, kegiatan usaha harus sebesar 1,44% dari
kemampuan kerja mesin perontok.
5. Pengembalian Modal (Pay Out Time = POT)
Pengembalian modal (POT) didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kembali modal mula-mula dengan menggunakan keuntungan yang diperoleh.
Total investasi
Rumus POT =
Keuntungan bersih/th
Rp 12.200.000,00
Rumus POT =

= 0,86 tahun.
Rp 14.249.107,00/th

Berdasarkan perhitungan diatas, ini berarti bahwa satu unit mesin perontok yang beroperasi
0,86 tahun modal untuk pembelian satu unit mesin perontok sudah kembali.
6. Nilai Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Benefit Cost Ratio (B/C ratio) adalah nilai perbandingan antara pendapatan (benefit)
dan biaya (cost). Suatu investasi dikatakan layak (go project) jika B/C lebih besar dari 1, dan
tidak layak (no go project) jika B/C lebih kecil dari 1, sedangkan bila B/C = 1 keputusan
investasi tergantung pada keputusan (judgement) pemilik modal/pemilik usaha. (Musyadar,
2004).
Pendapatan
Rumus B/C ratio =
Biaya produksi
Rp 36.250.000,00
Rumus B/C ratio =
R

p 2.981.250,00 + Rp 16.625.000,00 + Rp 1.525.000,00+Rp 869.643,00

Rp 36.250.000,00
Rumus B/C ratio =

= 1,65
Rp 22.000.893,00

Dengan demikian, berdasarkan perhitungan diatas, maka usaha tersebut dikatakan layak (go
project), karena nilai B/C ratio-nya lebih dari 1 atau 1,65.

15

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara terhadap berbagai pihak, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan, antara lain:
1. Untuk mengembangkan suatu teknologi khususnya pemanenan padi sistem kelompok harus
memiliki keyakinan dan kesabaran.
2. Untuk sosialisasi teknologi tersebut harus dengan cara sederhana, dan mudah dimengerti oleh
pengguna.
3. Dalam mengembangkan teknologi di suatu tempat harus didukung oleh sahabat, tidak
bertentangan dengan kebijakan, dan teknologi itu dibutuhkan oleh pengguna.
4. Teknologi itu akan berkembang cepat jika teknologi tersebut menguntungkan bagi para
pengguna yang terkait.
5. Usaha kepemilikan mesin perontok untuk dua musim panen (satu tahun) memberikan
keuntungan Rp 14.249.107,00
6. Berdasarkan perhitungannya, usaha kepemilikan mesin perontok memiliki Break Event Point
atau BEP Rp 520.573,30 per 2 musim dengan persen titik impas 1,44%.
7. Pay Out Time (POT) atau pengembalian modal sangat rendah 0,86 tahun, artinya mesin
perontok yang dapat beroperasi 0,86 tahun, modal sudah kembali.
8. Usaha kepemilikan mesin perontok (power thresher) layak dengan B/C ratio 1,65.

16

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 1999. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Cetakan I, Bogor. 72 halaman.
Lubis, S., Soeharmadi, S. Nugraha dan A. Setyono, 1991. Sistim pemanenan, alat pemanen dan
perontok padi di Karawang serta pengaruhnya terhadap kehilangan.Prosiding Hasil Penelitian
Pascapanen. Laboratorium Pascapanen Karawang, 10 Februari 1990. Hlm. 43-55.
Musyadar, A., dkk. 2004. Studi Kelayakan Agribisnis. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
Nugraha, S., A. Setyono dan D.S. Damardjati.1990b. Penerapan teknologi pemanenan dengan
sabit.Kompilasi hasil penetian 1988/1989. Pascapanen Balai Penelitian Tanaman Pangan
Sukamandi. Hlm. 13-16.
Nugraha, S., A. Setyono dan R. Thahir, 1994.Studi optimalisasi sistem pemanenan padi untuk
menekan kehilangan hasil. Reflektor 7 (1-2) : 4-10.
Nugraha S., A. Setyono dan R.Thahir, 1995. Perbaikan sistem panen dalam usaha menekan
kehilangan hasil padi.Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja
Penelitian Tanaman Pangan. Buku III. Pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.Jakarta/Bogor, 23-25 Agustus 1995. Hlm. 863-874.
Rachmat.R., A. Setyono, dan R. Thahir 1993. Evaluasi sistem pemanenan menggunakan beberapa
mesin perontok.Agrimeks.Vol 4 dan 5.No. 1 (1992/1993) : 1-7.
Saragih, B. 2002.Sambutan Menteri Pertanian Republik Indonesia pada Pembukaan Workshop
Kehilangan Hasil Pascapanen Padi Hotel Kemang, Jakarta, 5 Juni 2002.
Setiawati, J., R. Thahir dan A. Setyono, 1992. Evaluasi ekonomi pada panen dan perontokan.Dalam
Jurnal Media Penelitian Sukamandi.11 : 24-29.
Setyono, A., Sudaryono, S. Nugraha dan J. Setiawati, 1992. Studi Sistem Pemanenan Padi di
Kabupaten Karawang, Purbalingga, dan Klaten. Seminar, 19 Juni 1992. Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukamandi.
Setyono, A., R. Tahir, Soeharmadi dan S. Nugraha. 1993. Perbaikan sistem pemanenan padi untuk
meningkatkan mutu dan mengurangi kehilangan hasil. Jurnal Media Penelitian Sukamandi
13: Hlm. 1-4.
Setyono, A., Sutrisno, dan S. Nugraha, 1998. Uji coba regu pemanen dan mesin perontok padi dalam
pemanenan padi sistem beregu.Prosiding Seminar Ilmiah dan Lokakarya Teknologi Spesifik
Lokasi dalam Pengembangan Pertanian dengan Orientasi Agribisnis. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Ungaran. Yogyakarta, 26 Maret 1998. Pp. 56-69.
Setyono, A., Suismono, Trimurti Ilyas, dan Edyanto Purwono, 1999.Pengamatan kehilangan hasil
panen danperontokan padi.Disampaikan pada Seminar Apresiasi Penggunaan Alsintan Dalam
Menekan Kehilangan dan Peningkatan Mutu Hasil Tanaman Pangan.Direktorat Bina Usaha
dan Pengolahan Hasil. Jakarta, 22 Desember 1999.
Setyono, A., Sutrisno, Sigit Nugraha, dan Jumali. 2001 b. Uji coba kelompok jasa pemanen dan jasa
perontok. Laporan Akhir TA. 2000. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Setyono, A., Sutrisno, S. Nugraha dan Jumali, 2007 a. Aplication of Group Harvesting Technique for
Rice Farming. Proceeding Rice Industri, Culture and Invirontment.Book 2.Indonesian Center
for Rice Reserch (ICRR). Indonesia, p. 637-642.

17

Foto-foto kegiatan:

Foto 1.Pemanenan padi potong atas dengan sabit, dan pengumpulannya.

Foto 2.Proses perontokan padi dengan menggunakan power thresher.

18