Contoh Draft Proposal Penelitian Kualita

PROPOSAL PENELITIAN
Judul Penelitian

: Analisis Kualitatif Suasana Kelas yang Diciptakan Guru Fisika
SMAN

7

Denpasar:

Relevansinya

terhadap

Pengembangan

Kecerdasan Sosial dan Emosional Siswa
Identitas Peneliti
Nama

: Ni Kadek Vingki Aryanti


NIM

: 1213021025

Semester

: VI/A

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Modernisasi dan kemajuan suatu bangsa tergantung kepada sumber daya manusia bangsa
tersebut, apakah diberdayakan secara efisien atau tidak. Pemberdayaan SDM bangsa dimulai dari
sistem pendidikan yang diterapkan dari bangsa tersebut. Agar mampu menghasilkan SDM yang
berkualitas, bangsa Indonesia harus mampu memberdayakan potensi yang ada dalam diri anak
Indonesia melalui pendidikan. Hal itu telah disebutkan dengan jelas pada UU No. 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional pada Bab IV bagian I pasal 5 ayat 4 yang berbunyi: “warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Pada Bab I pasal 1 ayat 1 juga ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Potensi diri yang dimaksudkan diantaranya kecerdasan intelektual, sosial dan emosional.
Kecerdasan sosial dan emosional memainkan peranan penting pada pengembangan pribadi siswa.
Kecerdasan sosial adalah salah satu penentu kesuksesan siswa di masa depan. Karl Albrecht (-)
menuliskan pada webnya bahwa kecerdasan sosial adalah ilmu baru tentang kesuksesan, orang
yang kehilangan pekerjaan, teman, dan sahabat disebabkan oleh ketidakmampuan dalam hal
sosial. Kecerdasan emosional adalah keterampilan dalam mengendalikan diri. Goleman (2003)
mengungkapkan bahwa kriteria sukses sudah berubah, bukan hanya dari kepintaran atau
keahlian, tetapi juga bagaimana kita mengatur diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan intelektual
1

hanya menyumbangkan 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan dari
kecerdasan lain yaitu kecerdasan sosial dan emosional (Goleman, 2003).
Guru sebagai pendidik, wajib membantu siswa mengembangkan kecerdasannya, baik
secara emosional maupun sosial (Demirdag, 2015). Pengembangan kecerdasan sosial-emosional
tentunya dapat dilihat dan dilakukan dalam pembelajaran di kelas yakni bagaimana guru
mengajar dan menciptakan suasana kelas. Hal itu dilatarbelakangi karena suasana kelas
mencakup lingkungan kelas, iklim sosial-emosional dan aspek fisik kelas (Orifa et al, 2015).

Suasana setiap kelas pastinya berbeda, bergantung pada cara guru mengelola kelas dan
bagaimana interaksi yang terjadi di dalam kelas. Guru yang efektif dalam mengelola kelas dapat
meningkatkan perilaku baik siswa (Demirdag, 2015). Landau & Meirovich (2011) menemukan
bahwa suasana kelas yang suportif meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Suasana
pembelajaran yang penuh kasih sayang, cinta, kebebasan yang mendidik, keratif dan inovatif
dapat mengantarkan siswa belajar dengan sungguh-sungguh namun menyenangkan (Susiani,
Dantes, & Tika, 2013).
Dalam hal pengembangan kecerdasan sosial dan emosional di dalam kelas, pemerintah
Indonesia sebenarnya telah melakukan hal tersebut melalui penerapan kurikulum 2013. Dalam
implementasi kurikulum 2013, pada dasarnya siswa harus dipersiapkan sebaik mungkin agar
memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual dan kemampuan sosial (Sunarno, 2013).
Kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan kemampuankemampuan tersebut. Pengembangan kemampuan spiritual terdapat dalam kompetensi dasar I.
Kemampuan sosio-emosional dikembangkan melalui KD 2 dan 4, sedangkan kemampuan
intelektual dikembangkan melalui KD 3. KD 2 mencakup pengembangan perilaku ilmiah seperti
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsive dan proaktif. Selain itu, pada KD 2 juga mengembangkan sikap untuk
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial. Pengembangan kemampuan sosial terlihat
pada KD 4 yakni pengembangan keterampilan melalui pengolahan dan penyajian ranah konkret
dan abstrak. Ini berarti siswa diajarkan untuk mengembangkan sikap kreatif dan cara
berkomunikasi yang baik dengan orang lain. Semua KD tersebut terangkum dalam pembelajaran

yang dilakukan guru di kelas dan dimasukkan ke dalam ranah KD 3.
Namun upaya yang dilakukan itu masih belum efektif sampai dua tahun pelaksanaan
kurikulum 2013. Banyak siswa yang tidak menunjukkan kecerdasan sosio-emosional yang tinggi,
seperti sikap egois, suka menang sendiri, tidak menghargai orang lain, tidak peduli dengan
2

kesusahan orang lain. Ketika salah satu dari mereka merasa mampu dan menguasai materi yang
diberikan oleh guru atau dalam mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru, mereka
cenderung tidak mau berbagi untuk berupaya agar teman yang lain juga mampu mengerti dan
menyelesaikan dengan benar soal-soal tersebut (Susiani, Dantes, & Tika, 2013). Mereka malah
bangga apabila hanya dirinya yang mampu mengerjakan.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, pengembangan kemampuan sosio-emosional
dapat dilakukan dalam pembelajaran di kelas. Jika faktanya seperti di atas, maka pembelajaran di
kelas ikut andil dalam memberikan dampak buruk pada kecerdasan sosio-emosional siswa Guru
yang tidak mengontrol kelas dengan baik, tidak punya rasa hormat terhadap siswa, melihat sikap
siswa sebagai kekacauan, serta menggunaakan kekuasannya dalam kelas secara berlebihan akan
berdampak buruk pada self-esteem siswa dan membuat siswa menentang gurunya (Goerge et al
dalam Demirdag, 2015). Ini berarti, guru tidak memberikan timbal balik yang baik dalam
berinteraksi dengan siswa, padahal interaksi merupakan kunci dalam pengembangan sikap sosioemosional.
Fokus guru dalam pembelajaran di kelas masih cenderung pada peningkatan pemahaman

dalam konteks kognitif (pengetahuan) siswa, padahal peningkatan dan pengembangan dalam
ranah sosio-emosional juga perlu diprioritaskan. Guru dengan pengelolaan kelas yang efektif
akan cenderung membuat siswa lebih bertanggung jawab, dan memiliki partisipasi yan tinggi
(Smith & Strahan dalam Demirdag, 2015). Selain itu, menurut Orifa et al (2015) kinerja
akademik pada iklim kelas yang interaktif lebih besar dibandingkan dengan iklim kelas yang
pasif, dimana kinerja akademik siswa laki-laki lebih besar dibandingkan siswa perempuan. Hal
itu perlu dilakukan, sebab outcome yang diinginkan tak hanya pintar tapi bisa mengendalikan
emosi dan bersikap sosial.
Berangkat dari hal di atas yakni gagasan mengenai suasana kelas yang diciptakan guru
untuk menumbuhkan kecerdasan social dan emosional, peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Kualitatif Suasana Kelas yang Diciptakan Guru Fisika SMAN 7
Denpasar: Relevansinya terhadap Pengembangan Kecerdasan Sosial dan Emosional
Siswa”.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana suasana kelas yang diciptakan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan
sosial siswa?
3

2. Bagaimana suasana kelas yang diciptakan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan

emosional siswa?
3. Bagaimanakah kecerdasan sosial siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang diciptakan
guru?
4. Bagaimanakah kecerdasan emosional siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang diciptakan
guru?
5. Apa permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam menciptakan suasana kelas yang
mampu mengembangkan kecerdasan sosial-emosional siswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun rumusan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan suasana kelas yang diciptakan oleh guru dalam mengembangkan
kecerdasan sosial siswa.
2. Mendeskripsikan suasana kelas yang diciptakan oleh guru dalam mengembangkan
kecerdasan emosional siswa.
3. Mendeskripsikan kecerdasan sosial siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang diciptakan
guru.
4. Mendeskripsikan kecerdasan emosional siswa sebagai akibat dari suasana kelas yang
diciptakan guru.
5. Mengungkapkan permasalahan dan kendala yang dihadapi guru dalam menciptakan suasana
kelas yang mampu mengembangkan kecerdasan sosial-emosional siswa.
1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan antara lain sebagai berikut.
1. Memberikan kontribusi kepada guru mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional siswa melalui suasana kelas yang
diciptakan guru.
2. Sebagai informasi kepada siswa mengenai kecerdasan sosial dan emosional yang dimilikinya
sehingga siswa mampu mengembangkannya ke arah yang lebih baik.
3. Memberikan manfaat berupa pengetahuan dan pengalaman kepada peneliti yang notabene
akan menjadi guru fisika mengenai strategi yang bisa digunakan untuk menciptakan suasana
kelas dalam hal pengembangan kecerdasan sosial dan emosional siswa.

4

1.5 Definisi Konseptual dan Operasional
1.5.1 Definisi Konseptual
1. Suasana kelas adalah tingkatan lingkungan pembelajaran yang diciptakan guru di mana
fokusnya pada hubungan siswa dengan guru (Curry, 2009). Suasana kelas sama dengan
suasana fisik dan emosional di dalam kelas (Freiberg dalam Curry, 2009). Tiga dimensi
dalam mempelajari suasana atau lingkungan menurut Moos (dalam Curry, 2009) antara lain
dimensi hubungan antar personal, dimensi perkembangan personal yakni bagaimana orang
berkembang dalam suatu lingkungan/suasana, dan dimensi pemeliharaan dan perubahan

system yakni berhubungan dengan bagaimana respon personal terhadap suatu perubahan.
Suasana kelas berasosiasi dengan tipe kepemimpinan atau sikap guru dalam kelas.
2. Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur wanita atau pria, anak
laki-laki atau perempuan, dengan bertindak secara bijak dalam hubungan antar manusia
(Thorndike dalam Lievens & Chan, 2009). SI merupakan salah satu dimensi dari Multiple
Intelligence (MI) yang memuat seperangkat kemampuan praktis yang disebut dengan
S.P.A.C.E model (Brown, 2006).
3. Kecerdasan emosional atau emotional intelligence (EI/EQ) merujuk kepada kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri serta dalam hubungan dengan
orang lain (Goleman, 2003). Terdapat 4 domain kecerdasan emosional yakni self-awareness,
social-awareness, self-management dan relationship-management.
1.5.2 Definisi Operasional
1. Suasana kelas adalah hasil observasi dan wawancara serta kuisioner penilaian diri guru
(Teacher

Self-Assasment)

mengenai


suasana

kelas

yang

diciptakan

guru

untuk

mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional. Indikator suasana kelas adalah
pengorganisasian, pengaturan dan prosedur; hubungan yang positif; hubungan yang positif;
budaya berpikir dan belajar; keterlibatan dan kesenangan.
2. Kecerdasan sosial adalah hasil obervasi, wawancara mendalam, kuisioner dan dokumentasi
mengenai cara siswa berkomunikasi dan bekerjasama dengan siswa lainnya yang dapat
teridentifikasi dari S.P.A.C.E model (dimensi).
3. Kecerdasan emosional adalah potret pemahaman dan pengaturan emosi diri siswa yang
teridentifikasi dari hasil observasi, wawancara mendalam, kuisioner dan dokumentasi.


5

II. Kajian Pustaka
2.1 Pembelajaran Fisika
Dalam kurikulum 2013 disebutkan bahwa dalam pembelajaran fisika siswa diharapkan
mampu menghargai kerja individu maupun kelompok dan mengembangkan sikap ilmiah
(Permendikbud, 2014). Unsur yang terpenting dalam pembelajaran yang baik adalah (1) siswa
yang belajar, (2) guru yang mengajar, (3) bahan pelajaran, dan (4) hubungan antara guru dan
siswa. hal terpenting dalam belajar fisika adalah siswa yang aktif belajar (Suparno, 2007). Jadi
perlu komunikasi yang baik antara guru dan siswa.
2.2 Suasana Kelas
Suasana kelas adalah segala sesuatu untuk menciptakan pembelajaran yang efektif di
dalam kelas (Wong dan Wong dalam Demirdag, 2015). Suasana kelas dapat didefinisikan sebagai
suatu lingkungan intelektual, sosial, emosional dan fisik dari suatu kelas dimana terdapat siswa
yang belajar (Amborse dalam Orifa et al, 2015). Suasana kelas juga dapat didefinisikan sebagai
inti dari interaksi baik ataupun buruk antar manusia di dalam kelas (Goleman, 2006).

Adapun


indikator keberhasilan dalam pengelolaan kelas adalah terciptanya kondisi / suasana belajar
mengajar yang kondusif (tertib, lancar, berdisplin dan bergairah) dan terjadinya hubungan
interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.
2.3 Kecerdasan Sosial (Social Intelligence/SI)
Kecerdasan sosial mencakup kecakapan interpersonal dan sosial (Goleman, 2006). Terdapat 5
dimensi dari kecerdasan sosial, yang disebut dengan S.P.A.C.E formula yakni sebagai berikut.
a. Kesadaran situasional (situational awareness). Makna dari kesadaran ini adalah sebuah
kehendak untuk bisa memahami dan peka terhadap kebutuhan serta hak orang lain.
b. Kehadiran atau kemampuan membawa diri (presence). Bagaimana etika penampilan Anda,
tutur kata dan sapa yang Anda bentangkan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan
adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini.
c. Keaslian (authenticity). Sinyal dari perilaku kita yang akan membuat orang lain menilai kita
sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan
sejumput ketulusan.
d. Kejelasan (clarity). Aspek ini menjelaskan sejauh mana kita dibekali kemampuan untuk
menyampaikan gagasan dan ide kita secara renyah nan persuasif sehingga orang lain bisa
menerimanya dengan tangan terbuka.
6

e. Empati (empathy). Aspek ini merujuk pada sejauh mana kita bisa berempati pada pandangan
dan gagasan orang lain. Dan juga sejauh mana kita memiliki keterampilan untuk bisa
mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain (Brown, 2006).
Guru yang mengajar secara efektif memberikan penguatan pada kecerdasan sosial yakni
interaksi siswa terhadap dirinya dan siswa belajar lebih baik (Goleman, 2006).
2.4 Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence/EI/EQ)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali dan mengelola emosi terhadap diri
sendiri dan diri orang lain. Terdapat 4 domain dari kecerdasan emosional dimana domain SelfAwareness and Self-Management disebut kecerdasan intrapersonal sedangkan Social Awareness
and Relationship Management digolongkan potensi interpersonal. Cherniss & Golmen (-)
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dan sosial sebenarnya saling berkaitan, dimana
kecerdasan emosional terkait kemampuan mengatur diri sedangkan kecerdasan sosial terkait
dengan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Dalam dunia pendidikan kemampuan
seperti ini diajarkan dalam SEL (Social and Emotional Learning).

2.5. Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Pertama, Demirdag (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Clasroom management
and student’s self-esteem: Creating positive classrooms” menemukan bahwa strategi pengelolaan
kelas yang dilakukan guru bisa berakibat baik dan buruk terhadap self-esteem siswa. Self-esteem
merupakan perubahan emosi, sosial dan kognisi siswa dalam kelas yakni penilaian individu
terhadap harga dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Jadi self-esteem
adalah perwujudan dari kecerdasan emosional dan sosial.
Kedua, Orifa et al (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Clasroom sosial climate:
Enhancing teaching strategy in business studies” mengungkapkan bahwa kinerja akademik pada
iklim kelas yang interaktif lebih besar dibandingkan dengan iklim kelas yang pasif, dimana
kinerja akademik siswa laki-laki lebih besar dibandingkan siswa perempuan.
Ketiga, Seal et al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Social emotional
development: a new model of student learning in higher education” menyatakan bahwa
pengembangan sosio-emosional merupakan model mengenai pemahaman dan intervensi bagi
pendidik untuk meningkatkan kapasitas siswa untuk berinteraksi dalam lingkungan sosial dan
emosional.

7

2.6 Kerangka Berpikir
Disebutkan bahwa kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan keseimbangan
antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas dan kerjasama dengan
kemampuan intelektual dan psikomotorik. Guru juga dituntut untuk mengembangkan potensi
peserta didik dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah social di masyarakat. Untuk itu
guru harus pintar dalam mengembangkan potensi melalui cara mengajar di dalam kelas.
Kondisi sosio-emosional dalam kelas akan mempengaruhi proses belajar mengajar,
partisipasi siswa dan efektifitas pembelajaran. Kondisi sosio-emosional tersebut diantara tipe
kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru dan pembinaan hubungan baik.
Tipe kepemimpinan guru dalam kelas antara lain :
1. Otoriter yakni guru sebagai penguasa kelas dan siswa tidak banyak memberikan pendapat
sebab semua keputusan berada di tangan guru. Guru sering disebut the directive manager.
2. Laissez-faire yakni guru tidak memberikan arahan dan control pada siswa sehingga siswa
dapat seenaknya membuat keputusan, semua tanggung jawab sepenuhnya diserahkan kepada
siswa dan hal tersebut akan berdampak pada kekacauan hasil belajar siswa. Tingkat
keberhasilan hanya ditentukan dari kesadaran siswa dalam belajar. Guru sering disebut
dengan the delegating-manager.
3. Demokratis yakni guru menghargai potensi setiap siswa; mampu menstimulasi kerjasama,
inisiatif dan kemampuan membuat keputusan siswa; proses belajar-mengajar aktif dan kreatif.
Guru sering disebut dengan the participative manager.
4. Psedeu-demokratis yakni siswa hanya bisa membuat keputusan dibawah supervisi guru. Guru
sering disebut dengan the persuasive manager.
Sifat guru yang demokratis akan menstimulasi kerjasama siswa. Dalam bekerjasama
diperlukan kemampuan penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan dan teman kerjasamanya.
Jika kualitas penyesuaian diri baik, maka kecerdasan emosional akan baik (Yuniani, 2010).
Dengan pembelajaran yang melibatkan kedua belah pihak, yakni guru dan siswa akan
membangkitkan gairah siswa untuk belajar sehingga potensi siswa bisa diketahui guru dan bisa
dikembangkan.

8

Tuntutan Kurikulum
2013

Pembelajaran Fisika
Dapat ditingkatkan

Suasana kelas dari segi
tipe guru mengelola kelas
mengembangkan

mengembangkan
berkaitan

Kecerdasan sosial

Kecerdasan
emosional
Gambar 1. Kerangka Berpikir

III. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan desain penelitian kualitatif, sebab peneliti ingin
mendeskripsikan suasana kelas yang diciptakan guru fisika relevansinya dalam mengembangkan
kecerdasan sosial dan emosional siswa dengan penggambaran secara akurat dan mendalam
berdasarkan fakta yang didapatkan di lapangan.
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Tahap Pra-lapangan
Pada tahap ini dilakukan 1) penyusunan rancangan penelitian yakni latar belakang, kajian
pustaka, penentuan instrument, perencanaan pengumpulan hingga analisis data 2) pemilihan
lokasi penelitian 3) penyiapan sarana dan penentuan waktu penelitian 4) mengurus izin penelitian
5) melakukan studi pendahuluan dan penjajakan awal lapangan 6) memilih informan.
3.2.2 Tahap Lapangan
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data secara holistic-kontekstual dimana kalau
dijabarkan kegiatannya antara lain memahami latar penelitian, pengumpulan data dan analisis
data di lapangan serta pengkategorisasian data.
3.2.3 Tahap Pasca Lapangan
Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiata yakni analisis data lanjutan, pengambilan
kesimpulan, konfirmasi dan penyusunan laporan.
9

3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMAN 7 Denpasar. Pemilihan SMAN 7 Denpasar
didasarkan atas beberapa pertimbangan yakni 1) SMAN 7 Denpasar telah menerapkan kurikulum
2013 dimana hal ini telah sesuai dengan tujuan penelitian dan kerangka berpikir mengenai
kurikulum 2013 yang bertujuan menyeimbangkan intelektual dengan sosial 2) Akreditasi SMAN
7 Denpasar adalah A, dimana kinerja sekolah termasuk guru pasti sangat baik, sehingga
memudahkan untuk pengumpulan data serta memudahkan mengungkap suasana kelas yang
diciptakan guru 3) lokasi SMAN 7 Denpasar yang masih dalam lingkungan kota dan dekat
dengan kampus UNDIKSHA sehingga penggunaan waktu dan biaya penelitian menjadi lebih
efisien.
3.4 Data dan Sumber Data Penelitian
3.4.1 Data Penelitian
Data penelitian berupa data mentah yang didapatkan peneliti selama di lapangan yakni
fakta-fakta yang belum direduksi mengenai fenomena yang diamati di lapangan. Data mentah
tersebut berupa 1) transkrip dan catatan lapangan mengenai suasana kelas relevansinya dalam
pengembangan kecerdasan sosial dan emosional dari hasil observasi 2) transkrip dan catatan
lapangan mengenai suasana kelas relevansinya dalam pengembangan kecerdasan sosial dan
emosional serta upaya dan kendala guru dalam mewujudkan suasana kelas yang diinginkan dari
hasil wawancara mendalam dengan guru dan siswa 3) data triangulasi berupa kuisioner penilaian
diri guru (Teacher Self-Assessment) terhadap pembelajaran yang telah dilakukan di kelas 4) data
mengenai kecerdasan sosial (SI) dan kecerdasan emosional (EI/EQ) siswa.
3.4.2 Sumber Data Penelitian
Sumber data dalam penlitian ini disebut dengan informan yakni guru dan siswa. Guru dan
siswa yang dijadikan sumber data penelitian adalah guru kelas XI MIA 1 SMAN 7 Denpasar. Hal
itu dilakukan dengan teknik purposive sampling yakni teknik pengambilan sumber data dengan
tujuan dan pertimbangan tertentu. Sumber data lainnya berupa dokumentasi, foto, berkas
administrasi sekolah, video dan dokumen terkait.
3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut. (1) observasi, yakni
pengambilan data dengan cara pencatatan, perekaman, dan pendeskripsian terhadap apa yang
dilihat mengenai suasana kelas yang diciptakan guru tanpa merubah dan mengada-ada. (2)
10

wawancara, yakni interview terhadap siswa dan guru. Wawancara guru dilakukan mengenai
suasana kelas yang telah guru ciptakan, sedangkan wawancara siswa mengkonfirmasi suasana
kelas yang telah diciptakan oleh gurunya. (3) kuisioner, yakni teknik pengumpulan data yang
dilakukan pada guru untuk menilai kemampuan guru mengelola kelas dari awal hingga akhir
sehingga didapatkan data penguat (triangulasi) mengenai suasana kelas yang diciptakan, efektif
atau tidak. (4) dokumentasi, yakni teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dokumendokumen guru ataupun siswa untuk memperjelas data utama yang didapatkan seperti RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), rapor atau hasil belajar siswa mengenai sikap sosial dan
emosional, dan dokumen lain yang sekiranya diperlukan.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumen kuncinya adalah diri peneliti itu sendiri, sebab
instrumen penelitian adalah keseluruhan proses penelitian dimana ia merupakan perencana,
pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data dan pelapor hasil penelitian. Selain peneliti
instrumen lainnya sebagai penunjang seperti alat tulis, kamera dan handycam. Dalam hal
melakukan observasi dan wawancara diperlukan instrumen berupa pedoman wawancara dan
pedoman observasi sesuai dengan dimensi masing-masing variable yang diteliti yakni suasana
kelas, kecerdasan sosial dan kecerdasan emosional. Selain itu instrumen lainnya adalah lembar
kuisioner penilaian diri guru (Teacher Self-Assasment) dengan indikator yang telah ditentukan
oleh peneliti.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan sepanjang penelitian berlangsung dan dilakukan secara kontinu.
Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya.
Menurut Sugiyono (2012), analisis dilakukan dalam 3 tahap yaitu: (1) analisis sebelum di
lapangan; (2) analisis

selama peneliti masih berada di lapangan; (3) analisis setelah

pengumpulan data berakhir. Setiap tahapan analisis data dilakukan pula 3 hal yakni reduksi data,
pemahamana dan mengujinya, serta interpretasi.
3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2012) uji keabsahan data pada penelitian kualitatif antara lain
1) Uji Credibility (validitas internal) digunakan untuk mengukur kepercayaan terhadap data
hasil penelitian kualitatif. Uji kredibilitas data dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
11

meningkatkan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, membercheck, dan
analisis kasus negatif.
2) Uji Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer ini
berkenaan dengan pertanyaan, sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan
dalam situasi lain.
3) Uji Dependability (reliabilitas). Penelitian ini dikatakan reliable yaitu apabila orang lain
dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian tersebut. Uji dependability dilakukan dengan
cara melakukan audit terhadap keselurahan proses penelitian.
4) Uji Comfirmability (obyektifitas). Penelitian dikatakan obyektif jika sudah disetujui oleh
banyak orang. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan
proses yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, M. Y., Bakar, N. R. A., & Mahbob, N. H. 2012. The dynamics of student participation
in classroom: observation on level and forms of participation. Procedia-Social and
Behavorial Sciences 59(1): 61-70. Tersedia pada http://www.sciencedirect.com/
science/article/pii/S1877042812036877. Diakses pada 25 Maret 2015.
Albrecht, K. -. Social intelligence: The new science of success. Lecture. Tersedia pada
http://www.KarlAlbrecht.com. Diakses pada 28 Juni 2015.
Brown, L. M. 2006. Social intelligence: The new science of success. Bussines Book Review 23
(1): -. Tersedia pada https://www.karlalbrecht.com/downloads/ SocialIntelligenceBBR.pdf. Diakses pada 8 Juni 2015.
Cherniss, C. & Goleman, D. -. Emotional intelligence: Issues in paradigm building. Tersedia
pada www.eiconsortium.org. Diakses pada 8 Juni 2015.
Curry, C. C. 2009. Correlation of emotional intelligence of school leaders to perceptions of
school

climate

as

perceived

by

teachers.

Dissertation.

Tersedia

pada

https://dspace.iup.edu/bitstream/handle/2069/214/Cosmas%20Curry%20Corrected%2012
-21-09.pdf?sequence=1. Diakses pada 8 Juni 2015.
12

Demirdag, S. 2015. Clasroom management and student’s self-esteem: Creating positive
classrooms. Academic Journals Educational Research and Reviews 10(2): 191-197.
Tersedia

pada:

http://www.academicjournals.org/article/article1422281295_

Demirdag.pdf. Diakses pada: 28 Pebruari 2015.
Depdiknas. 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.
Goleman, D. 2003. Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. 2006. The socially intelligent [educational leadership]. Artikel. Tersedia pada
http://cmapspublic2.ihmc.us/. Diakses pada 8 Juni 2015.
Landau, J. & Meirovich, G. 2011. Development of students’ emotional intelligence: participative
classroom environments in higher education. Academy of Educational Leadership Journal
15 (1): 89. Tersedia pada search.proquest.com. Diakses pada 28 Juni 2015.
Lieviens, F. & Chan, D. 2009. Practical intelligence, emotional intelligence, ands intelligence.
Artikel. Tersedia pada http://users.ugent.be/~flievens/practicalIQ.pdf. Diakses pada 25
Maret 2015.
Orifa, Oluwayemisi, R. A., Ajisafe, Emmanuel, O., Ajisafe, & Oluyemisi, O. 2015. Clasroom
sosial climate: Enhancing teaching strategy in business studies. International Journal of
Vocational and Technical Education Research 1 (1): 9-14. Tersedia pada:
http://www.eajournals.org/wp-content/uploads/Classroom-Social-Climate-EnhancingTeaching-Strategy-In-Business-Studies.pdf. Diakses pada: 28 Pebruari 2015.
Respati, W. S., Arifin, W. P., & Ernawati. 2007. Gambaran kecerdasan emosional siswa berbakat
di kelas akselerasi SMA di Jakarta. Journal Psikologi 5 (1): 30-61. Tersedia pada
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/download/57/54

Diakses

pada

25

Maret 2015.
Seal, C. R., Nauman, S. E., Scott, A. N., & Royce-Davis, J. 2010. Social emotional development:
a new model of student learning in higher education. Research in Higher Education

13

Journal. Tersedia pada http://www.co.springer.iier.aabri.com/manuscripts/10672.pdf
Diakses pada 28 Juni 2015.

Septiyarsih, W. 2012. Studi komparasi tingkat kecerdasan sosial antara kelas kinestetik, kelas
verbal linguistik, dan kelas logis matematis pada siswa kelas III di SDIT Nidaul Hikmah
Salatiga

tahun

ajaran

2011/

2012.

Tersedia

Skripsi.

pada

http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/17e6d3eb09297fbe.pdf. Diakses pada 25
Maret 2015.
Sugiyono. 2012. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunarno, H. W. 2013. Kesiapan dan kendala dunia pendidikan dalam implementasi kurikulum
2013.

Tersedia

Artikel.

pada

http://ejournal.undiksha.ac.id

/index.php/semnasmipa/article/download/2669/2253. Diakses pada 25 Maret 2015.
Suparno, P. 2007. Metodologi pembelajaran fisika. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Susiani, K., Dantes, N., & Tika, I. N. 2013. Pengaruh model pembelajaran quantum terhadap
kecerdasan sosio-emosional dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD di Banyuning. eJournal

Program

Pasca

Sarjana

Undiksha

3

(-):

-.

Tersedia

pada

http://119.252.161.254/ejournal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/525/317.
Diakses pada 25 Maret 2015.
Yuniani, A. 2010. Pengaruh kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi
Skripsi. Tersedia pada http://core.ac.uk/download/pdf/11722265.pdf. Diakses pada 25
Maret 2015.

14