Bank Titil Perangkap Ekonomi Masyarakat (1)

“ Bank Titil” Perangkap Ekonomi Masyarakat Miskin
Studi tentang Praktek Bank Titil pada Keluarga Miskin Di Desa Mojotresno
Kecamatan Mojoagung Kabupaten Jombang

Pambudi Handoyo
Diyah Utami

Latar Belakang Masalah
Kemiskinan adalah persoalan klasik umat manusia . Bagi sebuah pemerintahan,
kemiskinan adalah salah satu indicator dari ketidakmampuan negara untuk memberikan
kehidupan yang layak bagi warganya. Kemiskinan memberikan citra buruk bagi
pemerintahan karena gagal melaksanakan pembangunan ekonomi yang sekaligus
menyejahterahkan rakyatnya (Maika, 2007:70). Belum lagi dampak yang ditimbulkan
dari masalah kemiskinan tersebut ; kebodohan, penurunan kualitas kesehatan,
pengangguran ataupun kriminalitas.
Berbagai program pengentasan kemiskinan diciptakan dan berusaha diaplikasikan
, dengan tujuan yang sama yakni mengurangi beban penderitaan masyarakat miskin.
Bentuk-bentuk program tersebut diantaranya adalah pemberian jaminan social, pemberian
kredit, pelayanan kesehatan dan biaya pendidikan gratis, atau pemberdayaan masyarakat
miskin melalui pelatihan keterampilan. Indonesia, sebagai salah satu negara yang jumlah
penduduk miskinnya masih tinggi, juga berusaha menerapkan program-program tersebut.

Sayangnya, setiap program tidak selalu berjalan dengan efektif. Terlalu banyak
masalah yang harus ditanggung oleh orang miskin, sehingga program-program tersebut
tidak terlalu banyak memberikan solusi. Kehilangan pekerjaan, tempat tinggal yang tidak
layak, anggota keluarga yang sakit dan ditambah lagi harga-harga kebutuhan pokok yang
belum tentu bisa dijangkau, merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat miskin
setiap hari.

Masalah tersebut membutuhkan penanganan yang cepat dan tidak bisa

ditunda-tunda.
Hal tersebut hanya bisa diatasi dengan ketersediaan uang tunai.Orang
membutuhkan uang tunai untuk membayar ongkos berobat ketika sakit. Orang juga
membutuhkan uang tunai untuk membeli kebutuhan dapur. Yang menjadi masalah adalah

1

orang miskin jarang memiliki cadangan uang tunai, yang bisa digunakan sewaktu-waktu.
Jaringan social juga tidak banyak membantu keluarga miskin tersebut, dikarenakan
mereka berada diantara orang-orang yang memiliki kondisi yang sama. Setiap keluarga
miskin lalu mengembangkan etika subsistensinya sendiri. Kalaupun ada simpanan,

biasanya sangat kecil dan tidak berlebih, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk
membantu keluarga miskin yang lain.
Keberadaan institusi milik pemerintah, seperti pegadaian atau bank juga kadang
tidak banyak membantu orang-orang miskin tersebut. Sebagian orang miskin tidak
memiliki benda atau barang berharga untuk digadaikan. Apalagi bila harus meminjam
dari bank. Bank memiliki prosedur peminjaman yang lebih rumit dibandingkan dengan
pegadaian. Keawaman tentang dunia perbankan, ketidakmampuan memenuhi syaratsyarat administratif yang ditetapkan oleh bank serta proses pencairan pinjaman yang
relatif lama membuat orang miskin enggan meminta bantuan pada lembaga legal tersebut.
Celah ini yang kemudian dimanfaatkan oleh sebagian orang, dengan cara
mendirikan ‘bank titil”. Bank titil sebenarnya adalah praktek ijon yang ada di tengahtengah masyarakat. Bank titil ini menawarkan pencairan pinjaman yang cepat dan proses
administrasi yang terlalu berbelit. Bunga pinjaman yang sangat tinggi tidak membuat
masyarakat menjauhinya. Bank titil adalah solusi cepat untuk mengatasi kebutuhan akan
uang tunai yang tidak bisa ditunda lagi.
Penelitian yang telah dilakukan oleh M.Zulfa (2002) mengenai bank Titil, antara
riba dan semangat humanisme, di Jawa Tengah, menyimpulkan bahwa keberadaan bank
titil mengandung nilai-nilai humanisme. Keberadaan bank Titil juga mengandung nilainilai positif, diantaranya, keberuntungan yang diperoleh sebagian pedagang seperti
adanya tambahan modal, bahkan sebagian yang lain menjadikannya modal utama yang
nantinya akan menjadi sumber ekonomi bagi mereka. Keuntungan yang lain adalah
proses pencairan dan peminjaman uang yang sangat mudah, pembayaran angsuran atau
cicilan yang tidak mengganggu kegiatan para nasabah dalam menjajakan barang

dagangannya, serta keuntungan yang diperoleh dari tambahan modal usaha yang masih
mencukupi untuk membayar cicilan. Berbagai keuntungan di atas bisa dikategorikan
sebagai sisi humanisme dari bank Titil.

2

Apabila penelitian sebelumnya berkaitan dengan nilai positif bank Titil bagi
masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang kecil, maka penelitian ini lebih luas
jangkauannya dikarenakan subyek penelitian tidak hanya berasal dari pedagang kecil.
Selain itu, kajian penelitian tidak hanya ingin menganalisa alasan keluarga miskin
mengambil pinjaman dari bank Titil, tetapi juga mencoba melihat pola transaksi antara
bank Titil dan keluarga miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk memahamik ondisi sosial ekonomi dan motif sebab
keluarga miskin mengambil pinjaman dari bank Titil serta memahami pola dan praktek
bank Titil pada keluarga miskin.
Dengan pemahaman yang diperoleh dari penelitian, diharapkan para pengambil
kebijakan bisa merencanakan program-program pembangunan dan model pemberdayaan
bagi keluarga miskin, sehingga kaum miskin bisa bangkit dari keterpurukan secara sosial
ekonomi.
Tinjauan pustaka yang digunakan adalah beberapa definisi kemiskinan menurut

para ahli yakni Jeni Klugman dan Robert Chambers. Menurut Jeni Klugman (Sadewo,
1997), tingkat konsumsi dan pendapatan rendah ini berhubungan dengan distribusi modal
manusia dan aset sosial fisik, serta pemilikan tanah dan peluang pasar. Kemiskinan juga
bearti kemampuan yang rendah, yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah,
serta tingkat keamanan yang rendah juga,yaitu rentan dan pendapatan yang mudah
terganggu, serta ketidakberdayaaan.
Sedangkan kemiskinan menurut Rober Chambert adalah suatu integrated concept
yang memiliki lima dimensi, yaitu : 1) kemiskinan (proper), 2) Ketidakberdayaan
( powerless), 3) Kerentanan menghadapi situasi darurat ( State of emergency), 4)
Ketergantungan ( dependence ) dan 5) Keterasingan ( Isolation), baik secara geografis
maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang
dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti : tingkat kesehatan,
pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman
tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidak berdayaan dalam
menentukan jalan hidupnya sendiri ( Nasikun, 2011)
Teori berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah tori tentang
mekanisme survival. Secara umum mekanisme survival dapat didefinisikan sebagai

3


kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang meelingkupi kehidupannya. Mekanisme survival yang dikemukakan
oleh Clark (dalam Bagong Suyanto, 1995) dalam upaya seorang wanita untuk or
memperbaiki kondisi perekonomiannya berhubungan dengan strategi-strategi yang
dilakukannya, yaitu : (1) Strategi pertama berupa pertukaran bolak-balik berupa uang,
barang dan jasa untuk mempertemukan kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan mendadak.
Jaringan sosial ini meliputi kerabat dekat, tetangga, kerabat luas dan rekan kerja
( Informal social support networks), (2) Strategi kedua yaitu bagi wanita yang sudah
berkeluarga mengubah komposisi rumah tangganya dengan menitipkan anak kepada
neneknya di desa sehingga dengan cara ini mereka dapat mengurangi biaya hidup di
perkotaan ( Flexible household composition), (3) Strategi ketiga yaitu dengan
menganekaragamkan

sumber

usaha

(

3)


Strategi

ketiga

yaitu

dengan

menganekaragamkan sumber usaha, misalnya : menyewakan sebagian kamar rumah yang
dimiliki dan bekerja di sektor informal atau bekerja berupah lainnya. Bekerja di sektor
informal seperti pembantu rumahtangga, pelayan toko, penjual makanan dan sebagainya.
Strategi ketiga dilakukan karena keterbatasan waktu, keterampilan, modal serta informasi
yang diperoleh (Multiple sources of income), (4) Strategi keempat adalah menggunakan
tanah yang tidak sah untuk perumahan.
Strategi lain yang dilakukan untuk menyiasati kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya ialah dengan memanfaatkan aset modal sosial dengan melakukan
pinjaman ( memanfaatkan kredit informal) dan mengikuti arisan, menjual barang-barang
simpanan seperti perhiasan, menggadaikan barang, lembur di tempat kerja atau meminta
kiriman pada orangtua, serta ada juga yang mengurangi jumlah makan tiap hari dan

menempati kamar sempit untuk beberapa orang sehingga dapat memperkecil biaya yang
ditanggung ( Unauthorized land use ( squatting)).Strategi terakhir adalah memanfaatkan
aset produktif ; misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
hidupnya di masa yang akan datang ( Suyanto,1995).
Teori lain yang digunakan dalam pnelitian ini adalah coping strategi. Konsep
‘coping’ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan-tuntutan lingkungan
dan tuntutan internal serta mengelola konflik antara berbagai tuntutan tersebut. Strategi
coping menunjukkan pada berbagi upaya, baik mental maupun prilaku, untuk menguasai,

4

mentoleransi, mengurangi atau minimalisasi suatu situasi atau kejadian yang penuh
tekanan. Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh
sumber daya individu yang meliputi kesehatan, fisik atau energi, keterampilan
memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi. Coping
strategi yang dikemukakan oleh Hirschman ialah sebuah strategi yang dilakukan kaum
miskin dalam menghadapi tantangan kehidupan yang kemudian terefleksi menurut
tingkah laku individu-individu tersebut. Coping strategi merupakan suatu proses dimana
individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari
masalah yang sedang dihadapinya ( Soeharto, 2002).

Jenis penelitian ini adalah deskriptif,

dengan mengambil lokasi di desa

Kebonaran, Krian, Sidoarjo. Menurut hasil pengamatan peneliti, di daerah tersebut
banyak masyarakat yang menggunakan jasa bank Titil, baik untuk usaha maupun untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Subyek penelitian dipilih secara purposif dan available
(kesediaan). Subyek penelitiannya adalah para pedagang, petani dan buruh.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengamatan dan wawancara secara mendalam. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh
gambaran kehidupan sehari-hari.Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh
pemahaman-pemahaman yang merupakan konstruk dari subyek penelitian. Untuk
membantu proses wawancara, peneliti lebih dahulu membuat daftar pertanyaan secara
terbuka.
Sebagai tindak lanjut dari penumpulan data, tahap selanjutnya adalah analisis
data. Analisis data dilakukan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
mengkategorikannya dari suatu uraian data. Akhirnya data yang telah dianalisis dapat
membentuk keseluruhan fenomena yang akan menjadi sasaran penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan ialah teknik analisis data kualitatif. Teknik
analisis data kualitatif merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menemukan pola apa yang penting dan apa
yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Tujuan
pokok penelitian ini adalah menjawab pertanyaan dengan menggunakan metode

5

rwawancara mendalam (in-dept interview) sehingga dapat membedakannya dengan
masyarakat yang akan diteliti.
Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan reduksi data dengan cara membuat
abstraksi. Selanjutnya, dilakukan penafsiran data yang bertujuan untuk mendeskripsikan
hasil data yang diperoleh dari lapangan
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan temuan data, peneliti lalu mencoba
menjawab rumusan masalah yang dikemukakan di awal penelitian yaitu alasan yang
mendasari masyarakat miskin meminjam uang dari bank Titil, serta pola transaksi antara
masyarakat miskin dan bank Titil
A.Alasan Meminjam Uang dari Bank Titil
Konsep fenomenologi menekankan bahwa makna tindakan, identik dengan motif
yang mendorong tindakan seseorang yang lazim disebut in order to motive, artinya untuk
memahami tindakan individu harus dilihat dari motif apa yang mendasari tindakan

tersebut. Para calon nasabah mengambil pinjaman dari bank Titil mempunyai alasan
karena penghasilan yang rendah dan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Kondisi seperti ini yang menurut Oscar Lewis adalah ketidaksanggupan seseorang
untuk memenuhi dan memuaskan keperluan dasar materialnya, seperti pangan, sandang,
dan papan untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan posisi sosial ekonominya karena
rendahnya penghasilan.
Beberapa subyek penelitian memiliki matapencaharian sebagai buruh. Ada yang
bekerja sebagai buruh pada katering kecil-kecilan, buruh di warung, dan buruh tani.
Penghasilan para buruh sangat minim. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja
sangat kurang, apalagi untuk kebutuhan lain. Dengan melihat tingkat harga kebutuhan
sembako saat ini, misalnya beras yang harganya mencapai Rp 7000 perkilogram, para
subyek penelitian mengeluh karena harga tidak sebanding dengan pendapatan yang
diterima.
Sumber-sumber daya material yang dimiliki atau dikuasainya betul-betul sangat
terbatas, sekedar mampu digunakan untuk mempertahankan hidup dan tidak
memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam peningkatan kesejahteraannya. Meminjam
dari tetangga atau sanak saudara juga hampir tidak mungkin dilakukan. Para subyek

6

penelitian tersebut hampir dipastikan juga hidup diantara orang-orang yang nasibnya

tidak jauh berbeda dengan mereka.
Penghasilan yang minim membuat para subyek penelitian tesebut setiap harinya
diliputi oleh tekanan dan situasi yang seringkali menimbulkan stress. Oleh sebab itu,
solusi tercepat menurut kelompok orang miskin tersebut adalah dengan cara mengambil
pinjaman dari bank Titil. Meminjam dana dari bank Titil ini merupakan sebuah problem
solving focused coping, yang artinya individu secara aktif mencari penyelesaian dari
masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres.
Walau dianggap sebagai solusi tercepat, meminjam uang kepada Bank Titil
sebenarnya bukan solusi terbaik. Pinjaman tersebut, disadari atau tidak, semakin menjerat
para subyek penelitian ke dalam jurang kemiskinan.Bunga pinjaman dari Bank Titil
sangat tinggi, berkisar antara 20% sampai 30%. Tingkat bunga tersebut tentu sangat
melampau batas bunga bank umum. Sepengetahuan peneliti, besar bunga untuk kartu
kredit bank umum saja hanya sekitar 4% per bulannya. Sedangkan bunga untuk cicilan
rumah adalah sebesar 7,5% perbulan.
Satu-satunya kelebihan Bank Titil adalah kemudahan dalam proses pencairan
pinjaman. Peminjam hanya menyerahkan fotocopy KTP. Dengan hanya bermodal
fotocopy KTP, peminjam bisa mendapat pinjaman sebesar Rp 50.000,00 sampai Rp
300.000,00. Hutang beserta bunganya tersebut harus diangsur tiap hari. Para subyek
penelitian mengatakan bahwa mereka bisa bebas tidak mengangsur hanya pada saat hari
Minggu dan hari libur Nasional.
Sebagian besar subyek penelitian mengaku bahwa para penagih memaksa para
subyek untuk melunasi pinjaman perharinya. Bahkan, para penagih akan menunggui
rumah subyek penelitian sampai malam apabila yang bersangkutan sedang tidak sanggup
membayar uang cicilan. Tidak jarang para penagih juga memarahi nasabah yang
meninggalkan kewajibannya untuk mencicil. Hal ini lalu mendorong para nasabah
mencari pinjaman lagi untuk membayar angsuran hutangnya dan biasanya para nasabah
meminjam uang pada Bank Titil lainnya. Sistem gali lubang tutup lubang ini pada
akhirnya membuat perekonomian

7

Beberapa subyek penelitian mengambil pinjaman dana dari bank Titil karena kebutuhan
yang mendesak, seperti anak sakit, atau anggota keluarga lain yang sakit. Sebagian lagi
meminjam dana dari bank Titil untuk modal usaha.
Beberapa subyek penelitian sudah berusia lanjut. Penghasilan yang diterima tiap
harinya juga tidak menentu. Klugman ( Sadewo, 2007) menyebutkan bahwa kemiskinan
bukan sekedar tingkat pendapatan yang rendah. Tingkat konsumsi dan pendapatan yang
rendah ini berhubungan dengan distribusi modal manusia, serta aset sosial dan fisik.
Kemiskinan juga berarti tingkat pendidikan, kesehatan dan keamanan yang rendah.
Tingkat keamanan rendah artinya adalah pendapatan mudah terganggu, serta
ketidakberdayaan. Subyek-subyek penelitian tersebut mengaku bahwa mereka meminjam
dana dari bank Titil karena saat itu merasa tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut
disebabkan penghasilan yang tidak menentu, ditambah lagi karena faktor kesehatan.
Ketika ada salah satu anggota keluarga yang sakit, otomatis subyek penelitian akan
merasa kebingungan. Situasi seperti ini mendorong para subyek penelitian menentukan
solusi yang cepat dalam mengatasi keadaan.
Di wilayah perkotaan, keluarga miskin cenderung menghadapi masalah yang
lebih berat dan kompleks. Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan
ditentukan oleh sumberdaya individu yang meliputi kesehatan fisik atau energi,
keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.
Dan sebagai jalan keluarnya, mereka mengambil pinjaman dari bank Titil

B. Pola-pola Transaksi Bank Titil
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, transaksi peminjaman uang antara
pedagang dan Bank Titil terbagi atas tiga model, yakni pertama, pola transaksi proaktif
dari pedagang. Kedua, pola transaksi proaktif dari bank Titil. Ketiga, pola transaksi
secara tidak langsung, melalui jasa pihak ketiga yang bertugas menghubungkan antara
pedagang dan bank Titil
Pola pertama terjadi ketika pedagang sebagai konsumen lebih bersifat proaktif.
Calon peminjam dihadapkan pada suatu kebutuhan sehingga dirinya berusaha mencari
atau menemui bank Titil untuk kepentingan peminjaman. Indikator utama pada pola
transaksi jenis ini adalah calon nasabah yang secara sadar dan aktif memiliki inisiatif atau
keinginan untuk mencari atau menemui bank Titil dalam rangka meminjam uang.

8

Besarnya bantuan tergantung pada tingkat kepercayaan bank Titil terhadap calon
nasabah. Biasanya bank Titil memberikan pinjaman dalam jumlah yang relatif sedikit.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjajagi kepercayaan kepada peminjam. Bank
Titil

berusaha

memantau

tingkat

kredibilitas

nasabah,

dengan

cara

melihat

kesungguhannya dalam memenuhi kewajibannya sebagai peminjam uang.
Pola kedua, yakni pola transaksi aktif dari Bank Titil. Pola transaksi ini terjadi
ketika Bank Titil melakukan operasinya secara aktif untuk mencari calon nasabah.
Keberadaan nasabah adalah sumber eksistensi Bank Titil. Bank Titil akan menempuh
cara-cara tertentu untuk mendekati atau mendapatkan nasabah. Sikap proaktif ini
diharapkan akan dapat menarik nasabah sebanyak mungkin. Bank Titil tidak keberatan
memberikan pinjaman dalam jumlah yang relatif besar apabila sudah mengenal
kredibilitas nasabah dengan baik.
Pola ketiga, yakni pola interaksi tidak langsung antara nasabah dan Bank Titil.
Bank Titil menggunakan jasa pihak ketiga untuk menjembatani transaksi keuangan yang
terjadi antara Bank Titil dan nasabah. Pihak ketiga ini dianggap sebagai pihak yang dapat
menyakinkan Bank Titil bahwa peminjam akan membayar seluruh cicilan sebagai cara
pengembalian hutang-hutangnya. Dengan kata lain, pihak ketiga ini dianggap sebagai
penjamin pinjaman.
Pola transaksi model ini merupakan upaya Bank Titil untuk mengurangi resiko
terjadinya masalah dalam peminjaman uang. Meskipun transaksi peminjaman sudah
dilakukan secara berkali-kali sehingga antara keduabelah pihak sudah saling mengenal,
tetap saja Bank Titil tidak mau berurusan langsung dengan nasabah. Mereka lebih suka
mendelegasikan urusannya kepada pihak ketiga yang telah terbukti mampu menjamin
tertibnya pelunasan angsuran.

Kesimpulan
Kemiskinan menjadi penyebab utama sebagian anggota masyarakat meminjam
dana dari Bank Titil. Sebagian dari nasabah meminjam dana dikarenakan pemenuhan
kebutuhan yang sangat mendesak, misal biaya pengobatan untuk anak atau anggota
keluarga yang sakit. Sebagian lagi meminjam dana dari Bank Titil untuk keperluan modal
usaha.

9

Meminjam uang dari Bank Titil dianggap sebagai solusi tercepat untuk mengatasi
kondisi ketidakberdayaan. Hal ini juga dapat dianggap sebagai penghilang perasaan stres
ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang sulit dikontrol. Berdasarkan pengakuan
semua subyek penelitian, meminjam uang dari Bank Titil adalah proses yang mudah
dikarenakan tidak memerlukan sistem yang berbelit.
Pola-pola yang diterapkan untuk memperoleh pinjaman dana dari Bank Titil pun
ternyata beragam. Pertama, pola transaksi secara proaktif dari pedagang. Kedua, pola
transaksi secara proaktif dari Bank Titil. Ketiga, pola transaksi secara tidak langsung
melalui jasa pihak ketiga. Pola ketiga ini dilakukan dengan alasan bahwa Bank Titil tidak
menginginkan resiko atas uang pinjaman yang diserahkan kepada nasabah. Pihak ketiga
ini dianggap sebagai pihak yang dapat meyakinkan bahwa peminjam akan dapat
membayar seluruh cicilan sebagai cara pengembalian hutangnya.

10