PEMAHAMAN KONSEP VOLUME BANGUN RUANG MEL

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan
ISSN 2252-6676
Volume 7, No. 2, Agustus 2017
http://www.jurnalpedagogika.org - email: jurnalpedagogika@yahoo.com
PEMAHAMAN KONSEP VOLUME BANGUN RUANG MELALUI
HUKUM KEKEKALAN ISI
(Apakah Anak Saya Sesuai Dengan Teori Piaget)
Johannis Takaria
Dosen PGSD FKIP Universitas Pattimura Ambon
Email: takaria_joni@yahoo.com

ARTICLE INFO

ABSTRAK

Article History:
Accepted 12-07-2017
Available online 31-08-2017
Keywords:
Teori
Piaget,

Bangun Ruang,
Kekekalan
Isi,
Operasi konkrit

Volume
Hukum
Tahap

Fokus penelitian ini adalah menganalisis pemahaman
konsep siswa terhadap materi volume bangun ruang
berbasis teori Piaget melalui hukum kekekalan isi.
Berdasarkan hasil eksperimen teridentifikasi bahwa, pada
tahap operasi kongkrit bukan hanya siswa (usia antara
11-12 thn) dapat memahami hukum kekekalan isi,
namun ditemukan anak yang berusia 10-11thn juga dapat
memahami hukum kekekalan isi. Hal ini selaras dengan
teori yang mengatakan bahwa anak dapat memahami
konsep kekekalan isi (14 – 15 tahun kadang-kadang
mulai pada usia 11 tahun). Teridentifikasi pula bahwa

anak juga dapat memahami ukuran-ukuran dari
bangun ruang (bola) yaitu jari-jari dan diameter, serta
dapat melakukan pengukuran dalam mencari volume
bola, walaupun dalam mencari rumus volume bola
mereka masih kesulitan dan perlu diberikan bantuan
dalam proses penyelesaiannya. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa pada tahap operasi konkrit,
anak saya sudah dapat memahami volume bangun
ruang melalui hukum kekekalan isi, dimana air yang
berada pada wadah yang berbentuk tabung jika
dipindahkan pada bola volumenya tetap sama
walaupun tempatnya berbeda bentuk.

PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa matematika bagi banyak siswa dianggap sulit
dan menyeramkan, hal ini dikarenakan pandangan yang berlebihan terhadapa
abstraknya matematika. Pandangan ini, sebagaimana diidentifikasi Verhoeven (2006),
bahwa adanya phobia terhadap matematika berakibat kurangnya minat untuk

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 80

mempelajari matematika. Kekuatiran yang berlebihan terhadap abstraknya materi
pelajaran menimbulkan kecemasan (anxiety) yang berakibat terhadap perkembangan
motivasi dan kesenangan dalam belajar.
Bertolak dari pandangan tersebut, maka guru perlu melakukan pembaharuan
dalam pembelajaran dengan menghadirkan pembelajaran matematika yang bermakna.
Penggunaan model, strategi, dan metode pembelajaran inovatif dalam mengatasi
kesulitan belajar matematika siswa perlu dilakukan. Sehingga kecemasan dan
pandangan siswa terhadap sulitnya matematika dapat diatasi. Konsekuensinya guru
sebagai tenaga pendidik dapat mengimplementasikan model pembelajaran dengan
tepat sesuai tingkat berpikir dan perkembangan anak.
Piaget (Ruseffendi, 2006) dengan teori perkembangannya mengatakan bahwa,
manusia bertumbuh secara kronologis (menurut urutan waktu) melalui empat tahap
tertentu yang berurutan yakni: 1) Tahap sensori motor (dari lahir sampai umur sekitar 2
tahun); 2) Tahap preoperasional (2-7 tahun); 3) Tahap operasi konkrit (7 sampai 11-12
tahun); 4) Tahap operasi formal (11 tahun sampai dewasa). Pada tahap operasional
konkrit anak sudah memahami konsep kekekalan bilangan, banyaknya zat, panjang,
luas, berat, dan kekekalan isi. Dapat digambarkan bahwa meskipun penelitian yang
dilakukan Jean Piaget dilakukan terhadap anak-anak Eropa, tetapi garis-garis besarnya
perlu diketahui dan menjadi perhatian terhadap anak-anak di Indonesia.
Dalam pembelajaran guru hendaknya memperhatikan tingkat perkembangan

anak dan karakteristik dari materi pelajaran yang hendak disajikan. Pada tingkat SD salah
satu materi yang dipandang sulit bagi siswa adalah materi bangun ruang. Pandangan ini
hendaknya dicari solusi pemecahannya, salah satunya dengan menggunakan media
pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran bangun ruang guru hendaknya terlibat
aktif dalam memicu keaktifan siswa sehingga mereka dapat mengkonstruksi ide-ide
kreatif. Kemampuan guru matematika juga perlu ditingkatkan, terutama dalam
menguasai materi bangun ruang. Bukti empiris menunjukan bahwa guru-guru SD dan
siswa masih kesulitan menguasai materi bangun ruang dengan baik.
Bukti ini diperkuat dengan temuan Soejadi (Nur’aini, 2008), dimana kesulitan
belajar geometri antara lain : l) siswa sukar mengenali dan memahami bangun-bangun
geometri terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya, 2) siswa sulit menyebutkan unsur
unsur bangun ruang, misal siswa menyatakan bahwa pengertian rusuk bangun ruang sama
dengan sisi bangun datar. Terkait permasalahan tersebut, maka Rusefendi (1990)
mengemukakan bahwa pembelajaran geometri menjadi baik jika memenuhi syarat berikut:
1) disesuaikan dengan kemampuan anak; 2) sesuai dengan tujuan pembelajaran ; 3) sesuai
dengan hakekat geometri itu sendiri; 4) diperlukan adanya konsistensi; dan 5) sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat. Menurut Sunzuma, et al (2013) kemampuan
geometri yang dimiliki siswa dapat membantu mereka dalam mengembangkan
kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.
Geometri adalah cabang matematika yang berhubungan dengan studi tentang

berbagai bentuk dan sifat (Paulina, 2007). Konsep geometri pada dasarnya dipandang
siswa lebih bersifat abstrak, namun pemahaman terhadap konsep-konsep tersebut dapat
diwujudkan dengan menghadirkan pembelajaran kontekstual yang berorientasi semi
konkrit maupun konkrit sesuai dengan kehidupan nyata siswa. Penggunaan benda-benda

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 81
konkrit dalam suatu penyelidikan dapat diamati secara langsung oleh siswa saat
pembelajaran berlangsung, sehingga menjadikan kegiatan pembelajaran lebih menantang
dan menyenangkan. Kegiatan penyelidikan dalam pembelajaran akan memicu siswa
untuk berpikir kritis dan kreatif, sehingga berdampak pada peningkatan pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
Berdasarkan studi awal penelitian teridentifikasi bahwa: 1) kebanyakan siswa
mencari volume bangun ruang dengan hanya menerapkan rumus tanpa memahami
konsep dasarnya; 2) kebanyakan siswa belum paham terhadap konsep bangun datar; 3)
kecemasan (anxiety) yang berlebihan terhadap materi geometri, hal ini memberikan
pengaruh terhadap kesenangan dalam belajar geometri; dan 4) guru belum optimal dalam
menggunakan benda-benda konkrit sebagai media pembelajaran matematika. Oleh sebab
itu kajian ini mencoba membangun pemahaman siswa bagaimana memahami volume
bangun ruang melalui hukum kekekalan isi dengan menggunakan benda-benda kongkrit.
Berbagai pandangan yang muncul dan beranggapan bahwa pada tahap operasi

konkrit prosesnya selalu menggunakan benda-benda kongkrit, tetapi menurut Ruseffendi
(2006) pandangan tersebut keliru, dasar pemikiran yang dikemukakan adalah: 1) dilihat
dari kata “Operasi konkrit” anak-anak pada tahap ini sudah lebih jauh dapat berfikir atau
berbuat daripada anak pada tahap preoperasi; 2) banyak anak-anak di sekitar umur ini
yang dapat melakukan tindakan atau perbuatan mental tanpa menggunakan benda-benda
kongkrit, artinya hanyalah bahwa anak-anak masih mendapat kesukaran membuat
generalisasi verbal dari contoh-contoh yang serupa.
Mengacu pada teori piaget dan beberapa pendapat yang dikemukakan, maka
peneliti tertarik untuk melakukan studi eksperimen. Tujuannya untuk mengetahui apakah
anak saya yang berada pada tahap operasi konkrit dapat memahami konsep volume
bangun ruang melalui hukum kekekalan isi dan memiliki kemampuan berpikir dalam
melakukan suatu analisis.
KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan ilmu yang mendasari aktifitas kehidupan manusia,
dimana matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide
dan penalaran. Ide kreatif yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu
merupakan sistem yang terstruktur yang menggambarkan konsep-konsep abstrak,
yang bertujuan memecahkan suatu permasalahan.
Pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut

NCTM (1989) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam: 1) mendefinisikan konsep
secara verbal dan tertulis; 2) mengidentifikasi, membuat contoh dan bukan contoh; 3)
menggunakan model, diagram, dan simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu
konsep; 4) mengubah suatu bentuk presentasi ke dalam bentuk lain; (5)
Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; 6) mengidentifikasi sifat-sifat
suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; dan 7)
membandingkan dan membedakan konsep-konsep
Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang mengandung
serangkaian persiapan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 82
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga siswa
terlihat aktif dalam pembelajaran. Agar belajar aktif itu terjadi dalam pembelajaran
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Ruseffendi, 2006): 1) pembelajaran
hendaknya menarik; 2) siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik; 3) siswa
diberi kesempatan dalam mengemukakan pendapat, bertanya, mengomentari
pendapat kita dan atau teman-teman lainnya; 4) materinya luas; 5) tempat dan fasilitas
menunjang; 6) kelancaran pengajaran; 7) penggunaan teknik/metode mengajar yang
sesuai; 8) adanya penilaian-diri guru; 9) pengetahuan guru luas; 10) cara
mengevaluasi yang lebih luas; dan 11) memiliki sebongkah kompetensi dan mampu

menerapkannya di lapangan
Teori Piaget
Piaget merupakan seorang ahli biologi berkebangsaan Swiss telah
menggunakan model biologi untuk menguraikan perkembangan kognitif manusia.
Piaget di usia remajanya berminat dalam bidang biologi dan epistemologi yaitu suatu
bidang ilmu dalam bidang falsafat yang banyak membicarakan tentang perkembangan
manusia. Menurut piaget (Awwad, 2013) bahwa membangun kognitif tidak hanya
menambahkan informasi ke pikiran siswa. Piaget percaya bahwa proses berpikir
secara perlahan berubah sejak lahir hingga sampai pada batasnya, tetapi sampai pada
gabungan kelompok beberapa faktor: 1) diwariskan; 2) konstruksi fungsi konten; 3)
aktivitas; 4) kematangan; 5) interaksi sosial; dan 6) perkembangan intelektual.
Menurut Piaget (Ruseffendi, 2006) bahwa pada tahap operasi konkrit anak
dapat memahami operasi (logis) dengan bantuan benda-benda kongkrit dengan ciri
spesifiknya: 1) sebaran umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 11/12 tahun atau 13
tahun; kadang-kadang lebih.; 2) pada permulaan tahap ini egoismenya mengurang.; 3)
anak dapat mengelompokan benda-benda yang memiliki beberapa karakteristik ke
dalam himpunan dan himpunan bagian dengan karakteristik khusus dan dapat melihat
karakteristik suatu benda secara serentak; 4) mampu berkecimpung dalam hubungan
kompleks antara kelompok-kelompok, dapat membalikan operasi dan prosedur, dan
dapat melihat “langkah (keadaan) antara” dari suatu perubahan; 5) pada tahap ini

anak sudah dapat memahami konsep kekekalan; Mampu melihat sudut pandangan
orang lain; 6) pada tahap ini anak-anak dapat membuat benda bentukan, memanipilasi
benda, dan membuat alat mekanis; 7) pada akhir tahap ini dapat memberi alasan
deduktif dan induktif; 8) berpikir lebih dinamis, berfikir kedepan-kebelakang dalam
suatu struktur atau konteks; 9) masih mendapat kesukaran menjelaskan pribahasa dan
tidak mampu melihat arti yang tersembunyi. Tetapi ia mulai dapat memahami orang yang
membadut; 10) sebelum akhir tahap ini anak jarang dapat membuat definisi deskriptif
yang tepat, meskipun demikian ia dapat mengingat-ingat definisi buatan orang lain
dan mengatakan kembali apa yang dihafalkan; 11) masih kesukaran mengerti
abstraksi verbal; dan 12) tahap ini disebut tahap operasi konkrit sebab ahli ilmu jiwa
menemukan bahwa anak-anak usia antara 7 sampai 12 tahun mendapat kesukaran
dalam menerapkan proses intelektual formal ke simbul-simbul verbal dan ide-ide
abstrak. Meskipun demikian anak pada usia 12 tahun mahir sekali menggunakan
kepandaiannya untuk memanipulasi benda-benda kongkrit.

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 83
Terkait dengan hukum kekekalan, maka anak pada tahap pre operasional
belum memahami konsep kekekalan, Namun pada tahap operasi konkrit anak dapat
memahami konsep kekekalan. Konsep kekekalan bilangan (6 – 7 tahun); kekekalan
materi (7 – 8 tahun); kekekalan panjang (7 – 8 tahun); kekekalan luas (8 – 9 tahun);

dan konsep kekekalan berat (9 – 10 tahun). Bahkan pada akhir tahap ini, anak sudah
dapat memahami konsep kekekalan isi (14 – 15 tahun kadang-kadang mulai pada usia
11 tahun) (Alhaddad, 2012)
Bangun Ruang (Geometri)
Terdapat beberapa pandangan tentang konsep Geometri, diantaranya Ontario
(2015) mengungkapkan bahwa geometri melibatkan investigasi tentang bentuk dan
struktur. Geometri membantu kita untuk menggambarkan dan mendefinisikan dunia
secara sistematis (Canturk-Günhan dan Baer, 2007). Pandangan lain diungkapkan
(Bindak, 2004) bahwa Geometri membantu kita untuk mendapatkan solusi dari suatu
permasalahan yang diberikan.
Pembelajaran matematika di kelas, khusunya pada materi geometri siswa banyak
melakukan kesalahan. Penyebabnya guru hanya berceramah dalam menyampaikan materi
pelajaran (Özerem, 2012). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa dalam pembelajaran
geometri guru hendaknya menggunakan media pembelajaran. Benda-benda konkrit yang
digunakan dalam pembelajaran bangun ruang sangat membantu siswa untuk memahami
konsep yang disampaikan guru.
Bangun ruang merupakan salah satu konsep penting dalam geometri , dimana
merupakan sebuah bangun yang memiliki isi/Volume. Adapun bagian-bagian bangun
ruang :
1. Sisi

: Sisi merupakan bidang pada bangun ruang yang membatasi antara
bangun ruang dengan ruangan di sekitarnya
2. Rusuk : Merupakan pertemuan dua sisi yang berupa ruas garis pada bangun
ruang.
3. T sudut : Titik pertemuan rusuk yang berjumlah tiga atau lebih.
Beberapa contoh bangun ruang adalah:
 Tabung
Ciri-ciri:
 Terdapat dua rusuk
 Bagian alas dan atas berbentuk lingkaran
 Memiliki 3 bidang sisi, terdiri dari 2 bidang sisi lingkaran
atas dan bawah dan 1 bidang selimut
Volume tabung = luas alas x tinggi
Luas alas
= luas lingkaran alas tabung =
dimana
= 3,14 dan Volume tabung =

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 84
 Bola
Ciri-rici:
 Memiliki satu bidang sisi
 Tidak memiliki sudut rusuk
Volume=

Luas = 4
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimen. Tujuannya
untuk menemukan volume bola melalui pengukuran yang dilakukan berdasarkan
pemahaman konsep kekekalan isi. Sampel penelitian melibatkan 2 orang siswa SD
yang usianya berada pada tahap operasi konkrit. Data kedua siswa tersebut disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sampel Penelitian
Usia
No
Siswa
1

S1

10 thn 6 bln

2

S2

11 thn 10 bulan

Instrumen dalam penelitian didasarkan atas data yang diperlukan, terkait
dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Tabel 2 menampilkan instrumeninstrumen penelitian beserta teknik pengumpulan data:
Tabel 2. Instrumen Penelitian
Teknik
No
Indikator
Sumber
Instrumen
Pengumpulan Data
1

Pemahaman siswa tentang
hukum kekekalan isi

Siswa

Pedoman
Wawancara



Wawancara

2

Pemahaman konsep volume
bangun ruang dan cara
kerja siswa

Siswa

LKS




tes
Wawancara

3

Respon siswa terhadap
pendekatan pembelajaran

Siswa

Pedoman
wawancara



Wawancara

4

Kendala-kendala selama
proses eksperimen
berlangsung

Siswa

Pedoman

observasi dan 
wawancara

Observasi
Wawancara

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 85
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana diadaptasi dari
Ruseffendi (2006) adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan volume bola dengan pengukuran, pertama-tama siswa
sudah harus memahami konsep kekekalan isi, dimana bahan/alat yang
digunakan adalah:
No
Alat dan Bahan
Bola Berlubang dengan ukuran berbeda

Jarum Suntik

Gelas Ukuran

Air

Jangka Sorong

Corong

1

2

3
2. Dalam melakukan eksperimen, siswa diminta untuk mengukur isi bola yang
telah disediakan dengan menggunakan gelas ukur. Selanjutnya siswa diminta
untuk mengukur jari-jari bola tersebut. Kemudian mereka membandingkan
antara isi bola dengan panjang jari-jarinya pangkat tiga,
3. Langkah berikutnya siswa dapat mengisi Tabel 3 yang telah disediakan.
Tabel 3. Rancangan Hasil Pengukuran
Bola

Isi Bola (I)

Jari-jari Bola (r)

1
2
4. Mencari volume bola dengan menggunakan konsep kekekalan isi, yang
dipandu dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada tabel 3.
5. Melakukan langkah-langkah pengerjaannya sebagai berikut:
a. Ukurlah isi bola 1 dan 2
b. Hitunglah Jari-jarinya ( )
c. Hitunglah ( )
6. Langkah selanjutnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah Isi air didalam jarum suntik, jika dipindahkan ke dalam bola akan
tetap sama?

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 86

b. Berapakah nilai pendekatan
dari hasil pengukuranmu, apakah kedua
bola tersebut mendekati nilai 4,1905?
c. Jika nilai
Apakah nilai 4,1905 =
?
d. Apakah nilai ( I = 4,1905 x )
, berikan kesimpulannya
Data-data hasil eksperimen selanjutnya dideskripsikan dengan kata-kata
ataupun tabel berdasarkan hasil pengukuran sesuai dengan langkah-langkah
eksperimen pada LKS yang digunakan dan hasil wawancara, selanjutnya dianalisis
pemahaman konsep siswa terkait dengan volume bangun ruang melalui hukum
kekekalan isi berbasis teori piaget .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan ini bertujuan untuk membangun pemahaman siswa
terhadap konsep volume dengan pendekatan pemahaman kekekalan isi (Tahap
operasi konkrit). Adapun dalam penelitian ini: a) siswa menggunakan dua bola yang
memiliki ukuran yang berbeda dan alat-alat pengukuran untuk melakukan kegiatan
menghitung volume bola; b) selanjutnya dari kedua bola tersebut siswa mengukur isi
(volume) dan jari-jari bola; c) hasil pengukuran dicatat pada tabel yang telah
disediakan dalam lembar kerja siswa (LKS). Dalam proses percobaan kedua siswa
saling bergantian melakukan pengukuran untuk melihat ketepatan mengukur, dimana
bola tersebut dituangkan air kedalamnya dengan menggunakan jarum suntik, yang
pada dasarnya berbentuk tabung. Proses selanjutnya kedua siswa tersebut membelah
bola menjadi dua bagian yang sama untuk menghitung jari-jarinya. Langkah terakhir
mereka menjawab beberapa pertanyaan yang telah disediakan dalam lembar kerja
siswa (LKS). Hasil percobaan pengukuran disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4. Hasil Pengukuran
Bola

Isi Bola (I)

Jari-jari Bola (r)

1

105 ml

2,95

25,672

4,089

2

375 ml

4.5

91,125

4,115

Dari hasil kerja dan beberapa pertanyaan yang diajukan saat proses
wawancara pada kedua siswa diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Siswa memahami bahwa air yang berada pada jarum suntik yang berbentuk
tabung jika dipindahkan kedalam bola isinya tetap walaupun bentuk benda
yang digunakan berbeda.
2. Hasil pengukuran yang dilakukan siswa terhadap kedua bola, tidak sama
persis dengan nilai tetapan 4,1905. Ini disebabkan karena tingkat ketelitian
pengukuran, tetapi nilai pengukuran sudah mendekati nilai tetapan. Siswa

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 87
diberikan pemahaman terhadap hasil pengukurannya sehingga mereka dapat
memahami apa yang dilakukan saat eksperimen berlangsung.
3. Siswa sudah mampu memahami diameter lingkaran, sehingga mereka dapat
menentukan jari-jari bola yang merupakan setengah dari diameter lingkaran.
4. Kedua siswa sudah mengetahui bahwa nilai
, tetapi mereka
tidak memahami bagaimana cara mendapatkan nilai tersebut. Selanjutnya
peneliti coba memberikan pemahaman bagaimana nilai tersebut diperoleh.
5. Dalam proses perhitungan terlihat bahwa mereka sudah dapat berhitung
dengan baik, tetapi dalam penelitian ini digunakan kalkulator sebagai alat
bantu untuk menjaga ketepatan hitung.
6. Kendala yang dihadapi bahwa, hanya menggunakan mistar sebagai alat ukur
manual tetapi siswa tetap diarahkan dalam mencapai ketelitian pengukuran.
7. Dalam penarikan kesimpulan, untuk mencari rumus volume bola kedua siswa
mengalami kesulitan, sehingga perlu diarahkan terhadap pertanyaan nomor 4
pada LKS untuk melihat hubungannya.
8. Terlihat juga bahwa kedua siswa merasa senang atas apa yang diperolehnya,
hal ini juga terungkap melalui pertanyaan yang diajukan kepada mereka untuk
mengetahui respon mereka terhadap proses penyelidikan yang dilakukan.
Berdasarkan hasil eksperimen teridentifikasi bahwa siswa telah memahami
hukum kekekalan isi, dimana mereka memahami bahwa air yang berada pada gelas
ukur berbentuk tabung jika dipindahkan kedalam bola isinya tetap walaupun bentuk
benda yang digunakan berbeda, ini mengindikasikan bahwa percobaan ini sangat
cocok bagi kedua siswa yang berada pada tahap operasi konkrit
Teridentifikasi pula bahwa proses pengukuran yang dilakukan dalam
hasil
menentukan isi bola sudah mendekati nilai tetapan yakni
pengukuran sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 4. Jawaban siswa pada pertanyaan
yang dikerjakan dalam LKS, terlihat bahwa mereka telah memahami bagaimana
menentukan rumus volume bola, walaupun pada awalnya mereka mengalami sedikti
kesulitan sehingga perlu diarahkan . Dalam proses perhitungan mereka dapat
memahami dengan baik, tetapi untuk menjaga ketelitian hitung digunakan kalkulator
sebagai bantuan dalam mengecek hasil perhitungan.
Temuan lain adalah, kedua siswa dapat memahami diameter lingkaran,
sehingga mereka dapat menentukan jari-jari bola yang merupakan setengah dari
diameter lingkaran. Kedua siswa sudah mengetahui bahwa nilai π = 3,14 atau 22/7,
tetapi mereka tidak memahami bagaimana cara mendapatkan nilai tersebut, inilah
menjadi persoalan bagaimana siswa hanya mengetahui nilai π = 3,14 tanpa
mengetahui konsep dasarnya, sehingga pembelajaran dengan cara penemuan perlu
dilakukan di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai pada tingkatan yang
lebih tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan teridentifikasi
bahwa: 1) siswa termotivasi dengan pembelajaran yang dilakukan dengan
menggunakan benda-benda kongkrit, disamping itu merasa senang terhadap hasil
yang mereka peroleh; 2) teridentifikasi bahwa proses pembelajaran yang selama ini

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 88
terjadi di kelas, siswa cenderung menggunakan rumus-rumus dalam menghitung luas
dan volume bangun ruang tanpa memahami konsep dasarnya; 3) menghadirkan
permasalahan kontekstual di kelas memicu siswa untuk mengkonstruksi ide-ide
kreatif melalui suatu penemuan dan membuat pembelajaran bangun ruang menjadi
bermakna. Hal ini dikarenakan siswa secara langsung memanipulasi benda-benda
kongkrit dalam melakukan suatu penyelidikan.
Hasil-hasil penelitian yang diperoleh melalui proses penyelidikan terlihat
bahwa siswa tertarik atau berminat terhadap matematika paling tidak siswa harus
dapat melihat kegunaannya, melihat keindahannya atau karena matematika itu
menantang, mungkin juga siswa tertarik terhadap matematika karena pengajaran
gurunya yang menarik, misalnya guru selalu menggunakan alat peraga, permainan,
teka-teki, kegiatan lapangan, kegiatan laboratorium, dan lain-lain (Ruseffendi,2006).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
1. Pada tahap operasi konkrit, siswa sudah dapat memahami aplikasi dari konsep
kekekalan isi.
2. Perlunya pembelajaran yang berbasis penemuan, sehingga siswa lebih
berkembang tingkat pemikirannya serta dapat mandiri dan kreatif.
3. Siswa tertarik dan cepat memahami konsep dasar pembelajaran bangun ruang,
jika pembelajarannya menggunakan benda-benda kongkrit, sehingga siswa
tidak beranggapan bahwa pembelajaran matematika terkhususnya bangun
ruang merupakan materi yang sulit untuk dipelajari.
4. Teridentifikasi bahwa pada tahap operasi konkrit, anak saya sudah dapat
memahami konsep volume bangun ruang berbasis teori Piaget melalui hukum
kekekalan isi.
DAFTAR PUSTAKA
Alhaddad, I. (2012). Penerapan Teori Perkembangan Mental Piaget Pada Konsep
Kekekalan Panjang. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP
Siliwangi Bandung, Vol 1.
Awwad, A, A. (2013). Piaget's Theory of Learning. Interdisciplinary Journal Of
Contemporary Research In Business. Vol 4, No 9
Bindak, R. (2004). Disentangling the Nexus: Attitude to Mathematics and
Technology in a Computer Learning Environment. Educational Studies in
Mathematics, 36
Cantürk-Günhan, B. & Bager, N. (2007). Geometry and gender in the classroom,
University Journal of Education, 33,
NCTM. (1989). Curriculum and Evalutioan Standards for School Mathematics.
Reston, VA: NCTM
Nur’aini, E. (2008). Teori Van hiele Dan Komunikasi Matematik (Apa, Mengapa Dan
Bagaimana). Makalah Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008
OME (2015). A Guide to Effective Instruction in Mathematics. Ministry of Education

Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan. Vol 7, No. 2, Agustus 2017, (79-89) 89
Özerem, A. (2012). Misconceptions In Geometry and Suggested Solutions for
Seventh Grade Students. International Journal of New Trends in Arts, Sports
& Science Education - 2012, volume 1, issue 4.
Paulina, M. M. (2017). Perspectives on the teaching of geometry for the 21st century
( Dordrecht: Kluwer).
Ruseffendi, E, T. (1990). Pengajaran Matematika Modern Dan Masa Kini Untuk
Guru dan PGSD D2, Bandung: Tarsito.
-------------------. (2006). Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA,
Bandung: Tarsito.
Sunsumah, G, Masocha, M, dan Zesekwa, N.. (2013). Secondary School Students’
Attitudes towards their Learning of Geometry: A Survey of Bindura Urban
Secondary Schools. Greener Journal of Educational Research. Vol. 3 (8).
Verhoeven, P. (2006). Statistics education in the Netherlands and Flanders: An
outline of introductory courses at Universities and Colleges. In ICOTS-7
Conference Proceedings.