Contoh Kasus Penyimpangan Pada Bank Syar

Contoh Kasus Penyimpangan Pada Bank Syariah
Studi kasus pada bank Syariah di Malaysia dimana secara asidental internal auditor
bank Syariah menemukan bahwa bank Syariah yang merupakan cabang dari bank
konvensional telah melakukan pembiayaan kepada sebuah rumah sakit namun ternyata
terjadi transaksi non shariah compliance pada rumah sakit tersebut. Sementara pembiayaan
itu sudah berlangsung selama empat tahun dan selama empat tahun rumah sakit tersebut
membayar margin tiap bulan kepada bank Syariah artinya karena pengelolaannya rumah
sakit tersebut tidak shariah compliance maka secara tidak langsung bank mendapatkan
margin dari penghasilan non halal dari rumah sakit tersebut sehingga penghasilan bank
Syariah tersebut bercampur dengan pendapatan halal dan non halal.
Dari kasus tersebut berdasarkan pada prinsip akuntansi Syariah yang full disclosure
dan transparasi terhadap akuntabilitas Syariah maka bank Syariah dalam laporan
keuangannya harus mengungkapkan semua transaksi tersebut terkait dengan pendapatan
non-halal selama empat tahun dengan membuat catatan tambahan atas laporan keuangan
tersebut tentang dana penghasilan yang telah digunakan dan dibagikan kepada nasabah
dalam bentuk non-halal sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat
dan sesuai dengan standard AAOIFI dan PSAK di Indonesia dan untuk sisa margin non halal
dari rumah sakit tersebut dikembalikan dalam bentuk sedekah dan memperbaiki akad
rumah sakit menjadi shariah compliance.
Secara umum semua produk perbankan Syariah terkait dengan isu transparansi akan
pendapatan non-halal baik itu akad murabahah sebagai produk yang paling banyak

ditawarkan. Potensi penyimpangan di bank Syariah akan selalu terjadi. Oleh karena itu,
komitmen dan kualitas sumber daya manusia yang memahami Syariah baik dari aspek
shariah compliance dan best practice-Islamic bank harus ditingkatkan dan harus benarbenar merujuk kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah
diterapkan oleh Rasulullah serta meningkatkan pengawasan internal bank Syariah serta
Dewan Syariah Nasional (DSN) harus memperketat dalam mengeluarkan dan menyetujui
fatwa terhadap produk perbankan Syariah sehingga terhindar dari dugaan mengakomodasi
kepentingan tertentu.
Menakar Kepatuhan Syariah
Bank umum syariah yang ada saat ini masih ada yang mengakui adanya pendapatan
bunga dari penempatan dananya dibank konvensional sebagai pendapatan utama, bahkan
termasuk komponen yang dibagi hasilkan kepada nasabah deposan. Untuk mengidentifkasi
ada tidaknya bunga dan pendapatan haram lainnya maka bisa dianalisis sumber-sumber
pendapatan yang diperoleh bank syariah. Sumber pendapatan yang harus diperhatikan
adalah sumber pendapatan bunga yang berasal dari penempatan dana bank syariah di bank
konvensional. Berdasarkan PSAK Syariah maka pendapatan bunga dan denda tidak boleh
diakui sebagai pendapatan bank syariah, tetapi harus diakui sebagai pendapatan dana
kebajikan. Atas kasus tersebut belum ada pengungkapan informasi dari Dewan Pengawas
Syariah dan Bank Indonesia mengapa hal tersebut masih dikatakan sesuai syariah dalam
opini DPS bank syariah yang bersangkutan yang dilampirkan dalam publikasi laporan
keuangan.


Untuk mengidentifkasi apakah dalam bank syariah terdapat unsur time value of
moneydapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan tentang metode akuntansi yang
digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Berdasarkan PSAK Syariah
102 tentang akuntansi murabahah paragraph 23 samapai dengan 25 menyebutkan bahwa
pengakuan pendapatan margin murabahah yang diperkenankan adalah secara proporsional.
Berdasarkan penelitian penulis, saat ini masih banyak bank syariah yang menggunakan
metode anuitas dalam pengakuan pendapatan margin murabahah. Metode anuitas akan
menguntungkan bagi bank syariah karena margin murabahah diakui diawal lebih besar dan
akan menurun terus sampai pada angsuran terakhir. Sehingga jika metode anuitas masih
digunakan dalam pengakuan pendapatan margin murabahah maka bank syariah masih
memegang prinsip-prinsip time value of money.
Untuk melihat ada atau tidaknya unsur gharar dalam bank syariah bisa diukur dan
dianalisis dari laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil. Pendapatan yang
dibagihasilkan
oleh
bank
syariah
harus
bersifat cash

basis tidak
boleh
pendapatan accrual. Ada beberapa bank yang tidak menyajikan laporan rekonsiliasi
pendapatan dan bagi hasil sehingga tidak bisa diketahui apakah pendapatan yang
dibagihasilkan ke nasabah deposan adalah yang riil ataukah masih accrual. Teknik kedua
adalah dengan melihat pengukuran pendapatan yang dibagi hasilkan apakah menggunakan
metode revenue
sharing atau gross
proft
sharing ?
Jika
bank
syariah
masih
menggunakan revenue sharing maka masih ada unsur kedzaliman. Berdasarkan fatwa DSN
No.15 Tahun 2000 sistem distribusi bagi hasil yang diperbolehkan adalah gross proft
sharing atau proft loss sharing.
Teknik selanjutnya dalam menganalisis kepatuhan syariah di bank syariah adalah
dengan melihat apakah bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan. Jika bank syariah tidak menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana

kebajikan maka perlu dipertanyakan tentang pengelolaan dana-dana non halal dalam bank
syariah tersebut. Begitu juga masyarakat dapat menilai bagaimana pengelolaan dana zakat
oleh bank syariah, terutama dalam aspek penyaluran dana zakat apa sesuai dengan syariah
atau tidak. Hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dana zakat adalah dana zakat
tidak boleh disalurkan atau digunakan untuk melakukan penghapusan piutang pembiayaan
nasabah bank syariah dengan alasan masuk dalam asnaf gharimin.
Peran DPS Pada Bank Syariah
Disetiap lembaga keuangan perbankan syariah ditempatkan suatu Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang mengawasi operasionalisasi jalannya Bank Syariah apakah sesuai
dengan syariah atau tidak (Syariah Compliance). DPS hanya mengawasi (sharia compliance)
operasionalisasi Produk Bank Syariah saja sedangkan Sharia Complance terhadap SDI &
SDM nya tidak. DPS hanya mengawasi ketaatan syariah terhadap operasionalisasi Produk
Bank Syariah saja (Produk Dana, Produk Pembiayan, dan Produk Jasa), sedangkan
pengawasan terhadap segi syariah dibidang SDM, AKUNTANSI SYARIAH, IT/MIS Syariah,
MANAGEMENT SYARIAH, AUDIT Syariah tidak dimonitoring tentang kesyariahnya (sharia
compliance) sehingga Bank Syariah sama saja dengan Bank Konvensional. DPS cenderung
hanya mengawasi produk syariah saja, ketika ada produk baru misal DPS hanya diminta

melakukan kajian fatwa dll untuk menentukan apakah produk tersebut bisa diterapkan di
Bank Syariah atau tidak.

Bagiaman dengan AUDIT nya apakah auditnya telah dilaksnakan dengan prinsip2
audit syariah ?
Pengawas Kepatuhan terhadap Syariah (sharia compliance) di bank syariah dilakukan
oleh berbagai pihak dan unit kerja di internal bank serta pengawas eksternal (BI, KAP). Di
Internal Bank dalam operasioanal sehari-hari dilakukan oleh Satuan Kerja Kepatuhan & DPS
(ex ante) dan oleh SKAI & DPS (ex post) = mereka (selain DPS) adalah alat kelengkapan
Direksi. Serta Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko (Alat kelengkapan Komisaris).
Satuan Kerja Kepatuhan, SKAI dan Komite Audit, Komite Pemantau Risiko wajib
didukung oleh personil yang memiliki keahlian di bidang perbankan syariah dan memahami
operasional perbankan syariah sebagaimana diatur dalam PBI No.11/33/2009, Tentang GCG.
Idealnya di Satuan Kerja KEPATUHAN diperlukan personil yang memahami dengan sangat
baik Fiqh Muamalat dan memahami literatur/referensi Fiqh yang ditulis dalam bahasa ARAB,
sebagai partner DPS juga. Dari Eksternal bank syariah di audit oleh BI dan KAP (salah satu
objek audit adalah pemenuhan/ketaatan pada prinsip syariah).

a.

b.
c.
d.


Pemasalahan Audit Syariah Yang Berada Di Malaysia Dan Harus
Diselesaikan :
DPS Audit Syariah di peringkat nasional masih belum ditubuhkan (untuk
menyelaras dan memantau perjalanan organisasi secara berkala dan
berpusat).
Tidak ada Juruaudit Syariah yang berpengalaman dan betul-betul menguasai
bidang audit syariah.
Peraturan audit syariah masih belum diusaha dan diperkenalkan lagi.
Tidak terdapat badan tertentu yang melatih DPS
Syariah
secara
menyeluruh dan berkesan

Contoh Kasus dan Pembahasan Audit: Subsequent Event
Pada tanggal 20 Juni 2011, auditor menemukan bahwa salah satu debitur PT “XX” bangkrut
pada tanggal 1 April 2011. Penjualan kepada debitur dilakukan pada tanggal 15 Oktober 2010.
Jumlah tersebut tertagih pada tanggal 31 Desember 2010 dan 10 Februari 2011.
Jawaban:
Tidak perlu melakukan apa-apa

Menurut SA Seksi 560 tentang peristiwa kemudian, menyatakan bahwa auditor mempunyai
tanggung jawab tertentu atas kejadian dan transaksi yang mempunyai pengaruh material atas
laporan keuangan yang terjadi setelah tanggal laporan posisi keuangan sampai dengan tanggal
berakhirnya pekerjaan lapangan (tanggal laporan audit).
Pada kasus ini piutang atas salah satu debitur tersebut telah tertagih tanggal 31 Desember 2010
dan 10 Februari 2011, artinya kejadian ini tentunya telah dilakukan revisi atas laporan keuangan
PT “XX” dan telah dilakukan penyesuaian oleh auditor. Karena pekerjaan lapangan selesai

tanggal 10 Februari 2011 dan laporan auditor keluar tanggal 2 Maret, artinya kebangkrutan salah
satu debitur PT “XX” tanggal 1 April 2011 tidak menjadi tanggung jawab Auditor.
Pada tanggal 3 Februari 2011, auditor menemukan bahwa debitur PT. “XX” bangkrut pada
tanggal 26 Januari 2011. Penyebab kebangkrutan adalah adanya kerugian tak terduga akibat
tuntutan hukum pada tanggal 10 Januari 2011, karena adanya tuntutan dari pelanggan lainnya
mengenai kualitas produk.
Jawaban:
Mengungkapkan informasi ini dalam penjelasan tambahan untuk laporan per tanggal 31
Desember 2010
Apabila posisi keuangan debitur yang bersangkutan per tanggal 31 Desember 2010 berada dalam
keadaan sehat dan kebangkrutan disebabkan oleh kerugian tak terduga akibat tuntutan hukum
yang terjadi tanggal 10 Januari 2011 dimana terjadi sesudah tanggal laporan posisi keuangan,

maka klien hanya diminta untuk mengungkapkan dalam bentuk catatan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2010.
Pada tanggal 5 Februari 2011, Auditor menemukan bahwa debitur PT. “XX” bangkrut pada
tanggal 26 Januari 2011. Penjualan terakhir terjadi tanggal 7 Desember 2010 dan sejak tanggal
itu tidak ada penerimaan kas dari debitur tersebut.
Jawaban:
Menyesuaikan laporan keuangan tanggal 31 Desember 2010
Apabila dalam mereview peristiwa kemudian, auditor berkesimpulan bahwa kebangkrutan
debitur disebabkan akibat kesulitan keuangan yang ada pada tanggal laporan posisi keuangan,
dimana sejak penjualan terakhir terjadi tanggal 7 Desember 2010 dan sejak tanggal tersebut tidak
ada penerimaan kas dari debitur tersebut, maka klien diminta untuk melakukan penyesuaian atas
laporan keuangan per 31 Desember 2010 dengan mengakui kerugian yang diderita.
Pada tanggal 6 Agustus 2011, auditor menemukan bahwa debitur PT. “XX” bangkrut pada
tanggal 20 Februari 2011 karena buruknya kondisi keuangannya. Penjualan kepada debitur
tersebut terjadi pada tanggal 14 Juni 2010.
Jawaban:
Menyesuaikan laporan keuangan tanggal 31 Desember 2010
Apabila dalam me-review peristiwa kemudian, kebangkrutan debitur disebabkan memburuknya
posisi keuangan yang ada pada tanggal laporan posisi keuangan, maka klien diminta untuk
melakukan penyesuaian atas laporan keuangan per 31 Desember 2010 dengan mengakui

kerugian yang diderita.
Pada tanggal 2 Februari 2011, auditor menemukan bahwa debitur PT. “XX” bangkrut pada
tanggal 30 Januari 2011 atas penjulan yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2011. Penyebab

kebangkrutan adalah terjadinya kerugian kebakaran pada tanggal 15 Januari 2011 yang tidak
diasuransikan.
Jawaban:
Mengungkapkan informasi ini dalam penjelasan tambahan untuk laporan per tanggal 31
Desember 2010
Apabila posisi keuangan debitur per tanggal 31 Desember 2010 berada dalam keadaan sehat dan
kebangkrutan disebabkan oleh kerugian kebakaran yang terjadi setelah tanggal laporan posisi
keuangan, maka klien hanya diminta untuk mengungkapkan dalam bentuk catatan atas laporan
keuangan.
Pada tanggal 18 Januari 2011, PT “XX” diajukan dalam tuntutan hukum akibat transaksi yang
terjadi pada tahun 2008 dan masih diakui sebagai kewajiban kontinjensi.
Jawaban:
Mengungkapkan informasi ini dalam penjelasan tambahan untuk laporan per tanggal 31
Desember 2010
Standar Akuntansi Keuangan mengharuskan kewajiban kontinjensi untuk diperlakukan sebagai
salah satu kemungkinan dicatat sebagai utang bersyarat, maka klien hanya diminta untuk

mengungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Pada tanggal 20 Maret 2011, PT “XX” kalah dalam kasus pengadilan yang berjalan sejak tahun
2009 dengan jumlah kerugian tepat sebesar tuntutan. Pada tanggal 31 Desember 2010, penjelasan
tambahan menunjukkan opini penasehat hukum yang menyatakan bahwa perusahaan
kemungkinan besar memenangkan kasus ini.
Jawaban:
Meminta klien untuk merevisi laporan keuangan 31 Desember 2010
Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi yang ada pada
tanggal laporan posisi keuangan berdampak terhadap taksiran yang melekat dalam proses
penyusunan laporan keuangan jika pada saat penyusunan laporan keuangan per 31 Desember
2010, PT “XX” belum mencatat jumlah kerugian tuntutan tersebut.
Dalam hal ini, PT “XX” harus melakukan revisi atas laporan keuangannya karena tututan
tersebut telah terjadi sebelum tanggal laporan posisi keuangan dan jumlahnya tepat tidak ada
perubahan. Jika jumlahnya berbeda baru dilakukan penyesuaian atas laporan keuangan per
tanggal 31 Dessember 2010.
Pada tanggal 16 Februari 2011, tuntutan hukum diajukan kepada PT “XX” karena kasus
pelanggaran paten yang terjadi pada awal tahun 2010. Penasehat hukum berpendapat bahwa
mungkin klien akan kalah.
Jawaban:
Tidak perlu melakukan apa-apa


Klaim terhadap pelanggaran hak paten menurut Standar Akuntansi Keuangan, tidak akan dicatat
sampai benar-benar hal tersebut telah direalisasikan.
Pada tanggal 31 Mei 2011, Auditor menemukan adanya tuntutan hukum yang tak lazim kepada
PT “XX” yang terjadi pada tanggal 20 Juni 2010.
Jawaban:
Tidak perlu melakukan apa-apa
Karena temuan terjadi setelah laporan audit dikeluarkan, maka auditor tidak perlu melakukan
apa-apa lagi karena tanggung jawab auditor terletak sejak dilakukannya pemeriksaan sampai
dengan laporan audit dikeluarkan. Jika ada kejadian yang terjadi setelah tanggal laporan audit,
maka bukan lagi menjadi tanggung jawab auditor.
Kasus Kecurangan Audit : Perusahaan Phar Mor Inc.

Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang melegenda
dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor secara sengaja
melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan fnancial yang masuk ke
saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan.
Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang
dinyatakan bangkrupt pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undangundangan U.S. Bangkruptcy Code.

Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di
hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan 23,000 orang karyawan.
Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture, electronik,
pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top
manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory,
sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly
fnancial report). Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang
benar (true report), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi
tentang inventory yang diadjustment dan ditujukan untuk auditor use only.

Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang
benar – berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan
hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah
dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang
berlimpah.

Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor
sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand.
Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi Vice
President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari ternyata
terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut.
Dalam kasus Phar Mor, salah satu syarat agar internal audit bisa berfungsi,
yaitu fungsicontrol environment telah diberangus. Control
environment sangat ditentukan oleh attituted dari manajemen. Idealnya,
manajemen harus mendukung penuh aktivitas internal audit dan
mendeklarasikan dukungan itu kesemua jajaran operasional perusahaan. Top
manajemen Phar Mor, tidak menunjukkan attitude yang baik. Manajemen
kemudian malah merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand untuk turut
dimainkan dalam fraud. Langkah ini bukan tanpa perencanaan matang. Staf
mantan auditor kemudian dipromosikan menduduki jabatan penting, tetapi
dengan imbalan harus membuat laporan-laporan keuangan ganda.
Sejauh ini manajemen Phar Mor telah membuktikan tentang teori : The
Fraud Triangle. Yaitu teori yang menerangkan tentang penyebab fraud
terjadi. Menurut teori ini, penyebab fraud terjadi akibat 3
hal : Insentive/Pressure, Opportunity danRationalization/Attitude.
Insentive/Pressure adalah ketika manajemen atau karyawan mendapat
insentive atau justru mendapat tekanan (presure) sehingga mereka

“commited” untuk melakukan fraud.Opportunity adalah peluang terjadinya
fraud akibat lemahnya atau tidak efektivenya control sehingga membuka
peluang terjadinya fraud. Sedangkan Rationalization/Attitudemenjelaskan
teori yang menyatakan bahwa fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal
yang membolehkan terjadinya fraud.
Dalam kasus Phar Mor, setidak-tidaknya top manajemen telah membuktikan
satu dari tiga penyusun triangle, yaitu : top manajemen telah
melakukan Insentive/Pressure.
Pendapat

:

Menurut saya secara pribadi dari kasus-kasus tersebut bahwa banyak
manajemen dalam suatu perusahaan yang bertindak curang karena sudah
memiliki jabatan yang cukup tinggi, misalnya dari kasus yang pertama,
eksekutif di perusahaan Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk
mendapatkan keuntungan fnancial yang masuk ke saku pribadi individu di
jajaran top manajemen perusahaan, sangat disayangkan karena perusahaan
Phar Mor ini termasuk dalam perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat
namun pada bulan Agustus 1992 dinyatakan bangkrupt. Ini merupakan salah
satu pihak dari manajemen pada perusahaan Phar Mor yang ternyata
merekrut staf auditor dari KAP Cooper & Librand guna membantunya dalam
fraud. Lalu staf mantan auditor tersebut kemudian dipromosikan menduduki
jabatan penting, tetapi dengan imbalan harus membuat laporan-laporan
keuangan ganda. Tindakan seperti itu akan menghasilkan resiko yang sangat
besar yaitu kebangkrutan perusahaan itu sendiri. Dan jika memang
perusahaan ingin bangkit kembali menurut pendapat saya sebaiknya bagian
manajer dan staf auditor bekerja sesuai dengan peran mereka masing-

masing, dengan begitu mereka juga akan mendapatkan kepercayaan penuh
baik dari pihak internal dan eksternal.
Kurangnya mental untuk mengontrol diri juga dapat memperbesar untuk
terjadinya fraud dalam sebuah prusahaan, jika para petinggi atau top manajer
pada perusahaan tersebut dapat mengatasi akan hal itu, mungkin perusahaan
tersebut akan terselamatkan dari fraud, atau godaan yang memungkinkan
pribadinya melakukan fraud. Selain itu ketegasan seorang bos juga
diperlukan dalam membimbing para bawahannya untuk bersikap transparan
dalam berbisnis, karena tidak hanya kerugian financial perusahaan saja yang
ditimbulkan, nama baik dan reputasi perusahaan juga dipertaruhkan akan hal
ini. Investor yang ingin menanamkan modalnya untuk perusahaan ini akan
berpikir kembali atas terjadinya fraud pada perusahaan ini.

Kasus Audit Kas/Teller
Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit
TapungRaya
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia
terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan.
Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang
Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit
Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca
dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu
iadanya transaksi gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal
BRIUnit Pasir Pengaraian II ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang
dilakukanMasril, namun tidak disertai dengan pengiriman fsik uangnya.Kapolres Kampar AKBP
MZ Muttaqien yang dikonfrmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai
tersangka dan ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan
merekayasa laporan pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang
Bangkinang dan Rustian

Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak
pidana membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau
laporan maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank
(TP Perbankan). Tersangka dijeratpasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No. 10
tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan
ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta
melakukan koordinasi dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6 orang
saksi telah diperiksa dan meminta keterangan ahli.

PENYELESAIAN MASALAH
yaitu :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia
lakukan.Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan. Perusahaan melakukan pelatihan
pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan perkembangan teknologi yang
berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda jadi
attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat
memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat memperkecil resikoterjadinya penyimpangan
dari karyawan itu sendiri.
2 Prosedur Otoritas Yang Wajar
a)

Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.

b)

Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.

c)

d)

Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari nasabah
untuk melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik nasabah.
3.Dokumen dan catatan yang cukup

a)

Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/ penarikan.
Setiap bukti setoran/ penarikan harus diberi cap identifkasiteller yang memproses.

b)

Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan buktipendukung seperti
Daftar Mutasi Kas,
Cash Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing
pecahan)
4.Kontrol fsik atas uang tunai dan catatan
a)Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh
teller.
b)Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller
yangbersangkutan cuti atau seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
c)Setiap selisih harus diindentifkasi, dilaporkan kepada head teller dan pemimpincabang,
diinvestigasi dan dikoreksi.
d) Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus dibuatkanberita acara
selisih kas.
e) Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas ataupejabat
yang berwenang, tidak diperbolehkan masuk.
f) Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke counterarea.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a) Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang berasaldari
unit kas.
b) Secara periodik saldo fsik harus diperiksa oleh SKAI.
c) Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan.

Contoh Kasus Audit Etika Profesi
Contoh Kasus Etika Profesional

Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA
baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya
menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan
tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank
ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar
yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren
yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International
menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan”
yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank
menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk
Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang
menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10
tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat
pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi
ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti
persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas
kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan
Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi
implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang
menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir
bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank,
rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha
untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus
bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”
Solusi :
pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah
untuk menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut
adalah
:
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan
metode yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak
sesuai bagi Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut
memang tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak
tepat
tahun
ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan
menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan
keputusan
rekannya.

Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui
penggunaan metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama
bertahun-tahun
dan
diyakini
ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan
hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifkasi
isu-isu
etika
berdasarkan
fakta-fakta
tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank
untuk mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya
mengingat rekan merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di
atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.

- Konsekuensi dari setiap alternatif :
Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari
rekannya kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini
nantinya. Jika timbul permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat
perusahaanya (Bright and Lorren,CPA), rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh
kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat
Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus
mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara
ekstrim, jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap
menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani kasus
tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai dengan
aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya maka
kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia
peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah
menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara
di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan
penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada hasil auditnya
nanti.

AUDIT ASSET TETAP
Sebuah Kasus Audit Asset Tetap
Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan
korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling)
antara asset PT. Industri Sandang Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di
bidang tekstil, dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta.

Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di
kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di
karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun
Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan
Negara sebesar Rp. 121,628 miliar.

Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC
senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofndo
pada 1999; penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar;
dan kelebihan perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga
ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC
sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat
tukar guling asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu
pejabat saja, melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan
control yang baik. Selain itu juga diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan
mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik
yang meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset,
sehingga tidak ada manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus
diawasi untuk mencegah kecurangan-kecurangan.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern
yang sangat buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan
bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil
keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang harus dibenahi oleh PT. ISN adalah
soal Pengendalian Internnya.

KASUS AUDIT UMUM PTKAI
Menerapkan proses GCG (Good Corporate Governance) dalam suatu perusahaan Pembedahan
kasus-kasus yang telah terjadi di perusahaan atas proses pengawasan yang efektif akan menjadi
pembelajaran yang menarik dan kiranya dapat kita hindari apabila kita dihadapkan pada situasi yang
sama.
bukan suatu proses yang mudah. Diperlukan konsistensi, komitmen, dan pemahaman yang jelas
dari seluruh stakeholders perusahaan mengenai bagaimana seharusnya proses tersebut dijalankan.
Namun, dari kasus-kasus yang terjadi di BUMN ataupun Perusahaan Publik dapat ditarik
kesimpulan sementara bahwa penerapan proses GCG belum dipahami dan diterapkan sepenuhnya.
Salah satu contohnya adalah kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT.
KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam suatu
perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap organ pengawas dalam memastikan penyajian
laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan keadaan keuangan perusahaan
yang sebenarnya.
Kasus PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris, khususnya
Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan menandatangani laporan keuangan
yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal. Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar
laporan keuangan dapat disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT. KAI.
Perbedaan pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada perbedaan
mengenai:
1. Masalah piutang PPN.

Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp. 95,2 milyar, menurut Komite Audit harus
dicadangkan penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan kolektibilitasnya, tetapi tidak
dilakukan oleh manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
2. Masalah Beban Ditangguhkan yang berasal dari penurunan nilai persediaan.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember 2005 sebesar Rp. 6 milyar yang merupakan
penurunan nilai persediaan tahun 2002 yang belum diamortisasi, menurut Komite Audit harus
dibebankan sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
3. Masalah persediaan dalam perjalanan.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang Rp. 1,4 milyar yang dialihkan dari satu unit
kerja ke unit kerja lainnya di lingkungan PT. KAI yang belum selesai proses akuntansinya per 31
Desember 2005, menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi beban tahun 2005.
4. Masalah uang muka gaji.
Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya
dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai
uang muka biaya gaji, yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005.
5. Masalah Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYDBS) dan Penyertaan
Modal Negara (PMN).
BPYDBS sebesar Rp. 674,5 milyar dan PMN sebesar Rp. 70 milyar yang dalam laporan audit
digolongkan sebagai pos tersendiri di bawah hutang jangka panjang, menurut Komite Audit harus
direklasifikasi menjadi kelompok ekuitas dalam neraca tahun buku 2005.
Beberapa hal yang direfentifikasi turut berperan dalam masalah pada laporan keuangan PT. KAI
Indonesia:
1. Auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit, yang berperan hanya auditor Eksternal.
2. Komite audit tidak ikut serta dalam proses penunjukkan auditor sehingga tidak terlibat proses
audit.
3. Manajemen (tidak termasuk auditor eksternal) tidak melaporkan kepada komite audit dan komite
audit tidak menanyakannya.
4. Adanya ketidakyakinan manajemen akan laporan keuangan yang telah disusun, sehingga ketika
komite audit mempertanyakan manajemen merasa tidak yakin.
Terlepas dari pihak mana yang benar, permasalahan ini tentunya didasari oleh tidak berjalannya
fungsi check and balances yang merupakan fungsi substantif dalam perusahaan. Yang terpenting
adalah mengidentifikasi kelemahan yang ada sehingga dapat dilakukan penyempurnaan untuk
menghindari munculnya permasalahan yang sama di masa yang akan datang.

Berikut ini beberapa solusi dan rekomendasi yang disarankan kepada PT KAI untuk memperbaiki
kondisi yang telah terjadi:
1. Apabila Dewan Komisaris ini merasa direksi tidak capable (mampu) memimpin perusahaan,
Dewan Komisaris dapat mengusulkan kepada pemegang saham untuk mengganti direksi.
2. Diperlukannya kebijaksanaan (wisdom) dari Anggota Dewan Komisaris untuk memilah-milah
informasi apa saja yang merupakan private domain.
3. Komunikasi yang intens sangat diperlukan antara Auditor Eksternal dengan Komite Audit.
4. Komite Audit sangat mengandalkan Internal Auditor dalam menjalankan tugasnya untuk
mengetahui berbagai hal yang terjadi dalam operasional perusahaan.
5. Komite Audit tidak memberikan second judge atas opini Auditor Eksternal, karena opini
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Auditor Eksternal.
6. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah
tidak boleh dipertahankan.
7. Komite Audit tidak berbicara kepada publik karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan
Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan
Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit, tetapi Komite Audit tetap
pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada Laporan Komite Audit
yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
8. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.
9. Komite Audit dan Dewan Komisaris sebaiknya melakukan inisiatif untuk membangun budaya
pengawasan dalam perusahaan melalui proses internalisasi, sehingga pengawasan merupakan
bagian tidak terpisahkan dari setiap organ dan individu dalam organisasi.

PT. MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA
INTERNAL AUDIT DIVISION
1. Di salah satu propinsi, PT. MAKIN mendapat tawaran dari pemerintah daerah untuk berinvestasi
mengembangkan perkebunan kelapa sawit seluas 40.000 ha. Data-data pendukung areal belum
tersedia, seperti :

- Kondisi fisik areal (topografi, tanah, iklim, sosial masyarakat, prasarana dan lain-lain) belum
diketahui.
- Status penggunaan areal (atau status kawasan hutan) belum diketahui.
- Penggunaan areal oleh pihak lain belum diketahui
- Respon pemerintah daerah sangat baik
- Respon masyarakat ada yang mendukung dan ada juga yang kontra (tidak berminat).
Seandainya PT. MAKIN berminat untuk berinvestasi di propinsi tersebut tindakan dan strategi apa
yang harus dilakukan untuk meyakinkan areal yang ditawarkan oleh pemda itu layak atau tidak layak
dibuka ?.
2. Setelah ditelaah lebih dalam mengenai kondisi lahan, ternyata diperoleh data-data pendukung
sebagai berikut :
- Kondisi fisik areal : 50 % gambut (50 % gambut dalam, 50 % gambut dangkal).
50 % kering (75 % landai, 25 % agak bergelombang)
Solum tanah di areal kering 25 % dangkal (< 60 cm) dan berbatu-batu.
Curah hujan 1.800 – 2.000 mm/thn, bulan kering = 2 bulan
Tinggi di atas permukaan laut = 50 m
- Calon areal berada dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK) dan masih dalam wacana pemda
untuk diusulkan ke Departemen Kehutanan menjadi kawasan budidaya non kehutanan (KBNK).
- Didalam calon areal masih ada perusahaan HPH/HTI yang sudah tidak aktif.
- Tidak ada sungai besar yang dapat digunakan untuk transportasi hasil produksi, sehingga jalur
transportasi harus melalui darat. Jarak 100 km.lokasi dengan ibukota/pelabuhan terdekat
- Keadaan sosial masyarakat beragam ada yang antusias, ada yang ragu-ragu dan ada yang kontra.
Masyarakat yang berminat kemitraan dengan perusahaan menginginkan porsi 50:50.
- Dan setelah dikalkulasi*) ternyata nilai kelayakan proyek sebagai berikut :
- IRR = 16,71 %, dimana tingkat suku bunga bank = 16 %
- NPV = positif
Berdasarkan data-data diatas, apa yang harus direkomendasikan kepada PT. MAKIN, setuju
berinvestasi atau tidak setuju berinvestasi ?
Keterangan : *) belum memperhitungkan potensial biaya dalam pengurusan perizinan areal dan
potential loss akibat permasalahan sosial dan overlapping areal).

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25