Tanaman sela jagung dengan kelapa

ISSN 1412-5838

Atman: Tanaman Sela Jagung dengan Kelapa

TANAMAN SELA JAGUNG DENGAN KELAPA
Atman
Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat

Abstract
Intercroping maize with coconut. Inefficient crop coconut in usage of land when plant by
monoculture. Earnings of farmer of new coconut fulfill 76.06-86.09% from expenditure of
farmer household, so that to fulfill requirement of him, farmer look for earnings addition of other
effort. Crop coconut area in Indonesia for the width of 3.70 million hectare, most (97%) plant by
monoculture. To improve earnings of farmer of this coconut, one of the effort able to be
conducted by is to through to be diversified by horizontal in the form of variation of crop type to
be efficient of usage of farm so that can improve household economics resilience and continue
effort, one of them use maize as pause crop. In area of central produce maize in West
Sumatra, cultivation of maize among coconut crop have been long enough been done by
farmer but not yet given optimal result, because management of crop which not yet good and
also still lack of variety able to adapt good at condition under coconut tree. But that way,
cultivation of maize among coconut crop can improve earnings of farmer. Besides can improve

earnings of farmer, cultivation of maize among coconut crop expected can assist to fulfill
requirement of maize in Indonesia generally and in West Sumatra specially. In just West
Sumatra, requirement of maize in the year 2002 and 2003 for the of each poultry livestock
counted 96.412 tons and 105.425 ton, while is same productive ability in the year only 67.241
ton and 66.486 ton so that experience of deficit of 29.171 tons and 38.939 ton. For the
productivity of maize among coconut crop, technological of suggested production, for example:
(1) System processing of more profiting land; ground for the conducting of maize among
coconut crop are ODR+herbicide (process land; ground in clump added by herbicide), besides
is also suggested by system of TOT (without cultivating land; ground); (2) Usage of composite
variety of Bisma or variety C9 hybrid suggested in maize conducting among coconut crop; and
(3) Gift counted 2 ton/ha compost coming from paddy waste, maize, peanut, glericidia, and leaf
of lamtoro can economize usage of manure until 75% that is enough maize crop fertilized with
measuring 25% from the recommendation measuring of him.

Keywords: maize, coconut, intercroping, technology

bulan, lebih rendah dari kebutuhan fisik
minimum petani sekitar Rp.200.000300.000/KK (5 orang) sehingga untuk
memenuhi kebutuhannya, petani mencari
tambahan pendapatan dari usaha lain.


PENDAHULUAN
anaman kelapa tidak efisien dalam
penggunaan lahan bila diusahakan
secara monokultur. Rendahnya harga
jual kelapa di tingkat petani menyebabkan
pendapatan petani menjadi tidak layak. Di
sisi lain, tingkat produktivitas tanaman
kelapa juga tergolong rendah yang disebabkan antara lain kurangnya pemeliharaan.

Pada saat ini, dari areal tanaman
kelapa di Indonesia seluas 3,70 juta hektar,
sebagian besar (97%) diusahakan secara
monokultur (Supadi dan Nurmanaf, 2006).
Untuk meningkatkan pendapatan petani
kelapa ini, salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui diversifikasi
horizontal berupa penganekaragaman jenis
tanaman untuk mengefisienkan penggunaan
lahan sehingga mampu meningkatkan

ketahanan ekonomi rumah tangga dan
keberlanjutan usaha (Mahmud, 2003).

Menurut Listyati, et al. (2004),
pendapatan petani kelapa baru memenuhi
76,06-86,09% dari pengeluaran rumah
tangga petani. Selanjutnya Kasryno, et al.
(1998) menyatakan bahwa pendapatan
usahatani kelapa masih rendah dan fluktuatif
sehingga
tidak
mampu
mendukung
kehidupan keluarga secara layak. Pendapatan
dari usahatani monokultur hanya sebesar
Rp.1.500.000/ha/tahun atau Rp.125.000/

Tanaman kelapa hanya menggunakan
lahan secara efektif sebesar 25% dari lahan
yang tersedia (Darwis, 1988), sedangkan

187

Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VI, No.2, Mei-Agustus 2007:187-193 hlm.

sistem perakaran kelapa efektif secara
horizontal berkisar 2 meter dari pangkal
batang kelapa dan secara vertikal antara 0,31,2 meter. Dengan demikian, sekitar 75%
lahan areal pertanaman kelapa tidak
digunakan oleh tanaman sehingga sangat
berpeluang untuk menanam tanaman sela.
Menurut Kaat dan Darwis (1986),
diversifikasi usahatani dengan menanam
tanaman sela di antara kelapa sangat
memungkinkan, bahkan hadirnya tanaman
sela cenderung memberikan dampak yang
positif terhadap produksi kelapa. Selanjutnya Tarigans (1985) menyatakan bahwa
diversifikasi usaha tanaman kelapa secara
horizontal dengan mengusahakan tanaman
sela yang prospektif baik dari segi agronomis, ekonomis, maupun pelestarian lingkungan menjadi alternatif utama untuk memanfaatkan lahan yang tidak produktif pada areal
pertanaman kelapa monokultur sehingga

pendapatan petani dapat ditingkatkan. Berbagai keuntungan menanam tanaman sela di
antara tanaman kelapa antara lain: (1)
pemanfaatan lahan usahatani lebih efisien
dan produktif; (2) produktivitas usahatani
meningkat; (3) peningkatan usahatani; dan
(4) pendapatan petani lebih terjamin.

ISSN 1412-5838

optimal. Namun demikian, penanaman
jagung diantara tanaman kelapa dapat
meningkatkan pendapatan petani.
Selain dapat meningkatkan pendapatan petani, penanaman jagung diantara
tanaman kelapa diharapkan dapat membantu
memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia
umumnya dan di Sumatera Barat khususnya.
Pada Pelita I (1969-1973), produksi jagung
rata-rata 2,7 juta t/tahun dengan produktivitas
hanya 1,0 t/ha. Pada Pelita IV terjadi lonjakan yang signifikan dengan produksi nasional
mencapai rata-rata 8,7 juta t/tahun dan

produktivitas 2,4 t/ha (Ismail, et al., 2005).
Lonjakan ini terjadi karena meningkatnya
luas areal panen dan penggunaan varietas
hibrida dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
ini. Namun demikian, peningkatan produksi
tersebut belum mampu mengimbangi kebutuhan yang makin meningkat akibat pesatnya
perkembangan industri pangan dan pakan
yang menggunakan jagung sebagai bahan
bakunya (Sutoro, et al., 1988; Suartha, 2003).
Dewasa ini, sekitar 50% pakan ternak
menggunakan jagung sebagai bahan baku
(Subandi, et al., 1998) dan permintaan
jagung diperkirakan mengalami peningkatan
sebesar 10% per tahun (Bustari, 1988).

Pemanfaatan lahan diantara tanaman
kelapa sebetulnya telah dilakukan oleh petani
dengan berbagai jenis komoditas termasuk
komoditas tanaman pangan seperti jagung
(Darwis, 1988). Sementara itu, Listyati, et

al. (2004) menemukan 26 model pola tanam
kelapa dengan tanaman pangan yang
diterapkan oleh petani di Kabupaten
Padeglang, salah satunya pola kelapa+
jagung. Di daerah sentra produksi jagung di
Sumatera Barat, penanaman jagung diantara
tanaman kelapa sudah lama dilakukan oleh
petani tetapi belum memberikan hasil
optimal. Hal ini mungkin disebabkan pengelolaan tanaman yang belum baik serta masih
kurangnya varietas yang dapat beradaptasi
baik pada kondisi di bawah pohon kelapa.
Menurut Rosario (1983), secara umum
produktivitas jagung yang ditanam diantara
kelapa lebih rendah dibanding kondisi
terbuka. Hal ini berkaitan dengan intensitas
cahaya dan populasi tanaman yang tidak

Walaupun dalam 10 tahun terakhir ini
produksi jagung nasional meningkat, namun
masih belum mampu memenuhi kebutuhan

dalam negeri. Di Sumatera Barat saja, kebutuhan jagung pada tahun 2002 dan 2003
untuk pakan ternak unggas masing-masing
sebanyak 96.412 ton dan 105.425 ton,
sedangkan kemampuan berproduksi pada
tahun yang sama hanya 67.241 ton dan
66.486 ton sehingga mengalami defisit
sebanyak 29.171 ton dan 38.939 ton
(Dispertahorti Sumbar, 2003). Kekurangan
produksi jagung ini disebabkan oleh
permasalahan yang dihadapi petani dimana
petani tidak termotivasi untuk berusahatani
jagung karena harga tidak stabil dan sering
rendah saat panen raya sehingga berpengaruh
terhadap penerapan teknologi budidaya, luas
tanam, dan produksi (Hosen, 1996).
Disamping itu, kejelian petani kurang
memadai dalam optimalisasi pemanfaatan
188

ISSN 1412-5838


Atman: Tanaman Sela Jagung dengan Kelapa

lahan potensial seperti lahan kering di antara
tanaman tua (diversifikasi usaha), termasuk
kelapa. Potensi lahan kelapa di Sumatera
Barat cukup luas yakni sekitar 90.142 hektar
(Bappeda, 2000).

Hasil penelitian Lamid, et al. (1998)
menunjukkan bahwa teknik budidaya jagung
dengan sistem pengolahan tanah TOT pada
lahan kering dikombinasikan dengan pemanfaatan herbisida non-selektif purna tumbuh
tercatat menghemat tenaga kerja, waktu dan
biaya persiapan lahan tanam dibanding
dengan sistem pengolahan tanah OTS. Hal
yang sama juga ditemukan Lamid, et al.
(2004) untuk budidaya jagung diantara
tanaman kelapa di Sikabu dan Koto Buruak
Kabupaten Padang Pariaman. Peningkatan

hasil pipilan kering jagung pada teknik
budidaya jagung dengan sistem pengolahan
tanah TOT dibanding OTS berkisar 1,59-4,55
t/ha (Tabel 1). Tetapi, untuk beberapa
varietas terlihat teknik budidaya jagung
dengan sistem OTS memberikan hasil pipilan
kering sedikit lebih tinggi, khususnya pada
varietas Bisi-2 dan Andalas-4 (Tabel 2).
Namun demikian, secara umum teknik
budidaya jagung dengan sistem TOT
memberikan hasil pipilan kering yang lebih
baik dibanding OTS (Zubaidah, et al. (2004).

Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian telah banyak melakukan penelitian
dan pengkajian tentang teknologi budidaya
jagung diantara tanaman kelapa.
Agar
teknologi ini dapat berkembang di tingkat
pengguna, dibuatlah tulisan ini yang berisi

tentang rangkuman hasil-hasil penelitian/
pengkajian tentang perbaikan teknologi
produksi jagung di antara tanaman kelapa.
PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA
a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk budidaya
jagung diantara tanaman kelapa umumnya
ada empat macam, yaitu: (1) ODB adalah
olah tanah dalam barisan tanaman jagung; (2)
ODR adalah olah tanah dalam rumpun
jagung; (3) TOT adalah tanpa olah tanah; dan
(4) OTS adalah olah tanah sempurna.

Tabel 1. Hasil pipilan kering beberapa varietas jagung dengan teknik budidaya persiapan lahan
tanam diantara kelapa. Sikabu dan Koto Buruak, Kab. Padang Pariaman, MT. 2000.
Varietas
TP Sikabu (t/ha)
TP Koto Buruak (t/ha)
+)
+)
OTS
TOT
OTS
TOT
8,40
4,55
3,98
3,85
6,24
C-5
2,26
5,60
1,59
4,01
4,31
C-7
7,82
3,51
3,74
5,35
1,61
Bisi-2
3,94
6,96
3,02
2,94
6,35
3,41
Bisma
3,91
6,64
2,73
Rataan
3,635
6,425
2,79
4,035
6,915
2,88
Catatan: +) = kelebihan hasil pipilan kering TOT dibanding OTS.
Sumber: Lamid, et al. (2004).

Tabel 2. Hasil pipilan kering (kg/ha) beberapa varietas jagung dengan teknik budidaya
persiapan lahan tanam diantara kelapa. Guguak Kabupaten 50 Kota, MT. 2002.
Varietas
TOT
OTS
+/442
6.005
6.447
C-5
464
5.762
6.226
C-7
665
4.857
5.522
Pioneer-10
- 85
4.666
4.581
Bisi-2
-396
4.814
4.419
Andalas-4
214
4.946
5.160
Bisma
Rataan
5.393
5.175
218
Catatan: +/- = kelebihan/kekurangan hasil pipilan kering TOT dibanding OTS.
Sumber: Zubaidah, et al. (2004).

189

Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VI, No.2, Mei-Agustus 2007:187-193 hlm.

ISSN 1412-5838

Kekeliruan dalam memilih varietas jagung
mengakibatkan hasil pipilan kering menjadi
lebih rendah. Penelitian Atman, et al. (2005)
pada empat varietas jagung komposit di
Kumbayau Kota Sawahlunto mendapatkan
bahwa varietas Bisma memberikan hasil
pipilan kering tertinggi dibanding varietas
lainnya (Tabel 4). Namun demikian,
dibanding varietas hibrida ternyata varietas
komposit Bisma memberikan hasil lebih
rendah.
Hasil penelitian Ridwan dan
Zubaidah (2005) di Kabupaten 50 Kota serta
Zubaidah dan Kari (2005) di Kabupaten
Tanah Datar dan 50 Kota mendapatkan
bahwa varietas hibrida C9 memberikan hasil
pipilan kering lebih baik dibanding varietas
hibrida lainnya maupun varietas komposit
Bisma (Tabel 5 dan Tabel 6). Untuk itu,
penggunaan varietas komposit Bisma atau
varietas hibrida C9 disarankan dalam
budidaya jagung di antara tanaman kelapa.

Sementara itu, Ridwan, et al. (1998)
mendapatkan bahwa sistem pengolahan tanah
OTS+herbisida dan ODB+herbisida memberikan hasil jagung terbaik dibandingkan
sistem lain. Namun demikian, sistem
pengolahan tanah yang lebih menguntungkan
untuk budidaya jagung di antara tanaman
kelapa adalah ODR+herbisida (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil pipilan kering jagung varietas
Bisma dan keuntungan pada
beberapa sistem pengolahan tanah
budidaya jagung di antara kelapa.
Mentawai, MH 1996/1997..
Sistem
Hasil
Keuntungan
pengolahan
(t/ha)
(Rp.000/ha)
tanah
576,5
3,9**
OTS
537,0
OTS+herbisida 4,1**
637,0
ODB+herbisida 4,1**
210,0
ODR+herbisida 2,5
186,0
TOT+herbisida 2,4

Tabel 4. Tampilan hasil pipilan kering
beberapa varietas jagung di antara
tanaman kelapa. Kumbayau, Kota
Sawahlunto, MT. 2005.
Varietas
Hasil Pipilan Kering
(t/ha)
Bisma
4,06 a
Sukmaraga
3,03 b
Lamuru
1,45
d
Srikandi Kuning
2,35 c
KK (%)
4,18

OTS=olah tanah sempurna; ODB=olah tanah
dalam baris; ODR=olah tanah dalam rumpun:
TOT=tanpa olah tanah.
Sumber: Ridwan, et al. (1998).

Dari aspek pertumbuhan gulma,
sistem pengolahan tanah OTS tanpa atau
dengan herbisida, pertumbuhan gulmanya
lebih
cepat
dibandingkan
perlakuan
OTB+herbisida,
OTR+herbisida,
dan
TOT+herbisida (Amril, et al., 1998).
Menurut Ardjasa (1993), pada sistem OTS
terjadi pembalikkan tanah sehingga biji-biji
gulma yang berada pada lapisan tanah yang
lebih dalam akan terangkat ke permukaan,
bila kondisi memungkinkan (air dan oksigen
cukup tersedia) akan tumbuh lebih cepat.
OTS selain dapat mempercepat pertumbuhan
gulma juga membutuhkan biaya yang lebih
besar dibanding sistem lainnya.

Angka-angka selajur diikuti huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DNMRT.
Sumber: Atman, et al. (2005).

Tabel 5. Hasil pipilan kering beberapa
varietas jagung di antara tanaman
kelapa. Kabupaten 50 Kota. MT.
2003/04.
Varietas
Hasil Pipilan
Kering (t/ha)
Hibrida C7
5,64 b
Hibrida C9
6,67 a
Hibrida A9
5,00 b
Bisma
4,51 c
KK (%)
9,60

b. Varietas Unggul
Sampai saat ini dikenal dua jenis
jagung yang dibudidayakan petani, yaitu
komposit dan hibrida. Namun, tidak semua
varietas unggul yang telah dilepas baik
komposit atau hibrida yang mampu
beradaptasi baik di antara tanaman kelapa.

Angka-angka selajur diikuti huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DNMRT.
Sumber: Ridwan dan Zubaidah (2005).

190

ISSN 1412-5838

Atman: Tanaman Sela Jagung dengan Kelapa

Tabel 6. Hasil beberapa varietas jagung di
antara tanaman kelapa. MT.
2003/04.
Hasil Pipilan Kering
Varietas
(t/ha)
Kab. Tanah
Kab. 50
Datar
Kota
Hibrida C7
4,74
6,84
Hibrida C9
4,87
7,34
Bisma
3,24
4,56

Areal tanaman kelapa di Indonesia
seluas 3,70 juta hektar, sebagian besar (97%)
diusahakan secara monokultur. Untuk
meningkatkan pendapatan petani kelapa ini,
salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
melalui diversifikasi horizontal berupa
penganekaragaman jenis tanaman untuk
mengefisienkan penggunaan lahan sehingga
mampu meningkatkan ketahanan ekonomi
rumah tangga dan keberlanjutan usaha, salah
satunya menggunakan jagung sebagai
tanaman sela.

Sumber: Zubaidah dan Kari (2005).

c. Pemupukan

Di daerah sentra produksi jagung di
Sumatera Barat, penanaman jagung diantara
tanaman kelapa sudah lama dilakukan oleh
petani tetapi belum memberikan hasil
optimal, karena pengelolaan tanaman yang
belum baik serta masih kurangnya varietas
yang dapat beradaptasi baik pada kondisi di
bawah pohon kelapa. Namun demikian,
penanaman jagung diantara tanaman kelapa
dapat meningkatkan pendapatan petani.

Limbah tanaman atau bahan organik
akhir-akhir ini banyak dikesampingkan para
pelaku usahatani karena volumenya yang
besar dan kadar unsur haranya yang rendah
sehingga
dirasakan
sulit
dalam
menanganinya karena tergseser oleh pupuk
buatan yang lebih cepat responnya dan
mudah
dalam
penanganan
dan
penggunaannya. Namun dari beberapa
penelitian, pemberian bahan organik dapat
memperbaiki sifat kimia tanah terutama
meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara
seperti: N, P, K, Ca, Mg, dan S untuk unsur
hara makro dan mikro seperti Fe, Zn, Mn, B,
Cu, dan Bo, meningkatkan KTK tanah,
meningkatkan daya pegang tanah terhadap
air dan hara (Lubis, et, al., 1986). Pada
usahatani jagung di antara kelapa, pemberian
limbah tanaman (limbah padi, jagung, kacang
tanah, glericidia, dan daun lamtoro) dalam
bentuk kompos berpengaruh sama terhadap
tanaman jagung. Pemberian sebanyak 2
ton/ha dapat menghemat penggunaan pupuk
sampai 75% yaitu tanaman jagung cukup
dipupuk dengan takaran 25% dari takaran
rekomendasi monokulturnya (Saefudin dan
Tjahjana, 2004).

Selain dapat meningkatkan pendapatan petani, penanaman jagung diantara
tanaman kelapa diharapkan dapat membantu
memenuhi kebutuhan jagung di Indonesia
umumnya dan di Sumatera Barat khususnya.
Di Sumatera Barat saja, kebutuhan jagung
pada tahun 2002 dan 2003 untuk pakan
ternak unggas masing-masing sebanyak
96.412 ton dan 105.425 ton, sedangkan
kemampuan berproduksi pada tahun yang
sama hanya 67.241 ton dan 66.486 ton
sehingga mengalami defisit sebanyakl 29.171
ton dan 38.939 ton.
Untuk produktivitas jagung di antara
tanaman kelapa, teknologi produksi yang
disarankan, antara lain:
1. Sistem pengolahan tanah yang lebih
menguntungkan untuk budidaya jagung
diantara tanaman kelapa adalah ODR+
herbisida (olah tanah dalam rumpun
ditambah herbisida), selain itu disarankan sistem TOT (tanpa olah tanah).

PENUTUP
Tanaman kelapa tidak efisien dalam
penggunaan lahan bila diusahakan secara
monokultur. Pendapatan petani kelapa baru
memenuhi 76,06-86,09% dari pengeluaran
rumah tangga petani, sehingga untuk
memenuhi kebutuhannya, petani mencari
tambahan pendapatan dari usaha lain.

2. Penggunaan varietas komposit Bisma
atau varietas hibrida C9 disarankan
dalam budidaya jagung di antara tanaman
kelapa.
191

Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VI, No.2, Mei-Agustus 2007:187-193 hlm.

3. Pemberian sebanyak 2 ton/ha kompos
yang berasal dari limbah padi, jagung,
kacang tanah, glericidia, dan daun
lamtoro dapat menghemat penggunaan
pupuk sampai 75% yaitu tanaman jagung
cukup dipupuk dengan takaran 25% dari
takaran rekomendasi monokulturnya.

10.

DAFTAR PUSTAKA

11.

1. Amril B., S. Abdullah, dan Ridwan. 1998.
Pengaruh sistem pengolahan tanah pada
tanaman jagung di bawah pohon kelapa
terhadap pertumbuhan gulma. Prosiding
Seminar Nasional VI. Budidaya Pertanian
Olah Tanah Konservasi. HIGI. Padang, 2425 maret 1998; 453-456 hlm.
2. Ardjasa, W.S. 1993. Sistem pengolahan
tanah, frekuaensi penyiangan dan pemberian
mulsa pada padi gogo-kedelai pada lahan
kering. Prosiding Seminar Nasional IV.
Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi.
HIGI. Bandar Lampung, 4-5 Mei 1993. 93109 hlm.
3. Atman, M. Nasri, dan Baherta. 2005.
Tampilan Beberapa varietas Jagung Diantara
Tanaman Kelapa. Dalam Lamid, et al.
(penyunting). Prosiding Seminar Nasional
Akselerasi Pembangunan Pertanian Melalui
Penguatan Sistem Perbenihan dan Teknologi
Pendukung. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor;
157-162 hlm.
4. Bappeda. 2000. Sumatera Barat Dalam
Angka. Kerjasama Bappeda dengan BPS
Sumbar, Padang.
5. Bustari, T. 1988. Program pengembangan
jagung di Indonesia. Dalam Subandi, et al.
(penyunting). Jagung. Puslitbangtan Bogor.
6. Darwis, S.N. 1988. Tanaman sela diantara
kelapa. Seri Pengembangan No.2-1988.
Puslitbangtri Bogor.
7. Dispertahorti
Sumbar.
2003.
Perkembangan produksi jagung di Sumatera
Barat tahun 1997-2003. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera
Barat. (mimeograph).
8. Hosen, N. 1996. Kondisi dan peluang
peningkatan produksi jagung di Sumatera
Barat. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan 4:
1165-1176 hlm.
9. Ismail, I.G., U.G. Kartasasmita, Ruhendi,
S. Partohardjono, dan A. Hasunuddin.
2005. Pengembangan Jagung Hibrida dalam

12.

13.

14.

15.

16.

17.

192

ISSN 1412-5838

Perspektif Agribisnis. Dalam Partohardjono,
S. et al. (penyunting). Analisis Opsi
Kebijakan Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Monograf No. 2, 2005.
Puslitbangtan Bogor; 159-180 hlm.
Kaat, H. Dan Darwis, S.N. 1986. pengaruh
tanaman sela terhadap produksi kelapa.
Jurnal Penelitian Kelapa. Vol. 1. Balai
Penelitian Kelapa Manado.
Kasryno, F., Z. Mahmud, dan P. Wahid.
1998. Sistem usaha pertanian berbasis
kelapa. Prosiding Konfrensi Nasional Kelapa
IV. Bandar Lampung, 21-23 April 1998.
Puslitbangtri Bogor; 57-76 hlm.
Listyati, D., D. Pranowo, dan Saefudin.
2004. Analisis usahatani berbagai model pola
tanam kelapa dengan tanaman sela pangan di
Kabupaten Padeglang. Dalam Karmawati, et
al. (penyunting). Prosiding Simposium IV
Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan.
Bogor,
28-30
September
2004.
Puslitbangbun; 337-343 hlm.
Lubis, A.M., A.G. Amrah, M.A. Pulung,
M. Nyakpa, dan N. Hakim. 1986. pupuk
dan pemupukan. Universitas Islam Sumatera
Utara; 278 hlm.
Lamid, Z., Harnel, Adlis, G., dan W.
Hermawan. 1998. Pengkajian tanpa olah
tanah dengan menggunakan herbisida
glifosat pada budidaya jagung di lahan
kering. Dalam: Irfan, et al. (penyunting).
Prosiding Seminar Nasional VI BDP-OTK.
Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Padang.
Lamid, Z., Ridwan, dan Y. Zubaidah.
2004. Optimalisasi gawang kelapa dengan
teknik budidaya jagung tanpa olah tanah:
Keunggulan komparatif ekonomi usahatani.
Dalam: Lamid, et al. (penyunting). Prosiding
Seminar Nasional Penerapan Agro Inovasi
Mendukung
Ketahanan
Pangan
dan
Agribisnis. Puslitbang Social Ekonomi
Pertanian Bogor; 348-355 hlm.
Mahmud, Z. 2003. Pemberdayaan petani
kelapa dengan sistem usahatani kelapa
terpadu. Prosiding Konfrensi Nasional
Kelapa V. Tembilahan, 22-24 Oktober 2002.
Puslitbangbun Bogor; 115-124 hlm.
Ridwan, Amril B., dan S. Abdullah. 1998.
Pengaruh beberaqpa sistem pengolahan tanah
dan pemakaian herbisida pada tanaman
jagung di antara pohon kelapa. Prosiding
Seminar Nasional VI. Budidaya Pertanian
Olah Tanah Konservasi. HIGI. Padang, 2425 maret 1998; 448-452 hlm.

ISSN 1412-5838

Atman: Tanaman Sela Jagung dengan Kelapa

18. Ridwan dan Zubaidah. 2005. Beberapa
varietas jagung dengan budidaya TOT
(Tanpa Olah Tanah) diantara Tanaman
Kelapa pada Dua Musim Tanam. Jurnal
Ilmiah Tambua. Voll. IV, No. 3, Desember
2005. Universitas Mahaputra Muhammad
Yamin: 203-206 hlm.
19. Rosario, E.L. 1983. Biological and physical
considerations in coconut based farming
systems. Paper Presented during The
Symposium Coconut Based Farming System.
VISCA, Layte. June, 1-3, 1983.
20. Saefudin dan B.E. Tjahjana. 2004.
Pengaruh berbagai limbah tanaman dan
takaran pupuk terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung di antara kelapa.
Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian
Tanaman Perkebunan. Buku 2. Bogor, 28-30
September 2004. Puslitbangbun; 361-367
hlm.
21. Suartha, I.G.D. 2003. Wujudkan ketahanan
pangan melalui budidaya jagung hibrida.
Majalah Pertanian Abdi Tani 3(2); 18-20
hlm.
22. Subandi, I.G. Ismail, dan Hermanto. 1998.
Jagung: teknologi produksi dan pascapanen.
Puslitbangtan Bogor; 57 hlm.

23. Sutoro, Y. Sulaeman, M. Raharjo, dan
A.K. Makarim. 1988. Budidaya tanaman
jagung. Dalam Subandi, et al. (penyunting).
Jagung. Puslitbangtan Bogor.
24. Supadi dan A.R. Nurmanaf. 2006.
Pemberdayaan petani kelapa dalam upaya
peningkatan pendapatan petani. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Vol. 25, No.1, 2006; 31-36 hlm.
25. Tarigans, D.D. 1985. Growth of Coconut
(Cocos nusifera) and Soil Properties Under
Six Cropping Patterns. Ph.D. Dissertation.
UPLB College Laguna Philippines. 245 p.
26. Zubaidah, Y., Z. Lamid, dan Ridwan.
2004. Optimalisasi gawang kelapa dengan
teknik budidaya jagung tanpa olah tanah:
Introduksi pada daerah sentra produksi
kelapa di Sumatera Barat. Dalam: Lamid, et
al. (penyunting). Prosiding Seminar Nasional
Penerapan Agro Inovasi Mendukung
Ketahanan
Pangan
dan
Agribisnis.
Puslitbang Social Ekonomi Pertanian Bogor;
341-347 hlm.
27. Zubaidah, Y. dan Z. Kari. 2005. Budidaya
jagung pada gawang kelapa dengan persiapan
lahan tanpa olah tanah (TOT). Jurnal Stigma.
Vol. XIII. No. 4, Oktober-Desember 2005.
Faperta Unand Padang; 586-589 hlm.

193