Golkar Sejarah Yang Hilang dalam

“Golkar, Sejarah Yang Hilang”

Hari Jum’at, 25 Oktober 2013, pukul 08.00 pagi, Dema Fisipol UGM mengadakan
sebuah forum diskusi di Ruang Seminar Timur yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa Fisipol.
Diskusi kali ini disajikan dalam bentuk acara open lecture dan bedah buku yang berjudul
“Golkar, Sejarah yang Hilang”, yang merupakan karya seorang dosen dari University Of New
South Wales, Assoc. Prof. David Reeve. Dalam diskusi ini, kami berbicara mengenai seluk
beluk dinamika perkembangan politik Indonesia, khususnya perkembangan politik partai
Golkar. Politik dalam arti gagasan atau ide, bukan politik yang hanya bertukar jabatan
maupun kekuasaan semata.
Golongan Karya pertamakali dibentuk pada tahun 1956 untuk melawan Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang didirikan oleh TNI Angkatan Darat dan Ir. Sukarno sebagai
orang yang banyak mencetuskan ide-ide untuk Golkar. Golkar mempunyai prinsip antipartai
dan berusaha untuk menerapkan nilai-nilai yang mengandung unsur-unsur berbau bangsa
timur atau nilai-nilai sosial dari bangsa kita sendiri. Awal terbentuknya Golkar tahun 19561957, ketika itu sedang terjadi kekacauan sistem partai politik di Indonesia. Bung Karno
sangat kecewa dengan keadaan sistem politik pada waktu itu. Setelah pulang dari kunjungan
ke beberapa negara, Bung Karno berniat untuk membubarkan semua partai yang ada di
Indonesia. Pada masa itu ada banyak ormas-ormas yang didirikan oleh rakyat Indonesia dan
ormas-ormas tersebut akan direbut oleh partainya. Idenya adalah menjadikan Golkar sebagai
perwakilan dari lembaga-lembaga representatif. Pada tahun 1957, pernah ada gagasan dari
Bung Karno bahwa beliau akan mengganti sistem partai yang pada waktu itu tidak berjalan

sesuai fungsinya. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sengketa-sengketa dalam sistem
kepartaian. Pada waktu itu Bung Karno tidak memiliki kekuatan untuk membangun
organisasi-organisasinya, ditambah lagi angkatan darat semakin kuat dengan organisasiorganisasi sipilnya. Ide-ide dari Bung Karno hanya sebagai alternatif dan hanya digunakan
untuk kepentingan jangka pendek. Akhirnya Bung Karno sadar, apabila partai-partai politik
dibubarkan, angkatan darat akan menguasai ormas-ormas dan Bung Karno hanya dijadikan
sebagai boneka. Menghadapi hal tersebut, Bung Karno berusaha untuk membela diri dengan
masuk lagi ke partai politik dan kembali kepada gagasan fungsionalnya yaitu ideologi
nasakom. Hal ini merupakan bentuk upaya Bung Karno untuk tetap bertahan. Ketika Bung
Karno mulai memasuki partai politik kembali, pada saat itu sedang terjadi perbedaan

pendapat antar pejabat pemerintah mengenai sistem pemerintahan yang seharusnya
digunakan di Indonesia. Pada saat itu, Indonesia meggunakan sistem parlementer untuk
pemerintahannya. Terjadi pembagian dua kubu dalam situasi tersebut. Pertama, kubu Bung
Karno, Supomo, dan Ki Hajara Dewantoro. Kedua, kubu milik Muhammad Hatta dan Sutan
Syahrir. Bung Karno dkk tidak setuju karena sistem tersebut lebih banyak mengandung nilainilai barat.
Demikian sedikit ulasan tentang sejarah Golkar dan perkembangannya. Sekarang kita
kembali lagi pada diskusi yang membahas Golkar ini. Pak David mengatakan bahwa beliau
kurang setuju dengan ulasan sejarah yang diposting melalui website resmi Golkar yang
menjelaskan bahwa perkembangan Golkar lebih banyak dipengaruhi oleh kaum militer dan
angkatan darat sebagai pendirinya. Menurut Pak David, awal perkembangan Golkar lebih

banyak dipengaruhi oleh adanya Bung Karno yang pada waktu itu banyak mencetuskan ideide atau gagasan-gagasan untuk memajukan Golkar. Selain itu, sejarah-sejarah tentang Golkar
yang dipaparkan melalui website, kurang lengkap. Karena sebenarnya sejarah Golkar jauh
lebih panjang dari itu. Tidak hanya website resmi saja, banyak buku-buku tentang Sukarno
yang isinya jarang membahas Golkar didalamnya.
Banyak terdapat perbedaan dari berbagai aspek antara Golkar dari zaman orde lama ke
zaman orde baru, kemudian yang terakhir pada zaman reformasi sekarang ini. Dulu Golkar
memiliki prinsip sebagai organisasi yang menganut sistem antipartai, namun pada
perkembangannya sistem tersebut semakin pudar dari masa ke masa. Kini Golkar tidak lagi
menggunakan sistem antipartai, tetapi sistem partai, yang tadinya Golongan Karya menjadi
Partai Golkar. Apakah tradisi antipartai dapat digunakan lagi?
Berikut akan dijelaskan lagi argumen mengenai Golkar oleh seorang pakar politik, Dr.
rer. pol. Mada Sukmajati. Beliau mengatakan bahwa ketika itu politik gagasan semakin
marginal, sedangkan politik organisasi semakin mendominasi. Bagaimana Golkar menjadi
representatif gagasan yang pernah berkembang sebelumnya. Membuat wacana untuk
menggali ide-ide ala Indonesia. Menurut Pak Mada, buku “Sejarah Golkar Yang Hilang” ini
sebagai sebuah informasi. Dimana ada periode masyarakat Indonesia untuk mencetuskan ideide dan membentuk ideologi. Memahami bahwa Indonesia berusaha membangun
ideologinya. Hal lain yang juga dibahas adalah sistem organisasi kepartaian. Rezim orde baru
membutuhkan sesuatu yang legitimate. Segera melaksanakan pemilu untuk melakukan
legitimasi kekuasaan. Ada kebutuhan legitimasi pada masa transisi orde lama ke orde baru.


Ideologi tidak lagi dianggap penting, namun lebih kepada sektoral. Golkar pada masa kini
merupakan satu-satunya partai yang mempunyai tingkat pelembagaan yang paling bagus. Hal
ini berkat keberhasilan upaya penanaman image. Dari orde baru sampai reformasi belum ada
perubahan. Hingga kini, belum ada salah satu kader atau calonnya yang memenagkan pemilu
presiden. Apakah itu menjadi nasib golkar?. Bisa bertahan tetapi tidak pernah berubah.
Menurut Dr. Najib Azca selaku wakil dekan Fisipol sekaligus sosiolog UGM, gagasan
Sukarno diadaptasi oleh TNI, sehingga yang mendominasi Golkar adalah ABRI. Kontribusi
Golkar tidak hanya sebagai sekedar partai, tetapi sebagai partai yang memberi representasi
politik. Memberikan kritik terhadap sistem demokrasi liberal, yang pada masa itu terjadi jatuh
bangun pemerintahan yang tinggi dan memberikan gagasan fungsional sebagai bentuk kritik
terhadap sistem parlementer, serta kritik tentang gagasan instrumental mengenai legitimasi
partai politik. Yang perlu di uji ulang yaitu mengenai gagasan Sukarno tentang Nasakom.
Ketika itu ide-ide Sukarno tidak digunakan, akhirnya beliau kembali pada ideologi
nasakomnya. Melalui dekrit presiden, ABRI memanfaatkan peluang tersebut. Buku yang
sedang dibedah kali ini lebih memfokuskan pada ide-ide. Padahal ada hal penting yang perlu
dicermati yaitu mengenai operasi sistem partai ABRI yang ingin mengembalikan rezim
kekuasaan. Ada 3 pilar yang menopang partai Golkar, yakni ABRI, birokrasi, dan Golkar itu
sendiri. ABRI yang paling mendominasi partai ini. Melalui doktrin kekaryaan dalam sistem
birokrasi, mereka melakukan upaya pelembagaan terkait dengan fungsi-fungsi kekaryaan
dalam militer. Transformasi Golkar menjadi parpol terjadi lebih awal. Selama masa orde

baru, Golkar tidak mau diakui sebagai parpol. Tetapi prakteknya seperti parpol pada
kenyatannya. Golkar antipartai berbuat untuk rakyat, sedangkan partai Golkar berbuat untuk
kepentingan sendiri. Golkar merupakan parpol yang berbungkus Golongan Karya yang
didukung oleh militer dan birokrasi.
Dari berbagai argumen yang telah dijelaskan di atas. Kita dapat mengambil sebuah
kesimpulan yaitu mengenai persaingan antara Sukarno dengan ABRI. Angkatan darat lebih
banyak mendominasi dalam perekembangan Golkar, walaupun begitu Sukarno juga memiliki
peran disini. Beliau berbuat tidak hanya untuk Golkar saja tetapi untuk parpol-parpol lain di
Indonesia. Dengan berbagai usahanya melakukan perbaikan sistem kepartaian. Dinamika
pergulatan ideologi dalam sistem kepartaian yang cepat sekali berubah, yang dirasa semakin
memburuk. Partai-partai politik saat ini tidak ada yang ideologis, tetapi pragmatis, dan
Golkar menjadi salah satunya.

UJIAN TENGAH SEMESTER
PENGANTAR ILMU POLITIK
DISKUSI OPEN LECTURE DAN BEDAH BUKU
“ GOLKAR, SEJARAH YANG HILANG”

SETYO KINANTHI
2013/347895/SP/25712


JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA