LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDO
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
DAK - 6
BS. KEPEMIMPINAN
JUDUL :
MENINGKATKAN KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN
(VISIONER) TINGKAT NASIONAL DENGAN INSTANSI
TERKAIT GUNA PENGELOLAAN POTENSI SUMBER
KEKAYAAN ALAM (SKA) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN
NASIONAL
KERTAS KARYA KELOMPOK
(KKA)
Oleh : KELOMPOK I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
TIMOTHEUS LESMANA WANADJAJA, SH, MH
Drs. YOYOK SRI NURCAHYO, M.Si
ISAAC MARCUS P.
AHMAD HERI PURWONO
BAMBANG TENGKI PURNOMO
Ir. DEWI YUNI MULIATI
Ir. HADIAN ANANTA WARDHANA, CES
Drs. YADI SURYA DINATA, M.Si
KETUA
SEKRETARIS
MODERATOR
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
TAHUN 2014
1
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
MENINGKATKAN KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER) TINGKAT
NASIONAL DENGAN INSTANSI TERKAIT GUNA PENGELOLAAN POTENSI
SUMBER KEKAYAAN ALAM (SKA) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Umum.
Sungguh merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kelahiran
NKRI
(Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia)
melalui
tangan-tangan
kepemimpinan dan buah pemikiran yang mendalam da ri para pemimpin bangsa
kita. Keputusan mereka untuk meletakkan dasar-dasar bernegara dan menata
NKRI sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia serta menetapkan "Pancasila"
sebagai falsafah dan ideologi negara serta "UUD 1945" sebagai konstitusi
nasional. Dalamnya pemikiran cemerlang mereka tersebut, mampu menembus
dan
menggali
keunikan
ciri
khas
bangsa
Indonesia
dan
sekaligus
membedakannya dengan bangsa negara kepulauan lainnya di dunia. Lebih lanjut,
kepemimpinan
the
founding
fathers
menggarisbawahi
keinginan
untuk
menegaskan sila ketiga Pancasila yang secara mutlak menyuratkan perlunya
memelihara dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
dalam bernegara.
Makna
pemikirannya
mewajibkan
seluruh
rakyat
Indonesia
harus
memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh dalam bentuk NKRI.
Negara yang terdiri dari wilayah laut, wilayah darat dan ruang udara diatasnya
beserta segala isi dan potensi yang terkandung didalamnya baik sumber daya
manusia (SDM), sumber kekayaan alam (SKA) maupun sumber daya produktif
lainnya. Artinya, harus memiliki pandangan sama tentang NKRI, sebagai suatu
lautan yang ditaburi pulau-pulau dengan segala isi dan potensi yang terkandung
2
didalamnya. Cara pandang ini yang kemudian ditetapkan oleh the founding fathers
sebagai "Wawasan Nusantara". Demikian pula dalam rangka menjaga dan
mengembangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, maka
selanjutnya menetapkan "konsepsi ketahanan nasional" sebagai wujud keuletan
dan ketangguhan untuk menghadapi segala ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan dalam mengembangkan kehidupan NKRI. Keempat wujud buah pikiran
kepemimpinan the founding fathers diatas telah disepakati oleh seluruh komponen
bangsa Indonesia sebagai "Paradigma Nasional" dan sekaligus digunakan
sebagai landasan dalam berpola pikir, berpola sikap dan berpola tindak guna
menetapkan setiap langkah kebijakan dan strategi untuk menjaga, memelihara
dan
menumbuh-kembangkan
kehidupan
NKRI,
melalui
pelaksanaan
pembangunan nasional termasuk pembangunan daerah-daerah otonomi.
Mencermati pemikiran para pendiri bangsa dan negara, tidaklah berlebihan
jika dikatakan bahwa buah pemikiran pada masa tersebut, merupakan gambaran
dari kepemimpinan yang bukan hanya sebagai pemimpin negara bangsa tapi juga
sebagai pemimpin yang visioner, karena telah terbukti pemikiran beliau pada saat
itu, mampu menembus batas-batas masa depan, dengan segala keunikan
multikultural serta konstelasi geografi Nusantara. Dikatakan visioner karena
relevan dengan apa yang dikatakan oleh Dr. Anthony D'Souza bahwa 1
"Visi mengarahkan kita ke masa depan, tetapi dialami pada masa sekarang. Visi
berfokus pada masa depan, tetapi berakar pada kenyataan saat ini. Visi
menciptakan tegangan yang muncul dari perbandingan gambaran tentang masa
depan yang dicita-citakan dengan kondisi saat ini".
Lemahnya visi Kepemimpinan Nasional, secara nyata menyebabkan
melambatnya pertumbuhan perekonomian bangsa, tingkat pengangguran yang
dapat meningkat, rendahnya harga jual Sumber Kekayaan Alam ke luar negeri
dalam bentuk bahan baku tanpa diolah terlebih dahulu dan beberapa aset negara
yang kuasa kepemilikannya beralih ke negara lain. Keberadaan pemimpin
nasional yang visioner, merupakan penentu jalannya pembangunan nasional
melalui roda pemerintahan yang demokratis dengan memegang teguh prinsipprinsip
1
politik
pemerintahan
dalam
menghadapi
hiruk
pikuknya
Buku Proactive Visionary Leadership. Dr. Anthony D'Souza, PT Trisewu Nagawarsa, April 2007,: 98
3
tuntutan
globalisasi. Seorang pemimpin visioner harus memiliki keahlian dan otoritas untuk
mengendalikan perubahan yang terjadi, baik secara langsung (memiliki otoritas
untuk membuat keputusan-keputusan kunci mengenai alokasi sumber daya,
personil, struktur, arus informasi, dan proses-proses operasional yang dilakukan
dalam organisasi) maupun tidak langsung (mempengaruhi perilaku orang lain ke
arah tujuan tertentu melalui jalan yang baru, seperti konsultasi, persuasi, inspirasi
dan imbalan). Kepemimpinan Nasional bangsa Indonesia termasuk para Kepala
Daerah belum dapat berbuat banyak atas fenomena kehidupan politik yang telah
merambah dan saling terkait dengan aspek kehidupan sosial lainnya, baik
ekonomi, sosial budaya maupun hankam. Kondisi ini kemudian diperparah oleh
sikap dan perilaku para Pemimpin Nasional khususnya beberapa pejabat baik
pusat maupun daerah yang tidak mencerminkan keteladanan sebagai bagian dari
kepemimpinan Nasional.
Dalam konteks Pemimpin yang Visioner, sudah barang tentu para Kepala
Pemerintahan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, harus memperhatikan dan
menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis. Padahal di sisi lain,
hampir di semua daerah memiliki potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang
melimpah dan sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Manusia dapat hidup dan
menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber kekayaan
alam (SKA). Keberadaan sumber kekayaan alam tersebut sudah dapat
disejajarkan dengan kebutuhan primer manusia. SKA yang kita miliki apabila di
kelola dengan baik dapat mendatangkan manfaat bagi negara, meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan kesejahteraan masyarakat di daerahdaerah khususnya dan Indonesia pada umumnya, sehingga kelangsungan
pembangunan nasional terjamin.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya selain diperlukan pemimpin nasional
yang visioner juga di tuntut untuk adanya kerja sama serta koordinasi yang baik
serta terintegrasi antar instansi terkait, agar apa yang menjadi harapan bersama
dapat tercapai demi pembangunan nasional.
Untuk lebih memahami bagaimana implementasi Kepemimpinan Nasional
yang visioner, kelompok I dari peserta PPRA LII Lemhannas RI mencoba
4
melakukan diskusi kelompok berdasarkan Kertas Kerja Acuan masing-masing
anggota Kelompok I dengan judul:
"Meningkatkan Kerjasama Antar Pemimpin (Visioner) Tingkat Nasional
Dengan Instansi Terkait Guna Pengelolaan Potensi Sumber Kekayaan Alam
(SKA) Dalam Rangka Pembangunan Nasional", dan tentunya penulisan ini
tidaklah berlebihan apabila juga terkandung maksud sebagai konstribusi strategis
dalam upaya membantu pemerintah mengatasi salah satu permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
2.
Maksud dan Tujuan.
a.
Maksud.
Penulisan Kertas Karya Kelompok ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran
tentang
bagaimana
langkah-langkah
meningkatkan
kerjasama
kepemimpinan nasional yang visioner dengan instansi terkait guna pengelolaan
potensi sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
b.
Tujuan.
Adapun tujuannya adalah sebagai salah satu bahan masukan/saran alternatif
guna memberikan sumbang pikir kepada pemerintah dan institusi lain dalam
upaya menganalisis
dan
memecahkan
permasalahan
untuk
mewujudkan
kerjasama yang terkoordinasi dengan baik antar instansi terkait oleh para
pemimpin nasional yang visioner guna pengelolaan sumber kekayaan alam (SKA)
dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional.
3.
Ruang lingkup dan Sistematika.
a.
Ruang Lingkup.
Penulisan Kertas Karya Kelompok
ini dibatasi kepada pembahasan
bagaimana meningkatkan kerjasama antar pemimpin yang visioner ditingkat
nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan
alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional. Mengingat
5
masalah
kepemimpinan nasional yang sangat kompleks dan sangat beragam
bentuknya, maka fokus pembahasan diarahkan kepada permasalahan
kerjasama antar instansi terkait dalam lingkup hubungan pemerintahan pusat
dan daerah sebagai pengelola potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang
ada di Indonesia.
b.
Sistematika.
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini memuat gambaran umum tentang Kepemimpinan Nasional
yang Visioner yang berisikan latar belakang disusunnya naskah ini, maksud
dan tujuan, ruang lingkup, metode dan pendekatan serta sistematika
penulisan tentang meningkatkan kerjasama antar pemimpin (visioner)
tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
BAB II
: LANDASAN PEMIKIRAN
Dalam Bab ini memuat analisis dan penjelasan tentang landasan
pemikiran yang digunakan untuk implementasi Kepemimpinan Nasional yang
Visioner yang meliputi Pancasila sebagai landasan Idiil, UUD 1945 sebagai
landasan Konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai landasan Visional,
Ketahanan Nasional sebagai landasan Konsepsional dan Perundangundangan sebagai landasan Operasional serta Peraturan perundang-undangan yang terkait sebagai landasan Yuridis, yang keseluruhannya
dimaksudkan
untuk
melandasi
pembahasan
tentang
meningkatkan
kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi
terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan alam (SKA) dalam
rangka pembangunan nasional.
BAB III
: KONDISI KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER)
TINGKAT NASIONAL DENGAN INSTANSI TERKAIT SAAT INI DAN
PERMASALAHANNYA
Dalam Bab ini memuat analisis keadaan obyektif tentang kondisi saat
ini mengenai kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan
instansi terkait. Ditampilkan juga mengenai keterkaitan dan pengaruhnya
6
dalam hal pengelolaan potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang dihadapi
untuk dapat dijadikan data awal dalam menemukan solusinya.
BAB IV : PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Diuraikan
di
dalam
Bab
ini
mengenai
berbagai
pengaruh
perkembangan situasi lingkungan strategis yang bersifat global, regional dan
nasional yang didalamnya terdapat berbagai peluang dan kendala dalam
upaya meningkatkan kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat
nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber
kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
BAB
V : KONDISI
TINGKAT
KERJASAMA ANTAR
NASIONAL
DENGAN
PEMIMPIN (VISIONER)
INSTANSI
TERKAIT
YANG
DIHARAPKAN.
Bab ini diarahkan untuk menganalisis tentang kondisi kerjasama antar
pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait akan mengulas
berbagai kondisi ideal yang diharapkan dengan perkembangan lingkungan
strategis global, regional maupun nasional. Disamping itu juga dibahas
tentang bagaimana bentuk dan langkah-langkah peningkatannya.
BAB VI :
KONSEPSI
PEMIMPIN
(VISIONER)
MENINGKATKAN
TINGKAT
NASIONAL
KERJASAMA
DENGAN
ANTAR
INSTANSI
TERKAIT.
Berdasarkan
uraian-uraian
yang
dikemukakan
dalam
bab-bab
terdahulu, maka di dalam bab ini akan dirumuskan pemikiran sebuah
konsepsi tentang kebijakan, strategi dan upaya yang akan dilaksanakan
guna mendapatkan solusi dalam meningkatkan kerjasama antar pemimpin
(visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional untuk
menuju terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional.
BAB VII
:
PENUTUP
Dalam bab ini akan memuat Kesimpulan dari hasil bahasan dalam
tulisan ini dan Saran terhadap konsep yang diinginkan untuk dapat
ditindaklanjuti implementasi dari meningkatkan kerjasama antar pemimpin
7
(visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
4.
Metoda dan Pendekatan.
a.
Metode.
Pembahasan dalam tulisan ini menggunakan metode deskriptif analisis dan
teoritis dimana akan2 digambarkan dari berbagai literatur dan pengamatan obyektif
dengan menggunakan pendekatan konsepsional secara komprehensif integral
terhadap implementasi segala permasalahan terkait kepemimpinan nasional yang
visioner melalui analisis secara komprehensif terhadap permasalahan kerjasama
antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait untuk
merumuskan konsepsi kebijakan, strategi dan upaya yang diperlukan.
b.
Pendekatan.
Adapun pendekatannya dilaksanakan secara komprehensif integral yang
didukung dengan studi kepustakaan dan empirik berdasarkan data dan temuan,
pengamatan di lapangan dan media maupun melalui studi literatur dari kelompok I.
5.
Pengertian-pengertian.
a.
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangan maupun kelompok. (Miftah Thoha, Fisipol UGM dalam
buku Perilaku Organisasi) Sebagai ilmu dan seni, kepemimpinan dapat dipelajari
kemudian diciptakan dan dapat pula merupakan faktor bawaan atau bakat.
b.
Pemimpin Tingkat Nasional adalah sebagai kelompok pemimpin bangsa
pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (asta gatra) pada
bidang/sektor profesi, baik di tingkat suprastruktur, infrastruktur dan substruktur
maupun formal, nonformal dan informal yang memilki kemampuan dan
kewenangan
2
untuk
mengarahkan/mengerahkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
8
segenap
potensi
nasional
(bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan
lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan
peluang. Sedangkan secara operasional dapat diartikan dapat pula diartikan
sebagai seseorang atau sekelompok elite bangsa yang mampu melakukan proses
kepemimpinan untuk menggerakkan atau mengarahkan segala sumber daya
(empowerment all resources) bangsa menuju tercapainya cita-cita nasional sesuai
tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
c.
Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan; pandangan;
wawasan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Visi merupakan hasil kerja pikiran
dan hati sekaligus, Visi bersama berfungsi seperti magnet yang dapat menarik
orang secara bersama-sama kearah yang sama, Visi mengarahkan kita ke masa
depan tetapi dialami pada masa sekarang, Visi berfokus pada masa depan tetapi
berakar pada kenyataan saat ini (Proactive Visionary Leadership, karya Dr.
Anthony D'Souza, halman 98). Visioner, adalah orang yang memiliki cita-cita
tinggi, orang yang mempunyai wawasan kedepan, orang yang memiliki daya
khayal tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
d.
Pemimpin Visioner adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk
mencetuskan, memiliki visi serta menjalankannya. Pemimpin visioner berarti
organg tersebut memiliki visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya,
dan menarik bagi setiap organisasi. Visi adalah pernyataan tujuan ke mana
organisasi tersebut akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih
berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Visi selalu
berhubungan dengan masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang anda
dan orang lain berusaha keras untuk mencapainya. Kebanyakan orang tidak
memikirkan secara sistematis tentang masa depan, maka hanyalah mereka yang
memikirkannya dan yang mendasarkan strategi serta tindakan pada visi yang
dapat memusatkan kekuatan untuk membentuk masa depan.
e.
Kerjasama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau
usaha yg dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dsb) untuk
mencapai tujuan bersama. Sedangkan definisi menurut referensi lainnya
9
merupakan 1. Sebuah tindakan atau bekerja bersama untuk mencapai tujuan atau
keuntungan
bersama;
bertindak
bersama;
2.
Bantuan
aktif
dari
orang/organisasi/kelompok lain (bisa dengan banyak atau sedikit); 3. Keinginan
untuk bekerjasama, menandakan keinginan bekerjasama; 4. Kerjasama dalam
pandangan ekonomi, merupakan gabungan individu yang saling membantu untuk
mencapai hasil produksi, pembelian atau distribusi demi keuntungan bersama; 5.
Kerjasama dalam pandangan Sosiologi, adalah aktifitas yang dilakukan bersama
demi mencapai hasil yang saling menguntungkan; 6. Kerjasama dalam
pandangan Ekologis, berarti interaksi saling menguntungkan antara organisme
hidup dalam sebuah wilayah terbatas.3
f.
Instansi terkait adalah berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 yang memuatkan definisi,
pada butir 15. termaktub Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi
daerah; jo butir 16.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga
nonstruktural; jo butir 17. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat
dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/satuan
organisasi kementerian/departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
kesekretariatan lembaga tinggi negara, dan instansi pemerintah lainnya, baik
pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik
Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Dalam pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja Daerah, Instansi pemerintah adalah sebuah kolektif dari unit organisasi
pemerintahan yang menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, meliputi Kementerian Koordinator/Kementerian Negara, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemko, Pemkab serta
lembaga-lembaga pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dengan
menggunakan APBN dan/APBD4
3
4
http://lompoulu.blogspot.com/2013/06/pengertian-kerjasama.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Instansi_pemerintah
10
g.
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
h.
Kepentingan Nasional dapat diartikan sebagai tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan
hal yang dicita-citakan. Dengan demikian, kepentingan nasional Indonesia adalah
tujuan nasional sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
i.
Sumber Kekayaan Alam (SKA) adalah segala sesuatu yang muncul secara
alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada
umumnya. Potensi terhadap semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya,
terbagi dua yaitu sumber kekayaan alam hayati dan sumber kekayaan alam non
hayati. Sumber kekayaan alam hayati disebut juga sumber kekayaan alam biotik
yaitu semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) berupa makhluk hidup.
Sedangkan sumber kekayaan alam non hayati atau sumber kekayaan alam abiotik
adalah semua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia berupa
benda mati.
j.
Asas Komprehensif Integral adalah sistem kehidupan nasional yang
mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh, dan
terpadu dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang,
serasi dan selaras dari seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
k.
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, dalam naskah ini adalah proses
pelaksanaan program yang ditujukan untuk membangun kehidupan penduduk
yang bermartabat, berkualitas secara berkelanjutan, antara lain menyangkut akses
penduduk khususnya penduduk miskin terhadap pemenuhan hak dasar atas
11
pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, air bersih,
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perlindungan hak atas
tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program pembangunan.
l.
Pembangunan Nasional adalah pembangunan Tri Gatra yang statis
meliputi, sumber kekayaan alam, demografi dan geografi, serta Panca Gatra yang
dinamis meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Pembangunan nasional merupakan proses usaha bangsa dalam upaya untuk
mewujudkan cita-cita nasional dan mencapai tujuan nasional secara bertahap dan
berkesinambungan. Tahapan dalam upaya tersebut mengandung 3 (tiga)
jangkauan waktu, yaitu jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun),
dan jangka pendek (satu tahun), berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
12
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6.
Umum.
Kepemimpinan sangat berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin
untuk memotivasi mempengaruhi, mengajak dan menggerakan orang lain untuk
bersikap dan berperilaku seperti yang dikehendaki oleh pemimpinnya. Oleh
karena itu seorang Pemimpin Tingkat Nasional harus dapat mempengaruhi
pengikutnya dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model kuat keteladanan, penetapan sasaran, memberi
imbalan dan hukuman. Seorang pemimpin dapat dikatakan efektif apabila dapat
membujuk para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka
demi keberhasilan organisasi.
Untuk menemu kenali postur kepemimpinan yang dapat mengoptimalkan
peran pemimpin (visioner) tingkat nasional di lingkungan pemerintahan dalam
pelaksanaan kerjasama lintas sektor guna menjawab tantangan semakin
meningkat baik berupa harapan maupun tuntutan masyarakat yang berkaitan
dengan pengelolaan potensi SKA sangat diperlukan, karena dengan optimalnya
peran pemimpin (visioner) tingkat nasional dalam melaksanakan kerjasama lintas
sektor, maka dapat diharapkan adanya komunikasi yang baik antara pemimpin
tingkat nasional dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan Pembangunan
Nasional.
Kepemimpinan
visioner
menjadi
penting
dalam
kecekatan
untuk
memberikan respon terhadap perubahan-perubahan di pasar dan teknologi serta
pemisahan
geografis
operasional
organisasi
yang
menyebabkan
tidak
mungkinnya menerapkan sentralissi dalam pengambilan keputusan. Hal ini akan
menciptakan kebutuhan akan pemimpin visioner di level bawah organisasi, para
pemimpin yang mampu menetapkan bagi unit sendiri.
Sebagai bagian dari pencapaian tujuan nasional dalam mewujudkan citacita pembangunan nasional khususnya dalam rangka pengelolaan potensi
13
sumber kekayaan alam, maka kerjasama antar Pemimpin (visioner) tingkat
nasional dengan instansi terkait harus berlandaskan pemikiran paradigma
nasional dan teori–teori kepemimpinan.
7.
Paradigma Nasional.
a.
Pancasila sebagai Landasan Idiil.
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa merupakan kristalisasi nilainilai dan norma dasar yang diyakini kebenarannya sehingga menimbulkan
tekad untuk mewujudkannya melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun
demikian
masih
terdapat
kalangab
yang
mempermasalahkan
dan
mempertentangkan dengan ideologi lan, bahkan ada yang berupaya untuk
menggantikannya, namun mayoritas bangsa Indonesia masih tetap menilai
Pancasila merupakan landasan ideologi, dasar negara dan falsafah hidup
bangsa. Realitas ini membuktikan bahwaPancasila sangat relevan menjadi
pedoman dan pengarah bangsa agar tetap kokoh serta mampu melandasi
dalam memecahkan berbagai permasalahan bangsa, baik di
bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian upaya meningkatkan kerjasama antar Pemimpin
(Visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait harus dilandasi Pancasila
sebagai dasar negara, sebagai ideologi negara dan pandangan hidup
bangsa. Dalam kaitan ini, maka Pancasila wajib dijadikan landasan dalam
pola-pola kepemimpinan visioner dalam rangka meningkatkan kerjasama
antar instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan alam
disemua bidang pembangunan nasional.
b.
UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional.
UUD 1945 adalah landasan yang merupakan aturan dasar negara atau
aturan pokok negara. Norma norma adari aturan dasar ini merupakan aturan
aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang
14
masih bersifat garis besar sehingga merupakan norma tunggal dan belum
disertai norma sekunder.
UUD 1945 adalah landasaan konstitusional yang merupakan aturan
dasar dan belum ada sanksinya, maka untuk menjamin tetap tegaknya
hukum agar norma norma hukum yang terdapat dalam hukum dasar itu
dapat berlaku sebagaimana mestinya,
maka
harus terlebih dahulu
dituangkan dalam perudang undangan agar dapat mengikat seluruh warga
negara. Fakta inilah yang mestinya mendorong peran kepemimpinan tingkat
nasional untuk menjadikan cermin dalam pembuatan dan pelaksanaan
perundang undangan berserta aturan lainnya guna menjamin terciptanya
manusia indonesia yang berkualitas. Inilah yang dijadikan sebagai landasan
pemikiran
untuk
meningkatkan kerjasama pemimpin (visioner) tingkat
nasional guna pengelolaan potensi SKA dalam rangka Pembangunan
nasional. UUD 1945 merupakan koridor dalam setiap tindakan seorang
pemimpin visioner dalam menjalankan dan mentaati semua peraturan dan
perundangan yang berlaku. Sebagai konsekuensi logisnya, maka setiap
kebijakan dan/atau peraturan yang diberlakukan tidak boleh bertentangan
dengan sistem perundang-undangan dan tingkat peraturan lebih tinggi.
Terbentuknya karakter kepemimpinan visioner yang dijiwai oleh nilai-nilai
instrumental Pancasila menjadi modal dasar terbentuknya kehidupan
demokratis. Maka, tidaklah berlebihan jika disebutkan bahwa sukses
tidaknya Indonesia melewati tahap transisi demokrasi sekarang ini,
khususnya pada penerapan kehidupan demokratis ke depan, akan sangat
tergantung kepada integritas dan moralitas para pemimpinnya dan sejauh
mana tingkat kesadaran hukum setiap warga negara dalam perwujudan
sikap dan perilakunya pada tata kehidupan sehari-hari. Padahal, realitas
dalam
UUD
1945
telah
menorehkan
relevansinya
dengan
upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang tercermin pada pasal 28
ayat
(2):
"setiap
orang
berhak
untuk
memajukan
dirinya
dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya".
c.
Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.
15
Pengaruh
geografi
merupakan
suatu
fenomena
yang
perlu
diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka sumber kekayaan alam
(SKA) dan suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai suatu kesatuan politik, terdiri dari kewilayahan nasional, persatuan
dan kesatuan bangsa, kesatuan falsafah dan ideologi negara, dan kesatuan
hukum untuk kepentingan nasional Indonesia memiliki cara pandangnya
sendiri yang dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusatara adalah
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dalam
eksistensinya yang sarwa nusantara yang meliputi darat, laut dan udara di
atasnya sebagai kesatuan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan
Hankam yang utuh menyeluruh tidak dapat terpisahkan dalam wadah NKRI.
Pijakan konkrit konsolidasi jati diri berwawasan kebangsaan akan
mewujudkan sebuah cara pandang modern dalam sikap perbuatan seluruh
rakyat
Indonesia
selaku
masyarakat,
yang
senantiasa
mengimplementasikannya dalam menciptakan suatu kesatuan dan keutuhan
wilayah yang mampu memberikan kontribusi bernegara. Cara pandang dan
sikap demikian, harus dilestarikan penerapannya dalam pemanfaatan hasilhasil sumber kekayaan alam untuk kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.
Disamping itu perlu terus menumbuh-kembangkan wawasan kebangsaan
serta sekaligus memberi legitimasi serta toleransi setinggi-tingginya untuk
menghormati dan mengakui semua bentuk kebhinnekaan dalam kehidupan
bernegara. Kebhinnekaan tersebut, justru kemudian akan menciptakan
peluang komplementari dalam tata kehidupan masyarakat yang secara sadar
akan saling menutupi, sehingga terwujud sinergitas. Pemahaman demikian
dapat dijadikan sebagai landasan utama oleh pemimpin nasional untuk
membawa bangsa agar dapat mencapai cita-ctanya.
Menyadari kondisi yang berlaku saat ini, dimana pada era reformasi ini
benar benar dirasakan oleh sebagian, maka wawasan nusantara dirasakan
masih relevan sebagai wawasan nasional Indonesia. Hal ini menuntut
pemikiran, sikap dan tindakan konkrit
dari kerjasama antara pemimpin
Visioner tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
SKA dalam rangka Pembangunan Nasional.
16
d.
Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konseptual
Konsepsi ketahanan nasional yang merupakan pedoman dalam
pelaksanaan kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Konsepsi ketahanan nasional juga berfungsi sebagai konsepsional strategis
untuk terbangunnya suatu pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam usaha
bersama bangsa untuk mencapai tujuan nasional. Selain itu, konsepsi
ketahanan nasional sebagai pola dasar pembangunan nasional pada
hakekatnya merupak arah dan pedoman pembangunan yang meliputi seluuh
bidang
dan
sektor
pembangunan. Asas
komprehensif
dan
integral
mengandung maksud bahwa ketahanan nasional haruslah mencakup
ketahanan seluruh aspek kehidupan bangsa yang dilihat secara menyeluruh
dan sinergis, artinya bahwa dalam merumuskan kebijakan menggunakan
metode umum yang berlandaskan astagatra yang terdiri dari aspek trigatra
yaitu geografi, demografi dan sumber daya alam, seta aspek pancagatra
yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan.
Mewujudkan ketahanan nasional yang kuat memerlukan hubungan
seimbang, serasi dan selaras antara pemimpin dengan masyarakat yang
dipimpinnya. Hubungan ini tercermin dalam fungsi pemerintahan, yaitu
peranan kepemimpinan visioner sebagai penentu kebijakan. Hubungan ini
seharusnya senantiasa memiliki kepekaan yang tinggi terhadap segala
aspirasi, tuntutan dan gejolak perkembangan yang timbul di kalangan
masyarakat yang dipimpinnya. Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa
ketahanannasional harus menjadi orientasi para pemimpin untuk membawa
dan mengarahkan seluruh rakyat Indonesia dan sumber daya nasional guna
mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa ketahanan nasional harus
menjadi orientasi para pemimpin visioner tingkat nasional untuk membawa
dan mengarahkan seluruh rakyat indonesia dan sumber daya nasional guna
mencapai tujuan dan cita cita nasional. Apabila kepemimpinan nasional
mampu
mewujudkan
keuletan
dan
ketangguhan
mengelola potensi SKA, maka tercapai tujuan nasional.
17
masyarakat
dalam
8.
Peraturan Perundang-undangan sebagai Landasan operasional.
Adapun peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan kepemimpinan
sebagai berikut:
a.
UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
Undang undang yang mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden untuk memilih dan menghasilkan pemimpin berintegritas
tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi dan program kerja yang akan
dilaksanakan selama 5 tahun ke depan. Pasal 6 huruf a UUD 1945 menyatakan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat yang dicalonkan oleh partai politik.
b. UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD
dan DPRD
Pemilu diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan yang artinya
setiap warga negara indonesia dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga
perwakilan
yang
akan
menyuarakan
aspirasi
rakyat
disetiap
tingkatan
peamerintahan dari pusat hingga ke daerah. Pemilu merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat
menjalankan fungsi kelembagan legislatif.
c.
UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu
di bidang pemerintahan, bahwa setiap menteri memimpin kementerian negara
untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai
tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 7, Kementerian
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
18
d.
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang
ini
lahir
sebagai
respons
terhadap
perkembangan
lingkungan strategis yang terjadi untuk menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.
Berdasarkan UU ini maka pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali yang urusan pemerintahan
yang oleh UU ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam UU No. 32
Tahun 2004 ini disebutkan kewajiban daerah diantaranya adalah meningkatkan
kualitas
kehidupan
masyarakat.
Dengan
demikian
diharapkan
kualitas
kesejahteraan masyarakat dapat diatasi melalui pembangunan ekonomi yang
sistemik dan holistik mellaui optimalisasi pengelolaan potensi sumber kekayaan
alam.
Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan Kepala daerah dilakukan
satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dimaksud adalah Gubernur dan wakil gubernur untuk propinsi dan
Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota untuk
Kota.
e.
UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-undang ini dibuat dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia
sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945, dibutuhkan aparatur sipil negara
yang profesional, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, bebas dari
intervensi politik, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik kepada
masyarakat. Dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara masih belum
mengacu pada perbandingan antara kompetensi & kualifikasi yang dibutuhkan
oleh jabatan dengan kompetensi & kualifikasi yang dikuasai calon dalam proses
rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan
dengan tata kelola pemerintahan yang baik; serta sudah tidak sesuainya UU
Kepegawaian, maka diperlukan Undang-undang Aparatur Sipil Negara untuk
memenuhi hal diatas.
f.
UU yang terkait dengan Sumber Kekayaan Alam (SKA)
19
Hingga saat ini Indonesia memang tidak memiliki UU yang secara khusus
mengatur mengenai pengelolaan Sumber Kekayaan Alam (SKA), melainkan
diatur sesuai dengan sektoral dari setiap potensi sumber kekayaan alam yang
ada di negara Indonesia, antara lain: Yaitu UU No.5/1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan
Ekosistemnya, UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup,
UU
No.
41/1999
tentang
Kehutanan,
UU
22/2001tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 27/2003 tentang Panas
UU No.7/2004 tentang
Sumberdaya
Perikanan, UU No. 26/2007 tentang
Air,
UU
No.
31/2004
No.
Bumi,
tentang
Penataan Ruang, UU No. 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau
Kecil,
UU
No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 30/2007 tentang Energi.
9.
Landasan Teori.
a.
Teori Kepemimpinan
Pemimpin Nasional dalam konteks Pemilu ini adalah para pemimpin
legislatif, Presiden dan lembaga pemerintah terkait seperti penyelenggara
pemilu (eksekutif) yang dipilih langsung melalui Pemilu dan Pemilukada,
pemimpin formal, non formal dan informal yang memiliki kemampuan dan
kewenagan untuk mengarahkan / mengerahkan segenap potensi nasional
(bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Pemimpin
melaksanakan
nasional
mengemban
tugas
dan
tanggung
jawab
pemilu yang berkualitas, karena pemilu yang tidak
berkualitas niscaya akan menghasilkan pemimpin yang tidak berkualitas
pula, dan berpotensi meangancan ketahanan nasional. Oleh karena itu para
pemimpin perlu memperhatikan penyelenggaraan pemilu, mengantisipasi
dan menangani berbagai permasalahan yang dapat mengakibatkan pemilu
menjadi tidak berkualitas.
20
Kemampuan pemimpin nasional dalam menyelenggarakan pemilu
diharapkan dapat memunculkan pemimpin yang memiliki sifat, karakter, dan
peran peran self leadership, strong leadership, visionary leadership, servant
leadership, situational leadership.
b.
Teori tentang Pemilu dan Demokrasi
Pemilu adalah salah satu pilar utama demokrasi. Joseph Scumpeter
menempatkan pemilu yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi
suatu sistem politik yang demokrasi. Partisipasi politik rakyat berkaitan
dengan demokrasi suatu negara adalah pemilihan wakil rakyat yang
dilaksanakan secara langsung oleh warga. Partisipasi politik ini merupakan
ukuran kualitas demokrasi suatu negara yang dapat dilihat secara normatif
yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Maurice Duvenger menyatakan dalam sistem politik yang demokratis
cara pengisian jabatan demokratis dibagi menjadi dua yakni demokratis
langsung dan demokratis perwakilan. Yang dimaksud demokratis langsung
merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat secara langsung memilih
seseorang untuk menduduki jabatan jabatan tertentu dalam pemerintahan,
sedangkan demokrasi perwakilan merupakan cara pengisian jabatan dengan
rakyat memilih seseorang atau partai politik untuk memilih seseorang
menduduki jabatan tertentu guna menyelengarakan tugas tugas negara
seperti kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
c.
Teori Sifat (Traits Theory)
Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin. Hal ini
dapat dimengerti karena seorang pemimpin awalnya difokuskan pada aspek
aspek yang bersifat fisik, intelektual, dan sifat sifat kepribadian hingga dapat
dibedakan pemimpin dan yang dipimpin. Pendekatan yang berdasarkan sifat
kepemimpinan berasumsi bahwa pemimpin itu selalu mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan orang yang dipimpinnya.
Teori Sifat yang dikemukan oleh Stodgill, mengemukakan bahwa
pemimpin itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perilaku yang
akan menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Maka dapat disimpulkan
21
bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat sifat kepemimpinan yang
dibawanya sejak lahir.
d.
Pemimpin Tingkat Nasional
Pemimpin Tingkat Nasional diartikan sebagai sekelompok pemimpin
bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (asta
gatra) pada bidang atau sektor profesi, baik ditingkat suprastruktur,
infrastruktur dan substruktur maupun formal, nonformal dan informal yang
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan segenap potensi
nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
e.
Teori Pengelolaan
Pengelolaan sumber kekayaan alam mengacu pada teori pengelolaan
dan pemberdayaan yang mendasari berlangsungnya proses manajemen.
Peter Drucker (1999) menyatakan terdapat tiga paradigma baru dalam
manajemen, yaitu 1) manajemen adalah fungsi khusus dan berbeda bagi
seluruh
organisasi,
2)
organisasi
menyesuaikan
tugasnya,
dan
3)
manajemen bukan mengelola orang, namun memimpin orang dengan tujuan
meningkatkan knowledge setiap individu dan kekuatan tertentu dari
organisasi. Dengan pernyataan Drucker tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada cara tunggal yang dapat menyelesaikan semua masalah pada
abad 21, namun diperlukan adanya penyesuaian dengan tugas dan peran
organisasi masing-masing dan kuncinya terletak pada pembangunan
knowledge SDM.
f.
Teori Perubahan
Alvin Toffler melukiskan milenium ketiga sebagai daerah yang tak
dikenal dan merupakan bentangan masa depan tak terpetakan. Sementara
itu perspektif Newtonian mengenai perubahan yang linier dan dapat
diramalkan telah usang, digantikan teori kekacauan (chaos theory). Menurut
teori ini kehidupan merupakan pertemuan dimana satu peristiwa dapat
mengubah
peristiwa
lainnya
secara
tak
terduga,
bahkan
dapat
menghancurkan. Perubahan terjadi secara tidak linier, diskontinyu dan tak
22
dapat diramalkan. Kehidupan bukanlah rangkaian peristiwa yang saling
terkait dan susul menyusul. Teori Alvin mendukung pandangan Chaos dan
sekaligus
menafikan
pendapat
Newtonian.
Teori
Chaos
selanjutnya
membahas efek gejolak perubahan yang berlangsung secara cepat
mengakibatkan kesementaraan menjadi sifat hakiki dari kegiatan usaha di
masa depan. Kegiatan bisnis menghadapi berbagai kondisi paradoksial yang
penuh ketidakpastian. Dalam bukunya: "The New Rules: How to Succeed in
Today's Post-Corporate Wolrd", John P. Kotter (Tommy Sudjarwadi, 2003)
menyebut empat penyebab utama yang memaksa kultur organisasi atau
negara untuk berubah. Keempat faktor tersebut disebutkan sebagai (i)
perubahan teknologi, (ii) integrasi ekonomi internasional, (iii) kejenuhan
pasar di negara-negara maju serta (iv) jatuhnya rezim komunis dan sosialis.
Perubahan-perubahan tersebut memang sangat signifikan karena negara bangsa sudah berkurang untuk dapat mengontrol jalannya perdagangan atau
pasar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemasukan perekonomian
negara, karena pasar dapat dilakukan secara bebas oleh individu-individu.
Dari keenam teori diatas dapat disimpulkan bahwa adanya
keterbatasan kemampuan bangsa dan negara untuk mengontrol jalannya
pasar dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidak pastian di
mana satu peristiwa dapat mengubah peristiwa-peristiwa lain secara tak
terduga, bahkan dapat menghancurkan. Untuk itu negara perlu memiliki
pemimpin yang visioner, vermat berwawasan strategis dan memahami arus
teknologi modern serta dapat memanfaatkannya untuk kepentingan negara.
Pemimpin
visioner
akan
mampu
menangkap
dinamika
kehidupan
masyarakatnya dan membawanya ke arah tujuan nasional dalam mencapai
cita-cita negara.
10. Tinjauan Pustaka.
Studi kepustakaan yang berkaitan dengan teori-teori kepemimpinan yang
dijadikan referensi. Berbagai pendapat para ahli mengenai berbagai jenis
23
kepemimpinan, khususnya yang menyangkut kepemimpinan situasional, diperoleh
dari berbagai suku teks. Selain itu, studi kepustakaan yang telah dilakukan juga
mendasari pendapat yang mengatakan kepemimpinan dapat dipersiapkan,
dibentuk dan dilatih. Hal ini mendasari pembahasan sesuai dengan judul Kertas
Karya Kelompok mengenai pengembangan kepemimpinan visioner. Selain itu,
studi kepustakaan yang berkaitan dengan visi dan manajemen perubahan.
Kepemimpinan visionerlah yang mengetahui keberadaan bangsa pada sat ini, dia
pula yang mempunyai visi untuk menunjukkan arah bangsa ini akan dibawa, dan
menguasai cara-cara atau metode yang digunakan dalam satu manajemen
perubahan yang terencana.
Sementara itu lebih jauh, Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang
harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu: a. visualizing, pemimpin visioner
mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan
mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai; b. futuristic
thinking, tidak hanya memikirkan dimana posisi pada saat ini, tetapi lebih
memikirkan dimana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang; c.
showing foresight, perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam
membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan,
tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang
mungkin dapat mempengaruhi rencana; d. proactive planning, menetapkan
sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut dan mampu
mengantisipasi
atau
mempertimbangkan
rintangan
potensial
dan
mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu; e. creative
thinking,
berusaha
mencari
alternatif
jalan
keluar
yang
baru
dengan
memperhatikan isu, peluang dan masalah; f. taking risks, berani mengambil
resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran; g.
processing alignment, mengentahui bagaimana cara menghubungkan sasaran
dirinya dengan sasaran organisasi, dapat menyelaraskan tugas dan pekerjaan
setiap bagian pada seluruh organisasi; h. coalting alignment, harus menciptakan
hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif
mencari peluang untuk bekerja sama dengan berbagai macam individu, bagian
atau golongan tertentu; i. continuos learning, mampu menguji setiap interaksi,
negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Mampu mengejar
24
peluang untuk bekerja sama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat
memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan
imajinasi; dan j. embracing change, perubahan adalah suatu bagian yang
penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang
tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki
jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Menurut Adi Sujatno dan Asep Suhendar (2013; 37-38) dalam bukunya
yang berjudul “Konsep Ideal Kepemimpinan Nasional Nusantara Menjawab
Tantangan Global” menyatakan bahwa di dalam pelaksanaan demokrasi melalui
Pemilu Indonesia masih terjadi berbagai pelanggaran dari tahap pendaftaran,
perekrutan samapi dengan proses penghitungan suara serta penetapan
pemenang oleh KPU. Langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh
Panwaslu, Bawaslu, POLRI serta berbagai instansi terkait atas terjadinya
pelanggaran hukum pemilu tersebut
belum dilaksanakan secara optimal. Hal
tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan pemilu yang dilakukan selama ini belum
mampu mewujudkan Pemilu yang berkualitas.
Oleh karena itu diperlukan fungsi dan peran pemimpin nasional yang
secara kolektif dapat menjaga dan mengawal pelaksanaan proses demokrasi
tersebut menjadi Pemilu yang berkualitas, yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai asas asas penyelenggaraan pemilu
di
Indonesia.
Dan
akhirnya
akan
dapat
melaksanakan
keberlanjutan
pembangunan nasional secara menyeluruh menuju masyarakat yang adil,
makmur, sejahtera dan demokratis.
Istilah sumber kekayaan (resource), mulai populer di Indonesia sejak
dekade 1980-an. Hal tersebut tercermin dari penggunaan istilah sumber
kekayaan dalam peraturan perundang-undangan di bawah tahun 1980-an dan
setelah tahun 1980-an. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di
bawah tahun 1980, istilah sumber kekayaan lebih disebut sebagai kekayaan.
Pada peraturan perundang-undangan di atas
tahun
1980,
istilah
sumber
kekayaan menjadi umum digunakan untuk
merujuk pada berbagai konotasi
seperti sumber daya manusia, alam, dan buatan.
Pada dasarnya istilah sumber kekayaan merujuk pada sesuatu yang memiliki
nilai
ekonomi atau dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau input-input
25
bersifat langka yang dapat menghasilkan utilitas (kegunaan/kemanfaatan) baik
melalui proses produksi maupun bukan, dalam bentuk barang dan jasa. Secara
etimologis, istilah sumber kekayaan alam dapat berarti merujuk pada beberapa
pengertian
sebagai: (1) Kemampuan untuk memenuhi atau menangani
sesuatu; (2) Sumber persediaan, penunjang dan pembantu; dan (3) Sarana yang
dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Dengan demikian,
pengertian
sumber kekayaan alam sangat luas, yang dapat meliputi
sumber daya alam, manusia, modal, buatan, dan sebagainya.
Sudah banyak definisi sumber kekayaan alam yang dikemukakan, baik
yang bersifat akademis maupun yang digunakan dalam perundangan. Beberapa
definisi sumber kekayaan dapat bersifat sangat luas, dan beberapa yang lainnya
lebih sempit dan yang mengarah dalam konteks disiplin tertentu (biologi dan
ekologi). Dalam beberapa literatur juga dijumpai pengertian sumber kekayaan
sebagai sebutan singkat untuk sumber kekayaan alam.
Beberapa definisi mengenai sumber kekayaan dapat disajikan sebagai berikut:
1. Seluruh Faktor Produksi/input produksi untuk menghasilkan output.
2. Berbagai faktor produksi yang dimobilisasikan dalam suatu proses produksi,
atau lebih umum dalam suatu aktivitas ekonomi, misalkan modal, tenaga
manusia, energi, air, mineral, dan lain-lain.
3. Aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.
4. Segala bentuk input yang dapat menghasilkan utilitas (kemanfaatan) dalam
proses produksi atau penyediaan barang dan jasa.
5. Sumber kekayaan alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan
sumber daya buatan.
Dari beragam definisi sumber kekayaan di atas, dapat dinyatakan bahwa
secara koseptual istilah sumber kekayaan merujuk pada pengertian: (1) Terkait
dengan kegunaan (usefulness); (2) Diperlukan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan; (3) Menghasilkan utilitas (kepuasan) dengan atau melalui aktivitas
produksi; dan (4) Utilitas dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung (jasa
lingkungan, pemandangan, dan sebagainya).
26
BAB III
KONDISI KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER) TINGKAT NASIONAL
DENGAN INSTANSI TERKAIT SAAT INI DAN PERMASALAHANNYA
11. Umum.
Manusia merupakan subyek pembangunan, akan tetapi manusia juga merupakan
obyek pembangunan melalui dinamika kegiatan dan profesi yang dijalaninya.
Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia, dan ditunjang oleh budaya bangsa yang berlaku dalam tata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menyimak akan keberhasilan bangsabangsa maju dalam peradaban kemanusiaa
REPUBLIK INDONESIA
DAK - 6
BS. KEPEMIMPINAN
JUDUL :
MENINGKATKAN KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN
(VISIONER) TINGKAT NASIONAL DENGAN INSTANSI
TERKAIT GUNA PENGELOLAAN POTENSI SUMBER
KEKAYAAN ALAM (SKA) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN
NASIONAL
KERTAS KARYA KELOMPOK
(KKA)
Oleh : KELOMPOK I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
TIMOTHEUS LESMANA WANADJAJA, SH, MH
Drs. YOYOK SRI NURCAHYO, M.Si
ISAAC MARCUS P.
AHMAD HERI PURWONO
BAMBANG TENGKI PURNOMO
Ir. DEWI YUNI MULIATI
Ir. HADIAN ANANTA WARDHANA, CES
Drs. YADI SURYA DINATA, M.Si
KETUA
SEKRETARIS
MODERATOR
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) LII
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
TAHUN 2014
1
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
MENINGKATKAN KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER) TINGKAT
NASIONAL DENGAN INSTANSI TERKAIT GUNA PENGELOLAAN POTENSI
SUMBER KEKAYAAN ALAM (SKA) DALAM RANGKA PEMBANGUNAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Umum.
Sungguh merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kelahiran
NKRI
(Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia)
melalui
tangan-tangan
kepemimpinan dan buah pemikiran yang mendalam da ri para pemimpin bangsa
kita. Keputusan mereka untuk meletakkan dasar-dasar bernegara dan menata
NKRI sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia serta menetapkan "Pancasila"
sebagai falsafah dan ideologi negara serta "UUD 1945" sebagai konstitusi
nasional. Dalamnya pemikiran cemerlang mereka tersebut, mampu menembus
dan
menggali
keunikan
ciri
khas
bangsa
Indonesia
dan
sekaligus
membedakannya dengan bangsa negara kepulauan lainnya di dunia. Lebih lanjut,
kepemimpinan
the
founding
fathers
menggarisbawahi
keinginan
untuk
menegaskan sila ketiga Pancasila yang secara mutlak menyuratkan perlunya
memelihara dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
dalam bernegara.
Makna
pemikirannya
mewajibkan
seluruh
rakyat
Indonesia
harus
memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh dalam bentuk NKRI.
Negara yang terdiri dari wilayah laut, wilayah darat dan ruang udara diatasnya
beserta segala isi dan potensi yang terkandung didalamnya baik sumber daya
manusia (SDM), sumber kekayaan alam (SKA) maupun sumber daya produktif
lainnya. Artinya, harus memiliki pandangan sama tentang NKRI, sebagai suatu
lautan yang ditaburi pulau-pulau dengan segala isi dan potensi yang terkandung
2
didalamnya. Cara pandang ini yang kemudian ditetapkan oleh the founding fathers
sebagai "Wawasan Nusantara". Demikian pula dalam rangka menjaga dan
mengembangkan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, maka
selanjutnya menetapkan "konsepsi ketahanan nasional" sebagai wujud keuletan
dan ketangguhan untuk menghadapi segala ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan dalam mengembangkan kehidupan NKRI. Keempat wujud buah pikiran
kepemimpinan the founding fathers diatas telah disepakati oleh seluruh komponen
bangsa Indonesia sebagai "Paradigma Nasional" dan sekaligus digunakan
sebagai landasan dalam berpola pikir, berpola sikap dan berpola tindak guna
menetapkan setiap langkah kebijakan dan strategi untuk menjaga, memelihara
dan
menumbuh-kembangkan
kehidupan
NKRI,
melalui
pelaksanaan
pembangunan nasional termasuk pembangunan daerah-daerah otonomi.
Mencermati pemikiran para pendiri bangsa dan negara, tidaklah berlebihan
jika dikatakan bahwa buah pemikiran pada masa tersebut, merupakan gambaran
dari kepemimpinan yang bukan hanya sebagai pemimpin negara bangsa tapi juga
sebagai pemimpin yang visioner, karena telah terbukti pemikiran beliau pada saat
itu, mampu menembus batas-batas masa depan, dengan segala keunikan
multikultural serta konstelasi geografi Nusantara. Dikatakan visioner karena
relevan dengan apa yang dikatakan oleh Dr. Anthony D'Souza bahwa 1
"Visi mengarahkan kita ke masa depan, tetapi dialami pada masa sekarang. Visi
berfokus pada masa depan, tetapi berakar pada kenyataan saat ini. Visi
menciptakan tegangan yang muncul dari perbandingan gambaran tentang masa
depan yang dicita-citakan dengan kondisi saat ini".
Lemahnya visi Kepemimpinan Nasional, secara nyata menyebabkan
melambatnya pertumbuhan perekonomian bangsa, tingkat pengangguran yang
dapat meningkat, rendahnya harga jual Sumber Kekayaan Alam ke luar negeri
dalam bentuk bahan baku tanpa diolah terlebih dahulu dan beberapa aset negara
yang kuasa kepemilikannya beralih ke negara lain. Keberadaan pemimpin
nasional yang visioner, merupakan penentu jalannya pembangunan nasional
melalui roda pemerintahan yang demokratis dengan memegang teguh prinsipprinsip
1
politik
pemerintahan
dalam
menghadapi
hiruk
pikuknya
Buku Proactive Visionary Leadership. Dr. Anthony D'Souza, PT Trisewu Nagawarsa, April 2007,: 98
3
tuntutan
globalisasi. Seorang pemimpin visioner harus memiliki keahlian dan otoritas untuk
mengendalikan perubahan yang terjadi, baik secara langsung (memiliki otoritas
untuk membuat keputusan-keputusan kunci mengenai alokasi sumber daya,
personil, struktur, arus informasi, dan proses-proses operasional yang dilakukan
dalam organisasi) maupun tidak langsung (mempengaruhi perilaku orang lain ke
arah tujuan tertentu melalui jalan yang baru, seperti konsultasi, persuasi, inspirasi
dan imbalan). Kepemimpinan Nasional bangsa Indonesia termasuk para Kepala
Daerah belum dapat berbuat banyak atas fenomena kehidupan politik yang telah
merambah dan saling terkait dengan aspek kehidupan sosial lainnya, baik
ekonomi, sosial budaya maupun hankam. Kondisi ini kemudian diperparah oleh
sikap dan perilaku para Pemimpin Nasional khususnya beberapa pejabat baik
pusat maupun daerah yang tidak mencerminkan keteladanan sebagai bagian dari
kepemimpinan Nasional.
Dalam konteks Pemimpin yang Visioner, sudah barang tentu para Kepala
Pemerintahan baik di tingkat Pusat maupun Daerah, harus memperhatikan dan
menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis. Padahal di sisi lain,
hampir di semua daerah memiliki potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang
melimpah dan sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Manusia dapat hidup dan
menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber kekayaan
alam (SKA). Keberadaan sumber kekayaan alam tersebut sudah dapat
disejajarkan dengan kebutuhan primer manusia. SKA yang kita miliki apabila di
kelola dengan baik dapat mendatangkan manfaat bagi negara, meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan kesejahteraan masyarakat di daerahdaerah khususnya dan Indonesia pada umumnya, sehingga kelangsungan
pembangunan nasional terjamin.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya selain diperlukan pemimpin nasional
yang visioner juga di tuntut untuk adanya kerja sama serta koordinasi yang baik
serta terintegrasi antar instansi terkait, agar apa yang menjadi harapan bersama
dapat tercapai demi pembangunan nasional.
Untuk lebih memahami bagaimana implementasi Kepemimpinan Nasional
yang visioner, kelompok I dari peserta PPRA LII Lemhannas RI mencoba
4
melakukan diskusi kelompok berdasarkan Kertas Kerja Acuan masing-masing
anggota Kelompok I dengan judul:
"Meningkatkan Kerjasama Antar Pemimpin (Visioner) Tingkat Nasional
Dengan Instansi Terkait Guna Pengelolaan Potensi Sumber Kekayaan Alam
(SKA) Dalam Rangka Pembangunan Nasional", dan tentunya penulisan ini
tidaklah berlebihan apabila juga terkandung maksud sebagai konstribusi strategis
dalam upaya membantu pemerintah mengatasi salah satu permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
2.
Maksud dan Tujuan.
a.
Maksud.
Penulisan Kertas Karya Kelompok ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran
tentang
bagaimana
langkah-langkah
meningkatkan
kerjasama
kepemimpinan nasional yang visioner dengan instansi terkait guna pengelolaan
potensi sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
b.
Tujuan.
Adapun tujuannya adalah sebagai salah satu bahan masukan/saran alternatif
guna memberikan sumbang pikir kepada pemerintah dan institusi lain dalam
upaya menganalisis
dan
memecahkan
permasalahan
untuk
mewujudkan
kerjasama yang terkoordinasi dengan baik antar instansi terkait oleh para
pemimpin nasional yang visioner guna pengelolaan sumber kekayaan alam (SKA)
dalam mendukung tercapainya pembangunan nasional.
3.
Ruang lingkup dan Sistematika.
a.
Ruang Lingkup.
Penulisan Kertas Karya Kelompok
ini dibatasi kepada pembahasan
bagaimana meningkatkan kerjasama antar pemimpin yang visioner ditingkat
nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan
alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional. Mengingat
5
masalah
kepemimpinan nasional yang sangat kompleks dan sangat beragam
bentuknya, maka fokus pembahasan diarahkan kepada permasalahan
kerjasama antar instansi terkait dalam lingkup hubungan pemerintahan pusat
dan daerah sebagai pengelola potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang
ada di Indonesia.
b.
Sistematika.
BAB I
: PENDAHULUAN
Bab ini memuat gambaran umum tentang Kepemimpinan Nasional
yang Visioner yang berisikan latar belakang disusunnya naskah ini, maksud
dan tujuan, ruang lingkup, metode dan pendekatan serta sistematika
penulisan tentang meningkatkan kerjasama antar pemimpin (visioner)
tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
BAB II
: LANDASAN PEMIKIRAN
Dalam Bab ini memuat analisis dan penjelasan tentang landasan
pemikiran yang digunakan untuk implementasi Kepemimpinan Nasional yang
Visioner yang meliputi Pancasila sebagai landasan Idiil, UUD 1945 sebagai
landasan Konstitusional, Wawasan Nusantara sebagai landasan Visional,
Ketahanan Nasional sebagai landasan Konsepsional dan Perundangundangan sebagai landasan Operasional serta Peraturan perundang-undangan yang terkait sebagai landasan Yuridis, yang keseluruhannya
dimaksudkan
untuk
melandasi
pembahasan
tentang
meningkatkan
kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi
terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan alam (SKA) dalam
rangka pembangunan nasional.
BAB III
: KONDISI KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER)
TINGKAT NASIONAL DENGAN INSTANSI TERKAIT SAAT INI DAN
PERMASALAHANNYA
Dalam Bab ini memuat analisis keadaan obyektif tentang kondisi saat
ini mengenai kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan
instansi terkait. Ditampilkan juga mengenai keterkaitan dan pengaruhnya
6
dalam hal pengelolaan potensi sumber kekayaan alam (SKA) yang dihadapi
untuk dapat dijadikan data awal dalam menemukan solusinya.
BAB IV : PENGARUH PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Diuraikan
di
dalam
Bab
ini
mengenai
berbagai
pengaruh
perkembangan situasi lingkungan strategis yang bersifat global, regional dan
nasional yang didalamnya terdapat berbagai peluang dan kendala dalam
upaya meningkatkan kerjasama antar pemimpin (visioner) tingkat
nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber
kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
BAB
V : KONDISI
TINGKAT
KERJASAMA ANTAR
NASIONAL
DENGAN
PEMIMPIN (VISIONER)
INSTANSI
TERKAIT
YANG
DIHARAPKAN.
Bab ini diarahkan untuk menganalisis tentang kondisi kerjasama antar
pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait akan mengulas
berbagai kondisi ideal yang diharapkan dengan perkembangan lingkungan
strategis global, regional maupun nasional. Disamping itu juga dibahas
tentang bagaimana bentuk dan langkah-langkah peningkatannya.
BAB VI :
KONSEPSI
PEMIMPIN
(VISIONER)
MENINGKATKAN
TINGKAT
NASIONAL
KERJASAMA
DENGAN
ANTAR
INSTANSI
TERKAIT.
Berdasarkan
uraian-uraian
yang
dikemukakan
dalam
bab-bab
terdahulu, maka di dalam bab ini akan dirumuskan pemikiran sebuah
konsepsi tentang kebijakan, strategi dan upaya yang akan dilaksanakan
guna mendapatkan solusi dalam meningkatkan kerjasama antar pemimpin
(visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional untuk
menuju terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional.
BAB VII
:
PENUTUP
Dalam bab ini akan memuat Kesimpulan dari hasil bahasan dalam
tulisan ini dan Saran terhadap konsep yang diinginkan untuk dapat
ditindaklanjuti implementasi dari meningkatkan kerjasama antar pemimpin
7
(visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
sumber kekayaan alam (SKA) dalam rangka pembangunan nasional.
4.
Metoda dan Pendekatan.
a.
Metode.
Pembahasan dalam tulisan ini menggunakan metode deskriptif analisis dan
teoritis dimana akan2 digambarkan dari berbagai literatur dan pengamatan obyektif
dengan menggunakan pendekatan konsepsional secara komprehensif integral
terhadap implementasi segala permasalahan terkait kepemimpinan nasional yang
visioner melalui analisis secara komprehensif terhadap permasalahan kerjasama
antar pemimpin (visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait untuk
merumuskan konsepsi kebijakan, strategi dan upaya yang diperlukan.
b.
Pendekatan.
Adapun pendekatannya dilaksanakan secara komprehensif integral yang
didukung dengan studi kepustakaan dan empirik berdasarkan data dan temuan,
pengamatan di lapangan dan media maupun melalui studi literatur dari kelompok I.
5.
Pengertian-pengertian.
a.
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangan maupun kelompok. (Miftah Thoha, Fisipol UGM dalam
buku Perilaku Organisasi) Sebagai ilmu dan seni, kepemimpinan dapat dipelajari
kemudian diciptakan dan dapat pula merupakan faktor bawaan atau bakat.
b.
Pemimpin Tingkat Nasional adalah sebagai kelompok pemimpin bangsa
pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (asta gatra) pada
bidang/sektor profesi, baik di tingkat suprastruktur, infrastruktur dan substruktur
maupun formal, nonformal dan informal yang memilki kemampuan dan
kewenangan
2
untuk
mengarahkan/mengerahkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia
8
segenap
potensi
nasional
(bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan
lingkungan strategis guna mengantisipasi berbagai kendala dalam memanfaatkan
peluang. Sedangkan secara operasional dapat diartikan dapat pula diartikan
sebagai seseorang atau sekelompok elite bangsa yang mampu melakukan proses
kepemimpinan untuk menggerakkan atau mengarahkan segala sumber daya
(empowerment all resources) bangsa menuju tercapainya cita-cita nasional sesuai
tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
c.
Visi adalah kemampuan untuk melihat pada inti persoalan; pandangan;
wawasan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Visi merupakan hasil kerja pikiran
dan hati sekaligus, Visi bersama berfungsi seperti magnet yang dapat menarik
orang secara bersama-sama kearah yang sama, Visi mengarahkan kita ke masa
depan tetapi dialami pada masa sekarang, Visi berfokus pada masa depan tetapi
berakar pada kenyataan saat ini (Proactive Visionary Leadership, karya Dr.
Anthony D'Souza, halman 98). Visioner, adalah orang yang memiliki cita-cita
tinggi, orang yang mempunyai wawasan kedepan, orang yang memiliki daya
khayal tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
d.
Pemimpin Visioner adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk
mencetuskan, memiliki visi serta menjalankannya. Pemimpin visioner berarti
organg tersebut memiliki visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya,
dan menarik bagi setiap organisasi. Visi adalah pernyataan tujuan ke mana
organisasi tersebut akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih
berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Visi selalu
berhubungan dengan masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang anda
dan orang lain berusaha keras untuk mencapainya. Kebanyakan orang tidak
memikirkan secara sistematis tentang masa depan, maka hanyalah mereka yang
memikirkannya dan yang mendasarkan strategi serta tindakan pada visi yang
dapat memusatkan kekuatan untuk membentuk masa depan.
e.
Kerjasama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau
usaha yg dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dsb) untuk
mencapai tujuan bersama. Sedangkan definisi menurut referensi lainnya
9
merupakan 1. Sebuah tindakan atau bekerja bersama untuk mencapai tujuan atau
keuntungan
bersama;
bertindak
bersama;
2.
Bantuan
aktif
dari
orang/organisasi/kelompok lain (bisa dengan banyak atau sedikit); 3. Keinginan
untuk bekerjasama, menandakan keinginan bekerjasama; 4. Kerjasama dalam
pandangan ekonomi, merupakan gabungan individu yang saling membantu untuk
mencapai hasil produksi, pembelian atau distribusi demi keuntungan bersama; 5.
Kerjasama dalam pandangan Sosiologi, adalah aktifitas yang dilakukan bersama
demi mencapai hasil yang saling menguntungkan; 6. Kerjasama dalam
pandangan Ekologis, berarti interaksi saling menguntungkan antara organisme
hidup dalam sebuah wilayah terbatas.3
f.
Instansi terkait adalah berdasarkan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, dalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 yang memuatkan definisi,
pada butir 15. termaktub Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi
daerah; jo butir 16.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga
nonstruktural; jo butir 17. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan
perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat
dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/satuan
organisasi kementerian/departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen,
kesekretariatan lembaga tinggi negara, dan instansi pemerintah lainnya, baik
pusat maupun daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik
Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Dalam pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja Daerah, Instansi pemerintah adalah sebuah kolektif dari unit organisasi
pemerintahan yang menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, meliputi Kementerian Koordinator/Kementerian Negara, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemko, Pemkab serta
lembaga-lembaga pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan dengan
menggunakan APBN dan/APBD4
3
4
http://lompoulu.blogspot.com/2013/06/pengertian-kerjasama.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Instansi_pemerintah
10
g.
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan.
h.
Kepentingan Nasional dapat diartikan sebagai tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan
hal yang dicita-citakan. Dengan demikian, kepentingan nasional Indonesia adalah
tujuan nasional sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
i.
Sumber Kekayaan Alam (SKA) adalah segala sesuatu yang muncul secara
alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada
umumnya. Potensi terhadap semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) yang
dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya,
terbagi dua yaitu sumber kekayaan alam hayati dan sumber kekayaan alam non
hayati. Sumber kekayaan alam hayati disebut juga sumber kekayaan alam biotik
yaitu semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) berupa makhluk hidup.
Sedangkan sumber kekayaan alam non hayati atau sumber kekayaan alam abiotik
adalah semua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia berupa
benda mati.
j.
Asas Komprehensif Integral adalah sistem kehidupan nasional yang
mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh, dan
terpadu dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang,
serasi dan selaras dari seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
k.
Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, dalam naskah ini adalah proses
pelaksanaan program yang ditujukan untuk membangun kehidupan penduduk
yang bermartabat, berkualitas secara berkelanjutan, antara lain menyangkut akses
penduduk khususnya penduduk miskin terhadap pemenuhan hak dasar atas
11
pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, air bersih,
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, perlindungan hak atas
tanah, rasa aman, serta kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
program pembangunan.
l.
Pembangunan Nasional adalah pembangunan Tri Gatra yang statis
meliputi, sumber kekayaan alam, demografi dan geografi, serta Panca Gatra yang
dinamis meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Pembangunan nasional merupakan proses usaha bangsa dalam upaya untuk
mewujudkan cita-cita nasional dan mencapai tujuan nasional secara bertahap dan
berkesinambungan. Tahapan dalam upaya tersebut mengandung 3 (tiga)
jangkauan waktu, yaitu jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun),
dan jangka pendek (satu tahun), berdasarkan UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
12
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6.
Umum.
Kepemimpinan sangat berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin
untuk memotivasi mempengaruhi, mengajak dan menggerakan orang lain untuk
bersikap dan berperilaku seperti yang dikehendaki oleh pemimpinnya. Oleh
karena itu seorang Pemimpin Tingkat Nasional harus dapat mempengaruhi
pengikutnya dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model kuat keteladanan, penetapan sasaran, memberi
imbalan dan hukuman. Seorang pemimpin dapat dikatakan efektif apabila dapat
membujuk para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka
demi keberhasilan organisasi.
Untuk menemu kenali postur kepemimpinan yang dapat mengoptimalkan
peran pemimpin (visioner) tingkat nasional di lingkungan pemerintahan dalam
pelaksanaan kerjasama lintas sektor guna menjawab tantangan semakin
meningkat baik berupa harapan maupun tuntutan masyarakat yang berkaitan
dengan pengelolaan potensi SKA sangat diperlukan, karena dengan optimalnya
peran pemimpin (visioner) tingkat nasional dalam melaksanakan kerjasama lintas
sektor, maka dapat diharapkan adanya komunikasi yang baik antara pemimpin
tingkat nasional dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan Pembangunan
Nasional.
Kepemimpinan
visioner
menjadi
penting
dalam
kecekatan
untuk
memberikan respon terhadap perubahan-perubahan di pasar dan teknologi serta
pemisahan
geografis
operasional
organisasi
yang
menyebabkan
tidak
mungkinnya menerapkan sentralissi dalam pengambilan keputusan. Hal ini akan
menciptakan kebutuhan akan pemimpin visioner di level bawah organisasi, para
pemimpin yang mampu menetapkan bagi unit sendiri.
Sebagai bagian dari pencapaian tujuan nasional dalam mewujudkan citacita pembangunan nasional khususnya dalam rangka pengelolaan potensi
13
sumber kekayaan alam, maka kerjasama antar Pemimpin (visioner) tingkat
nasional dengan instansi terkait harus berlandaskan pemikiran paradigma
nasional dan teori–teori kepemimpinan.
7.
Paradigma Nasional.
a.
Pancasila sebagai Landasan Idiil.
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa merupakan kristalisasi nilainilai dan norma dasar yang diyakini kebenarannya sehingga menimbulkan
tekad untuk mewujudkannya melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun
demikian
masih
terdapat
kalangab
yang
mempermasalahkan
dan
mempertentangkan dengan ideologi lan, bahkan ada yang berupaya untuk
menggantikannya, namun mayoritas bangsa Indonesia masih tetap menilai
Pancasila merupakan landasan ideologi, dasar negara dan falsafah hidup
bangsa. Realitas ini membuktikan bahwaPancasila sangat relevan menjadi
pedoman dan pengarah bangsa agar tetap kokoh serta mampu melandasi
dalam memecahkan berbagai permasalahan bangsa, baik di
bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian upaya meningkatkan kerjasama antar Pemimpin
(Visioner) tingkat nasional dengan instansi terkait harus dilandasi Pancasila
sebagai dasar negara, sebagai ideologi negara dan pandangan hidup
bangsa. Dalam kaitan ini, maka Pancasila wajib dijadikan landasan dalam
pola-pola kepemimpinan visioner dalam rangka meningkatkan kerjasama
antar instansi terkait guna pengelolaan potensi sumber kekayaan alam
disemua bidang pembangunan nasional.
b.
UUD 1945 sebagai Landasan Konstitusional.
UUD 1945 adalah landasan yang merupakan aturan dasar negara atau
aturan pokok negara. Norma norma adari aturan dasar ini merupakan aturan
aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang
14
masih bersifat garis besar sehingga merupakan norma tunggal dan belum
disertai norma sekunder.
UUD 1945 adalah landasaan konstitusional yang merupakan aturan
dasar dan belum ada sanksinya, maka untuk menjamin tetap tegaknya
hukum agar norma norma hukum yang terdapat dalam hukum dasar itu
dapat berlaku sebagaimana mestinya,
maka
harus terlebih dahulu
dituangkan dalam perudang undangan agar dapat mengikat seluruh warga
negara. Fakta inilah yang mestinya mendorong peran kepemimpinan tingkat
nasional untuk menjadikan cermin dalam pembuatan dan pelaksanaan
perundang undangan berserta aturan lainnya guna menjamin terciptanya
manusia indonesia yang berkualitas. Inilah yang dijadikan sebagai landasan
pemikiran
untuk
meningkatkan kerjasama pemimpin (visioner) tingkat
nasional guna pengelolaan potensi SKA dalam rangka Pembangunan
nasional. UUD 1945 merupakan koridor dalam setiap tindakan seorang
pemimpin visioner dalam menjalankan dan mentaati semua peraturan dan
perundangan yang berlaku. Sebagai konsekuensi logisnya, maka setiap
kebijakan dan/atau peraturan yang diberlakukan tidak boleh bertentangan
dengan sistem perundang-undangan dan tingkat peraturan lebih tinggi.
Terbentuknya karakter kepemimpinan visioner yang dijiwai oleh nilai-nilai
instrumental Pancasila menjadi modal dasar terbentuknya kehidupan
demokratis. Maka, tidaklah berlebihan jika disebutkan bahwa sukses
tidaknya Indonesia melewati tahap transisi demokrasi sekarang ini,
khususnya pada penerapan kehidupan demokratis ke depan, akan sangat
tergantung kepada integritas dan moralitas para pemimpinnya dan sejauh
mana tingkat kesadaran hukum setiap warga negara dalam perwujudan
sikap dan perilakunya pada tata kehidupan sehari-hari. Padahal, realitas
dalam
UUD
1945
telah
menorehkan
relevansinya
dengan
upaya
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang tercermin pada pasal 28
ayat
(2):
"setiap
orang
berhak
untuk
memajukan
dirinya
dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya".
c.
Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional.
15
Pengaruh
geografi
merupakan
suatu
fenomena
yang
perlu
diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka sumber kekayaan alam
(SKA) dan suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai suatu kesatuan politik, terdiri dari kewilayahan nasional, persatuan
dan kesatuan bangsa, kesatuan falsafah dan ideologi negara, dan kesatuan
hukum untuk kepentingan nasional Indonesia memiliki cara pandangnya
sendiri yang dinamakan Wawasan Nusantara. Wawasan Nusatara adalah
cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dalam
eksistensinya yang sarwa nusantara yang meliputi darat, laut dan udara di
atasnya sebagai kesatuan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan
Hankam yang utuh menyeluruh tidak dapat terpisahkan dalam wadah NKRI.
Pijakan konkrit konsolidasi jati diri berwawasan kebangsaan akan
mewujudkan sebuah cara pandang modern dalam sikap perbuatan seluruh
rakyat
Indonesia
selaku
masyarakat,
yang
senantiasa
mengimplementasikannya dalam menciptakan suatu kesatuan dan keutuhan
wilayah yang mampu memberikan kontribusi bernegara. Cara pandang dan
sikap demikian, harus dilestarikan penerapannya dalam pemanfaatan hasilhasil sumber kekayaan alam untuk kesejahteraan segenap rakyat Indonesia.
Disamping itu perlu terus menumbuh-kembangkan wawasan kebangsaan
serta sekaligus memberi legitimasi serta toleransi setinggi-tingginya untuk
menghormati dan mengakui semua bentuk kebhinnekaan dalam kehidupan
bernegara. Kebhinnekaan tersebut, justru kemudian akan menciptakan
peluang komplementari dalam tata kehidupan masyarakat yang secara sadar
akan saling menutupi, sehingga terwujud sinergitas. Pemahaman demikian
dapat dijadikan sebagai landasan utama oleh pemimpin nasional untuk
membawa bangsa agar dapat mencapai cita-ctanya.
Menyadari kondisi yang berlaku saat ini, dimana pada era reformasi ini
benar benar dirasakan oleh sebagian, maka wawasan nusantara dirasakan
masih relevan sebagai wawasan nasional Indonesia. Hal ini menuntut
pemikiran, sikap dan tindakan konkrit
dari kerjasama antara pemimpin
Visioner tingkat nasional dengan instansi terkait guna pengelolaan potensi
SKA dalam rangka Pembangunan Nasional.
16
d.
Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konseptual
Konsepsi ketahanan nasional yang merupakan pedoman dalam
pelaksanaan kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Konsepsi ketahanan nasional juga berfungsi sebagai konsepsional strategis
untuk terbangunnya suatu pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam usaha
bersama bangsa untuk mencapai tujuan nasional. Selain itu, konsepsi
ketahanan nasional sebagai pola dasar pembangunan nasional pada
hakekatnya merupak arah dan pedoman pembangunan yang meliputi seluuh
bidang
dan
sektor
pembangunan. Asas
komprehensif
dan
integral
mengandung maksud bahwa ketahanan nasional haruslah mencakup
ketahanan seluruh aspek kehidupan bangsa yang dilihat secara menyeluruh
dan sinergis, artinya bahwa dalam merumuskan kebijakan menggunakan
metode umum yang berlandaskan astagatra yang terdiri dari aspek trigatra
yaitu geografi, demografi dan sumber daya alam, seta aspek pancagatra
yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan.
Mewujudkan ketahanan nasional yang kuat memerlukan hubungan
seimbang, serasi dan selaras antara pemimpin dengan masyarakat yang
dipimpinnya. Hubungan ini tercermin dalam fungsi pemerintahan, yaitu
peranan kepemimpinan visioner sebagai penentu kebijakan. Hubungan ini
seharusnya senantiasa memiliki kepekaan yang tinggi terhadap segala
aspirasi, tuntutan dan gejolak perkembangan yang timbul di kalangan
masyarakat yang dipimpinnya. Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa
ketahanannasional harus menjadi orientasi para pemimpin untuk membawa
dan mengarahkan seluruh rakyat Indonesia dan sumber daya nasional guna
mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa ketahanan nasional harus
menjadi orientasi para pemimpin visioner tingkat nasional untuk membawa
dan mengarahkan seluruh rakyat indonesia dan sumber daya nasional guna
mencapai tujuan dan cita cita nasional. Apabila kepemimpinan nasional
mampu
mewujudkan
keuletan
dan
ketangguhan
mengelola potensi SKA, maka tercapai tujuan nasional.
17
masyarakat
dalam
8.
Peraturan Perundang-undangan sebagai Landasan operasional.
Adapun peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan kepemimpinan
sebagai berikut:
a.
UU Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden
Undang undang yang mengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden untuk memilih dan menghasilkan pemimpin berintegritas
tinggi, menjunjung tinggi etika dan moral, serta memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Presiden dan Wakil Presiden wajib memiliki visi, misi dan program kerja yang akan
dilaksanakan selama 5 tahun ke depan. Pasal 6 huruf a UUD 1945 menyatakan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat yang dicalonkan oleh partai politik.
b. UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD
dan DPRD
Pemilu diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan yang artinya
setiap warga negara indonesia dijamin memiliki wakil yang duduk di lembaga
perwakilan
yang
akan
menyuarakan
aspirasi
rakyat
disetiap
tingkatan
peamerintahan dari pusat hingga ke daerah. Pemilu merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas, dapat dipercaya, dan dapat
menjalankan fungsi kelembagan legislatif.
c.
UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara
Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh menteri-menteri negara yang membidangi urusan tertentu
di bidang pemerintahan, bahwa setiap menteri memimpin kementerian negara
untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai
tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan Pasal 7, Kementerian
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
18
d.
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang
ini
lahir
sebagai
respons
terhadap
perkembangan
lingkungan strategis yang terjadi untuk menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.
Berdasarkan UU ini maka pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali yang urusan pemerintahan
yang oleh UU ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam UU No. 32
Tahun 2004 ini disebutkan kewajiban daerah diantaranya adalah meningkatkan
kualitas
kehidupan
masyarakat.
Dengan
demikian
diharapkan
kualitas
kesejahteraan masyarakat dapat diatasi melalui pembangunan ekonomi yang
sistemik dan holistik mellaui optimalisasi pengelolaan potensi sumber kekayaan
alam.
Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan Kepala daerah dilakukan
satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dimaksud adalah Gubernur dan wakil gubernur untuk propinsi dan
Bupati dan Wakil Bupati untuk kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota untuk
Kota.
e.
UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-undang ini dibuat dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia
sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945, dibutuhkan aparatur sipil negara
yang profesional, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, bebas dari
intervensi politik, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik kepada
masyarakat. Dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara masih belum
mengacu pada perbandingan antara kompetensi & kualifikasi yang dibutuhkan
oleh jabatan dengan kompetensi & kualifikasi yang dikuasai calon dalam proses
rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan
dengan tata kelola pemerintahan yang baik; serta sudah tidak sesuainya UU
Kepegawaian, maka diperlukan Undang-undang Aparatur Sipil Negara untuk
memenuhi hal diatas.
f.
UU yang terkait dengan Sumber Kekayaan Alam (SKA)
19
Hingga saat ini Indonesia memang tidak memiliki UU yang secara khusus
mengatur mengenai pengelolaan Sumber Kekayaan Alam (SKA), melainkan
diatur sesuai dengan sektoral dari setiap potensi sumber kekayaan alam yang
ada di negara Indonesia, antara lain: Yaitu UU No.5/1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan
Ekosistemnya, UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup,
UU
No.
41/1999
tentang
Kehutanan,
UU
22/2001tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 27/2003 tentang Panas
UU No.7/2004 tentang
Sumberdaya
Perikanan, UU No. 26/2007 tentang
Air,
UU
No.
31/2004
No.
Bumi,
tentang
Penataan Ruang, UU No. 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau
Kecil,
UU
No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 30/2007 tentang Energi.
9.
Landasan Teori.
a.
Teori Kepemimpinan
Pemimpin Nasional dalam konteks Pemilu ini adalah para pemimpin
legislatif, Presiden dan lembaga pemerintah terkait seperti penyelenggara
pemilu (eksekutif) yang dipilih langsung melalui Pemilu dan Pemilukada,
pemimpin formal, non formal dan informal yang memiliki kemampuan dan
kewenagan untuk mengarahkan / mengerahkan segenap potensi nasional
(bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional.
Pemimpin
melaksanakan
nasional
mengemban
tugas
dan
tanggung
jawab
pemilu yang berkualitas, karena pemilu yang tidak
berkualitas niscaya akan menghasilkan pemimpin yang tidak berkualitas
pula, dan berpotensi meangancan ketahanan nasional. Oleh karena itu para
pemimpin perlu memperhatikan penyelenggaraan pemilu, mengantisipasi
dan menangani berbagai permasalahan yang dapat mengakibatkan pemilu
menjadi tidak berkualitas.
20
Kemampuan pemimpin nasional dalam menyelenggarakan pemilu
diharapkan dapat memunculkan pemimpin yang memiliki sifat, karakter, dan
peran peran self leadership, strong leadership, visionary leadership, servant
leadership, situational leadership.
b.
Teori tentang Pemilu dan Demokrasi
Pemilu adalah salah satu pilar utama demokrasi. Joseph Scumpeter
menempatkan pemilu yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi
suatu sistem politik yang demokrasi. Partisipasi politik rakyat berkaitan
dengan demokrasi suatu negara adalah pemilihan wakil rakyat yang
dilaksanakan secara langsung oleh warga. Partisipasi politik ini merupakan
ukuran kualitas demokrasi suatu negara yang dapat dilihat secara normatif
yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Maurice Duvenger menyatakan dalam sistem politik yang demokratis
cara pengisian jabatan demokratis dibagi menjadi dua yakni demokratis
langsung dan demokratis perwakilan. Yang dimaksud demokratis langsung
merupakan cara pengisian jabatan dengan rakyat secara langsung memilih
seseorang untuk menduduki jabatan jabatan tertentu dalam pemerintahan,
sedangkan demokrasi perwakilan merupakan cara pengisian jabatan dengan
rakyat memilih seseorang atau partai politik untuk memilih seseorang
menduduki jabatan tertentu guna menyelengarakan tugas tugas negara
seperti kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
c.
Teori Sifat (Traits Theory)
Kepemimpinan adalah sifat atau perilaku dari seorang pemimpin. Hal ini
dapat dimengerti karena seorang pemimpin awalnya difokuskan pada aspek
aspek yang bersifat fisik, intelektual, dan sifat sifat kepribadian hingga dapat
dibedakan pemimpin dan yang dipimpin. Pendekatan yang berdasarkan sifat
kepemimpinan berasumsi bahwa pemimpin itu selalu mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan orang yang dipimpinnya.
Teori Sifat yang dikemukan oleh Stodgill, mengemukakan bahwa
pemimpin itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perilaku yang
akan menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Maka dapat disimpulkan
21
bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat sifat kepemimpinan yang
dibawanya sejak lahir.
d.
Pemimpin Tingkat Nasional
Pemimpin Tingkat Nasional diartikan sebagai sekelompok pemimpin
bangsa pada segenap strata kehidupan nasional didalam setiap gatra (asta
gatra) pada bidang atau sektor profesi, baik ditingkat suprastruktur,
infrastruktur dan substruktur maupun formal, nonformal dan informal yang
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan segenap potensi
nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
e.
Teori Pengelolaan
Pengelolaan sumber kekayaan alam mengacu pada teori pengelolaan
dan pemberdayaan yang mendasari berlangsungnya proses manajemen.
Peter Drucker (1999) menyatakan terdapat tiga paradigma baru dalam
manajemen, yaitu 1) manajemen adalah fungsi khusus dan berbeda bagi
seluruh
organisasi,
2)
organisasi
menyesuaikan
tugasnya,
dan
3)
manajemen bukan mengelola orang, namun memimpin orang dengan tujuan
meningkatkan knowledge setiap individu dan kekuatan tertentu dari
organisasi. Dengan pernyataan Drucker tersebut, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada cara tunggal yang dapat menyelesaikan semua masalah pada
abad 21, namun diperlukan adanya penyesuaian dengan tugas dan peran
organisasi masing-masing dan kuncinya terletak pada pembangunan
knowledge SDM.
f.
Teori Perubahan
Alvin Toffler melukiskan milenium ketiga sebagai daerah yang tak
dikenal dan merupakan bentangan masa depan tak terpetakan. Sementara
itu perspektif Newtonian mengenai perubahan yang linier dan dapat
diramalkan telah usang, digantikan teori kekacauan (chaos theory). Menurut
teori ini kehidupan merupakan pertemuan dimana satu peristiwa dapat
mengubah
peristiwa
lainnya
secara
tak
terduga,
bahkan
dapat
menghancurkan. Perubahan terjadi secara tidak linier, diskontinyu dan tak
22
dapat diramalkan. Kehidupan bukanlah rangkaian peristiwa yang saling
terkait dan susul menyusul. Teori Alvin mendukung pandangan Chaos dan
sekaligus
menafikan
pendapat
Newtonian.
Teori
Chaos
selanjutnya
membahas efek gejolak perubahan yang berlangsung secara cepat
mengakibatkan kesementaraan menjadi sifat hakiki dari kegiatan usaha di
masa depan. Kegiatan bisnis menghadapi berbagai kondisi paradoksial yang
penuh ketidakpastian. Dalam bukunya: "The New Rules: How to Succeed in
Today's Post-Corporate Wolrd", John P. Kotter (Tommy Sudjarwadi, 2003)
menyebut empat penyebab utama yang memaksa kultur organisasi atau
negara untuk berubah. Keempat faktor tersebut disebutkan sebagai (i)
perubahan teknologi, (ii) integrasi ekonomi internasional, (iii) kejenuhan
pasar di negara-negara maju serta (iv) jatuhnya rezim komunis dan sosialis.
Perubahan-perubahan tersebut memang sangat signifikan karena negara bangsa sudah berkurang untuk dapat mengontrol jalannya perdagangan atau
pasar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pemasukan perekonomian
negara, karena pasar dapat dilakukan secara bebas oleh individu-individu.
Dari keenam teori diatas dapat disimpulkan bahwa adanya
keterbatasan kemampuan bangsa dan negara untuk mengontrol jalannya
pasar dalam menghadapi masa depan yang penuh dengan ketidak pastian di
mana satu peristiwa dapat mengubah peristiwa-peristiwa lain secara tak
terduga, bahkan dapat menghancurkan. Untuk itu negara perlu memiliki
pemimpin yang visioner, vermat berwawasan strategis dan memahami arus
teknologi modern serta dapat memanfaatkannya untuk kepentingan negara.
Pemimpin
visioner
akan
mampu
menangkap
dinamika
kehidupan
masyarakatnya dan membawanya ke arah tujuan nasional dalam mencapai
cita-cita negara.
10. Tinjauan Pustaka.
Studi kepustakaan yang berkaitan dengan teori-teori kepemimpinan yang
dijadikan referensi. Berbagai pendapat para ahli mengenai berbagai jenis
23
kepemimpinan, khususnya yang menyangkut kepemimpinan situasional, diperoleh
dari berbagai suku teks. Selain itu, studi kepustakaan yang telah dilakukan juga
mendasari pendapat yang mengatakan kepemimpinan dapat dipersiapkan,
dibentuk dan dilatih. Hal ini mendasari pembahasan sesuai dengan judul Kertas
Karya Kelompok mengenai pengembangan kepemimpinan visioner. Selain itu,
studi kepustakaan yang berkaitan dengan visi dan manajemen perubahan.
Kepemimpinan visionerlah yang mengetahui keberadaan bangsa pada sat ini, dia
pula yang mempunyai visi untuk menunjukkan arah bangsa ini akan dibawa, dan
menguasai cara-cara atau metode yang digunakan dalam satu manajemen
perubahan yang terencana.
Sementara itu lebih jauh, Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang
harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu: a. visualizing, pemimpin visioner
mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan
mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai; b. futuristic
thinking, tidak hanya memikirkan dimana posisi pada saat ini, tetapi lebih
memikirkan dimana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang; c.
showing foresight, perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam
membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan,
tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang
mungkin dapat mempengaruhi rencana; d. proactive planning, menetapkan
sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut dan mampu
mengantisipasi
atau
mempertimbangkan
rintangan
potensial
dan
mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu; e. creative
thinking,
berusaha
mencari
alternatif
jalan
keluar
yang
baru
dengan
memperhatikan isu, peluang dan masalah; f. taking risks, berani mengambil
resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran; g.
processing alignment, mengentahui bagaimana cara menghubungkan sasaran
dirinya dengan sasaran organisasi, dapat menyelaraskan tugas dan pekerjaan
setiap bagian pada seluruh organisasi; h. coalting alignment, harus menciptakan
hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif
mencari peluang untuk bekerja sama dengan berbagai macam individu, bagian
atau golongan tertentu; i. continuos learning, mampu menguji setiap interaksi,
negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Mampu mengejar
24
peluang untuk bekerja sama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat
memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan
imajinasi; dan j. embracing change, perubahan adalah suatu bagian yang
penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang
tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki
jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Menurut Adi Sujatno dan Asep Suhendar (2013; 37-38) dalam bukunya
yang berjudul “Konsep Ideal Kepemimpinan Nasional Nusantara Menjawab
Tantangan Global” menyatakan bahwa di dalam pelaksanaan demokrasi melalui
Pemilu Indonesia masih terjadi berbagai pelanggaran dari tahap pendaftaran,
perekrutan samapi dengan proses penghitungan suara serta penetapan
pemenang oleh KPU. Langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh
Panwaslu, Bawaslu, POLRI serta berbagai instansi terkait atas terjadinya
pelanggaran hukum pemilu tersebut
belum dilaksanakan secara optimal. Hal
tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan pemilu yang dilakukan selama ini belum
mampu mewujudkan Pemilu yang berkualitas.
Oleh karena itu diperlukan fungsi dan peran pemimpin nasional yang
secara kolektif dapat menjaga dan mengawal pelaksanaan proses demokrasi
tersebut menjadi Pemilu yang berkualitas, yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, sesuai asas asas penyelenggaraan pemilu
di
Indonesia.
Dan
akhirnya
akan
dapat
melaksanakan
keberlanjutan
pembangunan nasional secara menyeluruh menuju masyarakat yang adil,
makmur, sejahtera dan demokratis.
Istilah sumber kekayaan (resource), mulai populer di Indonesia sejak
dekade 1980-an. Hal tersebut tercermin dari penggunaan istilah sumber
kekayaan dalam peraturan perundang-undangan di bawah tahun 1980-an dan
setelah tahun 1980-an. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan di
bawah tahun 1980, istilah sumber kekayaan lebih disebut sebagai kekayaan.
Pada peraturan perundang-undangan di atas
tahun
1980,
istilah
sumber
kekayaan menjadi umum digunakan untuk
merujuk pada berbagai konotasi
seperti sumber daya manusia, alam, dan buatan.
Pada dasarnya istilah sumber kekayaan merujuk pada sesuatu yang memiliki
nilai
ekonomi atau dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau input-input
25
bersifat langka yang dapat menghasilkan utilitas (kegunaan/kemanfaatan) baik
melalui proses produksi maupun bukan, dalam bentuk barang dan jasa. Secara
etimologis, istilah sumber kekayaan alam dapat berarti merujuk pada beberapa
pengertian
sebagai: (1) Kemampuan untuk memenuhi atau menangani
sesuatu; (2) Sumber persediaan, penunjang dan pembantu; dan (3) Sarana yang
dihasilkan oleh kemampuan atau pemikiran seseorang. Dengan demikian,
pengertian
sumber kekayaan alam sangat luas, yang dapat meliputi
sumber daya alam, manusia, modal, buatan, dan sebagainya.
Sudah banyak definisi sumber kekayaan alam yang dikemukakan, baik
yang bersifat akademis maupun yang digunakan dalam perundangan. Beberapa
definisi sumber kekayaan dapat bersifat sangat luas, dan beberapa yang lainnya
lebih sempit dan yang mengarah dalam konteks disiplin tertentu (biologi dan
ekologi). Dalam beberapa literatur juga dijumpai pengertian sumber kekayaan
sebagai sebutan singkat untuk sumber kekayaan alam.
Beberapa definisi mengenai sumber kekayaan dapat disajikan sebagai berikut:
1. Seluruh Faktor Produksi/input produksi untuk menghasilkan output.
2. Berbagai faktor produksi yang dimobilisasikan dalam suatu proses produksi,
atau lebih umum dalam suatu aktivitas ekonomi, misalkan modal, tenaga
manusia, energi, air, mineral, dan lain-lain.
3. Aset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia.
4. Segala bentuk input yang dapat menghasilkan utilitas (kemanfaatan) dalam
proses produksi atau penyediaan barang dan jasa.
5. Sumber kekayaan alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas
sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan
sumber daya buatan.
Dari beragam definisi sumber kekayaan di atas, dapat dinyatakan bahwa
secara koseptual istilah sumber kekayaan merujuk pada pengertian: (1) Terkait
dengan kegunaan (usefulness); (2) Diperlukan sebagai sarana untuk mencapai
tujuan; (3) Menghasilkan utilitas (kepuasan) dengan atau melalui aktivitas
produksi; dan (4) Utilitas dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung (jasa
lingkungan, pemandangan, dan sebagainya).
26
BAB III
KONDISI KERJASAMA ANTAR PEMIMPIN (VISIONER) TINGKAT NASIONAL
DENGAN INSTANSI TERKAIT SAAT INI DAN PERMASALAHANNYA
11. Umum.
Manusia merupakan subyek pembangunan, akan tetapi manusia juga merupakan
obyek pembangunan melalui dinamika kegiatan dan profesi yang dijalaninya.
Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia, dan ditunjang oleh budaya bangsa yang berlaku dalam tata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menyimak akan keberhasilan bangsabangsa maju dalam peradaban kemanusiaa