218775078 Skripsi Rifki Adhi Pratama 06 32160

SKRIPSI

PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI DAN PENJADWALAN PRODUKSI PADA INDUSTRI PEMBUATAN

DYNAMIC COMPRESSION PLATE (DCP)

No. Soal : TKI 4598T/II/2009/2010/MKH/73/06.04/2010

Disusun Oleh : RIFKI ADHI PRATAMA NIM : 06/197901/TK/32160 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Guna memperoleh gelar SARJANA di Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Disusun Oleh : Nama : Rifki Adhi Pratama NIM. : 06/197901/TK/32160

Disetujui untuk diuji, Dosen Pembimbing

Dr. M. K. Herliansyah, ST., MT. NIP. 197106241983031001

Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Agustus 2010

Rifki Adhi Pratama

"$ ' " "" $2222

INTISARI

Untuk menunjang proses produksi yang optimal dan efisien diperlukan sebuah tata letak fasilitas produksi yang baik. Hal penting yang menjadi perhatian dalam perancangan tata letak fasilitas sebuah pabrik adalah penataan mesin-mesin produksi dan pengaturan departemen-departemen yang terdapat dalam pabrik tersebut. Perancangan tata letak pabrik tidak hanya fokus pada bagian produksi semata, namun juga melingkupi seluruh bagian operasi pabrik seperti inventory, pelayanan kerja, dan material handling. Selain perancangan tata letak fasilitas, perancangan proses produksi dan penentuan kapasitas produksi juga menjadi hal yang tidak boleh dilupakan agar proses produksi dapat berjalan efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktifitas pabrik. Penjadwalan produksi yang efektif merupakan salah satu kunci tercapainya peningkatan efsiensi produksi, serta pemanfaatan sumber daya pabrik yang optimal

CV. “Z” merupakan suatu industri yang bergerak di bidang pemrosesan logam dengan produk yang dihasilkannya adalah peralatan medis berbahan stainless steel, yaitu dynamic compression plate (DCP). Saat ini aktivitas produksi masih tersebar di beberapa lokasi dan belum terdapat perencanaan kapasitas dan penjadwalan produksi yang baik. Untuk mengoptimalkan sistem dan proses produksinya, perusahaan berencana melakukan penataan ulang proses produksinya dalam satu lokasi dengan sistem produksi (meliputi perencanaan kapasitas dan penjadwalan produksi) yang lebih baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan perancangan tata letak mesin dalam lokasi produksi, perhitungan kapasitas produksi saat ini, perencanaan pengembangan kapasitas, dan penjadwalan produksi.

Perancangan tata letak fasilitas dilakukan dengan metode Systematic Layout Planning (SLP) untuk kondisi produksi perusahaan saat ini dan kondisi pengembangan yang diharapkan, yaitu untuk kapasitas produksi 200 unit produk tiap minggu. Untuk perhitungan kapasitas produksi perusahaan saat ini didapatkan

8 unit produk setiap minggunya dengan 8 jam kerja. Sedangkan untuk 14 jam kerja, kapasitas produksi perusahaan adalah 15 unit produk dan kapasitas produksi untuk 24 jam kerja adalah 24 unit produk. Sedangkan untuk penjadwalan produksi digunakan metode Shortest Processing Time (SPT) yang sesuai dengan proses produksi perusahaan. Didapatkan hasil optimal penjadwalan sistem 5 batch dengan total waktu penyelesaian seluruh produk sebesar 93,61 jam. Solusi yang diusulkan untuk mengurangi rata-rata waktu tunggu produk terutama pada proses grinding, adalah dengan menambah jumlah mesin sehingga pendistribusian produk antar proses menjadi lebih lancar dan juga dapat memperpendek total waktu penyelesaian produk.

Kata kunci: dynamic compression plate, tata letak pabrik, kapasitas, penjadwalan.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga Tugas Akhir dengan judul “Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi Dan Penjadwalan Produksi Pada Industri Pembuatan Dynamic Compression Plate (DCP)” dapat terselesaikan dengan lancar. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S1 pada Program Studi Teknik Industri di Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Gadjah Mada.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap ketulusan hati, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Suhanan, DEA, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM.

2. Bapak Ir. Subagyo, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin dan Industri UGM.

3. Bapak Dr. M. K. Herliansyah, ST., MT., selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang selalu membantu dan membimbing penulis dalam pengerjaan.

4. Bapak Ir., Heru Santoso Budi Rochardjo, M.Eng., Ph.D., selaku dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Dr. Suyitno ST., M.Sc., atas waktu dan bantuannya dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

6. Segenap dosen, staff pengajar, dan karyawan JTMI UGM.

7. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan, dukungan, serta doa.

8. Teman-teman senasib seperjuangan (Parardya, Satrio, Zhikry, Valdi, Irma, Wiwik, Gaby, Arlinda, Mey) yang selalu mewarnai hidup penulis sebagai mahasiswa, dan memberikan masukan,saran, serta semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.

9. Teman-teman Teknik Industri angkatan 2006 atas dukungannya.

yang diberikan sehingga pengerjaan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dari Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga penulis dapat berusaha untuk memperbaiki hasil karya penulis kembali. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat baik bagi banyak pihak.

Yogyakarta, Agustus 2010

Penulis

HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN

ii HALAMAN PERNYATAAN

iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR/SKRIPSI

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

v INTISARI

vii KATA PENGANTAR

viii DAFTAR ISI

ix DAFTAR GAMBAR

xiii DAFTAR TABEL

xv DAFTAR LAMPIRAN

xvii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

xviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

1.2. Perumusan Masalah

1.3. Asumsi dan Batasan Masalah

1.4. Tujuan Perancangan

1.5. Manfaat Perancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian Tata Letak Pabrik

3.2. Tujuan dan Manfaat Tata Letak

3.3. Karakteristik Stainless Steel untuk Metal Implant

3.4. Klasifikasi Stainless Steel

3.5. Prinsip Dasar Perencanaan Tata Letak Pabrik

3.7. Langkah-langkah Perencanaan Tata Letak

3.8. Penentuan Luas Area

3.9. Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi

3.10. Pola Aliran Bahan

3.11. Metode Activity Relationship Chart (ARC)

3.12. Kapasitas

3.13. Penjadwalan Produksi 31

3.13.1. Fungsi penjadwalan

3.13.2. Metode penjadwalan

3.14. Penentuan Jumlah Mesin

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Objek Penelitian

4.2. Metodologi Penelitian

4.3. Kebutuhan Data

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.5. Diagram Alir Penelitian

4.5.1. Perumusan masalah

4.5.2. Asumsi dan pembatasan masalah

4.5.3. Studi literatur

4.5.4. Identifikasi produk

4.5.5. Pengolahan data secara konvensional

4.5.6. Penentuan kapasitas produksi saat ini

4.5.7. Perancangan tata letak dengan metode kualitatif

4.5.8. Penentuan jumlah mesin untuk target produksi baru

4.5.9. Perancangan tata letak untuk target produksi baru

43 produksi baru

4.5.10. Penentuan penjadwalan produksi untuk target

4.5.11. Kesimpulan dan saran

4.6. Jadwal Kerja

BABV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Data Produk

5.3. Kondisi Perusahaan Saat Ini

5.4. Data Mesin dan Peralatan

5.5. Proses Produksi

5.5.1. Analisis Aliran Produksi

5.5.2. Analisis Proses

5.5.2.1. Route Sheet

5.5.2.2. Operation Process Chart (OPC)

5.5.2.3. Flow Process Chart (FPC)

5.5.3. Analisis Material Handling

5.5.4. Perencanaan Jumlah Produksi

5.5.5. Perencanaan Laju Produksi

5.5.5.1. Perhitungan Kapasitas Produksi

5.5.6. Perencanaan Jumlah Mesin

5.6. Perencanaan Inventory

5.6.1. Inventori bahan baku

5.6.2. Inventori bahan pendukung

5.6.3. Inventori in-process product

5.6.4. Inventori produk reject dan scrap

5.6.5. Inventori produk jadi

5.7. Kebutuhan Space Pabrik

5.7.1. Kebutuhan space produksi

5.7.2. Kebutuhan space keseluruhan

5.8. Tata Letak Peralatan Produksi

5.9. Desain Area Fasilitas Pabrik

5.9.1. Area produksi

5.9.2. Area pergudangan

5.10. Tata Letak Akhir

88

5.10.2. Tata letak akhir untuk kondisi pengembangan

90

5.11. Perencanaan Produksi

90

5.11.1. Penjadwalan produksi

94

5.11.2. Kebutuhan tenaga kerja

BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 101

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Layout by Fixed Position

20 Gambar 3.2. Layout by Process Or Function

21 Gambar 3.3. Layout by Product

22 Gambar 3.4. Group Layout

22 Gambar 3.5. Pola Aliran Garis Lurus

23 Gambar 3.6. Pola Aliran Zig-Zag

23 Gambar 3.7. Pola Aliran U-Shaped

24 Gambar 3.8. Pola Aliran Circular

24 Gambar 3.9. Pola Aliran Odd Angle

24 Gambar 3.10. Skema Commbination Assembly Line

25 Gambar 3.11. Skema Tree Assembly Line

25 Gambar 3.12. Skema Dendetric Assembly Line

26 Gambar 3.13. Skema Overhead Assembly Line

26 Gambar 3.14. Contoh Peta ARC

28 Gambar 3.15. Dimensionless Block

29 Gambar 3.16. Activity Relationship Diagram

29 Gambar 4.1. Diagram Alir Penelitian

40 Gambar 4.2. Diagram Alir Penjadwalan Produksi

44 Gambar 5.1. Gambar Plat Lubang Lurus

47 Gambar 5.2. Gambar Plat L

47 Gambar 5.3. Sketsa Kondisi Perusahaan Saat Ini

49 Gambar 5.4. Kondisi Lahan Dan Bangunan Saat Ini (Tampak Depan)

50 Gambar 5.5. Kondisi Lahan Dan Bangunan Saat Ini (Tampak Belakang)

50 Gambar 5.6. Bahan Baku Dynamic Compression Plate (DCP)

66 Gambar 5.7. Activity Relationship Chart

75 Gambar 5.8. Activity Relationship Diagram

77 Gambar 5.9. Block Plan Layout Untuk Kondisi Produksi Saat Ini

78 Gambar 5.10. Block Plan Layout Untuk Kondisi Produksi Baru

79 Gambar 5.11. Konsep Penataan Mesin Produksi Dynamic Compression

Gambar 5.12. Gambaran Area Proses Machining dan Cutting

83 Gambar 5.13. Gambaran Area Proses Grinding

84 Gambar 5.14. Gambaran Area Proses Polishing and Cleaning

84 Gambar 5.15. Gambaran Area QC

84 Gambar 5.16. Gambaran Area Packing

85 Gambar 5.17. Gambaran Gudang Bahan Baku

85 Gambar 5.18. Gambaran Gudang Produk Jadi dan Gudang Scrap and

86 Reject Gambar 5.19. Usulan Tata Letak Pabrik Untuk Kondisi Produksi Saat Ini

87 Gambar 5.20. Usulan Tata Letak Pengembangan Pabrik

89 Gambar 7.1. Rancangan Layout Perusahaan Untuk Kondisi Saat Ini

158 Gambar 7.2. Rancangan Ruang Produksi dan Gudang Untuk Kondisi Saat

159 Ini Gambar 7.3. Rancangan Layout untuk Kondisi Baru

161 Gambar 7.4. Rancangan Ruang Produksi Untuk Kondisi Baru

162 Gambar 7.5. Rancangan Area Gudang Produk Jadi Untuk Kondisi Baru

163

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Distribusi Penggunaan Stainless Steel Dunia

3 Tabel 1.2. Kriteria Jenis Usaha Menurut UU No. 20 Tahun 2008

4 Tabel 3.1. Lebar Aisle Berdasarkan Dimensi Maksimum Material

19 Tabel 3.2. Lebar Aisle Berdasarkan Dimensi Peralatan Material Handling

19 Tabel 3.3. Closeness Rating System Untuk ARC

27 Tabel 5.1. Produk yang Diproduksi CV. “Z”

46 Tabel 5.2. Tenaga Kerja Tiap Departemen

48 Tabel 5.3. Fasilitas Perusahaan Saat Ini

51 Tabel 5.4. Spesifikasi Mesin dan Peralatan

51 Tabel 5.5. Waktu Standar Permesinan

54 Tabel 5.6. Dimensi Produk

55 Tabel 5.7. Perhitungan Waktu Produksi

59 Tabel 5.8. Perhitungan Kapasitas Produksi

60 Tabel 5.9. Waktu Produksi

62 Tabel 5.10. Total Waktu Machining dan Cutting

63 Tabel 5.11. Jumlah Mesin CNC Milling dan Konfigurasi Produk

64 Tabel 5.12. Jumlah Mesin Grinding

64 Tabel 5.13. Jumlah dan Konfigurasi Mesin Polishing and Cleaning

65 Tabel 5.14. Alternatif Konfigurasi Mesin Polishing and Cleaning

65 Tabel 5.15. Perkiraan Jumlah Unit Produk Tiap Lembar Bahan Baku

67 Tabel 5.16. Perhitungan Jumlah Bahan Baku

67 Tabel 5.17. Perhitungan Luas Area Produksi Kondisi Saat Ini

71 Tabel 5.18. Perhitungan Luas Area Produksi Kondisi Baru

73 Tabel 5.19. Activity Relationship Worksheet

76 Tabel 5.20. Luas Area Fasilitas Gudang

81 Tabel 5.21. Luas Area Fasilitas Tambahan

82 Tabel 5.22. Luas Area Fasilitas Pekerja

82 Tabel 5.23. Luas Area Setiap Ruangan Untuk Kondisi Saat Ini

88 Tabel 5.24. Luas Setiap Ruangan Untuk Kondisi Pengembangan

Tabel 5.26. Jadwal Shift Kerja

94 Tabel 5.27. Kebutuhan Tenaga Kerja

95 Tabel 7.1. Data Waktu Awal

162 Tabel 7.2. Penjadwalan Produksi 1 Batch

170 Tabel 7.3. Penjadwalan Produksi 2 Batch

170 Tabel 7.4. Penjadwalan Produksi 4 Batch

171 Tabel 7.5. Penjadwalan Produksi 5 Batch

173 Tabel 7.6. Penjadwalan Produksi 10 Batch

176 Tabel 7.7. Penjadwalan Produksi 20 Batch

181

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Operation Process Chart (OPC) 101 Lampiran 2. Flow Process Chart (FPC)

112 Lampiran 3. Route Sheet

123 Lampiran 4. Rancangan Tata Letak Kondisi Produksi Saat Ini

154 Lampiran 5. Rancangan Tata Letak Kondisi Pengembangan Produksi

157 Lampiran 6. Perhitungan Waktu Permesinan

161 Lampiran 7. Perhitungan Jumlah Mesin

164 Lampiran 8. Perhitungan Penjadwalan Produksi

163

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

B = Jumlah set-up (jumlah permintaan dibagi batch size)

C = Waktu cadangan mesin (untuk perbaikan)

D = Total perkiraan / rencana permintaan produk

H = Jumlah jam operasi satu unit mesin selama satu periode M

= Jumlah mesin yang dibutuhkan N

= Jam operasi mesin selama satu periode R

= Total jam mesin yang diperlukan R 0 = Rata-rata output R 1 = Rata-rata tingkat penggunaan t a = Standar waktu set-up (jam) t p = Waktu proses per unit produk (jam)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu pabrik, tata letak (layout) merupakan elemen dasar yang sangat penting untuk mendukung kelancaran proses produksi. Selain itu, pengaturan layout pabrik merupakan hal yang sangat penting dan sering ditemui masalah pada kondisi sebenarnya di lapangan. Perancangan tata letak juga berfungsi untuk menggambarkan sebuah susunan yang ekonomis dari fasilitas-fasilitas yang berkaitan dalam suatu pabrik dimana produk dapat dihasilkan. Layout yang baik akan mendukung terciptanya efektifitas dan efisiensi kerja yang dapat meningkatkan produktifitas. Perancangan tata letak pabrik tidak hanya fokus terhadap bagian produksi saja, tetapi juga meliputi seluruh bagian pabrik seperti bagian inventory dan pelayanan pekerja.

Pengaturan dan fasilitas merupakan dua istilah penting dalam perancangan tata letak pabrik dan fasilitas. Kedua istilah tersebut dapat diartikan sebagai metode dan sistem pengaturan berbagai fasilitas yang ada di dalam sebuah pabrik untuk mendukung kelancaran proses produksi. Dalam perancangan tata letak pabrik dan fasilitas terdapat 2 hal yang menjadi main objective, yaitu penataan mesin (machine layout) dan pengaturan departemen- departemen yang terdapat di dalam pabrik tersebut.

Selain perancangan tata letak fasilitas, perancangan proses produksi dan penentuan kapasitas produksi juga menjadi hal yang tidak boleh dilupakan agar proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Kapasitas produksi merupakan jumlah produk yang dapat diproduksi dalam rentang waktu tertentu. Kapasitas produksi dapat ditentukan berdasarkan kapasitas atau kemampuan perusahaan, seperti kapasitas mesin, jam kerja, dan kapasitas modal. Dalam pengembangan suatu industri, kapasitas produksi dapat ditargetkan atau ditetapkan oleh pihak perusahaan, dimana kemudian diperhitungkan faktor-faktor yang dapat mendukung tercapainya target Selain perancangan tata letak fasilitas, perancangan proses produksi dan penentuan kapasitas produksi juga menjadi hal yang tidak boleh dilupakan agar proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Kapasitas produksi merupakan jumlah produk yang dapat diproduksi dalam rentang waktu tertentu. Kapasitas produksi dapat ditentukan berdasarkan kapasitas atau kemampuan perusahaan, seperti kapasitas mesin, jam kerja, dan kapasitas modal. Dalam pengembangan suatu industri, kapasitas produksi dapat ditargetkan atau ditetapkan oleh pihak perusahaan, dimana kemudian diperhitungkan faktor-faktor yang dapat mendukung tercapainya target

Penjadwalan merupakan pengaturan waktu suatu aktifitas yang meliputi pengalokasian fasilitas, mesin dan peralatan produksi, serta manusia dalam suatu operasi produksi. Selain itu penjadwalan juga merupakan kegiatan untuk menentukan urutan (sequence) pelaksanaan proses produksi. Penjadwalan produksi yang efektif merupakan salah satu kunci tercapainya peningkatan efisiensi produksi, serta pemanfaatan sumber daya pabrik yang optimal. Setiap pabrik atau industri tentu membutuhkan perancangan tata letak fasilitas dan perancangan produksi yang baik untuk mencapai kapasitas produksi yang optimal, termasuk industri pengolahan stainless steel.

Stainless steel (baja tahan karat) adalah baja dengan paduan krom lebih dari 10.5%. Berkaitan dengan aplikasi baja tahan karat pada rekayasa industri mekanik, ada tiga faktor penting yaitu apa yang biasa dikategorikan sebagai sifat mekanik material, ketahanan korosi dan cost. Tentunya selalu ada proses trade-off dalam ketiga faktor tersebut. Untuk penggunaan stainless steel, peralatan rumah tangga atau consumer goods menyerap 26% dari produksi baja tahan karat di dunia. Sebagain besar produksi yaitu, 74 % digunakan dalam dunia industri. Sektor yang paling banyak menyerap baja tahan karat pada kategori ini adalah industri food and beverages sebanyak 25% dari total produksi, dan 20% pada industri minyak dan gas. Tabel 1.1 menunjukkan distribusi konsumsi stainless steel di dunia.

APPLICATION CATEGORIES DISTRIBUTION TOTAL Consumer items

26% Washing machines and dishwashers

8% Pans, cutlery, etc.

9% Sinks and kitchen equipment

4% Other

Industrial equipment

74% Food industry and breweries

25% Chemical, oil, and gas industry

20% Trasnport

8% Energy production

7% Pulp and paper, textile industry

6% Building and general construction

5% Other

Stainless steel dalam penggunaannya di bidang medis biasanya digunakan dalam alat kedokteran, seperti gunting gajah, bending press statis, retractors, dan lainnya, serta alat ortopedi seperti pen untuk tulang. Jika terjadi patah atau pergeseran tulang, dilakukan pemasangan pen besi untuk menggeser tulang ke posisi semula. Namun, cara itu dapat menimbulkan efek samping karena pasien akan tetap merasakan nyeri akibat reaksi penolakan tubuh terhadap benda asing di kaki. Kemudian muncul alternatif baru berupa teknologi logam implan berbasis paduan titanium (Ti-Al-Ta/Sn) dan kobalt (Co-Cr-Mo). Penggunaan paduan logam itu berdasarkan standar ASTM F75 dan F1537 yang memunyai sifat biokompatibel (Koran Jakarta, 2009, diakses pada 25 Maret 2010).

Namun, teknologi tersebut masih mahal bagi sebagian pasien yang kurang mampu. Begitu juga dengan alat yang diimpor. Salah satu solusi alternatif yang digunakan adalah pembuatan pen tulang dengan bahan stainless steel yang harganya lebih terjangkau namun memiliki sifat dan karakteristik yang tidak jauh beda dengan pen paduan titanium-kobalt. Jenis stainless steel yang digunakan adalah bahan stainless steel 316L. Bahan tersebut adalah bahan yang memang biasa digunakan untuk pembuatan alat- alat kedokteran (Rumantris, 2010).

kekayaan bersih maksimal senilai RP 200.000,00 dengan tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (Wikipedia, 2010). Menurut Undang-Undang No.

20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan pengertian usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2008). Kriteria mengenai jumlah kekayaan bersih ataupun hasil penjualan ditampilkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Kriteria Jenis Usaha Menurut UU No. 20 Tahun 2008

Kriteria

No Uraian

Aset

Omzet

1 Usaha Mikro

Maksimal 50 Juta

Maksimal 300 Juta

2 Usaha Kecil

> 50 Juta – 500 Juta

> 300 Juta – 2.5 Miliar

3 Usaha Menengah

> 500 Juta – 10 Miliar

> 2,5 Miliar - 50 Miliar

CV. “Z” merupakan suatu industri yang bergerak di bidang pemrosesan logam. Produk yang dihasilkannya adalah peralatan medis berbahan stainless steel, yaitu dynamic compression plate (DCP). Dynamic compression plate merupakan alat ortopedi yang berfungsi untuk menyambung tulang yang patah.

CV. “Z” memiliki lahan seluas 1.040 m 2 sebagai tempat produksi, namun CV. “Z” memiliki lahan seluas 1.040 m 2 sebagai tempat produksi, namun

1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka perlu dilakukan perancangan tata letak industri pembuatan dynamic compression plate (DCP) serta menentukan penjadwalan atau urutan proses produksi untuk memenuhi target kapasitas produksi yang diinginkan.

1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan yang digunakan dalam perancangan ini adalah

a. Produk yang diteliti adalah perlengkapan medis berupa pen penyambung tulang berbahan dasar stainless steel.

b. Inventory bahan baku dihitung berdasarkan kebutuhan bahan produksi selama 1 bulan. Inventory produk jadi juga dihitung untuk persediaan selama 1 bulan.

c. Tata letak pabrik terbatas pada lahan yang telah ditentukan, dengan luas lahan 1.040 m 2 (13 m x 78 m). Lokasi penelitian berada di provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

d. Aliran bahan yang dianalisis merupakan aliran bahan yang terjadi pada gudang bahan baku, departemen produksi, pengemasan, dan gudang produk jadi.

e. Penjadwalan produksi ditujukan untuk memenuhi target kapasitas produksi yang diinginkan.

f. Biaya investasi untuk rancangan tata letak pabrik yang direkomendasikan tidak diperhitungkan.

1.4 Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan ini adalah menghasilkan rancangan tata letak fasilitas industri, perhitungan kapasitas produksi saat ini, perencanaan pengembangan kapasitas, dan penjadwalan produksi pembuatan dynamic compression plate (DCP). Sedangkan hasil dari perancangan yang dilakukan mencakup:

1. Perancangan kebutuhan jumlah mesin

2. Perancangan tata letak peralatan produksi

3. Perancangan inventory

4. Perancangan tata letak pabrik

5. Penentuan kapasitas produksi pabrik saat ini

6. Perancangan penjadwalan produksi

1.5 Manfaat Perancangan Perancangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

a. Bagi peneliti, dapat merencanakan tata letak fasilitas pabrik dan urutan proses produksi yang baik seperti teori yang ada.

b. Bagi perusahaan, dapat menjadi masukan atau pertimbangan dalam mengatur penataan fasilitas pabrik yang memaksimumkan kapasitas sumber daya perusahaan, pemanfatan space area lantai pabrik, dan mengoptimalkan penjadwalan produksi.

c. Bagi penelitian selanjutnya, dapat menjadi acuan dalam menentukan tata letak fasilitas pabrik dan urutan proses produksi bagi perkembangan industri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tata letak pabrik merupakan organisasi fasilitas fisik sebuah perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dari penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi. Tata letak pabrik merupakan bagian dari perancangan fasilitas (facilities design). Perancangan fasilitas mencakup lokasi perusahaan dan desain bangunan, juga tata letak pabrik dan material handling (Meyers, 1993).

Hartini (2003) melakukan kajian tata letak fasilitas produksi di PT Aneka Adhilogam Karya menggunakan analisa kuantitatif (teknik from to chart) yang kemudian dioptimalkan dengan algoritma CRAFT menggunakan program QS. 3.0 serta menggunakan analisa kualitatif dengan teknik ARC. Kajian difokuskan pada proses aliran material dan perancangan alternatif tata letak baru ditujukan untuk mengurangi biaya perpindahan material. Dengan metode kuantitatif, dibantu optimasi dengan program QS. 3.0, menghasilkan 4 alternatif tata letak baru. Sedangkan metode kualitatif menghasilkan 1 alternatif rancangan tata letak baru. Dari kelima alternatif tersebut, dipilih hasil alternatif dari metode kualitatif karena tata letak yang dihasilkan lebih teratur dan berurutan aliran material handlingnya walaupun pengurangan biaya material handlingnya paling kecil.

Sedangkan Amelia (2007) melakukan pengaturan tata letak ulang permesinan pada suatu perusahaan mebel logam dengan menggunakan metode Group Technology, yaitu perpaduan antara tata letak produk dengan tata letak proses. Metode yang digunakan adalah metode Rank Order Clustering, Similarity Coefficient, dan p-Median. Dari hasil analisis yang dilakukan, jarak perpindahan material dapat dikurangi hingga 68%.

Perancangan tata letak fasilitas dengan mengimplementasikan algoritma fuzzy logic pada metode Systematic Layout Planning (SLP) dilakukan oleh Bayuaji (2006). Perancangan dilakukan dengan subjek departemen Work Fabrication (WF) ATMI Surakarta dan memfokuskan pada bagian produksi, dari gudang material hingga gudang finished product khusus untuk upgrading produk Perancangan tata letak fasilitas dengan mengimplementasikan algoritma fuzzy logic pada metode Systematic Layout Planning (SLP) dilakukan oleh Bayuaji (2006). Perancangan dilakukan dengan subjek departemen Work Fabrication (WF) ATMI Surakarta dan memfokuskan pada bagian produksi, dari gudang material hingga gudang finished product khusus untuk upgrading produk

Masih dengan subjek ATMI Surakarta, Prasasto (2006) melakukan perancangan ulang tata letak pada departemen Tool Making yang menggunakan sistem produksi job shop. Perancangan ditujukan untuk mengurangi jarak beban dengan meminimalisasi penanganan bahan pada sistem. Analisis dilakukan dengan metode SLP dan bantuan software WinQSB, yang menghasilkan dua alternatif layout. Kemudian layout awal dan dua layout alternatif tersebut dianalisis pemindahan beban terhadap jarak perpindahan antar stasiun dalam proses produksinya. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan software WinQSB dan Microsoft Excel sehingga diketahui layout yang memiliki efektifitas dan efisiensi terbesar. Usulan layout terbaik yang diambil adalah usulan layout yang pertama dengan pengurangan material yang dipindahkan sebesar 12,4%.

Dalam hal penjadwalan produksi, Rudyanto dan Arifin (2010) melakukan penerapan metode Earliest Due Date (EDD) pada penjadwalan produksi paving di CV. Eko Joyo. Penelitian tersebut bertujuan untuk meminimalkan keterlambatan pemenuhan jatuh tempo pesanan produk, dimana hal tersebut menjadi masalah untuk CV. Eko Joyo. Digunakan metode Earliest Due Date (EDD) karena metode tersebut menghasilkan maximum tardiness yang paling minimal, dengan mengurutkan pekerjaan-pekerjaan berdasarkan due date yang terdekat. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penggunaan metode Earliest Due Date Dalam hal penjadwalan produksi, Rudyanto dan Arifin (2010) melakukan penerapan metode Earliest Due Date (EDD) pada penjadwalan produksi paving di CV. Eko Joyo. Penelitian tersebut bertujuan untuk meminimalkan keterlambatan pemenuhan jatuh tempo pesanan produk, dimana hal tersebut menjadi masalah untuk CV. Eko Joyo. Digunakan metode Earliest Due Date (EDD) karena metode tersebut menghasilkan maximum tardiness yang paling minimal, dengan mengurutkan pekerjaan-pekerjaan berdasarkan due date yang terdekat. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penggunaan metode Earliest Due Date

BAB III LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Tata Letak Pabrik

Tata letak pabrik adalah suatu metode pengaturan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam pabrik untuk mendukung kelancaran proses produksi. Pengaturannya dilakukan dengan memanfaatkan wilayah yang ada untuk menata mesin dan fasilitas pendukung proses produksi yang akan berdampak pada kelancaran perpindahan bahan. Pemilihan jenis tata letak fasilitas yang akan digunakan juga dipengaruhi oleh jumlah produksi dan macam produk.

Tata letak pabrik dapat diartikan sebagai pengaturan tata letak fasilitas- fasilitas produksi yang sudah ada (the existing arrangement) atau dapat juga perencanaan tata letak pabrik yang baru (Wignjosoebroto, 2000).

Perencanaan layout umumnya digambarkan sebagai rencana lantai, yaitu suatu susunan fasilitas fisik (tanah, bangunan, mesin, perlengkapan, dan sarana lainnya) untuk mengoptimalkan kebutuhan hubungan antara karyawan pelaksana, aliran material, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha yang efektif, efisien, dan aman (Apple, 1990).

Tata letak pabrik merupakan organisasi fasilitas fisik sebuah perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dari penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi. Tata letak pabrik merupakan bagian dari perancangan fasilitas (facilities design). Perancangan fasilitas mencakup lokasi perusahaan dan desain bangunan, juga tata letak pabrik dan material handling (Meyers, 1993).

3.2 Tujuan dan Manfaat Tata Letak

Beberapa tujuan dan manfaat dari perancangan tata letak fasilitas dan tata letak pabrik adalah:

Dalam hal ini, setiap biaya yang dikeluarkan melebihi dari metode paling murah yang digunakan dalam produksi harus disesuaikan. Namun tidak berarti membeli mesin yang paling murah karena mesin yang paling mahal dapat menghasilkan biaya per unit yang paling rendah.

2. Meningkatkan kualitas produk Biaya dan kualitas merupakan dua sektor kompetitif utama. Hanya fokus pada pengendalian salah satu sektor saja akan mengakibatkan kegagalan. Kedua hal tersebut harus diseimbangkan secara konstan. Dalam tata letak pabrik dan material handling harus mempertimbangkan kualitas di setiap tahapan.

3. Meningkatkan efisiensi dari penggunaan peralatan, material, tenaga kerja, dan energi Dapat juga dikatakan sebagai penghematan biaya. Peralatan, material, tenaga kerja, dan energi merupakan sumber daya perusahaan yang bernilai tinggi. Perusahaan ingin menggunakan sumber dayanya dengan efektif untuk meningkatkan produktifitas. Dengan menyediakan lokasi layanan dekat dan sesuai akan meningkatkan produktifitas.

4. Memberikan kemudahan, kenyamanan dan keselamatan bagi pekerja Jika merancang pabrik tanpa memperhatikan kedekatan lokasi pelayanan karyawan, seperti kantin, toilet, dan locker room, dapat diartikan bahwa perusahaan tidak perduli akan karyawannya.

5. Memberikan kendali kepada biaya proyek Perancangan tata letak pabrik dan material handling harus diperhitungkan biayanya sebelum mempresentasikannya kepada manajemen. Jika disetujui, pimpinan proyek akan berwenang untuk menggunakan anggaran biaya yang telah disetujui (Meyers, 1993)

6. Memudahkan proses manufaktur Tata letak harus dirancang dengan baik sehingga proses manufaktur dapat berjalan dengan efektif dan optimal.

7. Meminimumkan perpindahan barang 7. Meminimumkan perpindahan barang

8. Menjaga fleksibilitas Walaupun sebuah pabrik atau departemen dapat dirancang untuk memproduksi sejumlah barang, terkadang muncul beberapa kondisi yang memerlukan perubahan kemampuan produksinya. Jika telah diantisipasi sejak awal, maka perubahan yang terjadi dapat diatasi.

9. Menurunkan penanaman modal pada peralatan yang digunakan Susunan mesin dan departemen yang tepat dapat membantu menurunkan jumlah peralatan yang diperlukan. Kecermatan dalam memilih metode pemrosesan terkadang juga dapat menghemat pembelian sebuah mesin.

10. Menghemat pemakaian ruang Tata letak yang tepat memiliki jarak antar mesin yang minimum setelah allowance bagi pekerja dan mesin ditentukan. Dengan perhitungan yang tepat tentang jarak antar mesin dengan berbagai faktor, banyak luas dari lantai yang dapat dihemat (Apple, 1990)

11. Tujuan lainnya, seperti:

a. Meminimalkan inventory

b. Just-in-Time manufacturing

c. FIFO inventory

d. dll.

3.3 Karakteristik Stainless Steel untuk Metal Implant

Stainless steel (baja tahan karat) adalah baja dengan paduan krom lebih dari 10,5% dari berat. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus baja stainless adalah pembentukan lapisan film kromium oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat membentuk kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan baja stainless didasarkan dengan sifat-sifat Stainless steel (baja tahan karat) adalah baja dengan paduan krom lebih dari 10,5% dari berat. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus baja stainless adalah pembentukan lapisan film kromium oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat membentuk kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan baja stainless didasarkan dengan sifat-sifat

1. Penambahan Molibdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan korosi pitting dan korosi celah

2. Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada material yang mengalami proses sensitasi.

3. Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi temperatur tinggi.

4. Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan nikel meningkatkan ketahanan korosi tegangan.

5. Penambahan unsur molybdenum (Mo) untuk meningkatkan ketahanan korosi pitting di lingkungan klorida.

6. Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida pada temperatur tinggi. Ada beberapa hal yang membuat stainless steel dapat digunakan di

bidang medis (khususnya sebagai peralatan dalam operasi) diantaranya steril, mudah dibersihkan, kuat, dan anti karat. Jenis baja tahan karat yang digunakan untuk implan tulang dibuat dari baja tahan karat jenis austenitik, khususnya tipe 316 dan 316L. Stainless steel tipe 316 dan 316L memiliki ketahanan terhadap korosi yang lebih baik dibandingkan tipe 304, selain itu juga memiliki tingkat kekerasan bahan yang sangat baik, bahkan dalam kondisi cryogenic temperature. (Atlas Specialty Metals, 2004).

3.4 Klasifikasi Stainless Steel

Berdasarkan paduan unsur kimia, baja tahan karat dapat digolongkan menjadi lima jenis (Priyotomo, 2007), yaitu:

1. Martensitik Merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic (bcc). Baja ini merupakan feromagnetik, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Umumnya digunakan untuk turbine blade dan untuk pisau.

2. Ferritik Mempunyai struktur body centered cubic (bcc). Unsur kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit. Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur molybdenum, silikon, aluminium, titanium dan niobium. Paduan ini merupakan ferromagnetik, mempunyai sifat ulet dan mampu bentuk dengan baik walaupun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless austenitic. Banyak digunakan pada aplikasi peralatan rumah tangga, boiler, mesin cuci dan benda-benda arsitektural.

3. Austenitik Baja Stainless austenitik merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7-22%wt nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (fcc). Bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit. Stainless Steel 304, 304L, 316, 316L termasuk ke dalam jenis ini. Merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dalam aplikasi disekitar kita, contohnya peralatan rumah tangga, tangki, vessel (bejana tekan), pipa, struktur baik yang bersifat konstruksi maupun arsitektural

4. Dupleks Campuran struktur ferit (bcc) dan austenit. Paduan utama material adalah kromium dan nikel. Tetapi nitrogen, molybdenum, tembaga, silikon dan tungsten ditambah untuk menstabilkan struktur dan memperbaiki sifat tahan korosi. Kelebihan baja stainless dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih baik dari pada baja stainless austenitik. Penggunaannya adalah untuk industri petrokimia, pulp dan perkapalan.

5. Pengerasan endapan Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromium-nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening, antara lain tembaga, aluminium, atau titanium. Kondisi baja berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan endapan pada struktur martensit.

3.5 Prinsip Dasar Perencanaan Tata Letak Pabrik

Menurut Wignjosoebroto (2000), berdasarkan aspek dasar, tujuan, dan keuntungan yang didapat dari tata letak yang baik, dapat disimpulkan 6 prinsip dasar dalam tata letak, yaitu:

1. Prinsip integrasi total Pabrik merupakan integrasi total dari seluruh elemen produksi yang menjadi suatu kesatuan unit operasi yang besar.

2. Prinsip jarak perpindahan bahan yang paling minimal Waktu proses perpindahan material antar operasi bisa dikurangi dengan jalan mengurangi jarak perpindahan tersebut. Semakin dekat jarak perpindahan, maka akan semakin baik.

3. Prinsip aliran dari suatu proses kerja Rancangan tata letak pabrik dibuat sebaik mungkin untuk menghindari adanya gerakan balik (back-tracking), gerakan 3. Prinsip aliran dari suatu proses kerja Rancangan tata letak pabrik dibuat sebaik mungkin untuk menghindari adanya gerakan balik (back-tracking), gerakan

4. Prinsip pemanfaatan ruangan Pergerakan manusia, material, mesin, dan peralatan penunjang proses produksi lainnya terjadi dalam suatu ruang produksi yang memiliki 3 dimensi (x, y, z) atau memiliki aspek volume (cubic space) dan tidak hanya aspek luas (floor space). Karena itu faktor dimensi ruangan ini perlu dipertimbangkan dalam desain tata letak pabrik.

5. Prinsip kepuasan dan keselamatan kerja Desain tata letak pabrik yang baik bisa menciptakan kenyamanan bagi pekerja sehingga menimbulkan kepuasan kerja dan produktivitas pekerja bisa meningkat. Keselamatan kerja semakin terjamin dengan desain tata letak pabrik yang dibuat jauh dari potensi-potensi bahaya yang dapat terjadi sehingga dapat membahayakan keselamatan pekerjanya.

6. Prinsip fleksibilitas Efektifitas dan efisiensi desain tata letak pabrik bisa tercapai jika tata letak yang ada dibuat fleksibel untuk penyesuaian atau pengaturan kembali (relayout) jika suatu waktu terjadi perubahan kondisi ekonomi maupun perubahan proses sehingga tata letak yang baru bisa dibuat dengan cepat dan murah.

3.6 Tipe dan Sumber Perancangan Tata Letak Pabrik

1. Pabrik baru Dalam perancangan pabrik baru memiliki tingkat batasan yang paling rendah.

2. Produk baru Produk baru harus disatukan dengan seluruh aliran yang telah ada dalam pabrik, dan beberapa peralatan umum dapat digunakan bersama dengan produk yang lama.

Perubahan pada suatu desain produk dilakuka untuk meningkatkan kualitas produk. Layout dapat diubah dan setiap perubahan harus ditinjau oleh teknisi tata letak pabrik.

4. Pengurangan biaya Teknis tata letak pabrik dapat menghasilkan rancangan tata letak yang lebih baik yang akan menghasilkan lebih banyak produk dengan tenaga kerja yang lebih sedikit. Banyak area dari pengurangan biaya yang akan mempengaruhi layout (Meyers, 1993)

3.7 Langkah-langkah Perencanaan Tata Letak

Wignjosoebroto (2000) menguraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan dan pengaturan tata letak pabrik sebagai berikut:

a. Analisis Produk Menganalisis jenis dan jumlah produk yang harus diproduksi, dengan berdasar pada pertimbangan kelayakan teknis dan ekonomis

b. Analisis Proses Aktivitas untuk menganalisis dan menentukan urutan proses produksi produk yang telah ditentukan untuk diproduksi. Dilakukan juga pemilihan alternatif proses dan mesin yang paling efektif dan efisien untuk digunakan.

c. Analisis Pasar Dilakukan untuk menentukan jenis dan jumlah produk yang dibutuhkan sehingga dapat menentukan kapasitas produksi. Hal tersebut akan terkait dengan jumlah mesin dan peralatan produksi lainnya yang harus digunakan.

d. Analisis Jenis dan Jumlah Mesin Serta Luas Area yang Dibutuhkan Penentuan jumlah mesin dan operator dilakukan dengan memperhatikan jumlah produk yang harus dibuat, waktu yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk, jam kerja dan efisiensi mesin. Luas area d. Analisis Jenis dan Jumlah Mesin Serta Luas Area yang Dibutuhkan Penentuan jumlah mesin dan operator dilakukan dengan memperhatikan jumlah produk yang harus dibuat, waktu yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk, jam kerja dan efisiensi mesin. Luas area

e. Pengembangan Alternatif Tata Letak Dalam memilih alternatif rancangan tata letak ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan:

1. Analisis ekonomis berdasarkan jenis tata letak yang ada.

2. Perancangan pola aliran material yang sesuai.

3. Analisis aliran material dengan mempertimbangkan volume, frekuensi, dan jarak perpindahan material.

4. Pertimbangan-pertimbangan lain yang terkait seperti luas area yang tersedia, struktur organisasi, dan lainnya.

f. Perancangan Tata Letak Mesin dan Departemen Dalam Pabrik Hasil yang didapatkan dari analisis alternatif tata letak kemudian digunakan sebagai acuan pengaturan fasilitas fisik pabrik yang terkait, baik secara langsung maupun tidak, dalam proses produksi.

3.8 Penentuan Luas Area

Tata letak pabrik adalah penempatan dan pengaturan bermacam-macam fasilitas produksi yang digunakan untuk mendukung proses produksi. Pengaturan mesin berkaitan erat dengan luas area yang dibutuhkan untuk menempatkan mesin dan alat pendukung proses produksi, material yang diperlukan, keleluasaan operator untuk bergerak, dan lain-lain.

Kebutuhan area mempertimbangkan semua aktivitas yang berlangsung di dalam pabrik, sehingga minimal ada 3 macam area yang harus ada, yaitu:

1. Area untuk operasi mesin dan alat bantu produksi lainnya

2. Area penyimpanan bahan baku dan barang jadi

3. Area untuk fasilitas service (Wignjosoebroto, 2000) Kelonggaran (allowance) juga diperlukan dalam mendesain suatu ruang untuk operasi produksi. Allowance yang diperlukan mencakup untuk area antara mesin dan operator atau pekerja, untuk penyimpanan barang work in process, dan kelonggaran untuk mempermudah material handling dan 3. Area untuk fasilitas service (Wignjosoebroto, 2000) Kelonggaran (allowance) juga diperlukan dalam mendesain suatu ruang untuk operasi produksi. Allowance yang diperlukan mencakup untuk area antara mesin dan operator atau pekerja, untuk penyimpanan barang work in process, dan kelonggaran untuk mempermudah material handling dan

Terdapat beberapa pedoman dalam menentukan ukuran dan luasan aisle, seperti berdasarkan dimensi maksimum material yang diangkut dan berdasar peralatan material handling yang digunakan (Tompkins dkk, 1984)

Tabel 3.1 Lebar Aisle Berdasarkan Dimensi Maksimum Material Dimensi Maksimum Material Lebar Aisle

Tabel 3.2 Lebar Aisle Berdasarkan Dimensi Peralatan Material Handling Jenis Alat Material Handling

Lebar Aisle (ft) Traktor

12 Forklift 3T

11 Forklift 2T

10 Forklift 1T

9 Narrow Aisle Truck

6 Manual Platform Truck

5 Personel

3 Personel with door opening into aisle from 1 side

6 Personel with door opening into aisle from 2 side 6 Personel with door opening into aisle from 2 side

a. Luas area untuk mesin yang digunakan

b. Luas area untuk peralatan penunjang proses produksi

c. Luas area kerja operator, dan

d. Luas area untuk penyimpanan material Total keempat luas area tersebut dikalikan dengan 150% sebagai allowance, yang meliputi area tambahan untuk pemindahan bahan (material handling), pemeliharaan mesin (maintenance), dan operator.

3.9 Tipe Tata Letak Fasilitas Produksi

Terdapat 4 tipe tata letak fasilitas produksi yang pada umumnya diterapkan dalam industri (Kanawaty, 1992)

a. Tata letak berdasarkan lokasi material tetap (Layout by fixed position) Tata letak dengan tipe seperti ini digunakan jika material yang akan diproses tidak bergerak mengelilingi pabrik melainkan tetap tinggal di suatu lokasi. Seluruh peralatan dan mesin yang diperlukan untuk memproses material tersebut dibawa ke lokasi yang telah ditetapkan. Umumnya diterapkan pada industri yang menghasilkan produk berukuran besar, seperti pesawat terbang dan kapal, atau jika hanya sedikit produk dibuat pada satu waktu. Konsep dari tipe tata letak ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Layout by fixed position Gambar 3.1 Layout by fixed position

Gambar 3.2 Layout by Process or Function

c. Tata letak fasilitas berdasarkan aliran produksi (Layout by product or line layout) Dalam tata letak ini, mesin-mesin dan peralatan yang diperlukan untuk memproduksi produk yang ada diletakkan dalam satu area yang sama dan disusun berdasar urutan aliran proses produksi tersebut. Tipe layout ini digunakan jika terdapat permintaan yang tinggi terhadap satu atau beberapa produk, atau diproduksi secara massal seperti produksi soft drink. Konsep dari tipe tata letak ini dapat dilihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.3 Layout by Product

d. Tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk (Group layout) Tata letak ini mengelompokkan produk berdasarkan pada langkah-langkah proses, mesin atau peralatan yang digunakan, dan sebagainya. Mesin dan peralatan produksi lainnya dikelompokkan dalam sebuah “manufacturing cell”. Tipe layout ini akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi dalam proses produksinya karena setiap kelompok produk memiliki urutan proses yang sama. Konsep dari tipe tata letak ini dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Group Layout

3.10 Pola Aliran Bahan

Terdapat 2 jenis pola aliran bahan:

a. Jenis Pola Aliran Proses Produksi Merupakan pola aliran untuk mengatur aliran material dalam suatu proses produksi. Macamnya:

Pola aliran yang berdasar pada garis lurus. Biasanya digunakan pada proses produksi yang berlangsung singkat, sederhana, dan hanya terdiri dari beberapa peralatan produksi.

Gambar 3.5 Pola Aliran Garis Lurus

Akibat dari penggunaan pola aliran ini diantaranya:

i. Munculnya jarak terpendek antara 2 titik

ii. Proses produksi berlangsung mengikuti garis lurus dari proses awal hingga proses terakhir

iii. Perpindahan material menempuh jarak yang relatif pendek

2. Zig-zag Pola ini cocok untuk diaplikasikan jika aliran proses produksi yang ada lebih panjang dari luas area produksi yang tersedia. Pola ini dapat menjadi solusi bagi keterbatasan area, bentuk, dan ukuran bangun.

Gambar 3.6 Pola Aliran Zig-Zag

Dokumen yang terkait

AN ANALYSIS OF GRAMMATICAL ERRORS IN WRITING DESCRIPTIVE PARAGRAPH MADE BY THE SECOND YEAR STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 06 DAU MALANG

44 306 18

Prosedur Pengolahan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Atas Wajib Pajak Badan Pada KPP Pratama Bandung Karees

1 23 40

Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 2012-2014)

0 23 2

Tinjauan Atas Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada KPP Pratama Sumedang

0 12 1

Analisis Kualitas Pelayanan Pajak Dan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Formal Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur

2 38 124

Pengaruh Restitusi Pajak Pertambahan Nilai dan Penagihan Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya Bandung Tahun 2010-2014)

26 115 30

Pengaruh Penerapan E Faktur dan Efisiensi Pengisian SPT Terhadap Persepsi Pengusha Kena Pajak (Studi Kasus pada KPP Pratama Garut)

10 42 26

Pengaruh Persepsi Kemudahan dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E Filling (Survei Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kpp Pratama Soreang)

12 68 1

Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan Penerapan E Filling Terhadap Kualitas Pelayanan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Subang)

5 56 42

Analisis Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wiliyah Kota Bandung

8 99 165