T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Pendidikan Katekisasi (Studi di Gereja Protestan Maluku) T2 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Katekisasi bukanlah pendidikan agama seperti
pada sekolah-sekolah formal, tetapi katekisasi adalah
bimbingan
dan
latihan
di
dalam
gereja
yang
berlangsung dalam suatu persekutuan, yaitu antara
pendeta
(pemimpin
(pengikut
katekisasi)
katekisasi).
Jeni-jenis
dan
anak-anak
katekisasi
yaitu
katekisasi keluarga, katekisasi sekolah, dan katekisasi
gereja.
Katekisasi
yang
dilaksanakan
di
Gereja
Protestan Maluku adalah katekisasi gereja, dimana
katekisasi ini ditempatkan dalam suatu kerangka yang
luas, yaitu kerangka gereja sebagai persekutuan yang
mengajar.
Gereja
memberitakan
bukan
firman,
saja
terpanggil
melayani
untuk
sakramen,
mengembalakan anggota jemaat, tetapi juga untuk
mengajar dan membina anggotanya. Daryanto (2013:
80) mengatakan pendidikan adalah proses perubahan
sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang
dalam
mendewasakan
pengajaran
dan
latihan.
manusia
melalui
upaya
Gereja
sebagai
sebuah
lembanga bertanggung jawab dalam proses pendidikan
keagamaan dan dikenal dengan pendidikan katekisasi.
Pendidikan keagamaan di GPM dimulai sejak pra-19351
an melalui peran kreatif rasul Maluku Joseph Kam dan
telah diletakan “batu pertama” pembinaan umat
sekaligus pendidikan agama di wilayah Maluku dan
sekitarnya.
Isi pembinaan diarahkan kepada pengetahuan
alkitab dan musik gerejawi. Sesudah 1935 sampai
1950-an pembinaan umat dipandang sebagai ujung
tombak misi gereja yang menembusi medan tugas dan
panggilan misioner umat. Pada masa ini pembinaan
umat tidak hanya berlangsung secara teritorial dan
kategorial tetapi juga dilaksanakan secara sektoral.
Pada masa ini pembinaan umat disasarkan kepada
umat yang berada di wilayah transmigrasi dan disekitar
usaha peternakan di wilayah Maluku.
Isi pembinaan umat mulai mencakup pokokpokok yang berkaitan dengan iklim kehidupan yang
majemuk dan sekuler dari umat di GPM. Aspek
ekonomi dimasukan ke dalam isi pembinaan umat.
Pada
tahun
1956
pokok-pokok
pembinaan
ini
menimbulkan penolakan oleh sebagian besar umat
sendiri. Alasan penolakan mereka adalah kehidupan
kekristenan yang sejati ialah mencari lebih dulu
kerajaan
Allah/sorga
maka
segala
sesuatu
akan
ditambahkan kepadamu. Wacana mengenai pokokpokok yang terdapat dalam isi pembinaan umat di
tahun 1950-an ini menumbuhkan instropeksi dan
inovasi terhadap visi teologi GPM yang dikemas dalam
2
pesan tobat pada tahun 1960. Maka, muncullah
komitmen
GPM
untuk
menyusun
pola
darurat
pembangunan jemaat GPM sebagai pengejawantahan,
penerapan dan penjabaran pesan tobat tersebut. bukan
hanya untuk kepentingan masa itu, tetapi juga sampai
saat ini. Pola darurat pembangunan pembinaan umat
ini ditopang oleh pola organisasi selaku landasan
struktural
yang
dikenal
sebagai
piagam
jawatan
pelayanan dan tata pelayanan GPM.
Dengan dukungan organisatoris atau landasan
struktural ini secara operasional diselenggarakan oleh
Biro pembangunan jemaat dalam departemen marturia,
yang
dilihat
pada
pembangunan
umat
di
GPM
mencakup kepemimpinan organisasi dan tanggung
jawab umat. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan
umat agar keluar dari ekslusivitas yang selama ini
membuat GPM kurang dinamik dalam menjawab
berbagai permasalahan yang muncul dalam konteks
kesaksian
dan
pelayanan.
Dalam
perjalanan
pembinaan umat pola darurat ini perlu dikembangkan
menjadi
pola
dikembangkan
yang
lebih
secara
standar,
berencana,
yang
dapat
bertahap,
menyeluruh dan menyebar agar dapat diwujudkan
pembinaan pemerataan umat GPM menuju citra gereja
yang sejati.
Sebab itu pola darurat ini digantikan dengan pola
dasar pembangunan jemaat dan apostolat GPM pada
3
tahun
1972.
Pola
organisasi
atau
landasan
strukturalnya yang mendukung penerapan pola dasar
masih tetap Biro pembangunan jemaat sesuai dengan
piagam jawatan pelayanan dan tata pelayanan namun
dialihkan ke departemen koinonia. Mengapa? Karena
pembinaan
umat
diarahkan
bukan
lagi
untuk
mengemban misi pekabaran injil secara langsung tetapi
untuk memantapkan sumber daya umat di GPM secara
koprehensif.
Sidang
ke-30
Sinode
GPM
tahun
1983,
bangkitlah kesadaran baru, kebangunan kembali dan
perumusan ulang terhadap pola dasar pembangunan
jemaat. Dan hasilnya dikenal dengan (PIP) dan (RIPP)
GPM, PIP dan RIPP GPM itu adalah suatu perencanaan
yang menyeluruh, terpadu dan bertahap dengan tetap
menyadari berbagai perobahan masa depan seperti:
adanya perobahan yang menghendaki perbaikan dan
pengembangan para pelayan gereja atau jemaat.
Adanya perobahan kondisi dan situasi dalam GPM baik
menyangkut
maupun
kenyataan
pembangunan
hidup
jemaat
manusia
setempat
seutuhnya.
Perubahan kondisi dan situasi di luar GPM seperti
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
kebangkitan agama-agama, perkembangan lingkungan
hidup masyarakat.
Adanya PIP dan RIPP maka seluruh aspek
pelayanan di GPM, termasuk pelayanan mendidik dan
4
membinan
umat
(pendidikan
katekisasi)
harus
mengacu pada PIP dan RIPP GMP tersebut, pada tahun
1985, pelayanan mendidik dan membina umat yang
berfokus pada penyiapan warga gereja yang akan
mengaku sidi (katekisasi) menjadi sasaran utama
penataan
dan
pengembangan.
Pada
tahun
ini,
disusunlah dan diujicobakan manajemen kurikulum
pendidikan gereja yaitu kurikulum katekisasi GPM dan
pedoman pengajarannya.
Kurikulum katekisasi didesain dari PIP dan RIPP
terutama dari bagian pola dasar bina umat yang
menginspirasikan azas-azas oikumenis, pertumbuhan,
kemandirian dan misioner sebagai azas pembinaan dan
indikator firman, gereja, dan konteks sebagai acuan
kurikulernya. Dengan adanya pola dasar bina umat
yang menjadi ukuran keterpaduan dan keutuhan
secara merata dan menyeluruh serta seimbang, maka
pembinaan umat disusun dan dilaksanakan sebagai
sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem maka sifat dari
pola dasar bina umat ini adalah selaku sistem tunggal
pembinaan umat yang menampakan esensi tanggung
jawab yang sama besar untuk semua bidang pelayanan
di GPM, namun yang memiliki indikasi kurikuler yang
tetap adalah firman/alkitab, gereja dan dunia/konteks.
Sebagai sebuah sistem pembinaan umat pada PIP
dan RIPP GPM dasawarsa I dan II dititikberatkan pada
usaha pengembangan sumber daya umat menjadi
5
manusia penggerak yang dicirikan oleh kemampuan
profesional, bermotivasi etis, dan berdedikasi. Dengan
ciri ini pertumbuhan kualitas hidup misioner umat
diarahkan untuk mencapai standar mutu ketahanan
iman, ilmiah, dan sosio-ekonomis.
Sebagai sebuah sistem pembinaan umat GPM
dikembangkan dengan pendekatan menyeluruh, utuh,
realistis searah dengan aspek yang akan dicapai, baik
tujuan program pembinaan, maupun ciri, jenis, dan
sasaran. Dengan demikian seorang tenaga pembinaan
umat dapat menentukan arah dan strategi pembinaan
umatnya, baik secara sentralisasi/kosentrasi (terpusat
di
aras
sinode,
dan
disentralisasi/kikonsentrasi
langsung)
sesuai
klasis)
(aras
maupun
jemaat
prakarsanya
secara
dengan
memperhitungkan konteks hidupnya.
Terjadi perumusan ulang terhadap visi dan misi
serta tujuan GPM yang diikuti pula dengan perumusan
ulang usaha pengembangan sumber daya umat GPM
untuk mencapai profil umat GPM yang ditambahkan.
Profil umat itu adalah umat yang memiliki ketangguhan
dan kematangan secara teologis, moral-etis, intelektual,
sosial, kultural, ekonomis, politis, pluralis, toleran,
dialogis, demokratis dan manusiawi. Pembentukan
profil
umat
melalui
pendidikan
dengan
dasar
pendidikan adalah:
6
Allah yang menyatakan diri dalam Yesus
sesuai kesaksian alkitab
Pengakuan iman gerejawi
Sangat disayangkan dalam perumusan ulang
tersebut tidak disertai dengan perumusan mengenai
bagaimana pola pembinaan untuk menghasilkan profil
umat dimaksud. Karena, materi pendidikan hanya
berkisar pada pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang berhubungan dengan spiritualitas anak. Padahal
upaya pemberdayaan umat juga sangat membutuhkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap
yang
bersentuhan langsung dengan kehidupan setiap hari.
Di GPM sendiri materi kurikulum ada tiga pokok
bahasan yaitu gereja, konteks, dan firman. Dalam hal
pelaksanaan pembelajaran ketiga pokok bahasan ini
dikembangkan secara spiral, tetapi pembobotan yang
lebih besar adalah gereja dan firman. Konteks kurang
mendapat pembobotan karena materi lebih diarahkan
pada pembinaan rohani dari para katekisan.
Bertolak dari penjelasan di atas terkait dengan
perkembangan katekisasi GPM semenjak tahun 1935
sampai sekarang maka pada tahap berikut ini akan
dilihat tugas pendidikan katekisasi sebagai sebuah
subsistem pendidikan di GPM. Katekisasi sebagai
subsistem pembinaan umat di GPM adalah bahwa
katekisasi merupakan salah satu wadah pembinaan
umat sekaligus pemberitaan dan kesaksian khususnya
7
dalam kalangan generasi muda adalah dimaksudkan
agar
mereka
siap
menghadapi
tantangan
dan
perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Sekurang-kurangnya seseorang dari katekisasi dan
menjadi warga sidi gereja adalah yang bersangkutan
mempunyai kepribadian kristiani yang kuat, setia
kepada
Yesus
Kristus
dan
dapat
melaksanakan
tugasnya sebagai warga negara yang bertanggung
jawab, memiliki pengetahuan sikap dan keterampilan
untuk
mengembangkan
panggilannya
sebagai
dan
murid
mengamalkan
Tuhan,
sambil
menggunakan dan mengembangkan prinsip imamat am
orang percaya di dalam jemaat dan masyarakatnya
yang menjunjung kemajemukan hidup.
Sebagai subsistem, katekisasi berfungsi untuk
membina
manusia
menjadi
takut
akan
Tuhan,
membina manusia mampu menjadi pemimpin dalam
keluarga
sebagai
keluarga
pembaharu
dan
pertumbuhan gereja dan pembebasan masyarakat dari
kemiskinan dan keterbelakangan, membina umat
untuk mampu menganalisis, membaca tanda-tanda
zaman, mengembangkan langkah-langkah peringatan
dini dan antisipasi terhadap setiap tantangan yang
diprediksikan akan dihadapinya dan masyarakatnya.
Sebagai subsistem pembinaan umat, katekisasi
dilaksanakan dengan ciri-ciri alkitabiah, oikumenis,
praktis,
misioner,
kontekstual
sehinggga
terjadi
8
pembentukan
keterampilan
subsistem,
pengetahuan,
praktis.
keimanan,
Sebab
katekisasi
itu
harus
sebagai
didukung
dan
sebuah
dengan
pembinaan dalam keluarga dan pembinaan dalam
masyarakat.
Penyelenggaraan katekisasi dimaksudkan agar
manusia/katekisan memiliki integritas diri sebagai
murid Yesus. Selain itu, katekisasi tidak sekedar
berakhir pada saat seseorang telah mengaku sidi,
melainkan terus berlangsung sepanjang hidup. Sebagai
sebuah
subsistem,
maka
katekisasi
(pelayanan
pendidikan dan pembinaan umat) tidak terlepas dari
tugas-tugas pelayanan yang lain (pelayanan pastoral,
pelayanan
pembinaan).
Sebab
itu,
pelayanan
pendidikan ini tidak dapat dikerjakan hanya oleh satu
atau dua orang saja, tetapi harus melibatkan umat yang
lain, termasuk orang tua dari katekisan itu sendiri.
Penjelasan di atas yang membuat penulis tertarik
untuk
mengkaji
pengelolaan
kurikulum
yang
diterapkan pendidikan katekisasi di GPM.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan manajemen kurikulum
pendidikan
katekisasi
di
Gereja
Protestan
Maluku?
9
2. Bagaimana
kurikulum
pengorganisasian
pendidikan
katekisasi
manajemen
di
Gereja
Protestan Maluku?
3. Bagaimana pelaksanaan manajemen kurikulum
pendidikan
katekisasi
di
Gereja
Protestan
Maluku?
4. Bagaimana
pendidikan
evaluasi
manajemen
katekisasi
di
Gereja
kurikulum
Protestan
Maluku?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan
1. Perencanaan manajemen kurikulum pendidikan
katekisasi di GPM
2. Pengorganisasian
manajemen
kurikulum
pendidikan katekisasi di GPM
3. Pelaksanaan manajemen kurikulum pendidikan
katekisasi di GPM
4. Evaluasi
manajeman
kurikulum
pendidikan
katekisasi di GPM
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian
ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
ManfaatTeoritis
Dari hasil penelitian ini secara teoritis dapat
menambah kajian ilmiah dan temuan ilmiah tentang
10
manajemen
kurikulum
pendidikan
katekisasi
khususnya di Gereja Protestan Maluku.
Manfaat Praktis
Bagi
pendidikan katekisasi GPM sendiri, yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan
pertimbangan pelaksanaan manajemen kurikulum agar
bisa mendapatkan hasil yang baik bagi pendidikan
katekisasi di GPM.
1.5
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan ini mengikuti
sistematika sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian.
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka, yang berisi
pembahasan
kurikulum,
tentang
dan
manajemen,
pendidikan
manajemen
katekisasi.
Bab
III
merupakan bab metode penelitian, yang terdiri dari
jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data. Bab IV merupakan bab hasil dan
pembahasan, yang terdiri dari gambaran umum lokasi
penelitian,
yang
pengorganisasian,
meliputi
aspek
pelaksanaan,
perencanaan,
dan
evaluasi
kurikulum. Bab V merupakan bab penutup, yang terdiri
dari kesimpulan dan saran dari penulisan ini.
11
12
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Katekisasi bukanlah pendidikan agama seperti
pada sekolah-sekolah formal, tetapi katekisasi adalah
bimbingan
dan
latihan
di
dalam
gereja
yang
berlangsung dalam suatu persekutuan, yaitu antara
pendeta
(pemimpin
(pengikut
katekisasi)
katekisasi).
Jeni-jenis
dan
anak-anak
katekisasi
yaitu
katekisasi keluarga, katekisasi sekolah, dan katekisasi
gereja.
Katekisasi
yang
dilaksanakan
di
Gereja
Protestan Maluku adalah katekisasi gereja, dimana
katekisasi ini ditempatkan dalam suatu kerangka yang
luas, yaitu kerangka gereja sebagai persekutuan yang
mengajar.
Gereja
memberitakan
bukan
firman,
saja
terpanggil
melayani
untuk
sakramen,
mengembalakan anggota jemaat, tetapi juga untuk
mengajar dan membina anggotanya. Daryanto (2013:
80) mengatakan pendidikan adalah proses perubahan
sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang
dalam
mendewasakan
pengajaran
dan
latihan.
manusia
melalui
upaya
Gereja
sebagai
sebuah
lembanga bertanggung jawab dalam proses pendidikan
keagamaan dan dikenal dengan pendidikan katekisasi.
Pendidikan keagamaan di GPM dimulai sejak pra-19351
an melalui peran kreatif rasul Maluku Joseph Kam dan
telah diletakan “batu pertama” pembinaan umat
sekaligus pendidikan agama di wilayah Maluku dan
sekitarnya.
Isi pembinaan diarahkan kepada pengetahuan
alkitab dan musik gerejawi. Sesudah 1935 sampai
1950-an pembinaan umat dipandang sebagai ujung
tombak misi gereja yang menembusi medan tugas dan
panggilan misioner umat. Pada masa ini pembinaan
umat tidak hanya berlangsung secara teritorial dan
kategorial tetapi juga dilaksanakan secara sektoral.
Pada masa ini pembinaan umat disasarkan kepada
umat yang berada di wilayah transmigrasi dan disekitar
usaha peternakan di wilayah Maluku.
Isi pembinaan umat mulai mencakup pokokpokok yang berkaitan dengan iklim kehidupan yang
majemuk dan sekuler dari umat di GPM. Aspek
ekonomi dimasukan ke dalam isi pembinaan umat.
Pada
tahun
1956
pokok-pokok
pembinaan
ini
menimbulkan penolakan oleh sebagian besar umat
sendiri. Alasan penolakan mereka adalah kehidupan
kekristenan yang sejati ialah mencari lebih dulu
kerajaan
Allah/sorga
maka
segala
sesuatu
akan
ditambahkan kepadamu. Wacana mengenai pokokpokok yang terdapat dalam isi pembinaan umat di
tahun 1950-an ini menumbuhkan instropeksi dan
inovasi terhadap visi teologi GPM yang dikemas dalam
2
pesan tobat pada tahun 1960. Maka, muncullah
komitmen
GPM
untuk
menyusun
pola
darurat
pembangunan jemaat GPM sebagai pengejawantahan,
penerapan dan penjabaran pesan tobat tersebut. bukan
hanya untuk kepentingan masa itu, tetapi juga sampai
saat ini. Pola darurat pembangunan pembinaan umat
ini ditopang oleh pola organisasi selaku landasan
struktural
yang
dikenal
sebagai
piagam
jawatan
pelayanan dan tata pelayanan GPM.
Dengan dukungan organisatoris atau landasan
struktural ini secara operasional diselenggarakan oleh
Biro pembangunan jemaat dalam departemen marturia,
yang
dilihat
pada
pembangunan
umat
di
GPM
mencakup kepemimpinan organisasi dan tanggung
jawab umat. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan
umat agar keluar dari ekslusivitas yang selama ini
membuat GPM kurang dinamik dalam menjawab
berbagai permasalahan yang muncul dalam konteks
kesaksian
dan
pelayanan.
Dalam
perjalanan
pembinaan umat pola darurat ini perlu dikembangkan
menjadi
pola
dikembangkan
yang
lebih
secara
standar,
berencana,
yang
dapat
bertahap,
menyeluruh dan menyebar agar dapat diwujudkan
pembinaan pemerataan umat GPM menuju citra gereja
yang sejati.
Sebab itu pola darurat ini digantikan dengan pola
dasar pembangunan jemaat dan apostolat GPM pada
3
tahun
1972.
Pola
organisasi
atau
landasan
strukturalnya yang mendukung penerapan pola dasar
masih tetap Biro pembangunan jemaat sesuai dengan
piagam jawatan pelayanan dan tata pelayanan namun
dialihkan ke departemen koinonia. Mengapa? Karena
pembinaan
umat
diarahkan
bukan
lagi
untuk
mengemban misi pekabaran injil secara langsung tetapi
untuk memantapkan sumber daya umat di GPM secara
koprehensif.
Sidang
ke-30
Sinode
GPM
tahun
1983,
bangkitlah kesadaran baru, kebangunan kembali dan
perumusan ulang terhadap pola dasar pembangunan
jemaat. Dan hasilnya dikenal dengan (PIP) dan (RIPP)
GPM, PIP dan RIPP GPM itu adalah suatu perencanaan
yang menyeluruh, terpadu dan bertahap dengan tetap
menyadari berbagai perobahan masa depan seperti:
adanya perobahan yang menghendaki perbaikan dan
pengembangan para pelayan gereja atau jemaat.
Adanya perobahan kondisi dan situasi dalam GPM baik
menyangkut
maupun
kenyataan
pembangunan
hidup
jemaat
manusia
setempat
seutuhnya.
Perubahan kondisi dan situasi di luar GPM seperti
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
kebangkitan agama-agama, perkembangan lingkungan
hidup masyarakat.
Adanya PIP dan RIPP maka seluruh aspek
pelayanan di GPM, termasuk pelayanan mendidik dan
4
membinan
umat
(pendidikan
katekisasi)
harus
mengacu pada PIP dan RIPP GMP tersebut, pada tahun
1985, pelayanan mendidik dan membina umat yang
berfokus pada penyiapan warga gereja yang akan
mengaku sidi (katekisasi) menjadi sasaran utama
penataan
dan
pengembangan.
Pada
tahun
ini,
disusunlah dan diujicobakan manajemen kurikulum
pendidikan gereja yaitu kurikulum katekisasi GPM dan
pedoman pengajarannya.
Kurikulum katekisasi didesain dari PIP dan RIPP
terutama dari bagian pola dasar bina umat yang
menginspirasikan azas-azas oikumenis, pertumbuhan,
kemandirian dan misioner sebagai azas pembinaan dan
indikator firman, gereja, dan konteks sebagai acuan
kurikulernya. Dengan adanya pola dasar bina umat
yang menjadi ukuran keterpaduan dan keutuhan
secara merata dan menyeluruh serta seimbang, maka
pembinaan umat disusun dan dilaksanakan sebagai
sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem maka sifat dari
pola dasar bina umat ini adalah selaku sistem tunggal
pembinaan umat yang menampakan esensi tanggung
jawab yang sama besar untuk semua bidang pelayanan
di GPM, namun yang memiliki indikasi kurikuler yang
tetap adalah firman/alkitab, gereja dan dunia/konteks.
Sebagai sebuah sistem pembinaan umat pada PIP
dan RIPP GPM dasawarsa I dan II dititikberatkan pada
usaha pengembangan sumber daya umat menjadi
5
manusia penggerak yang dicirikan oleh kemampuan
profesional, bermotivasi etis, dan berdedikasi. Dengan
ciri ini pertumbuhan kualitas hidup misioner umat
diarahkan untuk mencapai standar mutu ketahanan
iman, ilmiah, dan sosio-ekonomis.
Sebagai sebuah sistem pembinaan umat GPM
dikembangkan dengan pendekatan menyeluruh, utuh,
realistis searah dengan aspek yang akan dicapai, baik
tujuan program pembinaan, maupun ciri, jenis, dan
sasaran. Dengan demikian seorang tenaga pembinaan
umat dapat menentukan arah dan strategi pembinaan
umatnya, baik secara sentralisasi/kosentrasi (terpusat
di
aras
sinode,
dan
disentralisasi/kikonsentrasi
langsung)
sesuai
klasis)
(aras
maupun
jemaat
prakarsanya
secara
dengan
memperhitungkan konteks hidupnya.
Terjadi perumusan ulang terhadap visi dan misi
serta tujuan GPM yang diikuti pula dengan perumusan
ulang usaha pengembangan sumber daya umat GPM
untuk mencapai profil umat GPM yang ditambahkan.
Profil umat itu adalah umat yang memiliki ketangguhan
dan kematangan secara teologis, moral-etis, intelektual,
sosial, kultural, ekonomis, politis, pluralis, toleran,
dialogis, demokratis dan manusiawi. Pembentukan
profil
umat
melalui
pendidikan
dengan
dasar
pendidikan adalah:
6
Allah yang menyatakan diri dalam Yesus
sesuai kesaksian alkitab
Pengakuan iman gerejawi
Sangat disayangkan dalam perumusan ulang
tersebut tidak disertai dengan perumusan mengenai
bagaimana pola pembinaan untuk menghasilkan profil
umat dimaksud. Karena, materi pendidikan hanya
berkisar pada pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang berhubungan dengan spiritualitas anak. Padahal
upaya pemberdayaan umat juga sangat membutuhkan
pengetahuan,
keterampilan
dan
sikap
yang
bersentuhan langsung dengan kehidupan setiap hari.
Di GPM sendiri materi kurikulum ada tiga pokok
bahasan yaitu gereja, konteks, dan firman. Dalam hal
pelaksanaan pembelajaran ketiga pokok bahasan ini
dikembangkan secara spiral, tetapi pembobotan yang
lebih besar adalah gereja dan firman. Konteks kurang
mendapat pembobotan karena materi lebih diarahkan
pada pembinaan rohani dari para katekisan.
Bertolak dari penjelasan di atas terkait dengan
perkembangan katekisasi GPM semenjak tahun 1935
sampai sekarang maka pada tahap berikut ini akan
dilihat tugas pendidikan katekisasi sebagai sebuah
subsistem pendidikan di GPM. Katekisasi sebagai
subsistem pembinaan umat di GPM adalah bahwa
katekisasi merupakan salah satu wadah pembinaan
umat sekaligus pemberitaan dan kesaksian khususnya
7
dalam kalangan generasi muda adalah dimaksudkan
agar
mereka
siap
menghadapi
tantangan
dan
perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat.
Sekurang-kurangnya seseorang dari katekisasi dan
menjadi warga sidi gereja adalah yang bersangkutan
mempunyai kepribadian kristiani yang kuat, setia
kepada
Yesus
Kristus
dan
dapat
melaksanakan
tugasnya sebagai warga negara yang bertanggung
jawab, memiliki pengetahuan sikap dan keterampilan
untuk
mengembangkan
panggilannya
sebagai
dan
murid
mengamalkan
Tuhan,
sambil
menggunakan dan mengembangkan prinsip imamat am
orang percaya di dalam jemaat dan masyarakatnya
yang menjunjung kemajemukan hidup.
Sebagai subsistem, katekisasi berfungsi untuk
membina
manusia
menjadi
takut
akan
Tuhan,
membina manusia mampu menjadi pemimpin dalam
keluarga
sebagai
keluarga
pembaharu
dan
pertumbuhan gereja dan pembebasan masyarakat dari
kemiskinan dan keterbelakangan, membina umat
untuk mampu menganalisis, membaca tanda-tanda
zaman, mengembangkan langkah-langkah peringatan
dini dan antisipasi terhadap setiap tantangan yang
diprediksikan akan dihadapinya dan masyarakatnya.
Sebagai subsistem pembinaan umat, katekisasi
dilaksanakan dengan ciri-ciri alkitabiah, oikumenis,
praktis,
misioner,
kontekstual
sehinggga
terjadi
8
pembentukan
keterampilan
subsistem,
pengetahuan,
praktis.
keimanan,
Sebab
katekisasi
itu
harus
sebagai
didukung
dan
sebuah
dengan
pembinaan dalam keluarga dan pembinaan dalam
masyarakat.
Penyelenggaraan katekisasi dimaksudkan agar
manusia/katekisan memiliki integritas diri sebagai
murid Yesus. Selain itu, katekisasi tidak sekedar
berakhir pada saat seseorang telah mengaku sidi,
melainkan terus berlangsung sepanjang hidup. Sebagai
sebuah
subsistem,
maka
katekisasi
(pelayanan
pendidikan dan pembinaan umat) tidak terlepas dari
tugas-tugas pelayanan yang lain (pelayanan pastoral,
pelayanan
pembinaan).
Sebab
itu,
pelayanan
pendidikan ini tidak dapat dikerjakan hanya oleh satu
atau dua orang saja, tetapi harus melibatkan umat yang
lain, termasuk orang tua dari katekisan itu sendiri.
Penjelasan di atas yang membuat penulis tertarik
untuk
mengkaji
pengelolaan
kurikulum
yang
diterapkan pendidikan katekisasi di GPM.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana perencanaan manajemen kurikulum
pendidikan
katekisasi
di
Gereja
Protestan
Maluku?
9
2. Bagaimana
kurikulum
pengorganisasian
pendidikan
katekisasi
manajemen
di
Gereja
Protestan Maluku?
3. Bagaimana pelaksanaan manajemen kurikulum
pendidikan
katekisasi
di
Gereja
Protestan
Maluku?
4. Bagaimana
pendidikan
evaluasi
manajemen
katekisasi
di
Gereja
kurikulum
Protestan
Maluku?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan
1. Perencanaan manajemen kurikulum pendidikan
katekisasi di GPM
2. Pengorganisasian
manajemen
kurikulum
pendidikan katekisasi di GPM
3. Pelaksanaan manajemen kurikulum pendidikan
katekisasi di GPM
4. Evaluasi
manajeman
kurikulum
pendidikan
katekisasi di GPM
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian
ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
ManfaatTeoritis
Dari hasil penelitian ini secara teoritis dapat
menambah kajian ilmiah dan temuan ilmiah tentang
10
manajemen
kurikulum
pendidikan
katekisasi
khususnya di Gereja Protestan Maluku.
Manfaat Praktis
Bagi
pendidikan katekisasi GPM sendiri, yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan dan bahan
pertimbangan pelaksanaan manajemen kurikulum agar
bisa mendapatkan hasil yang baik bagi pendidikan
katekisasi di GPM.
1.5
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan ini mengikuti
sistematika sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian.
Bab II merupakan bab tinjauan pustaka, yang berisi
pembahasan
kurikulum,
tentang
dan
manajemen,
pendidikan
manajemen
katekisasi.
Bab
III
merupakan bab metode penelitian, yang terdiri dari
jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data. Bab IV merupakan bab hasil dan
pembahasan, yang terdiri dari gambaran umum lokasi
penelitian,
yang
pengorganisasian,
meliputi
aspek
pelaksanaan,
perencanaan,
dan
evaluasi
kurikulum. Bab V merupakan bab penutup, yang terdiri
dari kesimpulan dan saran dari penulisan ini.
11
12