PROPOSAL ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN KECUK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) den peserta
didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam pendidikan.
Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen hilang
pulalah hakekat pendidikan.
Perbaikan mutu secara terus menerus berorientasi pada masukan,
proses, luaran, dan layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah pada
fisiknya, melainkan pada peningkatan profesionalitas manusia pengelola atau
pelaksana. Di sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di dalam dunia
persekolahan banyak difokuskan pada guru. Keterlambatan atau kegagalan
peningkatan mutu proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan
dengan pertanyaan mengenai ada atau tidak kontinuasi profesionalisme pada
kalangan guru dan unsur manajemen sekolah.
Pendidik atau guru harus ada dalam pendidikan, sebagaimana
ungkapan Arab, yang pernah disampaikan A. Malik Fadjar, al-Tharrgah
Ahammu min al Maddah walakinna al-Muddaris Ahammu min alTharigah
(Metode lebih penting daripada materi, namun guru lebih penting dari pada
metode). Make dari itu, untuk menunjang keberhasilan pendidikan dan
1
2
peningkatan mutu pendidikan, harus ada peningkatan profesionalisme
pendidik atau guru.
Salah satu cara untuk profesionalitas pendidik atau guru yaitu adanya
sertifikasi
guru.
Jika
ditelah
dari
kata-katanya,
sertifikasi
adalah
penyertifikasian pembuatan sertifikat. Menurut Glickman guru profesional
memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang
tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme guru harus diarahkan pada
dua hal tersebut. Dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru
perlu dilakukan sertifikasi dan diuji kompetensi secara berkala agar kinerjanya
terus meningkat dan memenuhi syarat profesional.
Sedangkan sertifikasi pendidik atau guru dapat diartikan sebagai suatu
proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu,
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang
untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru merupakan langkah peningkatan kualitas guru sesuai
dengan disiplin ilmu yang diajarkan pada anak didik. Sertifikasi ini
diharapkan menciptakan kondisi the right man in the right place, sebagaimana
yang kita harapkan. Guru-guru diharapkan berada di tempat yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya. Namun perjalanan sertifikasi tidak
mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak guru yang belum mengetahui
3
bagaimana perjalanan kebijakan sertifikasi itu sendiri. Maka dari itu, penulis
akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakan sertifikasi yang merupakan
kebijakan pendidikan Nasional.
Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah yang
strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara
formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru
adalah tenaga profesional.
Guru profesional dan bermartabat akan melahirkan anak-anak bangsa
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Beban kerja guru secara eksplisit telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
namun demikian, masih diperlukan penjelasan tentang rincian penghitungan
beban kerja guru dengan mempertimbangkan beberapa tugastugas guru di
sekolah selain tugas utamanya sebagai pendidik.
Guru adalah bagian yang tak terpisahkan dari komponen pendidikan
lainnya seperti peserta didik, kurikulum/program pendidikan, fasilitas, dan
manajemen. Perencanaan guru harus berbasis pada jenis jurusan atau program
keahlian, dan jumlah rombongan belajar yang dibuka di sekolah. Terpenuhi
atau tidaknya beban mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi jenis guru
4
tertentu sebenarnya sudah dapat dideteksi pada saat jumlah guru yang
dibutuhkan sudah dihitung. Sebagai contoh, apabila jumlah guru menurut
hitungan dibutuhkan 2,25 orang dan disediakan sebanyak 2 orang saja, maka
beban mengajar kedua guru tersebut masing-masing sudah 28 jam per minggu.
Apabila dibutuhkan 2.5 orang guru dan tersedia 3 orang, maka salah satu guru
tersebut tidak memenuhi jam tatap muka minimal 24 jam.
Data tahun 2003/2014 menunjukkan bahwa di kecamatan Musi
Banyuasin terdapat 15 SNP yang terdiri dari 13 SMPN dan 12 SMP Swasta.
Dan dari data yang didapat ada sekolah yang tidak mempunyai gedung dan
masih menumpang disekolah lainnya dan guru yang mengajarpun adalah guru
dari sekolah yang ditumpangi. Berikut data jumlah guru yang telah penulis
dapat dari setiap sekolah :
Data SMP Di Kecamatan Sekayu
SMP
SMP N 1 Sekayu
SMP N 2 Sekayu
SMP N 3 Sekayu
SMP N 4 Sekayu
SMP N 5 Sekayu
SMP N 6 Sekayu
SMP N 7 Sekayu
SMP N 8 Sekayu
SMP N 9 Sekayu
SMP N 10 Sekayu
SMP N Sekayu
SMP
Muhammadiyah
Seakyu
SMP IT Al-Karim
Nur Sekayu
Rombe
1
21
16
10
8
11
12
11
12
8
6
5
Jumlah
Seluruh
Guru
43
32
19
18
28
24
26
27
14
19
Jumlah Guru Sertifikasi
Dari Sekolah
Dari Luar
Asal
Sekolah
24
2
22
1
7
2
15
1
19
1
10
0
10
2
19
2
7
2
6
0
0
1
Guru PNS
Belum
Setifikasi
0
3
1
0
3
4
3
0
1
3
0
Guru
Tidak
Tetap
17
7
9
5
5
10
4
6
4
10
5
8
23
2
2
18
5
21
2
4
16
5
Namun apabila dilihat secara detail pada jenis guru tertentu di
beberapa daerah dilaporkan terdapat kekurangan guru atau kelebihan guru.
Kondisi sekolah yang memiliki kelebihan guru akan menyebabkan guru tidak
dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu. Sehingga terjadi
persaingan antara guru-guru sertifikasi dalam mendapatkan jam mengajar
yang cukup, guru sertifikasi yang tidak mencukupi 24 jam mengajar tidak
akan mendapat tunjangan profesi.
Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah Satu tujuan
kemerdekaan negara RI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan tersebut diterjemahkan lebih lanjut dalam peraturan di bawahnya yang
salah satunya adalah Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Banyak hal yang diuangkapkan dalam undang-undang tersebut, salah
satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan bahwa beban mengajar guru
adalah minimal. 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap
muka perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai beban kerja guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah. Menindak lanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pada salah satu pasalnya yaitu pasal 52
ayat 2 menegaskan kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang
mewajibkan beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka perminggu dan
maksima140 jam tatap muka perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa
guru yang tidak bisa memenuhi kewajiban beban mengajar minimal 24 jam
tatap muka perminggu dilulangkan haknya untuk memperoleh tunjangan
6
profesi, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan maslahat
tambahan.
Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral dalam dunia pendidikan
di mana guru yang telah lulus ujian kompetensi guru dan telah mengukuti
diklat sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan setifikasi guru sebesar satu
kali lipat gaji pokok setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian
kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru. Tidak semua guru
yang telah lulus ujian kompetensi guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru
dengan baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak semua guru yang
telah lulus sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.
Saat awal sertifikasi diberlakukan para guru diperbolehkan mengajar
lebih dari satu mata pelajaran untuk mencukupi syarat untuk mendapat uang
sertifikasi yakni mengajar 24 jam dalam satu minggu. Seperti guru Bahasa
Inggris karena dalam seminggu cuma bisa mengajar 18 jam pelajaran, maka
untuk mencukupi 24 jam, 6 jam kekurangan boleh mengajar mata pelajaran
lain. Namun Depdikbud membuat aturan baru, bahwa guru penerima uang
sertifikasi sekarang diharuskan hanya boleh mengajar satu mata pelajaran 24
jam penuh, tidak boleh mengambil mata pelajaran lain. Full satu mata
pelajaran. Depdikbud mengancam bagi guru sertifikasi yang tidak bisa
mengajar penuh satu mata pelajaran 24 jam seminggu diharuskan
mengembalikan uang yang telah diterima. Beban mengajar minimal 24 jam
perminggu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008
tentang Guru pasal 63 ayat 2 yang berisi "Guru yang tidak dapat memenuhi
7
kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dthilangkan haknya
untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan, fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan"
Kewajiban 24 jam mengajar perminggu tingkat pemenuhannya
memiliki banyak parameter, di antaranya yang utama adalah jumlah murid
dan jumlah guru mata pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi maka
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu bukanlah masalah
dengan catatan perbandingan murid dan perbandingan jumlah guru mata
pelajaran sejenis memiliki komposisi yang memungkinkan untuk membagi
jam pelajaran sehingga kewajiban beban mengajar minimal 24 jam peminggu
bisa terpenuhi. Masalah muncul bila jumlah murid tidak terpenuhi akibat
fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak stabil. Jumlah murid pertahun
yang tidak stabil ini berbanding lurus dengan tingkat kemajuan daerahnya. Di
daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah karena tingkat kepadatan
penduduk perkotaan cenderung bertambah. Di pedesaan terutama desa
terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup tinggi. Bisa saja pada tahun
tertentu jumlah murid meningkat tapi di tahun lain jumlah murid sangat
kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas setengahnya saja tidak bisa
dipenuhi. Pada kondisi ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam
perminggu menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena tidak rela
tunjangan sertifikasinya tidak terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk
mengajar di sekolah lain. Pada daerah perkotaan mencari jam mengajar di
8
sekolah lain bukanlah perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan.
Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di desa yang mana biasanya
di setiap desa hanya ada satu sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada
beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah SMU/SMK sederajat.
Kondisi ini diperparah lagi dengan jarak antar desa yang membawa
konsekuensi jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk dicapai terutama
di daerah pegunungan, perbukitan, pantai ataupun daerah yang berlalu lintas
rendah seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan bahwa pencapaian
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam mengajar semakin mudah
dipernuhi di perkotaan dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun
berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di mana semakin ke desa
maka kualitas pendidikan semakin rendah.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul "Analisis Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru
Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin".
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalahnya
sebagai berikut :
1. Banyak Guru Sertifikasi yang jam mengajarnya belum memenuhi 24 jam.
2. Guru sertifikasi yang belum memenuhi 24 jam mengajar tidak
mendapatkan tunjangan profesi.
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalahya
adalah Bagaimana Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar bagi Guru
Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan dampak kebijakan kecukupan jam mengajar bagi guru
sertifikasi di sekolah menengah pertama kecamatan sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu administrasi
publik, khususnya manajemen sumber daya manusia dan kompetensinya.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
penelitian sendiri dan memberikan masukkan pada guru sertifikasi di
sekolah yang diteliti dan sekolah yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,
dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat
bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah
daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan
keputusan bupati/walikota.
Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002:
17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang biasa diramalkan. Kebijakan
publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain
misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor
bukan pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:
6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai "hubungan antara unit pemerintah
dengan lingkungannya". Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut
masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.
10
Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik,
yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami,
karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, 16
karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh. Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2)
menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah
untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai
tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau
masalah publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip
Tangkilisan (2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang
kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna
memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik.
Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah
sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.
2. Kebijakan Tentang Guru
Menurut UU No. 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi
untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak
diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan,
yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.
Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar
kabupaten/kota, dan antar provinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa
rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di
negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan
persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan
menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg
PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan
Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3
Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan
bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar
kabupaten/kota,
dan/atau
antar
provinsi
dalam
upaya
mewujudkan
peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat
dipindah tugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi
lain.
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB,
Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru
Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2
Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan secara
nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga
Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara
(BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan
kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan
Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan,
dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,
dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Menteri
Dalam
Negeri
berkewajiban
untuk
mendukung
pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan
untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan
dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja
pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan
pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,
dan antar jenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan
penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di
bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan
melalui penetapan formasi guru PNS.
f. Gubenur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
membuat perencanaan.
g. Penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,
antar jenjang, dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawab masing-masing.
3. Dampak Kebijakan
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang
profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa barangkali sama
tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru,
dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang
benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi,
(2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis
prakarsa institusi, dan profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru
madam.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga
pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai
penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini,
lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi
yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan/atau
pendidikan
menengah,
serta
untuk
menyelenggarakan
dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurangkurangnya S1/D-IV dan berseetifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki
keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru
profesional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74
tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi
S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat
sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus
pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta
pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas
kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang
dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan
profesi berkualifikasi S1 /D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh
melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh
pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap
tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri
dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan
melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang
mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran
secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya dan (3) konsep-konsep
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diamunya.
Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, professional, dan social pada sataun pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008
mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik
sekurang-kurangnya Sl atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang
"legal" direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,
harapannya tidak ada alasan calon guna yang direkruit untuk bertugas pada
sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian,
ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri
sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika
menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih
harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program indduksi, diidealisasikan guru akan
dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu
tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu
tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh,
sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan
bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang
direkruit telah memiliki kualifkasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam
produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih
diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang
benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan
fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan
sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula
(beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di
sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk
menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Dampak yang dapat dilihat dari kebijakan kecukupan jam mengajar
yaitu, setiap guru menjadi bersaing dalam memperebutkan jam mengajar, guru
sertifikasi yang tidak cukup jam mengajar tidak mendapatkan tunjangan propesi
sebagaimana mestinya karena tidak mendapatkan jam mengajar yang cukup
bukan karena kehendak guru tersebut melainkan tidak kebagiannya jam unhik
guru sertifikasi tersebut karna tidak seimbangnya jumlah murid dan jumlah guru
di daerah terpencil.
4. Kompetensi Guru
Kompetensi profesional guru menurut Sudjana (2002 17-19) dapat
dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu pedagogik, personal dan sosial.
Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti penguasaan
mata pelajaran, pengetahuan menganai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan penyuluhan,
pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil
belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan dan kesediaan guru
terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya
sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang
terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman
profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil
pekerjaannya.
Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru dalam berbagai
ketrampilan/berperilaku, seperti ketrampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa,
ketrampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun
persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan administrasi kelas,
dan lain-lain. Perbedaan dengan kompetensi kognitif terletak pada sifatnya.
Kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek teori atau pengetahuannya, pada
kompetensi
perilaku
melaksanakannya.
yang
diutamakan
adalah
praktek/ketrampilan
Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari profesi dituntut
memiliki kecakapan yang memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh
pihak yang berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah kompetensi
diartikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilainilai yang diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau sebagai
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 - 91).
1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi
kepribadian
merupakan
kemampuan
personal
yang
mencerminkan kepribadian yang yang mantap, arif, dewasa, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dap mendalam
yang mencakup penguasaan substansi isi materi ktuikulum matapelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
5. Sertifikasi Guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan
dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14
Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).
Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai
suatu proses pemberian pengakuan bahwa sesearang telah memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu,
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang
untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas,
2004).
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah.
Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalain jabatan ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam
bentuk portofolio (Samani, 2007).
Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena
langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru,
memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru
lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
(Sanaky, 2004).
Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji
kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan
atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi
pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru
adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk
melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk
meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi
dipandnag sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat
kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
6. Dasar-Dasar Kebijakan Sertifikasi
Dasar kebijakan atau dasar hukum dari sertifikasi guru yang pertama
terdapat dalam UUD 1945 Bab XA Pasa1 28C ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
Setiap yang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kuialilas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap prang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam pasal di atas,
memang tidak dijelaskan mengenai sertifikasi. Namun pasal tersebut
menjelaskan tentang hak seseorang, termasuk didalamnya hak seorang guru,
yaitu peningkatan kesejahteraan hidupnya dengan memperoleh gaji yang
layak.
Perjuangan hak seorang guru tersebut nampaknya terjawab dengan
adanya sertifikasi pendidik, namun guru harus memenuhi kualifikasi dan
persyaratan tertentu. Hal ini diatur dalam UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang
SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang berbunyi: Pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU RI
No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8, yang berbunyi:
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Pasal tersebut diperkuat lagi dengan keterangan
yang terdapat dalam Permendiknas No. 16 Th.2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang berbunyi Setiap guru wajib
memenuhi standar kualiftkasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku
secara nasional. Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka guru dapat
dikatakan tidak layak untuk menjadi seorang guru atau pendidik.
Setelah guru memenuhi persyaratan tersebut, maka guru akan
memperoleh
keuntungan-keuntungan
tertentu,
yaitu
meningkatnya
kesejahteraan yang diatur oleh UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS
Bab XI Pasal 43 ayat I dan 2, yang berbunyi: Promosi dan penghargaan bagi
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Pasal di
atas selain menjelaskan mengenai penghargaan bagi pendidik atau guru, juga
menjelaskan mengenai pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh LPTK. Ini
diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV
Pasal 11 ayat 1-3, yang berbunyi: Sertifrkat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Serttfikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan
oleh
Pemerintah.
Sertifikasi
pendidik
dilaksanakan
secara
objektif,
transparan, dan akuntabel.
Kebijakan penguatan tentang apa itu sertifikasi diperkuat lagi dalam
UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 11 - 12,
yang berbunyi: Sertifikast adalah proses pemberian sertikat pendidik untuk
guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan
yang diberilurn kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Kebijakan di atas diperkuat dan diperjelas oleh Peraturan Menteri
Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan
Pasal 1 ayat 1-3 dan pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: Sertifikasi bagi guru
dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam
jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh
guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (SI)
atau diploma empat (D -IV). Sertifikasi bagi guru dalam jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pasal 2.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi
untuk memperoleh sertifikat pendidik.
Keterangan mengenai peserta sertifikasi diperinci sebagai berikut: 1)
Sertifikasi melalui jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior yang
berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP). 2) Peserta
diusulkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. 3) Seleksi peserta terdiri alas
seleksi administratif dan seleksi akademik. Seleksi administratif dilakukan
oleh dinas pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan seleksi akademik dilakukan
oleh LPTK difasilitasi oleh Ditjen Dikti.
Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan adalah
sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S 1) atau
diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi. 2) Mengajar di
sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional. 3) Guru
PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat. 4) Guru bukan PNS, yaitu guru tetap
yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. 5) Memiliki Nomor Unik Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6) Guru SD yang meliputi guru kelas
dan guru Pendidikan Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar
belakang pendidikan S1 PGSD atau S 1 kependidikan lainnya, sedangkan guru
Pendidikan
Jasmani
diutamakan
yang
memiliki
latar
belakang
S1
keolahragaan. 7) Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, IPA,
IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru bimbingan konseling)
diutamakan yang mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya. 8)
Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia maksimal 40
tahun pada saat mendaftar. 9) Memiliki prestasi akademik/non akademik dan
karya pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional
yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun
organisasi/lembaga. 10) Bersedia mengikuti pendidikan selama 2 semester dan
meninggalkan tugas mengajar. 11) Disetujui oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota dengan pertimbangan proses pembelajaran di sekolah tidak
terganggu.
7. Penyelenggara Sertifikasi Guru
Menurut Martinis Yamin (2006:3) lembaga penyelenggara sertifikasi
telah diatur oleh UU 14 tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah. Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh
perguruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP clan Fakultas
Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah terakreditasi oleh Badan
Akredittasi Nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaksaan sertifikasi diatur oleh penyelenggara, yaitu kerja sama
antara Dinas Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama Provinsi
dengan Perguruan Tinggi yang dittunjuk. Kemudian pendanaan sertifikasi
ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana yang
terdapat dalam UU 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1) yaitu pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi. pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
8. Manfaat Uji Sertifikasi Guru
Menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), manfaat sertifikasi adalah:
a. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak
kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
profesional
yang
akan
menghambat
upaya
peningkatan
kualitas
pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
c. Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan
calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi penguna layanan
pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan
eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
9. Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi Guru Melalui Penyusunan Portofolio
1) Pengertian dan Fungsi Portofolio Dalam Sertifikasi Dalam konteks
sertifikasi
guru,
portofolio
adalah
bukti
fisik
(dokumen)
yang
menggambarkan pengalaman berkarya / prestasi yang dicapai selama
menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.
Portofolio ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi
selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen
pembelajaran.
pembelajaran
Keefektifan
tergantung
pelaksanaan
pada
tingkat
peran
sebagai
kompetensi
guru
agen
yang
bersangkutan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi
pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk
menilai kompetensi guru sebagai pendidik dan agen pembelajaran.
Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui bukti fisik kualitas
akademik,
pendidikan
dan
pelatihan,
pengalaman
mengajar,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi pribadi dan
kompetensi sosial yang dinilai antara lain melalui bukti fisik penilaian
dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional yang dinilai antara
lain melalui bukti fisik kualifikasi akademik, pendidikan dan
pelatihan,
pengalaman
mengajar,
perecanaan
dan
pelaksanaan
pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.
Menurut Muchlas Samani (2010:3) secara lebih spesifik dalam
kaitan dengan sertifikasi guru, portofolio guru berfungsi sebagai;
a) Wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk
kerjanya yang melipti produktifitas, kualitas, dan relevansi melalui
karyakarya utama dan pendukung.
b) informasi/ data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan
kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan.
c) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi
(layak mendapatkan sertifikat pendidikan atau belum).
d) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk
menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan
dan pemberdayaan guru.
2) Pemetaan Komponen Portofolio dalam Konteks Kompetensi Guru
Penilaian portofolio dalam konteks sertifikasi bagi guru dalam jabatan
pada hakikatnya adalah bentuk uji kompetensi untuk memperoleh
sertifikat pendidik. Oleh karena itu penilaian portofolio guru dibatasi
sebagai penilaian terhadap kumpulan bukti fisik yang mencerminkan rekan
jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan agen
pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas
guru yang bersangkutan. Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu:
a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan pelatihan; c) pengalaman
mengajar; d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari
atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g) karya pengembangan
profesi; h) keikut sertaan dalam forum ilmiah; i) pengalaman organisasi di
bidang kependidikan dan sosial; dan j) penghargaan yang relevan dengan
bidang pendidikan.
10. Prinsip Sertifikasi Guru
Menurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut:
a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Objektif yaitu
mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak
diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu
mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para
pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi
tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi
yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan
secara administratif, finansial, dan akademik.
b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan
guru dan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah
dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan guns. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan
diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk
upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan
tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS)
maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non
PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka
diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di
Indonesia secara berkelanjutan.
c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program
sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Agar pelaksanaan program
sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan
secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan
standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi
pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional,
sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang
kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas
SD/MI, dan guru mats pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik
kepada guru, perlu dilakukan uji kompetensi melalui penilaian portofolio.
e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah. Untuk alasan
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan
kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji
kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan
jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru
peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data
individu guru per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
11. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi
bagi
guru
dalam
jabatan
sebagai
upaya
meningkatkan
profesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di
Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut
(Samani, 2007):
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang
standar Kualifikasi dan Kompotensi Pendidik.
e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
I.UM.01.02-253.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
12. Tujuan Sertifikasi Guru
Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c. Meningkatkan martabat guru
d. Meningkatkan profesionalitas guru.
13. Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut:
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang
tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya
peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di
negeri ini.
c. Menjadi
wahana
penjaminan
mutu
bagi
LPTK
yang
bertugas
mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi
pengguna layanan pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan
tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuanketentuan yang berlaku.
e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi
selungga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.
14. Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi
Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap
muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata
pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat
pendidiknya.
Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat
langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut
antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat
lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN),
ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut
secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.
Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara
dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima)
jam kerja (60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu
pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau
19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal
pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan,
tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok.
Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan,
atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat
dalam aktifitas persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian
Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan
penulis lakukan adalah penelitian dari Fatchurrohman, dengan judul
"Pengaruh Sertifikasi bagi peningkatan kinerja Guru SMP Negeri 1
Salatiga", yang narasinya sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui b
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) den peserta
didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, pendidik, peserta
didik, dan tujuan pendidikan menipakan komponen utama dalam pendidikan.
Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen hilang
pulalah hakekat pendidikan.
Perbaikan mutu secara terus menerus berorientasi pada masukan,
proses, luaran, dan layanan pasca jual. Inti sumber perbaikan bukanlah pada
fisiknya, melainkan pada peningkatan profesionalitas manusia pengelola atau
pelaksana. Di sinilah esensi kontinuitas profesionalisme, yang di dalam dunia
persekolahan banyak difokuskan pada guru. Keterlambatan atau kegagalan
peningkatan mutu proses dan produk pembelajaran seringkali dikaitkan
dengan pertanyaan mengenai ada atau tidak kontinuasi profesionalisme pada
kalangan guru dan unsur manajemen sekolah.
Pendidik atau guru harus ada dalam pendidikan, sebagaimana
ungkapan Arab, yang pernah disampaikan A. Malik Fadjar, al-Tharrgah
Ahammu min al Maddah walakinna al-Muddaris Ahammu min alTharigah
(Metode lebih penting daripada materi, namun guru lebih penting dari pada
metode). Make dari itu, untuk menunjang keberhasilan pendidikan dan
1
2
peningkatan mutu pendidikan, harus ada peningkatan profesionalisme
pendidik atau guru.
Salah satu cara untuk profesionalitas pendidik atau guru yaitu adanya
sertifikasi
guru.
Jika
ditelah
dari
kata-katanya,
sertifikasi
adalah
penyertifikasian pembuatan sertifikat. Menurut Glickman guru profesional
memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang tinggi dan komitmen yang
tinggi. Oleh sebab itu, pembinaan profesionalisme guru harus diarahkan pada
dua hal tersebut. Dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru
perlu dilakukan sertifikasi dan diuji kompetensi secara berkala agar kinerjanya
terus meningkat dan memenuhi syarat profesional.
Sedangkan sertifikasi pendidik atau guru dapat diartikan sebagai suatu
proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu,
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang
untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik.
Sertifikasi guru merupakan langkah peningkatan kualitas guru sesuai
dengan disiplin ilmu yang diajarkan pada anak didik. Sertifikasi ini
diharapkan menciptakan kondisi the right man in the right place, sebagaimana
yang kita harapkan. Guru-guru diharapkan berada di tempat yang sesuai
dengan latar belakang pendidikannya. Namun perjalanan sertifikasi tidak
mudah seperti membalik telapak tangan. Banyak guru yang belum mengetahui
3
bagaimana perjalanan kebijakan sertifikasi itu sendiri. Maka dari itu, penulis
akan menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakan sertifikasi yang merupakan
kebijakan pendidikan Nasional.
Kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah yang
strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara
formal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru
adalah tenaga profesional.
Guru profesional dan bermartabat akan melahirkan anak-anak bangsa
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Beban kerja guru secara eksplisit telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
namun demikian, masih diperlukan penjelasan tentang rincian penghitungan
beban kerja guru dengan mempertimbangkan beberapa tugastugas guru di
sekolah selain tugas utamanya sebagai pendidik.
Guru adalah bagian yang tak terpisahkan dari komponen pendidikan
lainnya seperti peserta didik, kurikulum/program pendidikan, fasilitas, dan
manajemen. Perencanaan guru harus berbasis pada jenis jurusan atau program
keahlian, dan jumlah rombongan belajar yang dibuka di sekolah. Terpenuhi
atau tidaknya beban mengajar 24 jam tatap muka per minggu bagi jenis guru
4
tertentu sebenarnya sudah dapat dideteksi pada saat jumlah guru yang
dibutuhkan sudah dihitung. Sebagai contoh, apabila jumlah guru menurut
hitungan dibutuhkan 2,25 orang dan disediakan sebanyak 2 orang saja, maka
beban mengajar kedua guru tersebut masing-masing sudah 28 jam per minggu.
Apabila dibutuhkan 2.5 orang guru dan tersedia 3 orang, maka salah satu guru
tersebut tidak memenuhi jam tatap muka minimal 24 jam.
Data tahun 2003/2014 menunjukkan bahwa di kecamatan Musi
Banyuasin terdapat 15 SNP yang terdiri dari 13 SMPN dan 12 SMP Swasta.
Dan dari data yang didapat ada sekolah yang tidak mempunyai gedung dan
masih menumpang disekolah lainnya dan guru yang mengajarpun adalah guru
dari sekolah yang ditumpangi. Berikut data jumlah guru yang telah penulis
dapat dari setiap sekolah :
Data SMP Di Kecamatan Sekayu
SMP
SMP N 1 Sekayu
SMP N 2 Sekayu
SMP N 3 Sekayu
SMP N 4 Sekayu
SMP N 5 Sekayu
SMP N 6 Sekayu
SMP N 7 Sekayu
SMP N 8 Sekayu
SMP N 9 Sekayu
SMP N 10 Sekayu
SMP N Sekayu
SMP
Muhammadiyah
Seakyu
SMP IT Al-Karim
Nur Sekayu
Rombe
1
21
16
10
8
11
12
11
12
8
6
5
Jumlah
Seluruh
Guru
43
32
19
18
28
24
26
27
14
19
Jumlah Guru Sertifikasi
Dari Sekolah
Dari Luar
Asal
Sekolah
24
2
22
1
7
2
15
1
19
1
10
0
10
2
19
2
7
2
6
0
0
1
Guru PNS
Belum
Setifikasi
0
3
1
0
3
4
3
0
1
3
0
Guru
Tidak
Tetap
17
7
9
5
5
10
4
6
4
10
5
8
23
2
2
18
5
21
2
4
16
5
Namun apabila dilihat secara detail pada jenis guru tertentu di
beberapa daerah dilaporkan terdapat kekurangan guru atau kelebihan guru.
Kondisi sekolah yang memiliki kelebihan guru akan menyebabkan guru tidak
dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu. Sehingga terjadi
persaingan antara guru-guru sertifikasi dalam mendapatkan jam mengajar
yang cukup, guru sertifikasi yang tidak mencukupi 24 jam mengajar tidak
akan mendapat tunjangan profesi.
Dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah Satu tujuan
kemerdekaan negara RI adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan tersebut diterjemahkan lebih lanjut dalam peraturan di bawahnya yang
salah satunya adalah Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Banyak hal yang diuangkapkan dalam undang-undang tersebut, salah
satunya adalah pasal 35 ayat 2 yang menyatakan bahwa beban mengajar guru
adalah minimal. 24 jam tatap muka perminggu dan maksimal 40 jam tatap
muka perminggu. Pada ayat 3 selanjutnya disebutkan bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai beban kerja guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah. Menindak lanjuti hal tersebut diterbitkan Peraturan Pemerintah
nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pada salah satu pasalnya yaitu pasal 52
ayat 2 menegaskan kembali UU nomor 14 tahun 2005 pasal 35 ayat 2 yang
mewajibkan beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka perminggu dan
maksima140 jam tatap muka perminggu. Pasal 62 ayat 2 menyebutkan bahwa
guru yang tidak bisa memenuhi kewajiban beban mengajar minimal 24 jam
tatap muka perminggu dilulangkan haknya untuk memperoleh tunjangan
6
profesi, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional dan maslahat
tambahan.
Sertifikasi guru adalah salah satu isu sentral dalam dunia pendidikan
di mana guru yang telah lulus ujian kompetensi guru dan telah mengukuti
diklat sertifikasi guru berhak mendapat tunjangan setifikasi guru sebesar satu
kali lipat gaji pokok setiap bulannya. Tidak semua guru bisa lulus ujian
kompetensi guru karena perbedaan kualitas SDM guru. Tidak semua guru
yang telah lulus ujian kompetensi guru bisa mengikuti diklat sertifikasi guru
dengan baik dan berhasil lulus diklat. Dan ternyata tidak semua guru yang
telah lulus sertifikasi guru bisa mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.
Saat awal sertifikasi diberlakukan para guru diperbolehkan mengajar
lebih dari satu mata pelajaran untuk mencukupi syarat untuk mendapat uang
sertifikasi yakni mengajar 24 jam dalam satu minggu. Seperti guru Bahasa
Inggris karena dalam seminggu cuma bisa mengajar 18 jam pelajaran, maka
untuk mencukupi 24 jam, 6 jam kekurangan boleh mengajar mata pelajaran
lain. Namun Depdikbud membuat aturan baru, bahwa guru penerima uang
sertifikasi sekarang diharuskan hanya boleh mengajar satu mata pelajaran 24
jam penuh, tidak boleh mengambil mata pelajaran lain. Full satu mata
pelajaran. Depdikbud mengancam bagi guru sertifikasi yang tidak bisa
mengajar penuh satu mata pelajaran 24 jam seminggu diharuskan
mengembalikan uang yang telah diterima. Beban mengajar minimal 24 jam
perminggu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008
tentang Guru pasal 63 ayat 2 yang berisi "Guru yang tidak dapat memenuhi
7
kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dthilangkan haknya
untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan, fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan"
Kewajiban 24 jam mengajar perminggu tingkat pemenuhannya
memiliki banyak parameter, di antaranya yang utama adalah jumlah murid
dan jumlah guru mata pelajaran sejenis. Bila jumlah murid mencukupi maka
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam perminggu bukanlah masalah
dengan catatan perbandingan murid dan perbandingan jumlah guru mata
pelajaran sejenis memiliki komposisi yang memungkinkan untuk membagi
jam pelajaran sehingga kewajiban beban mengajar minimal 24 jam peminggu
bisa terpenuhi. Masalah muncul bila jumlah murid tidak terpenuhi akibat
fluktuasi jumlah murid pertahun yang tidak stabil. Jumlah murid pertahun
yang tidak stabil ini berbanding lurus dengan tingkat kemajuan daerahnya. Di
daerah perkotaan jumlah murid bukan masalah karena tingkat kepadatan
penduduk perkotaan cenderung bertambah. Di pedesaan terutama desa
terpencil jumlah murid memiliki fluktuasi cukup tinggi. Bisa saja pada tahun
tertentu jumlah murid meningkat tapi di tahun lain jumlah murid sangat
kurang, bahkan untuk memenuhi ruang kelas setengahnya saja tidak bisa
dipenuhi. Pada kondisi ini maka kewajiban beban mengajar 24 jam
perminggu menjadi tidak terpenuhi. Maka guru tersebut karena tidak rela
tunjangan sertifikasinya tidak terbayarkan maka guru tersebut mencoba untuk
mengajar di sekolah lain. Pada daerah perkotaan mencari jam mengajar di
8
sekolah lain bukanlah perkara sulit karena banyaknya sekolah di perkotaan.
Masalah muncul apabila guru tersebut mengajar di desa yang mana biasanya
di setiap desa hanya ada satu sekolah SD, di tiap kecamatan hanya ada
beberapa sekolah SMP dan lebih sedikit lagi sekolah SMU/SMK sederajat.
Kondisi ini diperparah lagi dengan jarak antar desa yang membawa
konsekuensi jarak antar sekolah menjadi tidak mudah untuk dicapai terutama
di daerah pegunungan, perbukitan, pantai ataupun daerah yang berlalu lintas
rendah seperti sarana sungai. Secara umum bisa dikatakan bahwa pencapaian
kewajiban beban mengajar minimal 24 jam mengajar semakin mudah
dipernuhi di perkotaan dan semakin sulit dipenuhi di pedesaan. Namun
berbanding terbalik dengan kualitas pendidikan di mana semakin ke desa
maka kualitas pendidikan semakin rendah.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul "Analisis Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru
Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten
Musi Banyuasin".
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalahnya
sebagai berikut :
1. Banyak Guru Sertifikasi yang jam mengajarnya belum memenuhi 24 jam.
2. Guru sertifikasi yang belum memenuhi 24 jam mengajar tidak
mendapatkan tunjangan profesi.
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalahya
adalah Bagaimana Dampak Kebijakan Kecukupan Jam Mengajar bagi Guru
Sertifikasi di Sekolah Menengah Pertama Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
mendeskripsikan dampak kebijakan kecukupan jam mengajar bagi guru
sertifikasi di sekolah menengah pertama kecamatan sekayu Kabupaten Musi
Banyuasin.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu administrasi
publik, khususnya manajemen sumber daya manusia dan kompetensinya.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
penelitian sendiri dan memberikan masukkan pada guru sertifikasi di
sekolah yang diteliti dan sekolah yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kebijakan Publik
Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,
dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat
bersifat nasional, regional maupun lokal seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah
daerah/provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan
keputusan bupati/walikota.
Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002:
17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung
kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang biasa diramalkan. Kebijakan
publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain
misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor
bukan pemerintah. Robert Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:
6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai "hubungan antara unit pemerintah
dengan lingkungannya". Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut
masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.
10
Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik,
yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami,
karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, 16
karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita
sudah ditempuh. Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2)
menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah
untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai
tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau
masalah publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip
Tangkilisan (2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang
kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna
memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik.
Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah
sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.
2. Kebijakan Tentang Guru
Menurut UU No. 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi
untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak
diundangkannya UU ini, menempuh program sertifikasi guru dalam jabatan,
yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.
Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar
kabupaten/kota, dan antar provinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa
rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di
negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan
persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan
menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg
PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan
Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3
Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan
bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan, antar
kabupaten/kota,
dan/atau
antar
provinsi
dalam
upaya
mewujudkan
peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat
dipindah tugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi
lain.
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB,
Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru
Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2
Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan secara
nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga
Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara
(BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan
kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan
Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan,
dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,
dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Menteri
Dalam
Negeri
berkewajiban
untuk
mendukung
pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS
antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan
untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh
Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan
dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja
pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan
pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang,
dan antar jenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan
penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di
bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antar
satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan
melalui penetapan formasi guru PNS.
f. Gubenur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
membuat perencanaan.
g. Penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan,
antar jenjang, dan antar jenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawab masing-masing.
3. Dampak Kebijakan
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang
profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa barangkali sama
tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru,
dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan guru yang
benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi,
(2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis
prakarsa institusi, dan profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru
madam.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga
pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai
penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini,
lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi
yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan
guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan/atau
pendidikan
menengah,
serta
untuk
menyelenggarakan
dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurangkurangnya S1/D-IV dan berseetifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki
keduanya, statusnya diakui oleh Negara sebagai guru
profesional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74
tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi
S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat
sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus
pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta
pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas
kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang
dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan
profesi berkualifikasi S1 /D-IV. Kedua, sertifikat pendidik bagi guru diperoleh
melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh
pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap
tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri
dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan
melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang
mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran
secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya dan (3) konsep-konsep
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diamunya.
Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, professional, dan social pada sataun pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008
mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik
sekurang-kurangnya Sl atau D-IV dan memiliki sertifikat pendidiklah yang
"legal" direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,
harapannya tidak ada alasan calon guna yang direkruit untuk bertugas pada
sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian,
ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri
sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika
menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih
harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program indduksi, diidealisasikan guru akan
dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu
tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu
tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang jauh,
sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan
bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang
direkruit telah memiliki kualifkasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam
produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih
diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang
benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan
fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan
sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula
(beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan kaki di
sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk
menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Dampak yang dapat dilihat dari kebijakan kecukupan jam mengajar
yaitu, setiap guru menjadi bersaing dalam memperebutkan jam mengajar, guru
sertifikasi yang tidak cukup jam mengajar tidak mendapatkan tunjangan propesi
sebagaimana mestinya karena tidak mendapatkan jam mengajar yang cukup
bukan karena kehendak guru tersebut melainkan tidak kebagiannya jam unhik
guru sertifikasi tersebut karna tidak seimbangnya jumlah murid dan jumlah guru
di daerah terpencil.
4. Kompetensi Guru
Kompetensi profesional guru menurut Sudjana (2002 17-19) dapat
dikelompokkan menjadi tiga bidang yaitu pedagogik, personal dan sosial.
Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan intelektual seperti penguasaan
mata pelajaran, pengetahuan menganai cara mengajar, pengetahuan mengenai
belajar dan tingkah laku individu, pegetahuan tentang bimbingan penyuluhan,
pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil
belajar, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
Kompetensi bidang personal menyangkut kesiapan dan kesediaan guru
terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya
sikap menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang
terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman
profesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil
pekerjaannya.
Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru dalam berbagai
ketrampilan/berperilaku, seperti ketrampilan mengajar, membimbing, menilai,
menggunakan alat Bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa,
ketrampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, ketrampilan menyusun
persiapan/perencanaan mengajar, ketrampilan melaksanakan administrasi kelas,
dan lain-lain. Perbedaan dengan kompetensi kognitif terletak pada sifatnya.
Kompetensi kognitif berkenaan dengan aspek teori atau pengetahuannya, pada
kompetensi
perilaku
melaksanakannya.
yang
diutamakan
adalah
praktek/ketrampilan
Menurut Murniati (2007 : 2) salah satu ciri dari profesi dituntut
memiliki kecakapan yang memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh
pihak yang berwewenang (standar kompetensi guru). Istilah kompetensi
diartikan sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilainilai yang diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau sebagai
seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial (Depdiknas, 2005 : 24, 90 - 91).
1. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi
kepribadian
merupakan
kemampuan
personal
yang
mencerminkan kepribadian yang yang mantap, arif, dewasa, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dap mendalam
yang mencakup penguasaan substansi isi materi ktuikulum matapelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut,
serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
4. Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
5. Sertifikasi Guru
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan
dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14
Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).
Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai
suatu proses pemberian pengakuan bahwa sesearang telah memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu,
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang
untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan
pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas,
2004).
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan oleh Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah.
Pelaksanaan sertifikasi bagi guru dalain jabatan ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam
bentuk portofolio (Samani, 2007).
Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena
langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru,
memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru
lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
(Sanaky, 2004).
Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji
kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan
atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi
pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru
adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk
melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk
meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi
dipandnag sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat
kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
6. Dasar-Dasar Kebijakan Sertifikasi
Dasar kebijakan atau dasar hukum dari sertifikasi guru yang pertama
terdapat dalam UUD 1945 Bab XA Pasa1 28C ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
Setiap yang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kuialilas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap prang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Dalam pasal di atas,
memang tidak dijelaskan mengenai sertifikasi. Namun pasal tersebut
menjelaskan tentang hak seseorang, termasuk didalamnya hak seorang guru,
yaitu peningkatan kesejahteraan hidupnya dengan memperoleh gaji yang
layak.
Perjuangan hak seorang guru tersebut nampaknya terjawab dengan
adanya sertifikasi pendidik, namun guru harus memenuhi kualifikasi dan
persyaratan tertentu. Hal ini diatur dalam UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang
SISDIKNAS Bab XI Pasal 42 ayat 1, yang berbunyi: Pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal ini diperkuat dengan UU RI
No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8, yang berbunyi:
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Pasal tersebut diperkuat lagi dengan keterangan
yang terdapat dalam Permendiknas No. 16 Th.2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yang berbunyi Setiap guru wajib
memenuhi standar kualiftkasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku
secara nasional. Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka guru dapat
dikatakan tidak layak untuk menjadi seorang guru atau pendidik.
Setelah guru memenuhi persyaratan tersebut, maka guru akan
memperoleh
keuntungan-keuntungan
tertentu,
yaitu
meningkatnya
kesejahteraan yang diatur oleh UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS
Bab XI Pasal 43 ayat I dan 2, yang berbunyi: Promosi dan penghargaan bagi
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Pasal di
atas selain menjelaskan mengenai penghargaan bagi pendidik atau guru, juga
menjelaskan mengenai pelaksanaan sertifikasi yang dilakukan oleh LPTK. Ini
diperkuat dengan UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV
Pasal 11 ayat 1-3, yang berbunyi: Sertifrkat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
Serttfikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan
oleh
Pemerintah.
Sertifikasi
pendidik
dilaksanakan
secara
objektif,
transparan, dan akuntabel.
Kebijakan penguatan tentang apa itu sertifikasi diperkuat lagi dalam
UU RI No. 14 Th. 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 ayat 11 - 12,
yang berbunyi: Sertifikast adalah proses pemberian sertikat pendidik untuk
guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan
yang diberilurn kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional.
Kebijakan di atas diperkuat dan diperjelas oleh Peraturan Menteri
Nasional No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan
Pasal 1 ayat 1-3 dan pasal 2 ayat 1, yang berbunyi: Sertifikasi bagi guru
dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam
jabatan. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh
guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (SI)
atau diploma empat (D -IV). Sertifikasi bagi guru dalam jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Pasal 2.
Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi
untuk memperoleh sertifikat pendidik.
Keterangan mengenai peserta sertifikasi diperinci sebagai berikut: 1)
Sertifikasi melalui jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior yang
berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP). 2) Peserta
diusulkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota. 3) Seleksi peserta terdiri alas
seleksi administratif dan seleksi akademik. Seleksi administratif dilakukan
oleh dinas pendidikan Kabupaten/Kota sedangkan seleksi akademik dilakukan
oleh LPTK difasilitasi oleh Ditjen Dikti.
Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan adalah
sebagai berikut: 1) Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S 1) atau
diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi. 2) Mengajar di
sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional. 3) Guru
PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat. 4) Guru bukan PNS, yaitu guru tetap
yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. 5) Memiliki Nomor Unik Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 6) Guru SD yang meliputi guru kelas
dan guru Pendidikan Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar
belakang pendidikan S1 PGSD atau S 1 kependidikan lainnya, sedangkan guru
Pendidikan
Jasmani
diutamakan
yang
memiliki
latar
belakang
S1
keolahragaan. 7) Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, Matematika, IPA,
IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru bimbingan konseling)
diutamakan yang mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya. 8)
Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia maksimal 40
tahun pada saat mendaftar. 9) Memiliki prestasi akademik/non akademik dan
karya pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional
yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun
organisasi/lembaga. 10) Bersedia mengikuti pendidikan selama 2 semester dan
meninggalkan tugas mengajar. 11) Disetujui oleh dinas pendidikan
kabupaten/kota dengan pertimbangan proses pembelajaran di sekolah tidak
terganggu.
7. Penyelenggara Sertifikasi Guru
Menurut Martinis Yamin (2006:3) lembaga penyelenggara sertifikasi
telah diatur oleh UU 14 tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah. Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh
perguruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP clan Fakultas
Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah terakreditasi oleh Badan
Akredittasi Nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.
Pelaksaan sertifikasi diatur oleh penyelenggara, yaitu kerja sama
antara Dinas Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama Provinsi
dengan Perguruan Tinggi yang dittunjuk. Kemudian pendanaan sertifikasi
ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana yang
terdapat dalam UU 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1) yaitu pemerintah dan
pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi
akademik dan sertifikasi. pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
8. Manfaat Uji Sertifikasi Guru
Menurut Wibowo dalam Mulyasa (2007:35), manfaat sertifikasi adalah:
a. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak
kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
profesional
yang
akan
menghambat
upaya
peningkatan
kualitas
pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
c. Menjadi wahana penjamin mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan
calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi penguna layanan
pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan
eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
9. Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi Guru Melalui Penyusunan Portofolio
1) Pengertian dan Fungsi Portofolio Dalam Sertifikasi Dalam konteks
sertifikasi
guru,
portofolio
adalah
bukti
fisik
(dokumen)
yang
menggambarkan pengalaman berkarya / prestasi yang dicapai selama
menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.
Portofolio ini terkait dengan unsur pengalaman, karya, dan prestasi
selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen
pembelajaran.
pembelajaran
Keefektifan
tergantung
pelaksanaan
pada
tingkat
peran
sebagai
kompetensi
guru
agen
yang
bersangkutan, yang mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi
pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk
menilai kompetensi guru sebagai pendidik dan agen pembelajaran.
Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui bukti fisik kualitas
akademik,
pendidikan
dan
pelatihan,
pengalaman
mengajar,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi pribadi dan
kompetensi sosial yang dinilai antara lain melalui bukti fisik penilaian
dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional yang dinilai antara
lain melalui bukti fisik kualifikasi akademik, pendidikan dan
pelatihan,
pengalaman
mengajar,
perecanaan
dan
pelaksanaan
pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.
Menurut Muchlas Samani (2010:3) secara lebih spesifik dalam
kaitan dengan sertifikasi guru, portofolio guru berfungsi sebagai;
a) Wahana guru untuk menampilkan dan/atau membuktikan unjuk
kerjanya yang melipti produktifitas, kualitas, dan relevansi melalui
karyakarya utama dan pendukung.
b) informasi/ data dalam memberikan pertimbangan tingkat kelayakan
kompetensi seorang guru, bila dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan.
c) Dasar menentukan kelulusan seorang guru yang mengikuti sertifikasi
(layak mendapatkan sertifikat pendidikan atau belum).
d) Dasar memberikan rekomendasi bagi peserta yang belum lulus untuk
menentukan kegiatan lanjutan sebagai representasi kegiatan pembinaan
dan pemberdayaan guru.
2) Pemetaan Komponen Portofolio dalam Konteks Kompetensi Guru
Penilaian portofolio dalam konteks sertifikasi bagi guru dalam jabatan
pada hakikatnya adalah bentuk uji kompetensi untuk memperoleh
sertifikat pendidik. Oleh karena itu penilaian portofolio guru dibatasi
sebagai penilaian terhadap kumpulan bukti fisik yang mencerminkan rekan
jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan agen
pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas
guru yang bersangkutan. Portofolio guru terdiri atas 10 komponen, yaitu:
a) kualifikasi akademik; b) pendidikan dan pelatihan; c) pengalaman
mengajar; d) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e) penilaian dari
atasan dan pengawas; f) prestasi akademik; g) karya pengembangan
profesi; h) keikut sertaan dalam forum ilmiah; i) pengalaman organisasi di
bidang kependidikan dan sosial; dan j) penghargaan yang relevan dengan
bidang pendidikan.
10. Prinsip Sertifikasi Guru
Menurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut:
a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Objektif yaitu
mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak
diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu
mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para
pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi
tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi
yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan
secara administratif, finansial, dan akademik.
b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan
guru dan kesejahteraan guru. Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah
dalam meningkatkan mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan guns. Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan
diberi tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk
upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan
tersebut berlaku, baik bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS)
maupun bagi guru yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non
PNS/swasta). Dengan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka
diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di
Indonesia secara berkelanjutan.
c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Program
sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis. Agar pelaksanaan program
sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan
secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan
standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi
pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional,
sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang
kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas
SD/MI, dan guru mats pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik
kepada guru, perlu dilakukan uji kompetensi melalui penilaian portofolio.
e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah. Untuk alasan
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta penjaminan
kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi dan uji
kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan
jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka disusunlah kuota guru
peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data
individu guru per Kabupaten/Kota yang masuk di pusat data Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
11. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru
Sertifikasi
bagi
guru
dalam
jabatan
sebagai
upaya
meningkatkan
profesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di
Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut
(Samani, 2007):
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang
standar Kualifikasi dan Kompotensi Pendidik.
e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
I.UM.01.02-253.
f. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
12. Tujuan Sertifikasi Guru
Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan.
c. Meningkatkan martabat guru
d. Meningkatkan profesionalitas guru.
13. Manfaat Sertifikasi Guru
Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut:
a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang
tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya
peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di
negeri ini.
c. Menjadi
wahana
penjaminan
mutu
bagi
LPTK
yang
bertugas
mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi
pengguna layanan pendidikan.
d. Menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan
tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuanketentuan yang berlaku.
e. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi
selungga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.
14. Kecukupan Jam Mengajar Bagi Guru Sertifikasi
Kewajiban guru sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen Pasal 35 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap
muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata
pelajaran saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat
pendidiknya.
Disamping itu, guru sebagai bagian dari manajemen sekolah, akan terlibat
langsung dalam kegiatan manajerial tahunan sekolah, yang terdiri dari siklus
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rincian kegiatan tersebut
antara lain penerimaan siswa baru, penyusunan kurikulum dan perangkat
lainnya, pelaksanaan pembelajaran termasuk tes/ulangan, Ujian Nasional (UN),
ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas tiap guru dalam siklus tahunan tersebut
secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bekerja.
Sebagai tenaga profesional, guru baik PNS maupun bukan PNS dalam
melaksanakan tugasnya berkewajiban memenuhi jam kerja yang setara
dengan beban kerja pegawai lainnya yaitu 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima)
jam kerja (60 menit) per minggu. Dalam melaksanakan tugas, guru mengacu
pada jadwal tahunan atau kalender akademik dan jadwal pelajaran.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau
19 minggu per semester. Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal
pelajaran yang disusun secara mingguan. Khusus Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan,
tapi mengunakan sistim blok atau perpaduan antara sistim mingguan dan blok.
Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semester, tahunan,
atau bahkan per tiga tahunan. Diluar kegiatan tatap muka, guru akan terlibat
dalam aktifitas persiapan tahunan/semester, ujian sekolah maupun Ujian
Nasional (UN), dan kegiatan lain akhir tahun/semester.
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan
penulis lakukan adalah penelitian dari Fatchurrohman, dengan judul
"Pengaruh Sertifikasi bagi peningkatan kinerja Guru SMP Negeri 1
Salatiga", yang narasinya sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui b