BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

BAB III METODE PENELITIAN Metodologi dibentuk dari kata metodos dan logos. Metodos berarti cara,

  teknik atau prosedur dan logos yang berarti ilmu. Sehingga pengertian metodologi adalah ilmu yang mempelajari prosedur atau teknik-teknik tertentu. Metodologi riset merupakan suatu pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat pada metode riset (Kriyantono, 2006:51). Metode akan mengatur langkah-langkah dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian menjadi amat penting untuk menjaga peneliti tetap fokus pada penelitiannya.

3.1 Jenis Penelitian

  Conny R Semiawan (2008) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral, di mana untuk mengerti gejala sentral peneliti dapat mewawancarai partisipan. Informasi tersebut bisa berupa kata atau teks, yang nantinya disebut data dan akan dianalisis. Hasil analisis itu nantinya akan diinterpretasi untuk menangkap arti yang mendalam yang dapat dituangkan dalam bentuk laporan tertulis (Semiawan, 2010:7-20). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

  Penelitian explanatoris adalah penelitian yang bertujuan melihat eksplanatoris.

kausalitas faktor-faktor terhadap suatu fenomena tertentu.Jenis penelitian

eksplanatoris menghendaki ketelitian dan terpenuhinya representasifitas yang

berusaha menjelaskan hubungan suatu fenomena dengan faktor-faktor terkait

(Neuman, 2000: 21-22).

  Analisis wacana kritis merupakan jenis penelitian eksplanatoris, karena

berusaha menjelaskan suatu fenomena dengan faktor-faktor yang ada. Dalam

peneltian ini analisis dilakukan dengan pendekatan Norman Fairclough dalam melihat

teks dalam buku Tuhan Maha Asyik, dan teks yang akan di analisa ialah teks yang

berisikan kritik sosial terhadap kondisi sosial di Indonesia.

3.1.1. Pendekatan Kritis

  Pendekatan kritis muncul sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang dinilai tidak cukup peka mengkaji proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Menurut Hikam (Eriyanto,2001: 8-10) analisis wacana dalam pandangan

  dianggap sebagai subjek yang

  kritis mengungkapkan jika individu tidak

  netral jadi bisa menafsirkan apa saja sesuai pikirannya. Hal ini dikarenakan adanya hubungan dan pengaruh dari kekuatan sosial dalam masyarakat. Sedangkan bahasa dianggap sebagai representasi yang dapat membentuk subjek wacana hingga dapat membentuk strategi tertentu. Jadi analisis wacana dalam pandangan kritis digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa. Melalui pendekatan wacana, pesan-pesan komunikasitidaklah bersifat netral.

  Dalam studi analisis tekstual, analisis wacana kritis termasuk dalam pendekatan kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai pertarungan kekuasaan.Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan netral.Media justru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Dengan kata lain, teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media discourse ). Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan media turut serta di dalamnya sehingga jelas terlihat tidak netral.

  3.2 Obyek Penelitian

  Obyek penelitian ini adalah segala hal yang berhubungan dengan penelitian. Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah buku Tuhan

  Maha Asyik .

  3.3 Unit Analisa dan Unit Amatan

  Satuan analisis adalah keberadaan atau populasi yang terhadapnya dibuat kesimpulan atau kerampatan empirik (Ihalauw, 2003: 174). Berdasarkan pengertian tersebut unit analisis dalam penelitian ini adalah konsep ideologi Ketuhanan dalam buku Tuhan Maha Asyik. Satuan amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis (Ihalauw, 2003: 174) Sedangkan unit amatan dalam penelitian ini adalah buku Tuhan Maha Asyik.

  3.4 Jenis dan Sumber Data

  3.4.1 Data Primer Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak memakai perantara), data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti (Indrianto dan Supomo, 2002:147). Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari wawancara yang dilakukan dan observasi. Data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil wawancara dengan penulis buku Tuhan Maha Asyik.

  3.4.2 Data Sekunder Data sekunder, adalah data yang diperoleh oleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder disini diperoleh oleh peneliti dari literatur-literatur, kepustakaan dan sumber-sumber tertulis lainnya. Selain dari sumber yang telah disebutkan sebelumnya, data sekunder dalam penelitian ini juga berasal dari hasil mewawancarai pembaca buku Tuhan Maha Asyik.

  3.5 Teknik Pengumpulan Data

  Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil studi dokumentasi dan kepustakaan. Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. Menurut Patton (Moleong, 2004:103), analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.

  a) Dokumentasi Adalah pencarian data yang berupa catatan, traskrip, buku, surat kabar, majalas, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya

  (Suharsimi Arikunto, 2005:206). Penelitian ini mendokumentasikan seluruh kegiatan wawancara dengan narasumber menjadi sebuah transkrip percakapan.

  b) Kepustakaan Adalah hal yang sangat penting dalam penelitian studi deskriptif karena tanpa adanya literatur pendukung, maka penelitian akan mengalami banyak kesulitan dan hambatan untuk memperoleh data, baik data yang bersifat teoritis maupun praktis. Dalam penelitian ini, literatur pendukung berasal dari referensi pustaka baik buku maupun jurnal.

3.6 Analis Wacana Kritis (Critical Discourge Analysis) Norman Fairclough

  Pendekatan Fairclough ini intinya menyatakan jika wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang mereproduksi dan merubah pengetahuan, identitas, hingga hubungan sosial yang melingkupi hubungan kekuasaan yang sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik sosial yang lain (Jorgensen, 2007:122-123). Analisis wacana pendekatan Norman Fairclough dikenal dengan yang melibatkan tiga tingkat analisis sebagai berikut.

  1. Analisis teks atau textual (mikro), yaitu pendeskripsian (description)

  mengenai teks 2. Analisis wacana atau discourse practice (meso), yakni interpretasi (interpretation) hubungan antara proses produksi wacana dan teks

  3. Analisis sosial budaya atau sociocultural practice (makro), yaitu

  penjelasan (explanation) hubungan antara proses wacana dengan proses sosial (Eriyanto, 2001:286-288; Titscher, 2000:244-247)

  Gambar 3.1 Kerangka Analisa Wacana Kritis Norman Fairclough

  Sumber: http://jlt-polinema.org/?tag=analisis-wacana-kritis (dikutip 9/5/2017 pukul 17.00 WIB)

  Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut: Dimensi pertama yang merupakan dimensi mikro dalam kerangka analisis wacana kritis Fairclough adalah dimensi analisis teks yang meliputi bentuk- bentuk tradisional analisis linguistik – analisis kosakata hingga semantik, tata bahasa kalimat dan unit-unit lebih kecil, serta sistem suara dan sistem tulisan.

  Dalam istilah Fairclough disebut analisis linguistik.

  Dimensi kedua ialah dimensi praktik wacana (discourse practice). Dalam analisis dimensi ini, interpretasi dimulai dari pemrosesan wacana yang meliputi aspek penghasilan, penyebaran, dan penggunaan teks. Beberapa dari aspek-aspek itu memiliki sifat yang lebih kental dengan ideologi media atau penulis yang bersangkutan, sedangkan yang lain berupa proses-proses penggunaan dan penyebaran wacana. Berkenaan dengan proses-proses kearah ideologi, Fairclough melihat adanya kepentingan media atau penulis dalam penghasilan teks-teks media.

  Dimensi ketiga adalah analisis praktik sosial budaya media. Dalam analisis tingkat makro ini melihat konteks sosial yang ada di luar media sebenarnya membawa pengaruh terhadap wacana yang ada dalam media. Fairclough menganggap jika media bukan pihak yang netral karena mereka sangat ditentukan oleh faktor-faktor di luar media itu sendiri.

  Fairclough menyatakan bahwa praktik sosial memiliki berbagai orientasi, seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, ideologi, dan sebagainya, dan wacana merupakan bentuk penggabungan dari semuanya. Analisis dimensi praktik sosial merujuk kepada usaha menjelaskan persoalan yang berorientasi terhadap nilai, kepercayaan, ideologi, filosofi, budaya, dan masih banyak lagi, serta semuanya itu terbentuk dalam wacana. Penggunaan aspek kebahasaan dalam penelitian ini merujuk kepada analisis teks, sebagai suatu bentuk pemanfaatan bahasa, dari aspek morfologis, sintaksis, dan konteks . Dengan kata lain, ekspresi kebahasaan juga dapat dilihat sebagai upaya pemanfaatan bahasa yang digunakan dalam suatu teks.

  Lalu representasi dalam penelitian ini menunjuk pada bagaimana seseorang, suatu kelompok, suatu gagasan atau pendapat ditampilkan dalam pemberitaan. Bisa saja terjadi misrepresentasi yakni tampilan yang tidak semestinya bahkan mungklin cenderung memperlihatkan kesan buruk dari objek sesungguhnya yang diberitakan. Representasi dan misrepresentasi merupakan wujud dari kebahasaan media. Bagaimana objek ditampilkan dan dibentuk dalam wujud bahasa (Eriyanto, 2001:289-326).

  Dalam proses analisa data, teks berita akan di bahas satu persatu

3.6.1. Analisis Teks

  Analisis teks berita difokuskan dalam tiga unsur, yakni representasi, relasi dan identitas. Representasi ialah gambaran suatu peristiwa, keadaan, atau situasi bahkan orang maupun kelompok yang terdapat dalam sebuah teks. Sementara relasi ialah bentuk hubungan antara wartawan/media, khalayak dan partisipan yang ada dalam teks.Lalu identitas yang dimaksud di sini ialah identitas wartawan/media, khalayak dan partisipan yang ada dalam teks. Tiga unsur ini akan tercemin di dalam teks-teks yang akan di analisis dilihat dari tiap-tiap bahasanya.

  Dalam analisis bahasa, bahasa-bahasa yang tersusun dalam teks akan terlihat melalui pendekatan linguistik, dan bahasa yang terlihat menarik atau dalam hal ini terlihat memiliki makna khusus akan dikaji dengan pandangan kritis. Di level bahasa dalam teks ini sendiri, akan dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.

1. Representasi Dalam Anak Kalimat

  Aspek ini berhubungan dengan bagaimana seseorang, kelompok, dan kegiatan ditampilkan ke teks yang berbentuk bahasa. Bagi Fairclough, pada dasarnya pemakaian bahasa dihadapkan dalam dua dua pilihan yakni tingkat kosakata (vocabulary) yakni tentang kosakata apa yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu, yang menunjukkan bagaimana suatu hal dibentukkan ke dalam satu set kategori. Lalu pilihan yang kedua yakni melihat di tingkat tata bahasa (grammar) di mana melihat apakah suatu kejadian ditampilkan sebagai sebuah tindakan atau peristiwa, atau yang lainnya. Serta di tingkat tata bahasa Fairclough memusatkan pada apakah tata bahasa ditmpilkan dalam bentuk proses atau partisispan. Lalu dapat juga melihat dalam pemakaian metafora, yang juga dapat menjadi kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan yang lain.

  Antara satu anak kalimat dengan yang lain dapat digabunggkan hingga membentuk suatu pengertian yang dapat dimaknai. Gabungan antara anak kalimat dapat membentuk koherensi, yakni pengertian yang di dapat dari penggabungan kalimat satu dengan kalimat yang lain, hingga kalimat tersebut menjadi mempunyai arti. Koherensi ini pada titik tertentu menunjukan ideologi dari pemakaian bahasa.

  Koherensi antara anak kalimat ini mempunyai beberapa bentuk, yang pertam disebut elaborasi. Yakni anak kalimat yang satu menjadi penjelas anak kalimat yang lain, lalu kedua ada perpanjangan di mana anak kalimat satu menjadi perpanjangan anak kalimat yang lain. Ketiga, mempertinggi dalam hal ini anak kalimat yang satu posisinya lebih besar dari anak kalimat lain.

  3. Representasi dalam Rangkaian Antar Kalimat

  Aspek ini berhubungan dengan bagaimana dua kalimat atau lebih dirangkai ataupun disusun. Representasi ini berhubungan dengan bagaimana kalimat yang lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain.Aspek penting perlu dicermati ialah apakah partisipan dianggap mandiri atau ditampilkan memberi reaksi dalam teks. Penempatan susunan kalimat secara implisit menunjukkan praktik yang ingin disampaikan oleh wartawan.

  4. Relasi

  Aspek ini berhubungan dengan bagaimana partisipasi dalam media berhubungan dan ditampilkan dalam teks. Di sini media dianggap sebagai suatu arena sosial, di mana semua kelompok, golongan, dan khalayak saling berhubungan menyampaikan versi gagasan dan pendapatnya.Fairclough membagi tiga kategori partisipan utama dalam media, yakni wartawan (redaktur, pembaca berita, reporter), khalayak media dan partisipan publik (politisi, pengusaha, tokoh masyarakat, hubungan di antara ketiga aktor ini ditampilkan dalam teks. Analisis tentang konstuksi hubungan ini dalam media sangat penting dan signifikan terlebih jika dihubungkan dengan konteks sosial. Analisis dalam hubungan ini penting dalam dua hal. Pertama, media merupakan ruang sosial dimana tiap–tiap kelompok yang ada saling mengungkapkan pendapat dan gagasan serta mencari pengaruh agar diterima oleh publik. Kedua, analisis hubungan juga penting untuk melihat bagaimana khalayak diposisikan dalam pemberitaan.

5. Identitas

  Aspek identitas melihat bagaimana identitas wartawan ditampilkan dan dikonstruksi dalam teks pemberitaan. Penulis akan melihat bagaimana wartawan memposisikan diri dan mengidentifikasi dirinya dengan kelompok sosial yang terlibat. Setelahnya penulis juga akan mengidentifikasi partisipan publik dan khalayak dalam teks (Eriyanto, 2001:290-305).

3.7 Intertekstualitas

  Intertekstualitas adalah istilah di mana teks dan ungkapan dibentuk melalui teks yang ada sebelumnya, saling menanggapi dan mengantisipasi satu dengan yang lainnya. Menurut Bakhtin yang dikutip Fairclough, semua ungkapan dari semua jenis teks seperti laporan ilmiah, novel dan berita di bedakan oleh perubahan dari pembicara dan ditujukan dengan pembicara atau penulis sebelumnya. Setiap ungkapan dihubungkan oleh suatu rantai komunikasi, dan semua pernyataan didasarkan dan mendasari teks lain. Gagasan Bakhtin yakni wacana bersifat dialogis, dimana penulis teks pada dasarnya tidak berbicara dengan dirinya sendiri dan menyuarakan dirinya sendiri, ia berhadapan dengan suara lain, teks lain. Fairclough sendiri menyitir teori intertekstualitas Bakhtin tersebut untuk mengetahui gambaran bagaimana wartawan sebagai pemroduksi menampilkan suara-suara yang ada, hingga pandangan banyak pihak itu dihadapkan dengan suaranya sendiri yang akan ditampilkan dalam bentuk teks berita.

  Intertekstual sendiri pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian besar, yakni

  

manifest intertectualy yang merupakan bentuk intertekstualitas di mana teks yang

  lain atau suara yang lain muncul secara eksplisit dalam teks. Ada beberapa jenis

  

manifest intertectualy yakni representasi wacana, pengandaian, negasi, ironi, dan

metadiscourse . Lalu yang kedua ada interdiscursivity di mana teks lain atau suara

  yang lain mendasari konfigurasi elemen. Fairclough sendiri menjabarkan beberapa elemen dari interdiskursif ini sebagai genre, tipe aktivitas dan wacana.

  Elemen-elemen ini dapat di rangking karena elemen ini saling menjelaskan elemen yang lain. Analisis ini melihat tentang cara wartawan menampilkan pemikirannya sendiri dianatara banyak pemikiran dan pandangan dalam suatu teks berita (Eriyanto, 2001:305-316).

  3.8 Analisis Praktik Wacana (Discourse Practice)

  Analisis praktik wacana ini memfokuskan perhatian pada produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk melalui suatu praktik diskursus, yang menentukan bagaimana teks akan diproduksi. Fairclough membagi dua sisi praktik diskursus ini yakni, produksi teks (pihak media) dan konsumsi teks (pihak khalayak). Intinya analisis ini ingin melihat bagaimana suatu teks diproduksi dan bagaimana suatu teks tersebut dikonsumsi. Sehingga akan dilihat setidaknya tiga aspek penting yang mempengaruhinya, yakni sisi individu wartawan, lalu hubungan wartawan dengan struktur organisasi media (semua pihak baik anggota redaksi hingga bidang lain salam satu media seperti periklanan, dll) dan praktik kerja (rutinitas kerja) dari produksi berita dari pencarian berita, penulisan, editing hingga berita tersebut muncul. Ketiga pihat tersebut saling terkait satu dengan yang lain dalam memproduksi wacana berita (Eriyanto, 2001:316-320)

  3.9 Analisis Praktik Sosial Budaya (Sociocultural Practice)

  Analisis praktik sosial budaya didasarkan pada asumsi bahwa kontes sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana muncul dalam media.analisis teks, analisis praktik wacana dengan kondisi sosial budaya yang ada. Teks dapat saja merepresentasikan ideologi yang ada di suatu negara, daerah, atau ideologi kelompok tertentu. Kondisi sosial budaya di sini tidak hanya ranah daerah, nasional namun dapat mencakup internasional. Menurut fairclough, hubungan praktik sosial budaya dengan teks terjadi tidak langsung, namun dimediasi oleh praktik wacana yang ada. Fairclough pun membagi tiga level analisis pada praktik sosial budaya sebagai berikut.

  1. Situasional

  Teks dihasilkan dalam suatu kondisi suatu suasana yang khas, unik, sehingga berbeda dengan suatu teks yang lain. Jika wacana dipahami sebagai suatu tindakan, maka tindakan yang sebenarnya ialah respon terhadap konteks sosial tertentu. Setiap peristiwa tentu dibalut dengan konteks situasional yang khas, yang dipengaruhi oleh nuansa dan emosi tertentu.

  2. Institusional

  Level Institusional melihat bagaimana intitusi organisasi mempengaruhi praktik produksi wacana. Institusi di sini bias berasal dari diri media sendiri, dan juga dapat berasal dari kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat menentukan proses produksi berita. Faktor institusiyang penting ialah institusi yang berhubungan dengan ekonomi media, karena produksi berita tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ekonomi. Pertama, tentu pengiklan menentukan keberlangsungan hidup media. Kedua, khalayak pembaca dalam industry modern ditujukkan dengan data-data seperti oplah dan rating, sehinnga wartawan yang memproduksi berita harus menciptakan “berita yang baik” yang dapat disukai banyak orang. Sehingga tak jarang untuk menarik perhatian dilakukan dramatisasi isu Pada dasarnya media memperebutkan khalayak dan pengiklan yang sama serta berhadapan dengan peristiwa yang sama. Keempat, adanya intervensi dari pemilik modal (pemilik media), di mana kepemilikan disini harus dihubungkan secara luas dengan kapitalisme yang ada di berbagai bidang. Dan kelima adanya institusi politik. Institsi politik ini mempengaruhi kehidupan dan kebijakan media.

  3. Sosial

  Fairclough menegaskan bahwa wacana yang muncul di media ditentukan oleh perubahan masyarakat. Aspek sosial lebih melihat ke aspek makro seperti sistem politik, ekonomi, atau sistem budaya secara keseluruhan. Sistem itu yang menentukan siapa yang berkuasa, nilai apa yang dominan di masyarakat dan bagaimana nilai dan kelompok yang berkuasa itu mempengaruhi dan menentukan perilaku media (Eriyanto, 2001:320-326).

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Siswa Kelas IV SDN Jetak 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang S

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Siswa Kelas IV SDN Jetak 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang S

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Pendekatan Inkuiri dan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Siswa Kelas IV SDN Jetak 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang S

0 0 115

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: A Study of Firdaus’ Identity in Nawal El Saadawi’s Woman at Point Zero Through Freud’ Psychoanalytic Criticism.

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 1 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 20

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 3 16

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 2 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Tayangan Drama Korea “Goblin” terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa Fiskom Universitas Kristen Satya Wacana

0 0 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Wacana - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

0 0 11