Posisi TI dalam Kerangka Perusahaan
206, 2 April 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Posisi TI dalam Kerangka Perusahaan
EKOJI999 Nomor
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.
HALAMAN 1 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Bukanlah sebuah hal yang mudah bagi direksi untuk memutuskan apakah investasi besar
akan dialokasikan untuk pengembangan teknologi informasi atau tidak. Di satu pihak mereka
merasa bahwa kebutuhannya tidak begitu mendesak, sementara di pihak lain para pesaing
yang ada telah melakukan investasi yang tidak dapat dikatakan kecil. Ditinjau dari kerangka
strategis perusahaan, posisi teknologi informasi cukup jelas. Jika pengembangan suatu sistem
teknologi informasi dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
penciptaan produk atau jasa perusahaan yang cheaper, better, dan faster dibandingkan
dengan para pesaing bisnis, berarti investasi yang dilakukan memiliki nilai yang sangat
strategis.
Hampir semua teori manajemen sistem informasi modern menekankan perlunya strategi
perencanaan dan pengembangan teknologi informasi dirancang sejalan (align) dengan
strategi bisnis perusahaan. Dengan kata lain, para praktisi teknologi informasi di perusahaan
(SDM di divisi teknologi informasi) harus mengetahui secara jelas, �iloso�i keberadaan
peralatan komputer dan telekomunikasinya dalam bisnis. Secara sederhana, sebuah
perusahaan memerlukan strategi karena adanya aspek 3‐C (company, customers, dan
competitors).
Company pada dasarnya memiliki fungsi untuk merubah bahan mentah atau bahan baku
menjadi suatu produk atau jasa yang dapat dijual kepada pihak customers dengan cara
meutilisasikan sumber daya‐sumber daya yang dimiliki (yang pada dasarnya sangat terbatas),
seperti uang, manusia, mesin, lokasi, dan lain sebagainya. Strategi diperlukan tidak hanya
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan dan spesi�ikasi standar
perusahaan, namun karena adanya faktor lain, yaitu competitors. Namun dilihat dari
kacamata pelanggan atau customers, hubungan ketiga “C” tersebut di atas dapat lebih
disederhanakan. Bagi mereka, yang penting adalah memperoleh produk atau pelayanan yang
cheaper, better, dan faster (lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat). Murah dalam arti kata
secara �inansial terjangkau oleh pelanggan, baik dalam arti kata memenuhi kualitas minimum
yang diinginkan, dan cepat dalam arti kata mudah diperoleh kapan saja diinginkan (Taylor,
1995).
HALAMAN 2 DARI 4
Sumber: David Taylor,1995
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Dilihat dari kacamata perusahaan, aspek cheaper, better, dan faster di atas menjadi lebih
rumit. Umumnya, untuk mendapatkan sesuatu produk atau menghasilkan suatu layanan yang
berkualitas baik dan cepat, diperlukan biaya yang tidak sedikit. Hal inilah yang menyebabkan
membengkaknya struktur pembiayaan pada produk sehingga target cheaper terasa sulit
untuk diraih. Demikian pula sebaliknya. Untuk mendapatkan harga yang termurah
dibandingkan dengan kompetitor, terkadang standar kualitas atau pelayanan harus
dikorbankan. Pertanyaannya, apalah tidak mungkin ketiga hal tersebut tercapai? Jawabannya
tergantung pada strategi yang diterapkan masing‐masing perusahaan.
Pada dasarnya, strategi berhubungan dengan bagaimana mengatur dan mengelola sumber
daya‐sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik yang bersifat tangible (uang, waktu,
manusia, ruangan, mesin, infrastruktur, kertas, listrik, dsb.) maupun yang intangible
(informasi, kesempatan, manajemen, struktur organisasi, dsb.). Dua buah perusahaan yang
memiliki komposisi sumber daya serupa belum tentu memiliki kinerja yang sama, karena
masing‐masing memiliki cara pengelolaan yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan, untuk
dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang cheaper, better, dan faster, maka
pengelolaan sumber daya di dalam perusahaan harus pula cheaper, better, dan faster
dibandingkan dengan kompetitor lain (lihat gambar).
Sumber : David Taylor , 1995
Dengan kondisi di atas, posisi teknologi informasi dalam kerangka strategi perusahaan
menjadi jelas. Kuncinya adalah bagaimana teknologi informasi dapat membantu manajemen
perusahaan dalam penciptaan produk atau jasa yang cheaper, better, dan faster dibandingkan
dengan para pesaing sejenis. Seorang pelanggan akan lebih senang menabung di Bank A
daripada Bank B karena pelayanan customer service‐nya lebih cepat dan lebih baik. Demikian
pula pelanggan lain yang memilih perusahaan Asuransi A dibandingkan Asuransi B dan
Asuransi C karena administrasinya lebih baik, dan sangat cepat dalam proses klaim asuransi
(mulai melapor terjadinya kecelakaan sampai dengan pemberian santunan).
Bagaimana kalau investasi yang diperlukan untuk teknologi informasi sedemikian besarnya
sehingga membuat produk atau layanan menjadi mahal? Sekali lagi jawabannya terletak pada
strategi perusahaan. Jika dengan teknologi informasi yang dikembangkan perusahaan akan
menjadi lebih maju (semakin banyak pelanggan, sehingga meningkatkan revenue secara
signi�ikan), maka ratio ROI (return of investment) akan menjadi cukup tinggi. Dengan kata
HALAMAN 3 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
lain, tidak ada alasan untuk tidak memanfaatkan kemampuan teknologi informasi untuk
meningkatkan daya saing perusahaan. Era global sangat bergantung pada informasi.
Informasi adalah hasil pengolahan data mentah. Teknologi informasi merupakan tulang
punggung pengolahan dan penyampaian informasi tanpa mengenal batas ruang dan waktu.
Hanya perusahaan yang menguasai informasilah yang akan survive di dalam era revolusi
global saat ini.
‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐
HALAMAN 4 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Posisi TI dalam Kerangka Perusahaan
EKOJI999 Nomor
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.
HALAMAN 1 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Bukanlah sebuah hal yang mudah bagi direksi untuk memutuskan apakah investasi besar
akan dialokasikan untuk pengembangan teknologi informasi atau tidak. Di satu pihak mereka
merasa bahwa kebutuhannya tidak begitu mendesak, sementara di pihak lain para pesaing
yang ada telah melakukan investasi yang tidak dapat dikatakan kecil. Ditinjau dari kerangka
strategis perusahaan, posisi teknologi informasi cukup jelas. Jika pengembangan suatu sistem
teknologi informasi dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
penciptaan produk atau jasa perusahaan yang cheaper, better, dan faster dibandingkan
dengan para pesaing bisnis, berarti investasi yang dilakukan memiliki nilai yang sangat
strategis.
Hampir semua teori manajemen sistem informasi modern menekankan perlunya strategi
perencanaan dan pengembangan teknologi informasi dirancang sejalan (align) dengan
strategi bisnis perusahaan. Dengan kata lain, para praktisi teknologi informasi di perusahaan
(SDM di divisi teknologi informasi) harus mengetahui secara jelas, �iloso�i keberadaan
peralatan komputer dan telekomunikasinya dalam bisnis. Secara sederhana, sebuah
perusahaan memerlukan strategi karena adanya aspek 3‐C (company, customers, dan
competitors).
Company pada dasarnya memiliki fungsi untuk merubah bahan mentah atau bahan baku
menjadi suatu produk atau jasa yang dapat dijual kepada pihak customers dengan cara
meutilisasikan sumber daya‐sumber daya yang dimiliki (yang pada dasarnya sangat terbatas),
seperti uang, manusia, mesin, lokasi, dan lain sebagainya. Strategi diperlukan tidak hanya
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan dan spesi�ikasi standar
perusahaan, namun karena adanya faktor lain, yaitu competitors. Namun dilihat dari
kacamata pelanggan atau customers, hubungan ketiga “C” tersebut di atas dapat lebih
disederhanakan. Bagi mereka, yang penting adalah memperoleh produk atau pelayanan yang
cheaper, better, dan faster (lebih murah, lebih baik, dan lebih cepat). Murah dalam arti kata
secara �inansial terjangkau oleh pelanggan, baik dalam arti kata memenuhi kualitas minimum
yang diinginkan, dan cepat dalam arti kata mudah diperoleh kapan saja diinginkan (Taylor,
1995).
HALAMAN 2 DARI 4
Sumber: David Taylor,1995
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Dilihat dari kacamata perusahaan, aspek cheaper, better, dan faster di atas menjadi lebih
rumit. Umumnya, untuk mendapatkan sesuatu produk atau menghasilkan suatu layanan yang
berkualitas baik dan cepat, diperlukan biaya yang tidak sedikit. Hal inilah yang menyebabkan
membengkaknya struktur pembiayaan pada produk sehingga target cheaper terasa sulit
untuk diraih. Demikian pula sebaliknya. Untuk mendapatkan harga yang termurah
dibandingkan dengan kompetitor, terkadang standar kualitas atau pelayanan harus
dikorbankan. Pertanyaannya, apalah tidak mungkin ketiga hal tersebut tercapai? Jawabannya
tergantung pada strategi yang diterapkan masing‐masing perusahaan.
Pada dasarnya, strategi berhubungan dengan bagaimana mengatur dan mengelola sumber
daya‐sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik yang bersifat tangible (uang, waktu,
manusia, ruangan, mesin, infrastruktur, kertas, listrik, dsb.) maupun yang intangible
(informasi, kesempatan, manajemen, struktur organisasi, dsb.). Dua buah perusahaan yang
memiliki komposisi sumber daya serupa belum tentu memiliki kinerja yang sama, karena
masing‐masing memiliki cara pengelolaan yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan, untuk
dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang cheaper, better, dan faster, maka
pengelolaan sumber daya di dalam perusahaan harus pula cheaper, better, dan faster
dibandingkan dengan kompetitor lain (lihat gambar).
Sumber : David Taylor , 1995
Dengan kondisi di atas, posisi teknologi informasi dalam kerangka strategi perusahaan
menjadi jelas. Kuncinya adalah bagaimana teknologi informasi dapat membantu manajemen
perusahaan dalam penciptaan produk atau jasa yang cheaper, better, dan faster dibandingkan
dengan para pesaing sejenis. Seorang pelanggan akan lebih senang menabung di Bank A
daripada Bank B karena pelayanan customer service‐nya lebih cepat dan lebih baik. Demikian
pula pelanggan lain yang memilih perusahaan Asuransi A dibandingkan Asuransi B dan
Asuransi C karena administrasinya lebih baik, dan sangat cepat dalam proses klaim asuransi
(mulai melapor terjadinya kecelakaan sampai dengan pemberian santunan).
Bagaimana kalau investasi yang diperlukan untuk teknologi informasi sedemikian besarnya
sehingga membuat produk atau layanan menjadi mahal? Sekali lagi jawabannya terletak pada
strategi perusahaan. Jika dengan teknologi informasi yang dikembangkan perusahaan akan
menjadi lebih maju (semakin banyak pelanggan, sehingga meningkatkan revenue secara
signi�ikan), maka ratio ROI (return of investment) akan menjadi cukup tinggi. Dengan kata
HALAMAN 3 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
lain, tidak ada alasan untuk tidak memanfaatkan kemampuan teknologi informasi untuk
meningkatkan daya saing perusahaan. Era global sangat bergantung pada informasi.
Informasi adalah hasil pengolahan data mentah. Teknologi informasi merupakan tulang
punggung pengolahan dan penyampaian informasi tanpa mengenal batas ruang dan waktu.
Hanya perusahaan yang menguasai informasilah yang akan survive di dalam era revolusi
global saat ini.
‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐
HALAMAN 4 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013