ANALISIS TERJEMAHAN TEKS FILM DORAEMON

ANALISIS TERJEMAHAN TEKS FILM DORAEMON “STAND BY ME”
PROPOSAL SKRIPSI

CAHYA BENI PERMADI
1110026000027

ENGLISH LETTER DEPARTMENT
FACULTY OF ADAB AND HUMANITIES
STATE ISLAMIC UNIVERSITY “SYARIF HIDAYATULLAH”
JAKARTA

A. Latar Belakang Masalah
Penerjemahan sangat mutlak diperlukan dalam era informasi dan komunikasi yang
bergerak cepat seperti saat ini. Proses penerjemahan dan hasil-hasilnya dapat dilihat
tersebar dalam segala bidang, mulai dari bidang pendidikan sampai hiburan. Buku, film, dan
berbagai media pembawa informasi lainnya yang dibuat tidak dalam bahasa asli
memerlukan suatu proses penerjemahan. Penerjemahan sendiri merupakan suatu proses
penyampaian informasi dari bahasa sumber ke dalam padanan yang sesuai pada bahasa
sasaran. Di dalam proses penerjemahan, sering terjadi pergeseran bentuk yang bisa
mengubah makna dan maksud penulis bahasa sumber. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan
perbedaan budaya, sosial, politik dan sejarah dari masing-masing penerjemah. Suatu hasil

penerjemahan dapat dianggap berhasil apabila pesan, pikiran, gagasan dan konsep yang ada
dalam bahasa sumber dapat disampaikan ke dalam bahasa sasaran secara utuh tanpa
adanya pergeseran makna.
Dengan kata lain, menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain bukan hal mudah.
Penerjemah harus berusaha mengalih bahasakan sedekat mungkin dengan tulisan aslinya,
tanpa mengubah makna dan maksud penulis aslinya.
Translating consists in reproducing in the receptor languagethe closest natural
equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly
interm of style.1
Pernyataan Nida dan Taber tersebut menunjukan bahwa penerjemah sebisa mungkin dapat
menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa)
dengan padanan yang sesuai, pertama-tama dalam hal makna kemudian gaya bahasanya.
Penerjemahan berkembang sangat signifikan akhir-akhir ini baik penerjemahan tertulis
maupun penerjemahan film. Pada zaman dahulu penerjemahan hanya digunakan dalam
ranah keagamaan, sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mana pada waktu itu ketiga
bidang tersebut paling dominan. Namun sejak abad 20, penerjemahan telah berkembang
cukup signifikan di ranah audiovisual. Tuntutan akan adanya terjemahan ditengah
menggeliatnya industri film terus membanjiri dunia hiburan, kebutuhan akan subtitling tak
bisa dihindari. Subtitling, atau terjemahan film, berfungsi membantu penikmat film dalam
memahami cerita.

Ada dua jenis terjemahan film yakni subtitling dan dubbing atau sulih suara. Kedua jenis
penerjemahan ini mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Gambier (1993:276)
mengatakan :
1 E.A. Nida dan Taber C, The Theory and practice of translation(Leiden: E.Jbrill,1974) h.12.

“Subtitling is one of two possible methods for providing the translation of a movie
dilaogue, where the original dialogue soundtrack is left in place and the translation is
printed along the bottom of the film”.2
Sedangkan dubbing atau sulih suara adalah suatu proses menggantikan suara dalam suatu
“soundtrack” untuk membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada dan merekam kembali
dialog tersebut. Thompson (1990) menegaskan bahwa sulih suara tidak hanya terjadi dari
satu bahasa ke bahasa lain (SL ke TL) tetapi sulih suara dapat terjadi dari SL ke SL dengan
suara orang yang berbeda.
Subtitling yang merupakan suatu wujud terjemahan di era global dewasa ini makin
marak dibutuhkan dalam industri perfilman. Dengan kata lain subtitling adalah terjemahan
dialog film yang di tuliskan di bagian bawah pada film tersebut. Seperti halnya sulih suara,
tujuan subtitling adalah membantu pemirsa untuk menikmati sebuah film, apakah itu film
dokumenter atau cerita, drama, aksi, dan lain-lain. Dalam menerjemahkan terjemahan film
seorang subtitler menghadapi suatu tantangan untuk menampilkan sebuah terjemahan
yang sesuai dengan aturan yaitu sesuai dengan pembatasan waktu dan tempat, yaitu setiap

pemunculan suatu teks film (subtitle) tidak lebih dari dua baris yang terdiri 30-35 huruf
setiap barisnya (Gottlieb, 1997; Hatim & Mason,1997). 3 Disamping itu, pemirsa memiliki
waktu yang relatif pendek dalam membaca subtitle yaitu 2,5 sampai 3 detik untuk satu baris
subtitle atau 5-6 detik untuk dua baris subtitle. Selain itu perbedaan budaya dan bahasa
juga membawa kesulitan bagi penerjemah saat dia harus menerjemahkan film dengan genre
yang berbeda-beda. Dengan adanya tantangan tersebut membuat penerjemahan film
berbeda dengan bentuk penerjemahan yang lain.
Dibandingkan dengan dubbing, subtitling dewasa ini lebih disukai. Selain bisa belajar
bahasa, pemirsa dapat mendengarkan suara asli pemain film tersebut. Dengan bantuan
subtitle, pemirsa dapat mendengar suara asli sambil menikmati film. Subtitling mengubah
sulih suara kedalam teks film yang ditampilkan dalam layar. Walaupun berupa tulisan,
subtitling hendaknya sama dengan maksud ujaran yang ditampilkan oleh pemainnya. Oleh
karenanya sifat subtitling haruslah komunikatif. Seperti yang dituangkan oleh Newmark
bahwa terjemahan komunikatif adalah terjemahan yang mampu membawa efek yang sama
kepada penikmatnya (Newmark, 1988).4 Dengan kata lain, subtitling yang komunikatif
2 Gambier, Yves. 1993. “Audio Visual Communication: Typological Detour”. Teaching Translation and Interpreting 2.
Philadelphia: John Benjamin.
3 Gottlieb, Henrik. 1997. You Got the Picture- On the Polysemiotics of Subtitling Wordplay. In Dirk Delabastita (ed)
Essays on Punning and Translation.Manchester: St.Jerome: 206-232.
Hatim, B & Mason.1997. The Translator as Communicator.London&New York: Routledge.

4 Newmark, Peter. 1988. Approaches to Translation. London: Prentice Hall.

mampu membawa pemirsanya mendapatkan pengalaman yang sama dengan pemirsa asli
bahasa tersebut saat menikmati film. Jika yang dilihat adalah film komedi, maka pemirsa
harus bisa tertawa. Jika yang dinikmati adalah film thriller yang menegangkan, penonton
haruslah ketakutan. Jangan sampai pengalaman tersebut terlewati karena bisa mengurangi
kesan dalam film tersebut. Oleh karena itu, seorang penerjemah seharusnya dapat lebih
bertanggung jawab terhadap hasil terjemahannya agar lebih cocok dari kedua bahasa yang
ia terjemahkan dengan menghasilkan yang terbaik. Banyak sekali produk penerjemahan
yang memerlukan terjemahan yang baik karena ketidak sesuaian terjemahannya.
Subtitle yang digunakan sebagai data peneltian ini diambil dari Film Doraemon “STAND
BY ME” yang dirilis pada tahun 2014 oleh Walt Disney International Japan dan merupakan
film animasi 3D. Film Doraemon yang sudah diterjemahkan ke dalam teks dua bahasa
sekaligus, yaitu bahasa Inggris dan Indonesia. Bahasa sumber dalam film ini berbahasa
jepang dan terjemahannya berupa teks berbahasa inggris dan indonesia. Bagaimana
penerjemah dalam menerjemahkan subtitle film dari bahasa sumbernya yaitu bahasa
jepang ke dalam terjemahan subtitlenya bahasa Inggris dan Indonesia sebagai bahasa
sasaran mendorong saya untuk melakukan penelitian mengenai strategi, pergeseran bentuk
dan makna dan kualitas terjemahan subtitle film dua bahasa tersebut (Inggris dan
Indonesia). Seperti contoh subtitle film terjemahan ke dalam bahasa sasaran berikut ini :

BSu : STAND BY ME

BSu : You have no brains

Bsa : TETAPLAH BERSAMAKU

BSa : Sepertinya kau bingung

BSu : I can still make it
Bsa : masih belum terlambat

BSu : It’s no use going
BSa : Ini tak akan berhasil

Pada terjemahan teks dialog diatas terdapat adanya teknik penerjemahan dari bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran yang menyebabkan terjadinya pergeseran bentuk dan
maknanya yang dirasa harus dilakukan kajian lebih mendalam. Dalam penerjemahan subtitle
film seringkali banyaknya ketidaksesuaian pada terjemahannya dari bahasa sumber, jadi
tidak tersampaikannya pesan penulis kepada pembaca. Hal ini sangat menarik sekali bagi
peneliti untuk mengkaji terjemahan subtitle pada film tersebut. Penelitian dilakukan dalam

beberapa tahap, pada tahap pertama penulis mengobservasi film yang akan diteliti untuk
menemukan permasalahan dalam menerjemahkan. Kemudian pada tahap kedua, penulis
mengumpulkan dialog-dialog yang memuat permasalahan penerjemahan tersebut.

Selanjutnya penulis akan menggolongkan
penerjemahan yang bersangkutan.

masing-masing

berdasarkan

strategi

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini hanya difokuskan pada Teknik
pernerjemahan yang dilakukan penerjemah dalam mengalihkan makna dan pergeseran
struktur kalimat pada Penerjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” dua bahasa
(Inggris dan Indonesia).
C. Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang masalah diatas, beberapa pertanyaan penelitian yang akan dikaji

secara mendalam adalah sebagai berikut :
1. Teknik-teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam
terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” ?
2. Pergeseran bentuk dan makna apa yang terjadi dalam terjemahan subtitle film
Doraemon “STAND BY ME “ ?
3. Bagaimana tingkat keterbacaan terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME” ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam mengenai strategi
penerjemahan yang terjadi pada film Doraemon “STAND BY ME” dua bahasa (Inggris dan
Indonesia). Secara khusus, penelitian bertujuan untuk mengetahui :
1. Untuk mengidentifikasi teknik-teknik penerjemahan apa yang digunakan dalam
terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY ME”.
2. Untuk merumuskan pergeseran bentuk dan makna yang terjadi dalam terjemahan
subtitle film Doraemon “STAND BY ME”.
3. Untuk mengukur tingkat keterbacaan terjemahan subtitle film Doraemon “STAND BY
ME”.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai kajian
dan kritik penerjemahan, khususnya penerjemahan subtitle film. Sehingga lebih beragam
dan semakin bervariatif kedepannya dalam penelitian penerjemahan subtitle film yang

dimana masih banyak pesan penulis dari bahasa sumber belum tersampaikan sepenuhnya
kepada para pembaca. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang
bermanfaat terhadap penerjemah subtitle film yang ada kaitannya terhadap teori
penerjemahan sastra.

F. Kajian Teoritis
1. Pengertian Subtitling
Subtitle adalah terjemahan tertulis ringkas dari dialog asli yang muncul dalam bentuk
teks baris dan pada umumnya diletakkan di bawah layar (Ed Cintas dan Anderman, 2009 :
21).5 Subtitling adalah aktifitas menerjemahkan. Di sini penulis akan lebih memfokuskan
pada teori-teori penerjemahan subtitle karena dalam penelitian ini penulis akan lebih
banyak membahas mengenai subtitle. Subtitle bertujuan untuk membantu penonton
memahami isi film yang diputar. Berdasarkan jenisnya, ada dua jenis subtitle, yaitu :
intralingual subtitle dan interlingual subtitle. Intralingual subtitle atau sering disebut juga
dengan captioning, dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sama dengan yang
digunakan dalam dialog film, subtitle ini bertujuan untuk membantu penonton yang
memiliki masalah pendengaran, sedangkan Interlingual subtitle merupakan aktifitas
penerjemah dalam menerjemahkan teks dialog asli ke dalam bahasa sasaran. Tujuan dari
Interlingual subtitle adalah untuk membantu penonton yang tidak menggunakan bahasa
yang sama dengan yang digunakan dalam film.

Tidak seperti menerjemahkan teks di buku, dalam menerjemahkan subtitle ada
beberapa hal yang harus dicermati oleh penerjemah karena subtitle memiliki beberapa
batasan. Batasan pertama berhubungan dengan masalah teknis. Yang pertama adalah
masalah ruang, tempat yang disediakan untuk subtitle sangatlah terbatas sehingga
terjemahan haruslah singkat, padat dan jelas. Umumnya untuk setiap pemunculan subtitle
maksimal terdiri atas dua baris. Karena keterbacaan adalah hal yang penting maka
disarankan agar subtitle merupakan satu kalimat panjang yang terbagi atas klausa-klausa
yang dipisahkan per baris. Batasan yang kedua adalah masalah waktu. Dalam subtitling,
yang harus diperhatikan adalah timeframe pemunculan subtitle yang didasarkan pada
timecode. Pemunculan subtitle amat ditentukan oleh penentuan in-point dan out-point
timecode. Selain itu juga diperhatikan waktu untuk membaca. Sebagus apapun
terjemahannya akan percuma apabila penonton tidak sempat membaca subtitlenya. Dalam
membuat subtitle program anak pada umumnya digunakan pengaturan word per minute
(wpm) atau character per minute (cpm) yang rendah karena kecepatan anak-anak dalam
membaca tidaklah sama dengan orang dewasa. Batasan terakhir yang menjadi masalah
dalam subtitle adalah soal penyajian. Subtitle hanya boleh mengambil ruang maksimal 20%
dari luas layar. Ukuran huruf dan posisi pada layar adalah faktor yang penting dalam
presentasi.
Dalam penerjemahan teks film terdapat kesulitan, sebagaimana dipaparkan diatas,
subtitling adalah suatu penerjemahan yang tidak mudah. Prinsip subtitling menurut Lina

5 Cintas, Jorge Diaz dan Gunilla, Anderman (Ed). 2009. Audiovisual Translation: Language Transfer on Screen. New
York: Palgrave Macmillan.

Hoo (2005) adalah membatu pemirsa memahami isi film bukan membuat pemirsa sibuk
membaca, oleh karena itu bahasa subtitling haruslah merupakan bahasa singkat, padat dan
tepat sasaran.6 Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ada
beberapa kesulitan yang mungkin dihadapi oleh penerjemah. Dari segi bahasa dan budaya,
kesulitan yang mungkin dihadapi adalah dalam acuan kultural, idiom, permainan kata,
sindiran humor dan makna pragmatik. Kesulitan dalam acuan budaya yang mungkin timbul
adalah kadang penerjemah tidak tahu kebiasaan budaya dari bahasa sumber. Begitu pula
dengan kesulitan idiom dan permainan kata. Sering kali idiom sulit untuk diterjemahkan dan
kadang penerjemah sulit mencari padanan dalam permainan kata-kata tertentu. Selanjutnya
sindiran humor dan makna pragmatik juga menjadi kesulitan tersendiri bagi penerjemah.
Terkadang sindiran humor yang halus sering luput dari mata awas penerjemah. Terkadang
sulit sekali mencari terjemahannya karena sindiran humor tersebut terkait dengan budaya
bahasa sumber. Sementara dalam hal makna pragmatik, penerjemah sering menjumpai
kesulitan mencari terjemahan yang dapat menggambarkan hubungan antara dua tokoh,
terutama tokoh-tokoh yang memakai dialek tertentu.
Dari segi media, ada dua hal yang menyulitkan dalam subtitling yaitu pembatasan waktu
dan tempat (layout). Ada beberapa ketentuan dalam tentang tata letak penempatan

subtitling, yakni : posisi teks harus di bagian bawah, jumlah baris maksimal dua baris, jumlah
karakter perbaris maksimal 35 karakter, pemenggalan kalimat perlu diperhatikan dengan
mempertimbangkan tata bahasa dan logika dalam satu kalimat, jenis font yang umum
diketahui (biasanya arial, times new roman atau calibri) ukuran standar dan warna putih.
Selanjutnya penerjemah subtitling juga dihadapkan dengan kesulitan ketentuan waktu
pemunculan subtitling. Ada beberapa ketentuan waktu kemunculan subtitling, yaitu : durasi
untuk dua garis penuh adalah 3 – 6 detik, durasi satu baris tunggal (7 – 8 kata) adalah kurang
dari 3,5 detik, durasi satu kata tunggal adalah 1,5 detik, waktu muncul setelah ujaran tokoh
adalah 0,25 detik, waktu menghilang setelah ujaran tokoh adalah 2 detik, waktu antara dua
subtitling berurutan adalah 0,25 detik, dan subtitling harus menghilang sebelum ‘cut’ karena
‘cut’ menunjukkan perubahan tematik.

2. Pengertian Penerjemahan
Nida dan Taber dalam Hoedoro (1993:1) mengemukakan bahwa penerjemahan
merupakan upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam bahasa sumber di
dalam bahasa penerima. Pengungkapan kembali itu dilakukan dengan menggunakan

6 Ho, Lina. 2005. Penerjemahan Film Televisi. Sebuah Gambaran Umum. PT Indosiar Visual Mandiri.

padanan yang wajar dan terdekat. Padanan adalah unsur bahasa sasaran yang mengandung
pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Namun sepadan tidak berarti sama.
Translating consists in reproducing in the receptor languagethe closest natural
equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly
interm of style.7
Pernyataan Nida dan Taber tersebut menunjukan bahwa penerjemah sebisa mungkin dapat
menciptakan kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa)
dengan padanan yang sesuai, pertama-tama dalam hal makna kemudian gaya bahasanya.
Terjemahan adalah interpretasi makna suatu teks dalam suatu bahasa (teks sumber)
yang merupakan padanan dalam bahasa lain (teks sasaran atau terjemahan) yang
mengkomunikasikan pesan serupa. Terjemahan harus mempertimbangkan beberapa
batasan, termasuk konteks, aturan tata bahasa, konvensi penulisan, idiom, serta hal lain
antar kedua bahasa. Orang yang melakukan terjemahan disebut sebagai penerjemah.
Menurut Catford (1973:15), terjemahan adalah penggantian suatu bahan teks BSu dengan
bahan teks yang sepadan dalam Bsa. Catford menekankan bahwa bahan teks penggantian
hendaknya sepadan, karena kesepadanan merupakan hal yang amat penting dalam
penerjemahan. Padanan itu sendiri menurut Catford adalah bentuk terjemahan yang dilihat
dari segi semantiknya mengandung pesan yang sama dengan bentuk dalam BSu. Untuk
mendapat padanan yang tepat diperlukan suatu proses.8
3. Pergeseran Bentuk
Larson (1984:3) mengkaitkan kata ‘makna’ dalam mendefinisikan penerjemahan, yang
menyatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan makna dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Maknalah yang harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh
diubah. Catford memberi uraian yang lebih lengkap mengenai teori pergeseran bentuk
(Shifts), lebih dari sekedar perubahan dalam konteks tata bahasa (grammatical). Menurut
Catford (1965:20), penerjemah berarti mentransfer bahasa sumber ke bahasa sasaran.

4. Pergeseran Makna
Dalam konteks pergeseran makna, kata, frase, klausa adalah tetap; yang bergeser adalah
maknanya. Pergeseran makna tersebut terjadi disebabkan satu kata memiliki makna primer
dan makna sekunder. Penjelasannya terlihat dalam pergeseran morfem ‘run’ pada contoh
berikut: a. The deer runs = rusa itu berlari, b. The river runs = sungai itu mengalir, c. My nose
7 Farkhan, Muhammad, Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra, Jakarta: Anak Negeri Printing, 2011.
8 Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

runs = saya pilek. Dalam pergeseran makna, makna dari kata, frase, klausa (bentuk) yang
sama bergeser dari makna primer ke makna sekunder pada konteks yang berubah.
5. Teknik Penerjemahan
Molina dan Albir (2002) mendefinisikan teknik penerjemahan sebagai ‘procedure to
analyze and classify how translation equivalence works’. Hal tersebut mengacu pada
langkah-langkah yang dilakukan penerjemah untuk menerjemahkan. Selanjutnya, Molina
dan Albir (2002) menyatakan bahwa teknik penerjemahan mengacu pada ‘actual steps
taken by translators in each textual micro unit’. Hal tersebut berarti teknik penerjemahan
adalah cara mengalihkan pesan teks dari bahasa sumber ke teks bahasa sasaran yang
digunakan untuk tataran mikro seperti tataran kata, frasa, klausa, atau kalimat. Berikut ini
teknik-teknik penerjemahan yang dikembangkan oleh Molina dan Albir (2002).
a. Adaptasi (Adaptation)
Teknik penerjemahan yang menggantikan unsur-unsur budaya yang khas dalam BSu
dengan unsur budaya yang ada dalam Bsa. Teknik ini dapat digunakan apabila unsur atau
elemen budaya tersebut memiliki padanan dalam Bsa.
BSu

: His leg felt like a stone

BSa

: Tungkai kakinya seperti terpaku

b. Amplifikasi (Penambahan)
Teknik penerjemahan yang menambahkan detail informasi yang tidak terdapat
dalam teks bahasa sumber. Penambahan dalam teknik ini hanya informasi yang
digunakan untuk membantu penyampaian pesan atau pemahaman pembaca.
Penambahan ini tidak boleh mengubah pesan yang ada dalam teks bahasa sumber.
BSu

: There are many Indonesian at the ship.

BSa

: Banyak warga negara Indonesia di kapal itu.

Kata Indonesian diterjemahkan menjadi Warga Negara Indonesia di sini dimaksudkan
untuk memperjelas informasi tanpa mengubah pesan yang terkandung dari kata
tersebut.
c. Peminjaman (Borrowing)
Teknik penerjemahan yang menggunakan kata atau ungkapan dari bahasa sumber di
dalam bahasa sasaran. Peminjaman dapat berupa peminjaman murni (pure borrowing),

yaitu peminjaman tanpa melakukan perubahan apa-apa, seperti kata “zig-zag”, atau
berupa peminjaman alamiah (naturalized borrowing), dimana kata dari BSu disesuaikan
dengan ejaan BSa, seperti kata “musik” yang berasal dari kata “music”.
d. Kalke (calque)
Penerjemahan harfiah dari sebuah kata atau frasa dalam bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran.
BSu

: He is the new assistant manager

BSa

: Dia adalah asisten manajer yang baru

e. Kompensasi (Compentation)
Teknik penerjemahan yang menggantikan posisi unsur informasi atau efek stilistika
dalam BSu pada bagian lain dalam BSa karena tidak dapat direalisasikan pada bagian
yang sama dalam BSa.
BSu
BSa

: A burning desire to share The Secret with the world consumed me.

: Hasrat yang menyala-nyala untuk membagikan Rahasia kepada dunia
membakar diri saya.

f. Deskripsi (Description)
Teknik penerjemahan yang mengganti istilah dalam bahasa sumber dengan
deskripsinya dalam bahasa sasaran. Teknik ini digunakan ketika suatu istilah dalam
bahasa sumber tidak memiliki kesepadanan dalam bahasa sasaran.
BSu

: I like dorayaki.

BSa

: Saya suka dorayaki, kue tradisional jepang.

g. Kreasi Diskursif (Discursive Creation)
Teknik penerjemahan yang menggunakan padanan sementara yang jauh dari konteks
aslinya. Teknik ini sering muncul dalam penerjemahan judul film, buku dan novel.
h. Pemadanan Lazim (Established Equivalence)

Lebih cenderung untuk menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah dikenal (baik
di dalam kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari). Teknik ini mirip dengan
penerjemahan secara harfiah.
BSu

: Sincerely yours

BSa

: Hormat kami

i. Generalisasi (Generalization)
Teknik ini lebih cenderung menggunakan istilah yang lebih umum atau lebih netral.
BSu

: flat

BSa

: apartemen

j. Amplifikasi linguistik (Linguistic Amplification)
Teknik ini digunakan untuk menambah unsur-unsur linguistik dalam teks bahasa
sasaran. Teknik ini biasanya dipakai dalam consecutive interpreting (pengalihbahasaan
secara konsekutif) atau dubbing (sulih suara).
Bsu

: shall we?

Bsa

: bisakah kita pergi sekarang?

k. Kompresi linguistik (Linguistic Compression)
Merupakan teknik penerjemahan dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik
dalam

teks

bahasa

sasaran

yang

biasanya

diterapkan

penerjemah

dalam

pengalihbahasaan secara simultan (simultaneous interpreting) dan penerjemahan teks
film (subtitling).
Bsu

: I want you to know...

Bsa

: ketahuilah

l. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)
Merupakan teknik menerjemahkan sebuah kata atau ekspresi kata per katatetapi
susunan kata tersebut disesuaikan dengan tata bahasa Bsa.
Bsu

: Dr Augustine also wrote some books

Bsa

: Dr Augustine juga menulis beberapa buku

m. Modulasi (Modulation)
Merupakan teknik penerjemahan dimana penerjemah mengubah sudut pandang,
fokus atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan bahasa sumber.
Bsu

: I cut my finger

Bsa

: jariku teriris

n. Partikularisasi (Particularization)
Teknik ini lebih memfokuskan pada penggunaan istilah yang lebih konkrit atau persis.
Bsu

: air transportation

Bsa

: pesawat terbang

o. Reduksi (Reduction)
Teknik ini lebih memfokuskan pada pemadatan teks dari bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran. Ini juga bisa disebut sebagai kebalikan dari amplifikasi.
Bsu

: the Muslim month of fasting

Bsa

: Ramadhan

p. Subtitusi (Substitution)
Teknik ini adalah mengubah unsur-unsur linguistik ke parallinguistik (yang
berhubungan dengan intonasi dan isyarat tubuh). Teknik ini biasanya dipakai dalam
pengalibahasaan secara lisan.
Bsu

: he puts his hand on heart

Bsa

: dia mengucapkan terimakasih

q. Transposisi (Transposition)
Teknik ini adalah mengubah kategori gramatikal. Teknik ini sama dengan teknik
pergeseran kategori, struktur dan unit.
Bsu

: trousers

Bsa

: celana panjang

r. Variasi (Variation)
Teknik ini adalah mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang
mempengaruhi variasi linguistik, perubahan tona secara tekstual, gaya bahasa, dialek
sosial dan juga dialek geografis. Biasanya teknik ini diterapkan dalam penerjemahan
drama.9
Bsu

: hi chick?

Bsa

: hai cewek?

G. Metodologi Peneltian
1. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif,
artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk
angka-angka. Kesesuaian ciri pendekatan kualitatif dengan penelitian ini juga terletak pada
wujud data yang dimiliki. Data dalam penelitian ini berupa unit terjemahan yang berwujud
bentuk-bentuk lingual (kata, frase dan klausa).
2. Prosedur Penelitian
a. Objek Penelitian
Objek penelitian ini berupa terjemahan film Doraemon “STAND BY ME” berbahasa
jepang sebagai teks sumber dan subtitling (terjemahan film) dalam bahasa Inggris dan
Indonesia sebagai teks target.

b. Sajian data dan cara pengumpulan data
Korpus data dalam kajian terjemahan ini adalah korpus bilingual pararel yang terdiri
dari teks lisan (bahasa sumber) yang diucapkan oleh para tokoh dalam film Doraemon
“STAND BY ME” dan versi terjemahannya (subtitling) sebagai bahasa target. Data dalam
penelitian ini bersifat kualitatif kategorikal dengan pengertian bahwa data yang
dikumpulkan berwujud non-angka melainkan berupa bentuk-bentuk lingual yang
dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Wujud data penelitian ini berupa
9 Molina, L. and Albir, A.H..2002. "Translation Tedmiques Revisited:A Dynamic and Functionalist Approadr" dalam
Meta: Joutnal iles TrailucteurslMeta: Translators' JoutnaL XLVIL No. 4 hal. 498-512. diunduh dari
http://id.erudit.org/iderudit/008033ar.pdf pada tanggal 19 Desember 2008.

representasi makna subtitling sebagai unit terjemahan dalam bentuk lingual yang
terdapat dalam teks sumber dan terjemahannya dalam teks target.
3. Instrumen Penelitian
Penelitian kualitatif ini memanfaatkan diri peneliti sendiri sebagai instrumen utama
untuk memperoleh data kualitatif mengenai teks film dari bahasa sumber dan teks
terjemahan film tersebut dalam bentuk terjemahan teks film Doraemon dua bahasa (Inggris
dan Indonesia). Setelah objek penelitian teks film sumber dan terjemahannya terkumpul,
peneliti melakukan beberapa kegiatan berikut : a. Menonton dan membaca teks film bahasa
sumber dan terjemahannya secara berulang-ulang untuk menemukan teknik
penerjemahannya dan apakah pesan tersampaikan atau tidak ke penonton, b. Menandai
dan memberi catatan dialog film tersebut mengenai teknik apa yang digunakan, c.
Mengidentifikasi tingkat keterbacaan terjemahan atau tersampainya pesan pengarang
terhadap terjemahan tersebut atau tidak.
4. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data akan dilakukan dengan berdiskusi kepada dosen melalui
seminar di jurusan bahasa dan sastra inggris untuk menilai hasil analisis teknik
penerjemahan subtitle film yang diteliti.
H. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Tangerang Selatan selama lima bulan dari bulan Agustus –
Januari 2015 di Tangerang Selatan.

I. Daftar Kepustakaan
E.A. Nida dan Taber C, The Theory and practice of translation(Leiden: E.Jbrill,1974) h.12.
Farkhan, Muhammad, Proposal Penelitian Bahasa dan Sastra, Jakarta: Anak Negeri Printing,
2011.

Hoed, Benny H. 1991. Beberapa catatan tentang Naskah Buku Pedoman Penerjemahan.
Disampaikan dalam Lokakarya Penyususnan Pedoman Penerjemahan, 25-26 November. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Peter Newmark, Approach to Translation (Oxford: Pergamon, 1981) h.5
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.
Ho, Lina. 2005. Penerjemahan Film Televisi. Sebuah Gambaran Umum. PT Indosiar Visual
Mandiri.
Cintas, Jorge Diaz dan Gunilla, Anderman (Ed). 2009. Audiovisual Translation: Language
Transfer on Screen. New York: Palgrave Macmillan.
Gambier, Yves. 1993. “Audio Visual Communication: Typological Detour”. Teaching
Translation and Interpreting 2. Philadelphia: John Benjamin.
Gottlieb, Henrik. 1997. You Got the Picture- On the Polysemiotics of Subtitling Wordplay. In
Dirk Delabastita (ed) Essays on Punning and Translation.Manchester: St.Jerome: 206-232.
Hatim, B & Mason.1997. The Translator as Communicator.London&New York: Routledge.
Hurtado Albir, A. & Molina L. Translation Technique Revisited: A Dynamic and Functional
Approach. META, vol. 47, 4. Spain: Universitat Autonoma Barcelona. 2002.

J. Jurnal
Molina, L. and Albir, A.H..2002. "Translation Tedmiques Revisited:A Dynamic and Functionalist
Approadr" dalam Meta: Joutnal iles TrailucteurslMeta: Translators' JoutnaL XLVIL No. 4 hal. 498512. diunduh dari http://id.erudit.org/iderudit/008033ar.pdf pada tanggal 13 Desember 2008.

Sai-Hua Kou and Mari Nakamura (2005), “Translation or transformation?: A case study of
language and ideology in the Taiwanese press, www.sagepublications.com. Diakses pada
13/01/2015 pukul 1:41.