STUDI TENTANG PROFIL PERKEMBANGAN KOGNIT
STUDI TENTANG PROFIL PERKEMBANGAN KOGNITIF MAHASISWA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FPMIPA IKIP BANDUNG
Laporan Penelitian
Harry Firman
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Bandung, 1988
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menggali informasi mengenai profil perkembangan kognitif
mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung, dalam wujud distribusi tahap
perkembangan kognitif (menurut skema dari Piaget) yang dicapai oleh para mahasiswa
dari tingkat satu sampai tingkat empat. Pada penelitian ini ditinjau juga perbedaan profil
perkembangan kognitif dari tiap kategori mahasiswa dalam sampel yang dikarakterisasi
oleh tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan jenis kelamin. Informasi yang
diperlukan untuk menjawab masalah-masalah penelitian diperoleh dengan mengukur
tahap perkembangan kognitif setiap subyek penelitian dengan menggunakan tes
Longeot yang “diadaptasi”. Sampel penelitian terdiri dari 126 subyek yang merupakan
29% dari populasi mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Hasil pengolahan
data dengan program aplikasi komputer “VP-Info” memberikan informasi bahwa tidak
satupun subyek masih berada pada tahap operasi kongkrit awal, dan masih ada sekitar
18% subyek yang berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu sekitar 44%
subyek berada pada tahap operasi formal awal, dan 38% subyek telah mencapai tahap
operasi formal akhir.Tinjauan lebih spesifik terhadap sub-sub sampel menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan profil perkembangan kognitif yang ditampilkan kelompok
mahasiswa program D3 dan S1, kelompok wanita dan pria, serta kelompok tingkat I, II,
III, dan IV. Lebih besar proporsi mahasiswa program S1 yang telah berada pada tahap
operasi formal akhir daripada mahasiswa program D3. Kelompok mahasiswa wanita
menunjukkan kecenderungan lebih banyak berada pada tahap operasi formal. Sementara
itu dalam batas-batas tertentu terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin besar proporsi mahasiswa yang telah mencapai tahap operasi formal akhir.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telah menjadi satu prinsip dalam pendidikan bahwa kurikulum harus sesuai dengan taraf
kemampuan penalaran siswa, sebab dengan kondisi itulah materi pelajaran dapat diserap
oleh siswa. dalam arti dapat difahami dan diterapkan. Prinsip ini berlaku juga bagi program
pengajaran kimia di tingkat perguruan tinggi, seperti misalnya di jurusan kimia FPMIPA
IKIP Bandung. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa materi perkuliahan harus
diseleksi sedemikian rupa agar sesuai dengan kemampuan penalaran mayoritas mahasiswa.
Bagi program pendidikan profesional seperti misalnya pendidikan guru kimia, terdapat
perangkat kompetensi standar yang harus dikuasai mahasiswa sebelum dinyatakan lulus.
Perangkat kompetensi standar tersebut tidak terlepas dari kurikulum program pengajaran
kimia di SLTA dan perkembangan ilmu kimia serta penerapan ilmu kimia di masyarakat.
Esensi kesesuaian antara kurikulum dan kemampuan penalaran mahasiswa terletak pada
bagaimana materi kuliah dipresentasikan sehingga dapat diolah dalam fikiran mahasiswa.
Banyaknya mahasiswa yang tidak mencapai taraf penguasaan yang tinggi dalam banyak
mata kuliah, memberi isyarat bagi perlunya pengkajian yang mendalam akan kesesuaian
kurikulum dan taraf kemampuan kognitif (intelektual) mahasiswa. Fakta ini sekaligus
menunjukkan perlunya peninjauan kembali pada asumsi tentang "mahasiswa” sebagai
individu yang telah mencapai kematangan dalam penalaran sehingga dapat mengikuti
logika pengajar dan penulis buku sehingga mampu menyerap materi perkuliahan, apapun
materi perkuliahan itu serta bagaimanapun materi perkuliahan itu dipresentasikan.
Langkah awal yang perlu dilakukan ke arah menciptakan kesesuaian antara kurikulum dan
taraf kemampuan penalaran mahasiswa, ialah melakukan "pemetaan" (mapping) tentang
taraf perkembangan penalaran mahasiswa sehingga diperoleh profil mahasiswa dalam
aspek perkembangan kognitifnya. Sudah barang tentu profil itu bukan merupakan
gambaran yang kekal dalam arti tetap selama kurun waktu yang panjang, sebab banyak
faktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi profil perkembangan kognitif mahasiswa
tersebut dapat menjadi salah satu referensi dalam mendiagnosis kesulitan belajar
mahasiswa serta merencanakan kegiatan belajar-mengajar dalam perkuliahan. Bertitik
tolak dari kebutuhan itulah penelitian ini dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Tujuan utama penelitian ini ialah memperoleh gambaran tentang profil perkembangan
kognitif mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Profil perkembangan kognitif
ini diwujudkan dalam distribusi tahap (stage) perkembangan kognitif yang dicapai para
mahasiswa.
Berbagai variabel akan dikaitan pada distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa,
yakni tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan jenis program pendidikan. Tinjaunn ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang variabilitas profil perkembangan kognitif
di antara sub-sub populasi. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka rumusan masalah
yang akan dijawab dalam penelitian ini meliputi:
1) Bagaimanakah distribusi tahap perkembangan kognitif yang dicapai mahasiswa jurusan
pendidikan kimia FPMIPA?
2) Bagaimanakah kecenderungan distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia dengan bertambah tingginya tingkat pendidikan?
1
3) Apakah perbedaan jenis kelamin menampilkan profil perkembangan kognitif yang
berbeda?
4) Apakah distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa berbeda untuk jenis
program yang berbeda?
1.3. Definisi Operasional
Perlu didefinisikan beberapa istilah penting yang digunakan dalam laporan penelitian ini
demi kesamaan persepsi peneliti dan pembaca laporan ini tentang persoalan yang dibahas.
Istilah-istilah penting yang didefinisikan ialah sebagai berikut:
1) Profil perkembangan kognitif, yaitu distribusi (penyebaran) mahasiswa berdasarkan
kategori tahap perkembangan kognitif yang dicapainya. Dengan menggunakan
referensi teori Piaget tentang perkembangan kognitif, maka mahasiswa berdasarkan
pola penalarannya yang diukur oleh "Longeot Test" dapat diklasifikasi ke dalam tahap
operasi kongkrit awal (IIA), tahap operasi kongkrit akhir (IIB), tahap operasi formal
awal (IIIA), dan tahap operasi formal akhir (IIIB).
2) Tingkat pendidikan, diartikan sebagai lamanya (dalam tahun) mahasiswa mengikuti
program pendidikan di jurusan pendidikan kimia FPMIPA, sebagaimana sebutan yang
lazim dipakai di perguruan tinggi. Seorang mahasiswa tergolong mahasiswa tingkat I
jika baru mengikuti satu sampai dua semester, tergolong tingkat II jika telah mengikuti
3 sampai 4 semester, tergolong tingkat III jika telah mengikuti 5 sampai 6 semester,
dan tergolong tingkat IV jika telah mengikuti 7 semester atau lebih program
pendidikan.
3) Jenis program, ialah jenis program pendidikan yang dipilih mahasiswa. Terdapat dua
jenis program pendidikan yang diselenggarakan jurusan pendidikan kimia FPMIPA,
yakni program S-1 dan D-3.
1.4. Sistematika Laporan
Laporan ini terdiri dari 6 bagian. Bagian I merupakan pendahuluan. yang terdiri dari latar
belakang penelitian, rumusan masalah, definisi operasional, serta sistematika laporan.
Bagian II memuat landasan teori yang digunakan sebagai referensi (acuan) dalam
penelitian ini, serta review hasil penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan.
Bagian III memuat metode penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini, yang
mencakup pemilihan subyek penelitian, penyusunan serta evaluasi instrumen yang
digunakan, serta tehnik pengolahan data yang dipilih. Hasil pengolahan data serta
penafsirannya dipresentasikan pada bagian IV. Bagian V memuat diskusi tentang implikasi
praktis dari penemuan-penemuan dari penelitian ini. Selanjutnya kesimpulan dan saran
serta literatur yang dijadikan referensi menjadi penutup pada laporan ini.
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Landasan Teori
Menurut Piaget, kemampuan kognitif individu sejak lahir sampai dewasa berkembang
secara kontinu melalui beberapa tahapan perkembangan, yakni tahap sensori-motor, tahap
pra-operasi, tahap operasi kongkrit, dan tahap operasi formal. Setiap tahap perkembangan
2
kognitif ditandai oleh pola penalaran tertentu yang khas dan merupakan peningkatan dari
tahap perkembangan kognitif sebelumnya.
Pada tahap sensori-motor (sektar 0 sampai 2 tahun) berkembang kemampuan
mengkoordinasikan antara indra dengan gerakan anggota tubuh. Pada tahap ini pula terjadi
pematangan konsep obyek pada fikiran anak. Pada awal tahap sensori-motor "dunia” masih
terpisah dari dirinya. Suatu obyek itu ada hanya jika berada dalam medan penglihatannya.
Kematangan konsep obyek terjadi pada akhir tahap sensori-motor, sebagaimana
ditunjukkan oleh kemampuan anak mempresentasikan obyek-obyek fisik dengan lambanglambang.
Anak-anak pada tahap pra-operasi (sekitar 2 sampai 6 tahun) belum mampu berfikir logis
karena penalarannya lebih didominasi oleh apa yang dipersepsinya. Mereka belum dapat
melakukan “operasi” (tindakan mental) seperti halnya mengklasifikasikan sekelompok
obyek, meletakkan benda-benda dalam urutan logis, menjumlah, mengurang, dan
sebagainya. Anak-anak pra-operasi memusatkan (centering) perhatiannya pada aspek yang
menonjol sambil mengabaikan yang lain. Sebagai ilustrasi dikemukakan di sini eksperimen
klasik Piaget yakni dua bola tanah liat berukuran sama diyakini berisi banyaknya tanah liat
yang sama oleh anak. Akan tetapi jika salah satu bola tadi diubah bentuknya menjadi
memanjang seperti sosis, maka anak tidak yakin bahwa keduanya masih berisi tanah liat
yang sama banyaknya.
Pada tahap operaai kongrit (sekitar 6 sampai 12 tahun) mulai berkembang kemampuan
menalar secara logis, sekalipun operasi mental hanya dapat mereka lakukan terhadap
obyek-obyek yang kongkrit. Mereka belum mampu melakukan operasi-operasi mental
terhadap gagasan-gagasan abstrak, generalisasi verbal, sekalipun tertulis dalam bentuk
rumusan kalimat. Penalaran anak-anak operasi kongkrit tidak lagi perseptual atau terikat
pada salah satu ciri khusus suatu obyek yang menonjol. Penalaran mereka telah
“reversibel", yaitu dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi berurutan dengan
segala kemungkinan cara kembali lagi. Mereka menyatakan sekalipun bentuk tanah liat
diubah-ubah, banyaknya mesti sama karena dapat diubah kembali ke bentuk semula
(kekekalan substansi). Menuiut penalaran mereka. berat suatu obyek tetap sama walaupun
bentuknya diubah-ubah (kekekalan berat). Demilian juga dengan volum cairan akan tetap
sama sekalipun bentuknya berubah karena tempatnya diganti (kekekalan volum).
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif. Anak-anak
operasi formal mampu molakukan penalaran dengan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan
generalisasi. Mereka mampu melakukan operasi-operasi yang disebut Piaget sebagai
operasi orde kedua (second-order operations), yaitu operasi yang tidak mengacu pada
obyek atau peristiwanya secara langsung (kongkrit). Anak operasi formal mampu
memahami hubungan di antara hubunaan-hubungan (logika operasional), sehingga tidak
ada kesulitan bagi mereka untuk menangani masalah bertipe berikut ini.
4 6
6 ?
Anak-anak operasi formal juga mampu mengkonstruksi serangkaian hipotesis serta
menyusun prosedur untuk menguji hipotesis itu untuk mengetahui hipotesis mana yang
benar dengan cara mangendalikan variabel~variabel secara sistematis (penalaran hipotetiko
deduktif). Karakteristik lain dari tahap perkembangan kognitif operasi formal ialah
kemampuan melakukan penalaran kombinatoria1, yaitu kemampuan menyusun kombinasikombinasi yang mungkin dari elemen-elemen dalam suatu sistem. Dengan mudah mereka
3
dapat menjawab masalah seperti berikut ini : "Ada berapa buah? pasangan angka yang
dapat dibuat dari angka 1, 2, 3, 4, dan 5).
Piaget mengemukakan empat faktor yang menunjang perkembangan kognitif anak dari
satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Keempat faktor itu ialah:
kematangan, pengalaman, transmisi sosial, dan ekuilibrasi. Kematangan dalam struktur
fisik anak, termasuk kedalamnya kematangan dalam sistem syaraf dan endokrin,
mempunyai peran fundamental dalam perkembangan kognitif. Akan tetapi faktor ini saja
tidak mampu menjelaskan segala sesuatu tentang perkembangan kognitif. Oleh karena itu
rata-rata umur anak-anak dalam satu tahap perkembangan kognitif tampak berbeda dari
satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Perkembangen dalam kemampuan berbicara,
melakukan gerak-gerak motorik, bertambah sempurnanya organ otak, membuka
kesempatan bagi anak untuk mengadakan eksplorasi dan mempersepsi obyek-obyek, yang
semuanya itu sangat diperlukan untuk terjadinya perkembangan kognitif.
Pengalaman dengan realita merupakan salah satu faktor dasar yang menunjang
perkembangan struktur kognitif, sekalipun seperti halnya faktor kematangan, tidak dapat
menjelaskan segala sesuatu tentang perkembangan kognitif. Piaget membagi dua
pengalaman ke dalam pengalaman fisik dan pengalaman logiko-matematis, yang keduanya
secara psikologis sangat berbeda. Pengalaman fisik melibatkan tindakan terhadap obyek
dan membuat abstraksi dari obyek itu sendiri. Bahwa logam
menghantar arus listrik dan
mengkilap dapat menjadi konpep yang dibentuk dari pengalaman fisik mengamati sifatsifat berbagai macam logam. Pengalaman logiko-matematis merupakan pengalaman di
dalam mana pengetahuan diabstraksi bukan dari sifat-sifat obyek itu sendiri tetapi dari
akbat tindakan-tindakan terhadap obyek tadi. Dengan mengubah susunan 10 batu dan
menghitungnya setiap kali terbentuk susunan baru, anak menemukan bahwa jumlah batu
tidak tergantung pada cara menyusun batu dalam kelompoknya. Pengetahuan ini tidak
diperoleh dari generalisasi terhadap sifat batu melainkan dari tindakan terhadap batu-batu
itu.
Faktor transmisi sosial merupalan salah satu faktor fundamental dalam perkembangan
kognitif, sekalipun bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan. Penjelasan
orang tua, guru, media massa kepada anak, demikian juga dengan diskusi antar teman,
adalah bentuk-bentuk transmisi sosial yang dapat menunjang perkembangan kognitif.
Transmisi sosial ini menjadikan anak tidak perlu selalu menemukan segala pengetahuan
secara sendiri, tetapi menyerap dari pengalaman orang lain.
Piaget mengemukakan bahwa dalam diri individu terjadi proses ekuilibrasi yang
mengintegrasikan faktor kematangan, pengalaman, dan transmisi sosial, sehingga
menghasilkan perkembangan kognitif. Akibat dari interaksi dengan lingkungan, anak
berhadapan dengan gangguan atau kontradiksi-kontradiksi, yaitu situasi di mana pola
penalaran lama tidak dapat menanggapi stimulus yang dihadapinya. Kontradiksikontradiksi ini menyebabkan keadaan tidak seimbang (disekuilibrium). Pada keadaan tidak
seimbang ini lndividu secara aktif merubah pola penalarannya agar dapat
mengasimilasikan stimulus baru. Proses ini disebut juga proes "pengaturan diri” (self
regulation) atau ekuilibrasi.
2.2. Penelitian-penelitian yang Berhubungan
Penelitian ini diarahkan untuk memetakan tahap perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia FPMIPA. Berbagai penelitian yang berkenaan dengan pemetaan
4
tahap perkrembangan kognitif anak dari sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi
telah banyak dilakukan di negara lain. Beberapa diantaranya yang khusus mengenai
mahasiswa perguruan tinggi dikemukakan hasilnya berilrut ini.
Penelitian McKinnon dan Renner (1971) menunjukkan bahwa hanya 25% dari sampel
mahasiswa tingkat pertama di salah satu universitas di Amerika Serikat, telah berada pada
tahap operasi formal. 50% dari sampel masih berada pada tahap operasi kongkrit, dan 25%
lainnya berada pada fase transisi ke tahap operasi formal.
Penelitian yang dilakukan Lawson dan Renner (1974) terhadap mahasiswa tingkat pertana
suatu universitas swasta di Oklahoma Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51% sampel
berada pada tahap operasi kongkrit, 27% berada pada tahap transisi ke operasi formal, dan
hanya 22% yang telah berada pada tahap operasi formal. Sementara itu Juraschek (1974)
melaporkan bahwa 52% dari sampelnya yakni mahasiswa calon guru sekolah dasar, masih
berada pada tahap operasi kongkrit.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Subyek Penelitian
Pada saat penelitian ini dilakukan, tercatat 431 mahasiswa jurusan pendidikan kimia
FPMIPA IKIP Bandung yang tersebar dalam program dan tingkat sebagaimana
diperlihatkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Populasi mahasisvia jurusan pendidikan kimia FPMIPA
Tingkat
I
Program
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
II
III
IV
Jumlah
39
67
73
53
54
61
84
431
Total
%
9
16
17
12
13
14
19
100
Pada penelitian ini diambil 29% dari populasi mahasiswa jurusan pendidikan
kimia
FPMIPA sebagai sampel. Penunjukkan anggota sampel (subyek penelitian) dilakukan
dengan tehnik pengambilan sampel acak proportional. Pada tabel 3.1. terlihat proporsi
mahasiswa dari tiap tingkat dan program. Proporsi ini dipertahankan juga pada sampel,
artinya banyaknya subyek penelitian yang diambil dari satu sub populasi (satu tingkat pada
program tertentu) ditentukan berdasarkan persentase sub populasi itu dari populasi
keseluruhan. Dengan tehnik pengambilan sampel seperti ini diharapkan diperoleh sampel
yang representatif (mewakili populasi). Adapun banyaknya anggota sampel yang akan
diambil dari tiap-tiap sub populasi dapat dilihat pada tabel 3.2.
5
Tabel 3.2.
Distribusi Subyek Penelitian menurut Tingkat dan Program
Tingkat
I
Program
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
II
III
IV
Jumlah
12
20
21
15
16
18
24
126
Total
3.2.
%
9
16
17
12
13
14
19
100
Instrumentasi
Dalam rangka mengukur tahap perkembangan kognitif setiap subyek penelitian, dalam
penelitian ini digunakan alat ukur tes Longeot. Tes Longeot ialah suatu tes yang
dikembangkan oleh F. Longeot pada tahun 1962-1964. Tes ini dirancang untuk mengukur
berbagai aspek dari penalaran operasi formal pada skema perkembangan kognitif menurut
Piaget. Tas Longeot terdiri dari empat bagian. Bagian pertama terdiri dari lima soal yang
mengukur kemampuan klasifikasi (class inclusaon). Bagian kedua terdiri dari enam soal
yang mengukur penguasaan logika proposisi. Bagian ketiga terdiri dari sembilan soal yang
mengukur penguasaan logika proportional. Bagian keempat terdiri dari delapan soal yang
pemecahannya memerlukan kemampuan melihat kemungkinan pengkombinasian (logika
kombinatorial).
Tes Longeot asli dipublikasikan dalam bahasa Prancis. Pada tahun 1970 Sheehan
menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Tes Longeot yang telah diadaptasi ke dalam
bahasa Indonesia oleh tim peneliti pada penelitian ini, dapat dilihat beberapa soalnya pada
lampiran 1.
Studi tentang validitas dan reliabilitas tes Longeot telah banyak dilakukan di Amerilra
Serikat. Validitas isi tes ini, yakni seberapa jauh soal-soal tes diturunkan dari pertanyaanpertanyaan interviu klinis Piaget sehingga mengukur berbagai aspek dari penalaran formal,
telah dianalisis banyak peneliti. Tidak ada yang meragukan tentang validitas isi tes
Longeot, sebab pada dasarnya soal-soal tes ini merupakan perwujudan dalam bentuk tes
tertulis dari pertanyaan-pertanyaan interviu klinis yang dikembangkan Piaget dan Inhelder
untuk menentukan operasi formal (Lihat McDonald, J. L. & Sheehan, D.J. 1983).
Pengujian criterion related validity bagi tes Longeot yang dilakukan oleh Walter A. Farmer
et-al (1982) menunjukkan bahwa tes Longeot mempunyai validitas yang cukup tinggi,
sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,55 (signifikan pada taraf
signifikasi 5%) antara skor tes Longeot dan skor tes Inhelder & Piaget.
McDonald & Sheehan (1983) memperlihatkan bahwa pada umumnya peneliti melaporkan
cukup tingginya reliabilitas tes Longeot baik diestimasi dengan metode test-retest, splithalf, maupun KR # 20, setelah digunakan pada kelompok uji coba yang beraneka ragam.
Sheehan (1970) memperoleh harga koefisien reliabilitas 0,87 dengan metode KR # 20 pada
kelompok uji coba berumur12,5 - 13,5 tahun. Sementara itu Blake (1976) berdasarkan uji
coba pada mahasiswa perguruan tinggi memperoleh koefisien reliabilitas 0,76 dengan
metode test-retest.
6
Pada penelitian ini tes Longeot dalam bahasa Inggris diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia
oleh tim peneliti, dan direviu oleh beberapa orang staf dosen di jurusan pendidikan kimia
FPMIPA, baik dari segi bahasa maupun validitas contentnya, disempurnakan sehingga
dipandang mempunyai validitas content yang memadai. Reliabilitas tes dievaluasi secara
empiris dengan cara menguji-cobakannya pada 32 mahasiswa dari tingkat satu sampai
tingkat empat di jurusan pendidikan kimia FPMIPA non-sampel. Koefisien reliabilitas yang
diestimasi dengan metode spilit-half ialah 0,88 (Data lengkap tertulis pada lampiran 2)
yang menunjukkan bahwa tes Longeot versi peneliti dapat dipandang mempunyai
reliabilitas yang tinggi.
3.3.
Tehnik Pengolahan Data
Pada pelaksanaan penelitian, kepada setiap subyek penelitian diberikan tes Longeot untuk
diselesaikan dalam waktu maksimal 60 menit. Tujuan utama pengukuran dengan tes
Longeot dalam penelitian ini ialah menentukan tahap perkembangan kognitif yang telah
dicapai masing-masing subyek penelitian pada saat penelitian ini dilaksanakan.
Penentuan tahap perkembangan kognitif subyek dilakukan dengan skema yang disarankan
oleh Herron et-al (1981), yakni pertama-tama diidentifikasi respon masing-masing subyek
pada soal-soal kongkrit dan soal formal (lihat tabel 3.3.).
Tabel 3.3.
Klasifikasi soal-soal tes Longeot
Klasifikasi
Nomor soal
Kongkrit
1, 2, 3, 4, 5, 12, 13, 14, 15, 17, 21, 22, 23, 24
Formal
6, 7, 8, 9, 10, 11, 16, 18, 19, 20, 25, 26, 27, 28
Selanjutnya untuk tiap soal kongkrit yang dijawab benar, subyek memperoleh skor 1 (satu)
dan untuk tiap soal formal yang dijawab benar subyek penelitian memperoleh skor 2 (dua).
Kriteria bagi penentuan tahap perkembangan kognitif subyek penelitian atas dasar skor
total yang diperoleh subyek diberikan pada tabel 3.4. yaitu sesuai dengan kriteria yang
disarankan Herron et-al.
Tabel 3.4.
Kriteria klasifikasi kongkrit-formal
Klasifikasi
Kongkrit
IIA
IIB
Formal
IIIA
IIIB
Skor
0–7
8 – 22
23 – 29
30 – 42
Dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan penelitian, maka pada tahap analisis
data diidentifikasi distribusi tahap perkembangan kognitif subyek penelitian secara umum,
7
dan distribusi tahap perkembangan kognitif menurut variabel-variabel tingkat pendidikan,
jenis kelamin, dan jenis program pendidikan.
Program aplikasi komputer VP-Info dipakai dalam mengolah data pada penelitian ini demi
kecepatan dan keakuratan pengolahan data. Pada dasarnya VP-Info merupakan suatu
program manajemen database yang bahasanya dalam banyak hal bersesuaian dengan dBase
II.
IV. ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA
4.1.
Profil Umum Perkembangan Kognitif Subyek
Data yang diperoleh dari pengukuran tahap perkembangan kognitif 126 subyek penelitian
dengan menggunakan tes Longeot dapat dilihat pada lampiran 3. Beberapa karakteristik
subyek penelitian yang menjadi variabel penelitian, yakni tingkat pendidikan, jenis
program yang diikuti, dan jenis kelamin dicantumkan juga pada lampiran 3 menyertai kode
setiap subyek. Skor tes dan tahap perkembangan kognitif subyek penelitian yang tertulis
pada lampiran itu ditentukan berdasarkan kriteria yang telah dikemukakan pada bagian 3.3.
Frekuensi dan persentase subyek penelitian yang tergolong telah mencapai tahap
perkembangan kongkrit awal, kongkrit akhir, formal awal, dan formal akhir, diberikan
pada tabel 4.1. sedangkan grafik batangnya dapat dilihat pada gamber 4.1.
Tabel 4.1.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan tahap perkembangan kognitif
Tahap
IIA
IIB
IIIA
IIIB
Jumlah
Frekuensi
0
23
55
48
126
%
0
18,3
43,7
38,0
100,0
Gambar 4.1.
Grafik distribusi subyek penelitian berdasarkan tahap perkembangan kognitif
Dari data yang tertera pada tabel 4.1. dan grafik pada gambar 4.1. tampak jelas bahwa
modus tahap perkembangan kognitif subyek penelitian ialah tahap operasi formal awal
8
(IIIA). Hanya 18,3 % subyek penelitian masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir.
Sementara itu terdapat 38 % subyek penelitian telah mencapai tahap operasi formal akhir.
4.2.
Distribusi Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jenis Program Pendidikan
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan jenis program pendidikan yang diikutinya,
dilanjutkan dengan pencacahan banyaknya subyek yang mencapai tahap operasi kongkrit
akhir (IIB), formal awal (IIIA), dan formal akhir (IIIB), memberikan data sebagaimana
yang tertera pada tabel 4.2. Grafiknya dapat dilihat pada gambar 4.2.
Tabel 4.2.
Distribusi tahap perkembangan kognitif subyek program D-3 dan S-1
Tahap
IIB
IIIA
IIIB
Program D-3
Jumlah
12
23
18
%
22,6
43,4
34,0
Program S-1
Jumlah
11
32
30
%
15,1
43,8
41,1
Gambar 4.2.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif subyek program D-3 dan S-1
Secara umum dapat dikatakan bahwa modus tahap perkembangan kognitif subyek
penelitian, baik dari program D-3 maupun S-1 ialah IIIA (tahap operasi formal awal).
Namun demikian ada perbedaan distribusi di antara keduanya, yakni untuk program D-3
persentase subyek yang masih berada pada tahap operasi kongkrit lebih banyak. Sementara
itu persentase subyek D-3 yang telah mencapai tahap operasi formal akhir lebih sedikit
daripada subyek penelitian dari program S-1.
9
4.3.
Distribusi Tahap Perkembangan Kognitif Subyek menurut Jenis Kelamin
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, dilanjutkan dengan pencacahan
banyaknya subyek yang mencapai tahap operasi kongkrit akhir (IIB), tahap operasi formal
awal (IIIA) dan tahap operasi formal akhir (IIIB), memberikan data sebagaimana yang
tertera pada tabel 4.3. dan gambar 4.3.
Tabel 4.3.
Distribusi tahap perkembangan kognitif subyek laki-laki dan wanita
Tahap
IIB
IIIA
IIIB
Laki-laki
Jumlah
%
14
24,6`
23
40,3
20
35,1
Wanita
Jumlah
%
9
13,0
32
46,4
28
40,6
Dari data yang tertera pada tabel 4.3. dan gambar 4.3. jelas terlihat bahwa data penelitian
ini terjaring 57 subyek laki-laki dan 69 subyek wanita. 24,6% dari subyek wanita masih
berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu hanya 13,0% dari subyek laki-laki
masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Pada tahap perkembangan kognitif yang
lebih tinggi, persentase wanita lebih tinggi daripada persentase laki-laki. 46,4% subyek
wanita berada pada tahap operasi formal awal, sedangkan 40,3% subyek laki-laki berada
pada tahap operasi formal awal. 40,6% subyek wanita telah berada pada tahap operasi
formal akhir, sedangkan hanya 35,1% subyek laki-laki mencapai tahap operasi formal
akhir.
Gambar 4.3.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif subyek laki-laki dan wanita
10
4.4.
Distribusi
Pendidikan
Tahap
Perkembangan
Kognitif
Subyek
menurut
Tingkat
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, dilanjutkan dengan
pencacahan banyaknya subyek penelitian yang mencapai tahap operasi kongkrit akhir,
tahap operasi formal awal, dan tahap operasi formal akhir, memberikan data sebagaimana
yang tertera pada tabel 4.4. dan gambar 4.4.
Tingkat
I
Tabel 4.4.
Distribusi tahap perkembangan kognitif
subyek dari tingkat yang berbeda
Tahap IIB
Tahap IIIA
Jumlah
%
Jumlah
%
7
21,9
15
46,9
Tahap IIIB
Jumlah
%
10
31,2
II
7
19,4
15
41,7
14
38,9
III
5
14,7
14
41,2
15
44,1
IV
4
16,7
11
45,8
9
37,5
Gambar 4.4.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif
subyek dari tingkat pendidikan yang berbeda
Dari data yang tertera pada tabel 4.4. dan gambar 4.4. jelas terlihat bahwa kecuali untuk
subyek tingkat IV, terdapat kecenderungan yang menarik untuk dibahas. Tampak bahwa
makin tinggi tingkat pendidikan makin kecil persentase subyek yang perkembangan
kognitifnya masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir. 21,9% subyek tingkat I, 19,4%
subyek tingkat II, 14,7% subyek tingkat III, dan 16,7% subyek tingkat IV masih berada
pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu makin tinggi tingkat pendidikan makin
kecil persentase subyek yang berada pada tahap operasi formal awal maupun tahap operasi
formal akhir. 31,2% subyek tingkat I, 38,9% subyek tingkat II, dan 44,1% subyek tingkat
III telah berada pada tahap perkembangan operasi formal akhir.
11
V. DISKUSI DAN IMPLIKASI
Penelitian ini berhasil menampilkan profil umum perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung pada tahun 1988. Sebagian kecil
mahasiswa (18,3%) masih berada pada tahap operasi kongkrit. Modus perkembangan
kognitif mahasiswa ialah pada tahap formal awal (43,7%), dan 38% mahasiswa telah
mencapai tahap operasi formal akhir.
Dari profil perkembangan kognitif yang ditampilkan mahasiswa jurusan pendidikan kimia
FPMIPA di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dalam jumlah yang cukup besar
mahasiswa yang telah “mempunyai kesiapan belajar” dari segi penalaran untuk
mempelajari ilmu kimia yang penuh dengan konsep-konsep formal. Namun demikian,
mahasiswa yang masih berada pada tahap operasi kongkrit perlu juga mendapat perhatian,
sekalipun mungkin hanyalah kelompok minoritas dalam kelas. Pengamatan sekilas
menunjukkan banyaknya mahasiswa “lambat” yang ternyata berada pada tahap operasi
kongkrit. Bagi mereka upaya dosen “mengkongkritkan” atribut-atribut konsep melalui
pengalaman belajar kongkrit secara langsung atau dengan media pendidikan serta analogianalogi pada waktu memberi kuliah, akan sangat menolong. Di samping itu proses belajarmengajar bagi kelompok mahasiswa kongkrit ini harus mempunyai misi perkembangan
kognitif dalam arti merangsang perkembangan kognitif mereka melalui pemberian
pengalaman-pengalaman dengan fenomena kimia serta membuka peluang terjadinya
transmisi sosial di antara para mahasiswa itu sendiri ataupun antara mahasiswa dengan
literatur.
Jika diperhatikan profil perkembangan kognitif dari tiap-tiap tingkat, maka nampak ada
kecenderungan semakin besar proporsi mahasiswa yang mencapai.tahap eperasi formal
dengan bertambah.tingginya tingkatan pendidikan. Secara kasar fakta ini menunjukkan
bahwa sangat mungkin terjadi peningiratan tahap perkembangan kognitif akibat
"pengembangan penalaran" yang terjadi pada waktu mahasiswa mengikuti perkuliahan.
Jika hal itu terjadi maka banyak mata kuliah di jurusan pendidikan kimia telah
melaksanakan fungsi pengembangan kognitif para mahasiswanya. Namun demikian,
penelitian lebih mendalam perlu dilakukan untuk menguji pernyataan hipotetis ini.
Penting pula antuk dikemukakan adanya perbedaan profil perkembangan kognitif
mahasiswa program D-3 dan S-1. Proporsi mahasiswa program S-1 yang masih berada
pada tahap operasi kongkrit lebih kecil daripada proporsi mahasiswa program D-3 yang
berada pada tahap operasi yang sama, dan sebaliknya lebih besar proporsi mahasiswa
program S-1 yang telah mencapai tahap operasi formal akhir. Fakta ini memberi isyarat
untuk memperlakukan dengan cara berbeda kelas D-3 dan S-1 dalam penyajian bahan
perkuliahan. Oleh karena tingkat perkembangan dalam penalaran mahasiswa berhubungan
erat dengan kemampuan menangkap konsep-konsep kimia yang notabene banyak yang
tergolong konsep formal, maka "pengkongkritan" konsep-konsep melalui berbagai media
pendidikan, ilustrasi, dan bimbingan belajar yang lebih bertahap dan intensif, semakin jelas
diperlukan bagi mahasiswa program D-3. Perbedaan profil perkembangan kognitif
mahasiswa program D-3 dan mahasiswa program S-1 yang berhasil ditampilkan oleh
penelitian ini sekaligus menjadi penjelasan terhadap fenomena nyata adanya perbedaan
prestasi belajar di antara kedua kelompok mabasiswa itu. Fakta ini pula memberi isyarat
akan pentingnya misi pengembangan kognitif dari perkuliahan-perkuliahan untuk para
mahasiswa program D-3.
Point penting lainnya yang menarik untuk dibahas ialah perbedaan profil perkembangan
kognitif laki-laki dan wanita. Proporsi wanita yang mencapai tahap formal lebih besar
12
daripada laki-laki, dan sebaiknya proporsi wanita yang masih berada pada tahap operasi
kongkrit jauh lebib rendah daripada laki-laki. Oleh karena secara umum faktor sex tidak
membedakan kemampuan penalaran, maka perbedaan profil perkembangan kognitif antara
laki-laki dan wanita yang ditampilkan pada penelitian ini mesti mencerminkan
karakteristik mahasiswa jurusan pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Sangat
mungkin lebih bantak wanita yang "brilian” yang memilih jurusan kimia FPMIPA IKIP
Pandung sebagai tempat belajarnya.
Tampaknya banyak permasalahan yang muncul dari pengamatan terhadap profil
perkembangan kognitif mahasiswa jurusan pendidikan kimia FPMIPA, dan bukan tujuan
penelitian ini untuk menyelesaikan secara tuntas permasalahan-permasalahan itu, sesuai
dengan sifat eksploratif dari penelitian ini sendiri. Dengan demikian penelitian yang lebih
mendalam terhadap satu demi satu permasalahan tadi hendaknya menjadi tindak lanjut dari
penelitian ini. Bukan tidak mungkin temuan-temunn dari penelitian-penelitian lanjutan itu
dapat memberikan arah bagi upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan jururan
pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengukuran tahap perkembangan kognitif terhadap mahasiswa jurusan pendidikan
kimia FPMIPA menunjukkan hasil bahwa sebagian besar mahasiswa telah mencapai
tahap operasi formal dengan modus tahap operasi formal awal. Kurang dari 20%
mahasiswa masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir.
2. Ada kecenderungan semakin besarnya proporsi mahasiswa yang berada pada tahap
operasi formal akhir dengan semakin tingginya tingkatan pendidikan mahasiswa.
3. Perbedaan sex mahasiswa jurusan pendidikan kimia menampilkan profil perkembangan
kognitif yang berbeda. Lebih besar proporsi wanita yang telah mencapai tahap operasi
formal daripada laki-laki. Sebaliknya lebih kecil proporsi wanita yang masih berada
pada tahap operasi kongkrit.
4. Perbedaan pada jenis program pendidikan di jurusan kimia menampilkan profil
perkembangan kognitif yang berbeda pula. Lebih sedikit mahasiswa program S-1 yang
masih berada pada tahap operasi kongkrit daripada mahasiswa program D-3 yang
masih berada pada tahap operasi yang sama.
Saran
1.
Oleh karena belajar kimia di tingkat perguruan tinggi mempersyaratkan telah
dicapainya tahap operasi formal, sedangkan ternyata masih terdapat sekelompok
mahasiswa yang berada pada tahap operasi kongkit, maka sangatlah penting bagi para
dosen jurusan pendidikan kimia untuk berusaha “mengkongkritkan” materi perkuliahan
yang disampaikannya karena merupakan “kebutuhan” mahasiswa, melalui pemberian
pengalaman kongkrit dalam bentuk praktikum, demonstrasi, penyajian media
pendidikan, analogi-analogi, dan bentuk-bentuk pengalaman belajar lainnya. Di
samping itu perkuliahan juga harus mempunyai misi “pengembangan kognitif” dalam
arti merangsang perkembangan kemampuan menalar, melalui pemecahan masalahmasalah, diskusi kelas atau kelompok, tugas mereviu literatur, dan bentuk-bentuk
13
rangsangan lainnya yang memungkinkan bertambahnya “pengalaman” fisik maupun
pengalaman logio-matematis, serta terjadinya proses transmisi sosial, sebagaimana
yang menjadi faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif menurut Piaget.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen, B. D. & Weisberg, H. F. (1980). An introduction to data analysis. San Fransisco:
W. H. Freeman and Company.
Bybee, R. W. & Sund, R. E. (1982). Piaget for educator. Colombus: Bell & Howell
Company.
Chiappetta, E. L. (1976). A review of Piagetian studies relevant to science instruction at the
secondary and college level. Science education, 60, 2, 253-261.
Clark, D. & Gratzer, G. (1986). VP – Info : Powerful high speed database management.
Berkeley (CA) : Paperback software.
Garnett, P. J., Tobin, K. & Swingler, D. G. (1985). Reasoning abilities of secondary school
aged 13-16 and implications for the teaching of science. European journal of science
education, 7, 4, 387-397.
Herron, J. D. & Cantu, L. L. (1978). Concrete and formal Piagentian stages and science
concept attainment. Journal of research in science teaching, 15, 2, 135-143.
Herron, J. D., Lucas, C., Ward, C. R. & Nurrenbern, S. C. (1981). Evaluation of the
Longeot test of cognitive development. Journal of research in science teaching, 18, 2,
123-130.
Inhelder, B. & Piaget, J. (1958). The growth of logical thinking. London : Routledge &
Kegan Paul Ltd.
Lawson, A. E. (1978). The development and validation of a classroom test of formal
reasoning. Journal of research in science teaching, 15, 1, 11-24.
McDonald, J. L. & Sheehan, D. J. (1983). Use of the Longeot test to assess formal
operation : a research summary. Paper, presented at the thirteenth annual symposium
of the Jean Piaget society (Philadelphia).
McKinnon, J. W. & Renner, J. W. (1971). Are colleges concerned with intellectual
development?. American Journal fo Physics, 39, 1047 – 1052.
Rowel, J. A. & Hoffman, P. J. (1975). Group tests for distinguishing formal from concrete
thinkers. Journal of research in science teaching, 12, 2, 157 – 164.
Ward, C. E. & Herron, J. D. (1980). Helping students understand formal chemical
concepts. Journal of research in science teaching, 17, 5, 387 – 406.
14
Lampiran 1
BAGIAN I
1. Informasi
Asam asetat tergolong asam lemah.
Asam lemah tergolong elektrolit.
Kita dapat menarik kesimpulan dari informasi di atas. Di bawah ini diberikan tiga
kesimpulan berbeda yang dapat ditarik, yaitu :
Kesimpulan
A. Asam asetat tergolong elektrolit.
B. Asam asetat tidak tergolong elektrolit.
C. Tidak dapat diputuskan apakah asam asetat tergolong elektrolit atau tidak.
Pilihlah satu dari tiga kesimpulan ini yang benar, dan bubuhkan tanda silang (X) pada
kolom di bawah huruf yang menjadi nomor kesimpulan yang anda pilih pada lembar
jawaban.
2. Informasi
Andi lebih pandai dari Somad
Somad lebih pandai dari Budi
Kesimpulan
A. Somad adalah yang terpandai di antara ketiga anak tersebut.
B. Andi adalah yang terpandai dari ketiga anak tersebut.
C. Tidak dapat diketahui siapa yang terpandai berdasarkan infomormasi di atas.
3. Informasi
Zat A tergolong Ketosa.
Ketosa tidak dapat mereduksi larutan Fehling.
Kesimpulan
A. Zat A dapat mereduksi larutan Fehling.
B. Zat A tidak dapat mereduksi larutan Fehling.
C. Dari informasi di atas tidak dapat diketahui apakah zat A mereduksi larutan
Fehling atau tidak.
4. Informasi
Iis dapat bernyanyi lebih merdu dari pada Tina
Tina dapat bernyanyi lebih merdu daripada Diah.
Kesimpulan
A. Diah dapat bernyanyi lebih merdu daripada Iis.
B. Iis dapat bernyanyi lebih merdu daripada Diah.
C. Dari informasi di atas tidak dapat diketahui siapa yang lebih merdu nyayiannya.
15
5. Informasi
Mahmud kurang berani daripada Diki
Diki kurang berani daripada Naro.
Kesimpulan
A. Naro adalah yang paling berani di antara ketiga anak tersebut.
B. Mahmud adalah yang paling berani di antara ketiga anak tersebut.
C. Dari informasi di atas, tidak dapat diketahui siapa yang paling berani di antara
ketiga anak tersebut.
BAGIAN II
Pada bagian ini anda seolah-olah menjadi seorang Detektif yang memperoleh pentunjukpetunjuk selama melakukan penyelidikan dan kemudian berusaha menemukan kebenaran
dengan penalarannya.
Bacalah tiga pernyataan ini dan pikirkan secara seksama. Selanjutnya temukanlah apakah
kesimpulan-kesimpulan yang ditulis di bawah pernyataan tersebut benar atau salah.
Pernyataan
Jika Amir berbohong, maka Somad membunuh Kurdi.
Jika senjata yang dipakai ialah pistol, maka Amir berbohong.
Belakangan diperoleh bukti bahwa senjata yang dipakai ialah pistol.
Kesimpulan
A. Amir berbohong
B. Amir tidak berbohong
C. Somad membunuh Kurdi
D. Somad tidak membunuh kurdi
E. Tidak cukup keterangan untuk memastikan apakah Amir berbohong, dan
apakah Somad membunuh Kurdi.
Anda diminta memilih kesimpulan dari penyelidikan yang benar. Berdasarkan pernyataanpernyataan yang dikemukakan, pertama temukan apakah Amir berbohong, dan selanjutnya
pikirkanlah apakah Somad membunuh Kurdi atau tidak.
Bubuhkanlah tanda silang (X) di bawah huruf C dan A, karena kesimpulan yang benar
ialah huruf A dan C. Kerjakanlah hal ini pada lembar jawaban.
Lakukanlah pekerjaan yang sama untuk soal-soal lain. Terdapat lebih dari satu jawaban
yang benar untuk setiap soal.
6. Pernyataan
Jika penjaga rumah ialah kaki tangan pencuri, maka pintu depan terbuka atau
pencuri masuk lewat pintu belakang.
Jika pencuri mempunyai kaki tangan, maka ia datang dengan mobil.
Jika pencurian berlangsung tengah malam, maka penjaga rumah menjadi kaki
tangan pencuri.
Berhasil dibuktikan bahwa pintu depan tidak terbuka dan pencuri tidak masuk
lewat pintu belakang.
16
Kesimpulan
A. Penjaga rumah bukan kaki tangan pencuri.
B. Penjaga rumah ialah kaki tangan pencuri.
C. Pencurian terjadi pada tengah malam.
D. Pencurian tidak terjadi pada tengah malam.
E. Tidak dapat dipastikan apakah pencuri terjadi pada tengah malam.
7. Pernyataan
Satu diantara dua kemungkinan: Pencuri datang dengan mobil, atau saksi keliru
melihat.
Jika pencuri mempunyai kaki tangan, ia datang dengan mobil.
Pencuri tidak mempunyai kaki tangan, ia tidak mepunyai kunci rumah; atau pencuri
mempunyai kaki tangan dan ia mempunyai kunci rumah.
Seseorang mempunyai bukti, bahwa pencuri mempunyai kunci rumah.
Kesimpulan
A. Pencuri datang dengan mobil.
B. Pencuri tidak datang dengan mobil.
C. Saksi tidak keliru melihat.
D. Saksi keliru melihat.
E. Tidak dapat dipastikan apakah saksi keliru melihat atau tidak.
8. Pernyataan
Jika polisi mengikuti jejak yang salah, maka surat kabar melaporkan berita yang
salah.
Jika surat kabar melaporkan berita yang salah, maka pembunuh tidak tinggal di
dalam kota.
Seseorang mengetahui dengan pasti bahwa surat kabar melaporkan berita yang
salah.
Kesimpulan
A. Pembunuh tinggal di dalam kota.
B. Pembunuh tidak tinggal di dalam kota.
C. Polisi mengikuti jejak yang salah.
D. Polisi tidak mengikuti jejak yang salah.
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah polisi mengikuti jejak yang salah
atau benar.
SOAL NOMOR 9, 10, DAN 11 MEMUAT PERSOALAN YANG PERLU
DIPECAHKAN DENGAN NALAR YANG SAMA DENGAN SOAL-SOAL
SEBELUMNYA, TETAPI PERSOALANNYA BERHUBUNGAN DENGAN CARA
MENGHABISKAN WAKTU LIBUR SEHARI
9. Pernyataan
Anda bepergian dengan teman anda atau melancong ke kota lain.
Jika anda bepergian dengan teman anda, maka anda mendaki gunung atau
memancing.
17
Kenyataannya, anda tidak mendaki gunung atau memancing.
Kesimpulan
A. Anda bepergian dengan teman anda.
B. Anda tidak bepergian dengan teman anda.
C. Anda melancong ke kota lain.
D. Anda tidak melancong ke kota lain.
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah anda pergi melancong ke kota lain
atau tidak.
10. Pernyataan
Jika anda berenang, artinya cuaca baik.
Jika anda bermain tenis, artinya cuaca baik.
Kenyataannya anda bermain tenis.
Kesimpulan
A. Cuaca baik
B. Cuaca tidak baik
C. Anda berenang
D. Anda tidak berenang
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah anda berenang atau tidak.
11. Pernyataan
Jika anda sekarang memetik bunga, artinya kemarin turun hujan.
Satu diantara dua kemungkinan: Kemarin turun hujan atau anda melintasi lapangan.
Jika anda tidak berjalan melintasi lapangan, anda mengambil jalan menuju ujung
timur kota.
Akan tetapi anda tidak mengambil jalan menuju ujung timur kota.
Kesimpulan
A. Anda tidak berjalan melintasi lapangan
B. Kemarin tidak turun hujan
C. Anda tidak memetik bunga
D. Anda memetik bunga
E. Tidak dapat diketahui apakah anda memetik bunga atau tidak.
BAGIAN III
Pada bagian ini hanya ada satu jawaban yang Benar. Bubuhkanlah tanda silang (X)
pada kolom-kolom di bawah nomor jawaban yang benar dari masing-masing soal, pada
lembar jawaban.
12. Hamid dan Tono bermain kartu bridge. Masing-masing memperoleh 16 kartu, tetapi
tidak boleh melihat kartu-kartu tersebut. Ke enam belas kartu itu ditumpuk di depan
masing-masing pemain. Pada waktu bermain, tiap pemain membuka kartu teratas dari
tumpukan miliknya. Pemain yang mampunyai kartu lebih tinggi menjadi pemenang,
dan berhak mengambil kedua kartu yang dibuka itu, dan menyimpannya di bawah
tumpukan kartunya.
18
Permainan ini diulang terus menerus sampai seorang pemain berhasil mengambil
semua kartu lawannya. Hamid dan Tono masing-masing mempunyai 16 kartu. Diantara
16 kartu yang dimiliki Hamid terdapat 3 buah King, sedangkan diantara 16 kartu yang
dimiliki Tono terdapat satu King.
Pemain manakah yang mempunyai peluang lebih besar untuk membuka King pada
waktu membuka kartu teratas untuk pertama kali?
A. Hamid, karena ia mempunyai 3 kartu King di antara 16 kartunya.
B. Tono, sebab ia memiliki 1 King di antara 16 kartunya.
C. Peluang Hamid dan Tono sama, karena masing-masing mempunyai 16 kartu.
Hanya satu jawaban yang benar
13. Pada kandang milik Martin, terdapat 15 sapi yang terdiri dari 7 sapi hitam dan 8 sapi
putih. Pada kandang milik Rauf terdapat 15 sapi yang terdiri dari 5 sapi hitam dan 10
sapi putih. Tiap kandang mempunyai satu pintu yang hanya dapat dilewati oleh satu
sapi pada satu saat karena pintunya sempit. Ketika Martin dan Rauf membuka pintu
kandangnya masing-masing agar sapi mereka keluar dari kandangnya, dari kandang
milik siapakah seseorang mempunyai peluang lebih besar untuk melihat sapi yang
keluar pertama kali ialah sapi hitam?
A. Dari kandang milik Martin, karena berisi 7 sapi hitam dari 15 sapinya.
B. Dari kandang milik Rauf, karena terdapat 5 sapi hitam dari 15 sapi miliknya.
C. Sama saja peluangnya, karena pada masing-masing kandang terdapat 15 sapi.
14. Pada jam 4 sore, para pegawai suatu pabrik meninggalkan tempat kerjanya. Melalui
pintu kiri pabrik keluar 31 orang yang terdiri dari 22 laki-laki dan 9 wanita. Melalui
pintu kanan pabrik keluar 27 orang yang terdiri dari 18 laki-laki dan 9 wanita. Melalui
pintu manakah anda mempunyai peluang lebih besar untuk melihat pekerja wanita
sebagai orang yang pertamakali keluar?
A. Melalui pintu kiri, karena lebih banyak orang yang melalui pintu itu.
B. Melalui pintu kanan, karena lebih sedikit laki-laki keluar melalui pintu itu.
C. Peluangnya sama besar, karena 9 wanita akan keluar melalui masing-masing pintu.
15. Pada kegiatan olah raga, dibentuk 3 kelompok siswa untuk bermain bola.
Kelompok I terdiri dari 5 anak diberi satu bola.
Kelompok II terdiri dari 6 anak diberi dua bola.
Kelompok III terdiri dari 12 anak diberi tiga bola.
Kelompok manakah yang sebaiknya anda masuki agar anda mempunyai peluang paling
besar untuk kebagian menangkap bola?
A. Kelompok III, sebab mempunyai paling banyak bola.
B. Kelompok I sebab berisi paling sedikit anggota.
C. Kelompok II, sebab mempunyai jumlah siswa paling sedikit untuk setiap bola.
D. Tidak dapat dipilih karena kelompok II bolanya lebih satu daripada kelompok I,
dan kelompok III berisi terlalu banyak siswa.
16. Dalam gedung parkir I terdapat 24 kendaraan yang terdiri dari 4 minibus dan 20 sedan.
Dalam gedung parkir II terdapat 54 kendaraan yang terdiri dari 9 minibus dan 45
sedan. Dalam gedung parkir III terdapat 36 kendaraan yang terdiri dari 6 minibus dan
30 sedan. Dari gedung manakah terdapat peluang paling besar untuk minibus sebagai
kendaraan yang keluar pertama kali?
A. Dari gedung parkir III karena berisi minibus lebih banyak daripada gedung parkir I,
tetapi lebih sedikit daripada gedung parkir II.
B. Dari gedung parkir II karena berisi minibus paling banyak.
19
C. Dari gedung parkir I karena berisi sedan paling sedikit.
D. Dari gedung parkir nama saja, karena ketiganya mempunyai jumlah minibus sama
untuk semjumlah tertentu kendaraan.
17. Siswa dari 3 kelas IV yang diajar oleh guru yang sama mengikuti suatu tes.
Pada kelas pertama, dari 30 siswa yang mengikuti terdapat 20 siswa yang
memperoleh nilai rata-rata dan 10 siswa di bawah rata-rata.
Pada kelas kedua, dari 42 siswa, terdapat 22 siswa memperoleh nilai rata-rata, dan
20 siswa di bawah rata-rata.
Pada kelas ketiga, dari 20 siswa terdapat 12 siswa memperoleh nilai rata-rata dan 8
siswa di bawah rata-rata.
Dari hasil tes itu, kelas manakah yang mempunyai paling besar fraksi siswa berprestasi
rata-rata?
A. Kelas ketiga, karena pada kelas ini hanya terdapat 8 siswa di bawah rata-rata.
B. Kelas kedua, karena pada kelas ini terdapat jumlah siswa terbanyak yang
memperoleh nilai rata-rata.
C. Kelas pertama, karena sebagian siswa mempunyai nilai rata-rata.
D. Ketiga kelas itu mempunyai prestasi sama, karena jumlah siswa yang memperoleh
nilai rata-rata lebih besar daripada jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah
rata-rata.
18. Pada suatu bazaar, Sudin membeli selembar kupon undian berhadiah. Dari 25 kupon
yang dijual, 5 lembar adalah kupon berhadiah, sedangkan yang lainnya tidak berhadiah.
Tina membeli jenis undian lain. Pada undian yang dibeli Tina, dari 10 lembar kupon
yang dijual, dua berhadiah. Anak lain bernama Angga membeli undian yang lain lagi,
dimana dari 40 lembar kupon yang dijual akan terdapat 8 kupon berhadiah.
Siapakah yang mempunyai peluang terbesar untuk membeli kupon undian yang
berhadiah?
A. Sudin, karena pada undian yang dibelinya terdapat paling banyak kupon berhadiah.
B. Tina, karena pada jenis undiah yang dibelinya terdapat paling sedikit kupon undian
yang tidak berhadiah.
C. Angga, karena pada jenis undian yang dibelinya lebih banyak kupon berhadiah
daripada dalam undiah yang dibeli Tina, dan lebih sedikit berisi kupon yang tidak
berhadiah daripada dalam undian yang dibeli Angga.
D. Peluang ketiga anak untuk memenangkan hadiah sama, karena perbandingan
jumlah kupon berhadiah terdapat jumlah kupon tidak berhadiah adalah sama dalam
setiap undian.
19. Yono, Farid, dan Erni masing-masing membeli sekantong permen. Dalam kantong
Yono terdapat 4 permen karamel dan 12 permen mentol. Dalam kantong Farid terdapat
7 permen karamel dan 21 permen mentol. Dalam kantong Erni terdapat 6 permen
karamel dan 18 permen mentol.
Siapakah dari ketiga anak tersebut mempunyai peluang terbesar untuk mendapatkan
permen karamel jika ia mengambil sebuah permen dari kantongnya tanpa memilih?
A. Yono, karena dalam kantongnya terdapat paling sedikit permen mentol.
B. Farid, karena dalam kantongnya terdapat paling banyak permen karamel.
C. Erni, karena dalam kantongnya terdapat lebih banyak permen karamel daripada
dalam kantong Yono, dan kantong Farid.
D. Ketiga anak tersebut mempunyai pelu
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FPMIPA IKIP BANDUNG
Laporan Penelitian
Harry Firman
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Bandung, 1988
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menggali informasi mengenai profil perkembangan kognitif
mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung, dalam wujud distribusi tahap
perkembangan kognitif (menurut skema dari Piaget) yang dicapai oleh para mahasiswa
dari tingkat satu sampai tingkat empat. Pada penelitian ini ditinjau juga perbedaan profil
perkembangan kognitif dari tiap kategori mahasiswa dalam sampel yang dikarakterisasi
oleh tingkat pendidikan, jenis program pendidikan, dan jenis kelamin. Informasi yang
diperlukan untuk menjawab masalah-masalah penelitian diperoleh dengan mengukur
tahap perkembangan kognitif setiap subyek penelitian dengan menggunakan tes
Longeot yang “diadaptasi”. Sampel penelitian terdiri dari 126 subyek yang merupakan
29% dari populasi mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Hasil pengolahan
data dengan program aplikasi komputer “VP-Info” memberikan informasi bahwa tidak
satupun subyek masih berada pada tahap operasi kongkrit awal, dan masih ada sekitar
18% subyek yang berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu sekitar 44%
subyek berada pada tahap operasi formal awal, dan 38% subyek telah mencapai tahap
operasi formal akhir.Tinjauan lebih spesifik terhadap sub-sub sampel menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan profil perkembangan kognitif yang ditampilkan kelompok
mahasiswa program D3 dan S1, kelompok wanita dan pria, serta kelompok tingkat I, II,
III, dan IV. Lebih besar proporsi mahasiswa program S1 yang telah berada pada tahap
operasi formal akhir daripada mahasiswa program D3. Kelompok mahasiswa wanita
menunjukkan kecenderungan lebih banyak berada pada tahap operasi formal. Sementara
itu dalam batas-batas tertentu terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin besar proporsi mahasiswa yang telah mencapai tahap operasi formal akhir.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telah menjadi satu prinsip dalam pendidikan bahwa kurikulum harus sesuai dengan taraf
kemampuan penalaran siswa, sebab dengan kondisi itulah materi pelajaran dapat diserap
oleh siswa. dalam arti dapat difahami dan diterapkan. Prinsip ini berlaku juga bagi program
pengajaran kimia di tingkat perguruan tinggi, seperti misalnya di jurusan kimia FPMIPA
IKIP Bandung. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa materi perkuliahan harus
diseleksi sedemikian rupa agar sesuai dengan kemampuan penalaran mayoritas mahasiswa.
Bagi program pendidikan profesional seperti misalnya pendidikan guru kimia, terdapat
perangkat kompetensi standar yang harus dikuasai mahasiswa sebelum dinyatakan lulus.
Perangkat kompetensi standar tersebut tidak terlepas dari kurikulum program pengajaran
kimia di SLTA dan perkembangan ilmu kimia serta penerapan ilmu kimia di masyarakat.
Esensi kesesuaian antara kurikulum dan kemampuan penalaran mahasiswa terletak pada
bagaimana materi kuliah dipresentasikan sehingga dapat diolah dalam fikiran mahasiswa.
Banyaknya mahasiswa yang tidak mencapai taraf penguasaan yang tinggi dalam banyak
mata kuliah, memberi isyarat bagi perlunya pengkajian yang mendalam akan kesesuaian
kurikulum dan taraf kemampuan kognitif (intelektual) mahasiswa. Fakta ini sekaligus
menunjukkan perlunya peninjauan kembali pada asumsi tentang "mahasiswa” sebagai
individu yang telah mencapai kematangan dalam penalaran sehingga dapat mengikuti
logika pengajar dan penulis buku sehingga mampu menyerap materi perkuliahan, apapun
materi perkuliahan itu serta bagaimanapun materi perkuliahan itu dipresentasikan.
Langkah awal yang perlu dilakukan ke arah menciptakan kesesuaian antara kurikulum dan
taraf kemampuan penalaran mahasiswa, ialah melakukan "pemetaan" (mapping) tentang
taraf perkembangan penalaran mahasiswa sehingga diperoleh profil mahasiswa dalam
aspek perkembangan kognitifnya. Sudah barang tentu profil itu bukan merupakan
gambaran yang kekal dalam arti tetap selama kurun waktu yang panjang, sebab banyak
faktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi profil perkembangan kognitif mahasiswa
tersebut dapat menjadi salah satu referensi dalam mendiagnosis kesulitan belajar
mahasiswa serta merencanakan kegiatan belajar-mengajar dalam perkuliahan. Bertitik
tolak dari kebutuhan itulah penelitian ini dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Tujuan utama penelitian ini ialah memperoleh gambaran tentang profil perkembangan
kognitif mahasiswa jurusan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Profil perkembangan kognitif
ini diwujudkan dalam distribusi tahap (stage) perkembangan kognitif yang dicapai para
mahasiswa.
Berbagai variabel akan dikaitan pada distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa,
yakni tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan jenis program pendidikan. Tinjaunn ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang variabilitas profil perkembangan kognitif
di antara sub-sub populasi. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka rumusan masalah
yang akan dijawab dalam penelitian ini meliputi:
1) Bagaimanakah distribusi tahap perkembangan kognitif yang dicapai mahasiswa jurusan
pendidikan kimia FPMIPA?
2) Bagaimanakah kecenderungan distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia dengan bertambah tingginya tingkat pendidikan?
1
3) Apakah perbedaan jenis kelamin menampilkan profil perkembangan kognitif yang
berbeda?
4) Apakah distribusi tahap perkembangan kognitif mahasiswa berbeda untuk jenis
program yang berbeda?
1.3. Definisi Operasional
Perlu didefinisikan beberapa istilah penting yang digunakan dalam laporan penelitian ini
demi kesamaan persepsi peneliti dan pembaca laporan ini tentang persoalan yang dibahas.
Istilah-istilah penting yang didefinisikan ialah sebagai berikut:
1) Profil perkembangan kognitif, yaitu distribusi (penyebaran) mahasiswa berdasarkan
kategori tahap perkembangan kognitif yang dicapainya. Dengan menggunakan
referensi teori Piaget tentang perkembangan kognitif, maka mahasiswa berdasarkan
pola penalarannya yang diukur oleh "Longeot Test" dapat diklasifikasi ke dalam tahap
operasi kongkrit awal (IIA), tahap operasi kongkrit akhir (IIB), tahap operasi formal
awal (IIIA), dan tahap operasi formal akhir (IIIB).
2) Tingkat pendidikan, diartikan sebagai lamanya (dalam tahun) mahasiswa mengikuti
program pendidikan di jurusan pendidikan kimia FPMIPA, sebagaimana sebutan yang
lazim dipakai di perguruan tinggi. Seorang mahasiswa tergolong mahasiswa tingkat I
jika baru mengikuti satu sampai dua semester, tergolong tingkat II jika telah mengikuti
3 sampai 4 semester, tergolong tingkat III jika telah mengikuti 5 sampai 6 semester,
dan tergolong tingkat IV jika telah mengikuti 7 semester atau lebih program
pendidikan.
3) Jenis program, ialah jenis program pendidikan yang dipilih mahasiswa. Terdapat dua
jenis program pendidikan yang diselenggarakan jurusan pendidikan kimia FPMIPA,
yakni program S-1 dan D-3.
1.4. Sistematika Laporan
Laporan ini terdiri dari 6 bagian. Bagian I merupakan pendahuluan. yang terdiri dari latar
belakang penelitian, rumusan masalah, definisi operasional, serta sistematika laporan.
Bagian II memuat landasan teori yang digunakan sebagai referensi (acuan) dalam
penelitian ini, serta review hasil penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan.
Bagian III memuat metode penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini, yang
mencakup pemilihan subyek penelitian, penyusunan serta evaluasi instrumen yang
digunakan, serta tehnik pengolahan data yang dipilih. Hasil pengolahan data serta
penafsirannya dipresentasikan pada bagian IV. Bagian V memuat diskusi tentang implikasi
praktis dari penemuan-penemuan dari penelitian ini. Selanjutnya kesimpulan dan saran
serta literatur yang dijadikan referensi menjadi penutup pada laporan ini.
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Landasan Teori
Menurut Piaget, kemampuan kognitif individu sejak lahir sampai dewasa berkembang
secara kontinu melalui beberapa tahapan perkembangan, yakni tahap sensori-motor, tahap
pra-operasi, tahap operasi kongkrit, dan tahap operasi formal. Setiap tahap perkembangan
2
kognitif ditandai oleh pola penalaran tertentu yang khas dan merupakan peningkatan dari
tahap perkembangan kognitif sebelumnya.
Pada tahap sensori-motor (sektar 0 sampai 2 tahun) berkembang kemampuan
mengkoordinasikan antara indra dengan gerakan anggota tubuh. Pada tahap ini pula terjadi
pematangan konsep obyek pada fikiran anak. Pada awal tahap sensori-motor "dunia” masih
terpisah dari dirinya. Suatu obyek itu ada hanya jika berada dalam medan penglihatannya.
Kematangan konsep obyek terjadi pada akhir tahap sensori-motor, sebagaimana
ditunjukkan oleh kemampuan anak mempresentasikan obyek-obyek fisik dengan lambanglambang.
Anak-anak pada tahap pra-operasi (sekitar 2 sampai 6 tahun) belum mampu berfikir logis
karena penalarannya lebih didominasi oleh apa yang dipersepsinya. Mereka belum dapat
melakukan “operasi” (tindakan mental) seperti halnya mengklasifikasikan sekelompok
obyek, meletakkan benda-benda dalam urutan logis, menjumlah, mengurang, dan
sebagainya. Anak-anak pra-operasi memusatkan (centering) perhatiannya pada aspek yang
menonjol sambil mengabaikan yang lain. Sebagai ilustrasi dikemukakan di sini eksperimen
klasik Piaget yakni dua bola tanah liat berukuran sama diyakini berisi banyaknya tanah liat
yang sama oleh anak. Akan tetapi jika salah satu bola tadi diubah bentuknya menjadi
memanjang seperti sosis, maka anak tidak yakin bahwa keduanya masih berisi tanah liat
yang sama banyaknya.
Pada tahap operaai kongrit (sekitar 6 sampai 12 tahun) mulai berkembang kemampuan
menalar secara logis, sekalipun operasi mental hanya dapat mereka lakukan terhadap
obyek-obyek yang kongkrit. Mereka belum mampu melakukan operasi-operasi mental
terhadap gagasan-gagasan abstrak, generalisasi verbal, sekalipun tertulis dalam bentuk
rumusan kalimat. Penalaran anak-anak operasi kongkrit tidak lagi perseptual atau terikat
pada salah satu ciri khusus suatu obyek yang menonjol. Penalaran mereka telah
“reversibel", yaitu dapat mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi berurutan dengan
segala kemungkinan cara kembali lagi. Mereka menyatakan sekalipun bentuk tanah liat
diubah-ubah, banyaknya mesti sama karena dapat diubah kembali ke bentuk semula
(kekekalan substansi). Menuiut penalaran mereka. berat suatu obyek tetap sama walaupun
bentuknya diubah-ubah (kekekalan berat). Demilian juga dengan volum cairan akan tetap
sama sekalipun bentuknya berubah karena tempatnya diganti (kekekalan volum).
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif. Anak-anak
operasi formal mampu molakukan penalaran dengan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan
generalisasi. Mereka mampu melakukan operasi-operasi yang disebut Piaget sebagai
operasi orde kedua (second-order operations), yaitu operasi yang tidak mengacu pada
obyek atau peristiwanya secara langsung (kongkrit). Anak operasi formal mampu
memahami hubungan di antara hubunaan-hubungan (logika operasional), sehingga tidak
ada kesulitan bagi mereka untuk menangani masalah bertipe berikut ini.
4 6
6 ?
Anak-anak operasi formal juga mampu mengkonstruksi serangkaian hipotesis serta
menyusun prosedur untuk menguji hipotesis itu untuk mengetahui hipotesis mana yang
benar dengan cara mangendalikan variabel~variabel secara sistematis (penalaran hipotetiko
deduktif). Karakteristik lain dari tahap perkembangan kognitif operasi formal ialah
kemampuan melakukan penalaran kombinatoria1, yaitu kemampuan menyusun kombinasikombinasi yang mungkin dari elemen-elemen dalam suatu sistem. Dengan mudah mereka
3
dapat menjawab masalah seperti berikut ini : "Ada berapa buah? pasangan angka yang
dapat dibuat dari angka 1, 2, 3, 4, dan 5).
Piaget mengemukakan empat faktor yang menunjang perkembangan kognitif anak dari
satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan selanjutnya. Keempat faktor itu ialah:
kematangan, pengalaman, transmisi sosial, dan ekuilibrasi. Kematangan dalam struktur
fisik anak, termasuk kedalamnya kematangan dalam sistem syaraf dan endokrin,
mempunyai peran fundamental dalam perkembangan kognitif. Akan tetapi faktor ini saja
tidak mampu menjelaskan segala sesuatu tentang perkembangan kognitif. Oleh karena itu
rata-rata umur anak-anak dalam satu tahap perkembangan kognitif tampak berbeda dari
satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Perkembangen dalam kemampuan berbicara,
melakukan gerak-gerak motorik, bertambah sempurnanya organ otak, membuka
kesempatan bagi anak untuk mengadakan eksplorasi dan mempersepsi obyek-obyek, yang
semuanya itu sangat diperlukan untuk terjadinya perkembangan kognitif.
Pengalaman dengan realita merupakan salah satu faktor dasar yang menunjang
perkembangan struktur kognitif, sekalipun seperti halnya faktor kematangan, tidak dapat
menjelaskan segala sesuatu tentang perkembangan kognitif. Piaget membagi dua
pengalaman ke dalam pengalaman fisik dan pengalaman logiko-matematis, yang keduanya
secara psikologis sangat berbeda. Pengalaman fisik melibatkan tindakan terhadap obyek
dan membuat abstraksi dari obyek itu sendiri. Bahwa logam
menghantar arus listrik dan
mengkilap dapat menjadi konpep yang dibentuk dari pengalaman fisik mengamati sifatsifat berbagai macam logam. Pengalaman logiko-matematis merupakan pengalaman di
dalam mana pengetahuan diabstraksi bukan dari sifat-sifat obyek itu sendiri tetapi dari
akbat tindakan-tindakan terhadap obyek tadi. Dengan mengubah susunan 10 batu dan
menghitungnya setiap kali terbentuk susunan baru, anak menemukan bahwa jumlah batu
tidak tergantung pada cara menyusun batu dalam kelompoknya. Pengetahuan ini tidak
diperoleh dari generalisasi terhadap sifat batu melainkan dari tindakan terhadap batu-batu
itu.
Faktor transmisi sosial merupalan salah satu faktor fundamental dalam perkembangan
kognitif, sekalipun bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan. Penjelasan
orang tua, guru, media massa kepada anak, demikian juga dengan diskusi antar teman,
adalah bentuk-bentuk transmisi sosial yang dapat menunjang perkembangan kognitif.
Transmisi sosial ini menjadikan anak tidak perlu selalu menemukan segala pengetahuan
secara sendiri, tetapi menyerap dari pengalaman orang lain.
Piaget mengemukakan bahwa dalam diri individu terjadi proses ekuilibrasi yang
mengintegrasikan faktor kematangan, pengalaman, dan transmisi sosial, sehingga
menghasilkan perkembangan kognitif. Akibat dari interaksi dengan lingkungan, anak
berhadapan dengan gangguan atau kontradiksi-kontradiksi, yaitu situasi di mana pola
penalaran lama tidak dapat menanggapi stimulus yang dihadapinya. Kontradiksikontradiksi ini menyebabkan keadaan tidak seimbang (disekuilibrium). Pada keadaan tidak
seimbang ini lndividu secara aktif merubah pola penalarannya agar dapat
mengasimilasikan stimulus baru. Proses ini disebut juga proes "pengaturan diri” (self
regulation) atau ekuilibrasi.
2.2. Penelitian-penelitian yang Berhubungan
Penelitian ini diarahkan untuk memetakan tahap perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia FPMIPA. Berbagai penelitian yang berkenaan dengan pemetaan
4
tahap perkrembangan kognitif anak dari sekolah dasar sampai mahasiswa perguruan tinggi
telah banyak dilakukan di negara lain. Beberapa diantaranya yang khusus mengenai
mahasiswa perguruan tinggi dikemukakan hasilnya berilrut ini.
Penelitian McKinnon dan Renner (1971) menunjukkan bahwa hanya 25% dari sampel
mahasiswa tingkat pertama di salah satu universitas di Amerika Serikat, telah berada pada
tahap operasi formal. 50% dari sampel masih berada pada tahap operasi kongkrit, dan 25%
lainnya berada pada fase transisi ke tahap operasi formal.
Penelitian yang dilakukan Lawson dan Renner (1974) terhadap mahasiswa tingkat pertana
suatu universitas swasta di Oklahoma Amerika Serikat menunjukkan bahwa 51% sampel
berada pada tahap operasi kongkrit, 27% berada pada tahap transisi ke operasi formal, dan
hanya 22% yang telah berada pada tahap operasi formal. Sementara itu Juraschek (1974)
melaporkan bahwa 52% dari sampelnya yakni mahasiswa calon guru sekolah dasar, masih
berada pada tahap operasi kongkrit.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Subyek Penelitian
Pada saat penelitian ini dilakukan, tercatat 431 mahasiswa jurusan pendidikan kimia
FPMIPA IKIP Bandung yang tersebar dalam program dan tingkat sebagaimana
diperlihatkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Populasi mahasisvia jurusan pendidikan kimia FPMIPA
Tingkat
I
Program
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
II
III
IV
Jumlah
39
67
73
53
54
61
84
431
Total
%
9
16
17
12
13
14
19
100
Pada penelitian ini diambil 29% dari populasi mahasiswa jurusan pendidikan
kimia
FPMIPA sebagai sampel. Penunjukkan anggota sampel (subyek penelitian) dilakukan
dengan tehnik pengambilan sampel acak proportional. Pada tabel 3.1. terlihat proporsi
mahasiswa dari tiap tingkat dan program. Proporsi ini dipertahankan juga pada sampel,
artinya banyaknya subyek penelitian yang diambil dari satu sub populasi (satu tingkat pada
program tertentu) ditentukan berdasarkan persentase sub populasi itu dari populasi
keseluruhan. Dengan tehnik pengambilan sampel seperti ini diharapkan diperoleh sampel
yang representatif (mewakili populasi). Adapun banyaknya anggota sampel yang akan
diambil dari tiap-tiap sub populasi dapat dilihat pada tabel 3.2.
5
Tabel 3.2.
Distribusi Subyek Penelitian menurut Tingkat dan Program
Tingkat
I
Program
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
D-3
S-1
II
III
IV
Jumlah
12
20
21
15
16
18
24
126
Total
3.2.
%
9
16
17
12
13
14
19
100
Instrumentasi
Dalam rangka mengukur tahap perkembangan kognitif setiap subyek penelitian, dalam
penelitian ini digunakan alat ukur tes Longeot. Tes Longeot ialah suatu tes yang
dikembangkan oleh F. Longeot pada tahun 1962-1964. Tes ini dirancang untuk mengukur
berbagai aspek dari penalaran operasi formal pada skema perkembangan kognitif menurut
Piaget. Tas Longeot terdiri dari empat bagian. Bagian pertama terdiri dari lima soal yang
mengukur kemampuan klasifikasi (class inclusaon). Bagian kedua terdiri dari enam soal
yang mengukur penguasaan logika proposisi. Bagian ketiga terdiri dari sembilan soal yang
mengukur penguasaan logika proportional. Bagian keempat terdiri dari delapan soal yang
pemecahannya memerlukan kemampuan melihat kemungkinan pengkombinasian (logika
kombinatorial).
Tes Longeot asli dipublikasikan dalam bahasa Prancis. Pada tahun 1970 Sheehan
menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Tes Longeot yang telah diadaptasi ke dalam
bahasa Indonesia oleh tim peneliti pada penelitian ini, dapat dilihat beberapa soalnya pada
lampiran 1.
Studi tentang validitas dan reliabilitas tes Longeot telah banyak dilakukan di Amerilra
Serikat. Validitas isi tes ini, yakni seberapa jauh soal-soal tes diturunkan dari pertanyaanpertanyaan interviu klinis Piaget sehingga mengukur berbagai aspek dari penalaran formal,
telah dianalisis banyak peneliti. Tidak ada yang meragukan tentang validitas isi tes
Longeot, sebab pada dasarnya soal-soal tes ini merupakan perwujudan dalam bentuk tes
tertulis dari pertanyaan-pertanyaan interviu klinis yang dikembangkan Piaget dan Inhelder
untuk menentukan operasi formal (Lihat McDonald, J. L. & Sheehan, D.J. 1983).
Pengujian criterion related validity bagi tes Longeot yang dilakukan oleh Walter A. Farmer
et-al (1982) menunjukkan bahwa tes Longeot mempunyai validitas yang cukup tinggi,
sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,55 (signifikan pada taraf
signifikasi 5%) antara skor tes Longeot dan skor tes Inhelder & Piaget.
McDonald & Sheehan (1983) memperlihatkan bahwa pada umumnya peneliti melaporkan
cukup tingginya reliabilitas tes Longeot baik diestimasi dengan metode test-retest, splithalf, maupun KR # 20, setelah digunakan pada kelompok uji coba yang beraneka ragam.
Sheehan (1970) memperoleh harga koefisien reliabilitas 0,87 dengan metode KR # 20 pada
kelompok uji coba berumur12,5 - 13,5 tahun. Sementara itu Blake (1976) berdasarkan uji
coba pada mahasiswa perguruan tinggi memperoleh koefisien reliabilitas 0,76 dengan
metode test-retest.
6
Pada penelitian ini tes Longeot dalam bahasa Inggris diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia
oleh tim peneliti, dan direviu oleh beberapa orang staf dosen di jurusan pendidikan kimia
FPMIPA, baik dari segi bahasa maupun validitas contentnya, disempurnakan sehingga
dipandang mempunyai validitas content yang memadai. Reliabilitas tes dievaluasi secara
empiris dengan cara menguji-cobakannya pada 32 mahasiswa dari tingkat satu sampai
tingkat empat di jurusan pendidikan kimia FPMIPA non-sampel. Koefisien reliabilitas yang
diestimasi dengan metode spilit-half ialah 0,88 (Data lengkap tertulis pada lampiran 2)
yang menunjukkan bahwa tes Longeot versi peneliti dapat dipandang mempunyai
reliabilitas yang tinggi.
3.3.
Tehnik Pengolahan Data
Pada pelaksanaan penelitian, kepada setiap subyek penelitian diberikan tes Longeot untuk
diselesaikan dalam waktu maksimal 60 menit. Tujuan utama pengukuran dengan tes
Longeot dalam penelitian ini ialah menentukan tahap perkembangan kognitif yang telah
dicapai masing-masing subyek penelitian pada saat penelitian ini dilaksanakan.
Penentuan tahap perkembangan kognitif subyek dilakukan dengan skema yang disarankan
oleh Herron et-al (1981), yakni pertama-tama diidentifikasi respon masing-masing subyek
pada soal-soal kongkrit dan soal formal (lihat tabel 3.3.).
Tabel 3.3.
Klasifikasi soal-soal tes Longeot
Klasifikasi
Nomor soal
Kongkrit
1, 2, 3, 4, 5, 12, 13, 14, 15, 17, 21, 22, 23, 24
Formal
6, 7, 8, 9, 10, 11, 16, 18, 19, 20, 25, 26, 27, 28
Selanjutnya untuk tiap soal kongkrit yang dijawab benar, subyek memperoleh skor 1 (satu)
dan untuk tiap soal formal yang dijawab benar subyek penelitian memperoleh skor 2 (dua).
Kriteria bagi penentuan tahap perkembangan kognitif subyek penelitian atas dasar skor
total yang diperoleh subyek diberikan pada tabel 3.4. yaitu sesuai dengan kriteria yang
disarankan Herron et-al.
Tabel 3.4.
Kriteria klasifikasi kongkrit-formal
Klasifikasi
Kongkrit
IIA
IIB
Formal
IIIA
IIIB
Skor
0–7
8 – 22
23 – 29
30 – 42
Dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan penelitian, maka pada tahap analisis
data diidentifikasi distribusi tahap perkembangan kognitif subyek penelitian secara umum,
7
dan distribusi tahap perkembangan kognitif menurut variabel-variabel tingkat pendidikan,
jenis kelamin, dan jenis program pendidikan.
Program aplikasi komputer VP-Info dipakai dalam mengolah data pada penelitian ini demi
kecepatan dan keakuratan pengolahan data. Pada dasarnya VP-Info merupakan suatu
program manajemen database yang bahasanya dalam banyak hal bersesuaian dengan dBase
II.
IV. ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA
4.1.
Profil Umum Perkembangan Kognitif Subyek
Data yang diperoleh dari pengukuran tahap perkembangan kognitif 126 subyek penelitian
dengan menggunakan tes Longeot dapat dilihat pada lampiran 3. Beberapa karakteristik
subyek penelitian yang menjadi variabel penelitian, yakni tingkat pendidikan, jenis
program yang diikuti, dan jenis kelamin dicantumkan juga pada lampiran 3 menyertai kode
setiap subyek. Skor tes dan tahap perkembangan kognitif subyek penelitian yang tertulis
pada lampiran itu ditentukan berdasarkan kriteria yang telah dikemukakan pada bagian 3.3.
Frekuensi dan persentase subyek penelitian yang tergolong telah mencapai tahap
perkembangan kongkrit awal, kongkrit akhir, formal awal, dan formal akhir, diberikan
pada tabel 4.1. sedangkan grafik batangnya dapat dilihat pada gamber 4.1.
Tabel 4.1.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan tahap perkembangan kognitif
Tahap
IIA
IIB
IIIA
IIIB
Jumlah
Frekuensi
0
23
55
48
126
%
0
18,3
43,7
38,0
100,0
Gambar 4.1.
Grafik distribusi subyek penelitian berdasarkan tahap perkembangan kognitif
Dari data yang tertera pada tabel 4.1. dan grafik pada gambar 4.1. tampak jelas bahwa
modus tahap perkembangan kognitif subyek penelitian ialah tahap operasi formal awal
8
(IIIA). Hanya 18,3 % subyek penelitian masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir.
Sementara itu terdapat 38 % subyek penelitian telah mencapai tahap operasi formal akhir.
4.2.
Distribusi Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jenis Program Pendidikan
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan jenis program pendidikan yang diikutinya,
dilanjutkan dengan pencacahan banyaknya subyek yang mencapai tahap operasi kongkrit
akhir (IIB), formal awal (IIIA), dan formal akhir (IIIB), memberikan data sebagaimana
yang tertera pada tabel 4.2. Grafiknya dapat dilihat pada gambar 4.2.
Tabel 4.2.
Distribusi tahap perkembangan kognitif subyek program D-3 dan S-1
Tahap
IIB
IIIA
IIIB
Program D-3
Jumlah
12
23
18
%
22,6
43,4
34,0
Program S-1
Jumlah
11
32
30
%
15,1
43,8
41,1
Gambar 4.2.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif subyek program D-3 dan S-1
Secara umum dapat dikatakan bahwa modus tahap perkembangan kognitif subyek
penelitian, baik dari program D-3 maupun S-1 ialah IIIA (tahap operasi formal awal).
Namun demikian ada perbedaan distribusi di antara keduanya, yakni untuk program D-3
persentase subyek yang masih berada pada tahap operasi kongkrit lebih banyak. Sementara
itu persentase subyek D-3 yang telah mencapai tahap operasi formal akhir lebih sedikit
daripada subyek penelitian dari program S-1.
9
4.3.
Distribusi Tahap Perkembangan Kognitif Subyek menurut Jenis Kelamin
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, dilanjutkan dengan pencacahan
banyaknya subyek yang mencapai tahap operasi kongkrit akhir (IIB), tahap operasi formal
awal (IIIA) dan tahap operasi formal akhir (IIIB), memberikan data sebagaimana yang
tertera pada tabel 4.3. dan gambar 4.3.
Tabel 4.3.
Distribusi tahap perkembangan kognitif subyek laki-laki dan wanita
Tahap
IIB
IIIA
IIIB
Laki-laki
Jumlah
%
14
24,6`
23
40,3
20
35,1
Wanita
Jumlah
%
9
13,0
32
46,4
28
40,6
Dari data yang tertera pada tabel 4.3. dan gambar 4.3. jelas terlihat bahwa data penelitian
ini terjaring 57 subyek laki-laki dan 69 subyek wanita. 24,6% dari subyek wanita masih
berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu hanya 13,0% dari subyek laki-laki
masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir. Pada tahap perkembangan kognitif yang
lebih tinggi, persentase wanita lebih tinggi daripada persentase laki-laki. 46,4% subyek
wanita berada pada tahap operasi formal awal, sedangkan 40,3% subyek laki-laki berada
pada tahap operasi formal awal. 40,6% subyek wanita telah berada pada tahap operasi
formal akhir, sedangkan hanya 35,1% subyek laki-laki mencapai tahap operasi formal
akhir.
Gambar 4.3.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif subyek laki-laki dan wanita
10
4.4.
Distribusi
Pendidikan
Tahap
Perkembangan
Kognitif
Subyek
menurut
Tingkat
Pemisahan subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, dilanjutkan dengan
pencacahan banyaknya subyek penelitian yang mencapai tahap operasi kongkrit akhir,
tahap operasi formal awal, dan tahap operasi formal akhir, memberikan data sebagaimana
yang tertera pada tabel 4.4. dan gambar 4.4.
Tingkat
I
Tabel 4.4.
Distribusi tahap perkembangan kognitif
subyek dari tingkat yang berbeda
Tahap IIB
Tahap IIIA
Jumlah
%
Jumlah
%
7
21,9
15
46,9
Tahap IIIB
Jumlah
%
10
31,2
II
7
19,4
15
41,7
14
38,9
III
5
14,7
14
41,2
15
44,1
IV
4
16,7
11
45,8
9
37,5
Gambar 4.4.
Grafik distribusi tahap perkembangan kognitif
subyek dari tingkat pendidikan yang berbeda
Dari data yang tertera pada tabel 4.4. dan gambar 4.4. jelas terlihat bahwa kecuali untuk
subyek tingkat IV, terdapat kecenderungan yang menarik untuk dibahas. Tampak bahwa
makin tinggi tingkat pendidikan makin kecil persentase subyek yang perkembangan
kognitifnya masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir. 21,9% subyek tingkat I, 19,4%
subyek tingkat II, 14,7% subyek tingkat III, dan 16,7% subyek tingkat IV masih berada
pada tahap operasi kongkrit akhir. Sementara itu makin tinggi tingkat pendidikan makin
kecil persentase subyek yang berada pada tahap operasi formal awal maupun tahap operasi
formal akhir. 31,2% subyek tingkat I, 38,9% subyek tingkat II, dan 44,1% subyek tingkat
III telah berada pada tahap perkembangan operasi formal akhir.
11
V. DISKUSI DAN IMPLIKASI
Penelitian ini berhasil menampilkan profil umum perkembangan kognitif mahasiswa
jurusan pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung pada tahun 1988. Sebagian kecil
mahasiswa (18,3%) masih berada pada tahap operasi kongkrit. Modus perkembangan
kognitif mahasiswa ialah pada tahap formal awal (43,7%), dan 38% mahasiswa telah
mencapai tahap operasi formal akhir.
Dari profil perkembangan kognitif yang ditampilkan mahasiswa jurusan pendidikan kimia
FPMIPA di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dalam jumlah yang cukup besar
mahasiswa yang telah “mempunyai kesiapan belajar” dari segi penalaran untuk
mempelajari ilmu kimia yang penuh dengan konsep-konsep formal. Namun demikian,
mahasiswa yang masih berada pada tahap operasi kongkrit perlu juga mendapat perhatian,
sekalipun mungkin hanyalah kelompok minoritas dalam kelas. Pengamatan sekilas
menunjukkan banyaknya mahasiswa “lambat” yang ternyata berada pada tahap operasi
kongkrit. Bagi mereka upaya dosen “mengkongkritkan” atribut-atribut konsep melalui
pengalaman belajar kongkrit secara langsung atau dengan media pendidikan serta analogianalogi pada waktu memberi kuliah, akan sangat menolong. Di samping itu proses belajarmengajar bagi kelompok mahasiswa kongkrit ini harus mempunyai misi perkembangan
kognitif dalam arti merangsang perkembangan kognitif mereka melalui pemberian
pengalaman-pengalaman dengan fenomena kimia serta membuka peluang terjadinya
transmisi sosial di antara para mahasiswa itu sendiri ataupun antara mahasiswa dengan
literatur.
Jika diperhatikan profil perkembangan kognitif dari tiap-tiap tingkat, maka nampak ada
kecenderungan semakin besar proporsi mahasiswa yang mencapai.tahap eperasi formal
dengan bertambah.tingginya tingkatan pendidikan. Secara kasar fakta ini menunjukkan
bahwa sangat mungkin terjadi peningiratan tahap perkembangan kognitif akibat
"pengembangan penalaran" yang terjadi pada waktu mahasiswa mengikuti perkuliahan.
Jika hal itu terjadi maka banyak mata kuliah di jurusan pendidikan kimia telah
melaksanakan fungsi pengembangan kognitif para mahasiswanya. Namun demikian,
penelitian lebih mendalam perlu dilakukan untuk menguji pernyataan hipotetis ini.
Penting pula antuk dikemukakan adanya perbedaan profil perkembangan kognitif
mahasiswa program D-3 dan S-1. Proporsi mahasiswa program S-1 yang masih berada
pada tahap operasi kongkrit lebih kecil daripada proporsi mahasiswa program D-3 yang
berada pada tahap operasi yang sama, dan sebaliknya lebih besar proporsi mahasiswa
program S-1 yang telah mencapai tahap operasi formal akhir. Fakta ini memberi isyarat
untuk memperlakukan dengan cara berbeda kelas D-3 dan S-1 dalam penyajian bahan
perkuliahan. Oleh karena tingkat perkembangan dalam penalaran mahasiswa berhubungan
erat dengan kemampuan menangkap konsep-konsep kimia yang notabene banyak yang
tergolong konsep formal, maka "pengkongkritan" konsep-konsep melalui berbagai media
pendidikan, ilustrasi, dan bimbingan belajar yang lebih bertahap dan intensif, semakin jelas
diperlukan bagi mahasiswa program D-3. Perbedaan profil perkembangan kognitif
mahasiswa program D-3 dan mahasiswa program S-1 yang berhasil ditampilkan oleh
penelitian ini sekaligus menjadi penjelasan terhadap fenomena nyata adanya perbedaan
prestasi belajar di antara kedua kelompok mabasiswa itu. Fakta ini pula memberi isyarat
akan pentingnya misi pengembangan kognitif dari perkuliahan-perkuliahan untuk para
mahasiswa program D-3.
Point penting lainnya yang menarik untuk dibahas ialah perbedaan profil perkembangan
kognitif laki-laki dan wanita. Proporsi wanita yang mencapai tahap formal lebih besar
12
daripada laki-laki, dan sebaiknya proporsi wanita yang masih berada pada tahap operasi
kongkrit jauh lebib rendah daripada laki-laki. Oleh karena secara umum faktor sex tidak
membedakan kemampuan penalaran, maka perbedaan profil perkembangan kognitif antara
laki-laki dan wanita yang ditampilkan pada penelitian ini mesti mencerminkan
karakteristik mahasiswa jurusan pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung. Sangat
mungkin lebih bantak wanita yang "brilian” yang memilih jurusan kimia FPMIPA IKIP
Pandung sebagai tempat belajarnya.
Tampaknya banyak permasalahan yang muncul dari pengamatan terhadap profil
perkembangan kognitif mahasiswa jurusan pendidikan kimia FPMIPA, dan bukan tujuan
penelitian ini untuk menyelesaikan secara tuntas permasalahan-permasalahan itu, sesuai
dengan sifat eksploratif dari penelitian ini sendiri. Dengan demikian penelitian yang lebih
mendalam terhadap satu demi satu permasalahan tadi hendaknya menjadi tindak lanjut dari
penelitian ini. Bukan tidak mungkin temuan-temunn dari penelitian-penelitian lanjutan itu
dapat memberikan arah bagi upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan jururan
pendidikan kimia FPMIPA IKIP Bandung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pengukuran tahap perkembangan kognitif terhadap mahasiswa jurusan pendidikan
kimia FPMIPA menunjukkan hasil bahwa sebagian besar mahasiswa telah mencapai
tahap operasi formal dengan modus tahap operasi formal awal. Kurang dari 20%
mahasiswa masih berada pada tahap operasi kongkrit akhir.
2. Ada kecenderungan semakin besarnya proporsi mahasiswa yang berada pada tahap
operasi formal akhir dengan semakin tingginya tingkatan pendidikan mahasiswa.
3. Perbedaan sex mahasiswa jurusan pendidikan kimia menampilkan profil perkembangan
kognitif yang berbeda. Lebih besar proporsi wanita yang telah mencapai tahap operasi
formal daripada laki-laki. Sebaliknya lebih kecil proporsi wanita yang masih berada
pada tahap operasi kongkrit.
4. Perbedaan pada jenis program pendidikan di jurusan kimia menampilkan profil
perkembangan kognitif yang berbeda pula. Lebih sedikit mahasiswa program S-1 yang
masih berada pada tahap operasi kongkrit daripada mahasiswa program D-3 yang
masih berada pada tahap operasi yang sama.
Saran
1.
Oleh karena belajar kimia di tingkat perguruan tinggi mempersyaratkan telah
dicapainya tahap operasi formal, sedangkan ternyata masih terdapat sekelompok
mahasiswa yang berada pada tahap operasi kongkit, maka sangatlah penting bagi para
dosen jurusan pendidikan kimia untuk berusaha “mengkongkritkan” materi perkuliahan
yang disampaikannya karena merupakan “kebutuhan” mahasiswa, melalui pemberian
pengalaman kongkrit dalam bentuk praktikum, demonstrasi, penyajian media
pendidikan, analogi-analogi, dan bentuk-bentuk pengalaman belajar lainnya. Di
samping itu perkuliahan juga harus mempunyai misi “pengembangan kognitif” dalam
arti merangsang perkembangan kemampuan menalar, melalui pemecahan masalahmasalah, diskusi kelas atau kelompok, tugas mereviu literatur, dan bentuk-bentuk
13
rangsangan lainnya yang memungkinkan bertambahnya “pengalaman” fisik maupun
pengalaman logio-matematis, serta terjadinya proses transmisi sosial, sebagaimana
yang menjadi faktor-faktor penunjang perkembangan kognitif menurut Piaget.
DAFTAR PUSTAKA
Bowen, B. D. & Weisberg, H. F. (1980). An introduction to data analysis. San Fransisco:
W. H. Freeman and Company.
Bybee, R. W. & Sund, R. E. (1982). Piaget for educator. Colombus: Bell & Howell
Company.
Chiappetta, E. L. (1976). A review of Piagetian studies relevant to science instruction at the
secondary and college level. Science education, 60, 2, 253-261.
Clark, D. & Gratzer, G. (1986). VP – Info : Powerful high speed database management.
Berkeley (CA) : Paperback software.
Garnett, P. J., Tobin, K. & Swingler, D. G. (1985). Reasoning abilities of secondary school
aged 13-16 and implications for the teaching of science. European journal of science
education, 7, 4, 387-397.
Herron, J. D. & Cantu, L. L. (1978). Concrete and formal Piagentian stages and science
concept attainment. Journal of research in science teaching, 15, 2, 135-143.
Herron, J. D., Lucas, C., Ward, C. R. & Nurrenbern, S. C. (1981). Evaluation of the
Longeot test of cognitive development. Journal of research in science teaching, 18, 2,
123-130.
Inhelder, B. & Piaget, J. (1958). The growth of logical thinking. London : Routledge &
Kegan Paul Ltd.
Lawson, A. E. (1978). The development and validation of a classroom test of formal
reasoning. Journal of research in science teaching, 15, 1, 11-24.
McDonald, J. L. & Sheehan, D. J. (1983). Use of the Longeot test to assess formal
operation : a research summary. Paper, presented at the thirteenth annual symposium
of the Jean Piaget society (Philadelphia).
McKinnon, J. W. & Renner, J. W. (1971). Are colleges concerned with intellectual
development?. American Journal fo Physics, 39, 1047 – 1052.
Rowel, J. A. & Hoffman, P. J. (1975). Group tests for distinguishing formal from concrete
thinkers. Journal of research in science teaching, 12, 2, 157 – 164.
Ward, C. E. & Herron, J. D. (1980). Helping students understand formal chemical
concepts. Journal of research in science teaching, 17, 5, 387 – 406.
14
Lampiran 1
BAGIAN I
1. Informasi
Asam asetat tergolong asam lemah.
Asam lemah tergolong elektrolit.
Kita dapat menarik kesimpulan dari informasi di atas. Di bawah ini diberikan tiga
kesimpulan berbeda yang dapat ditarik, yaitu :
Kesimpulan
A. Asam asetat tergolong elektrolit.
B. Asam asetat tidak tergolong elektrolit.
C. Tidak dapat diputuskan apakah asam asetat tergolong elektrolit atau tidak.
Pilihlah satu dari tiga kesimpulan ini yang benar, dan bubuhkan tanda silang (X) pada
kolom di bawah huruf yang menjadi nomor kesimpulan yang anda pilih pada lembar
jawaban.
2. Informasi
Andi lebih pandai dari Somad
Somad lebih pandai dari Budi
Kesimpulan
A. Somad adalah yang terpandai di antara ketiga anak tersebut.
B. Andi adalah yang terpandai dari ketiga anak tersebut.
C. Tidak dapat diketahui siapa yang terpandai berdasarkan infomormasi di atas.
3. Informasi
Zat A tergolong Ketosa.
Ketosa tidak dapat mereduksi larutan Fehling.
Kesimpulan
A. Zat A dapat mereduksi larutan Fehling.
B. Zat A tidak dapat mereduksi larutan Fehling.
C. Dari informasi di atas tidak dapat diketahui apakah zat A mereduksi larutan
Fehling atau tidak.
4. Informasi
Iis dapat bernyanyi lebih merdu dari pada Tina
Tina dapat bernyanyi lebih merdu daripada Diah.
Kesimpulan
A. Diah dapat bernyanyi lebih merdu daripada Iis.
B. Iis dapat bernyanyi lebih merdu daripada Diah.
C. Dari informasi di atas tidak dapat diketahui siapa yang lebih merdu nyayiannya.
15
5. Informasi
Mahmud kurang berani daripada Diki
Diki kurang berani daripada Naro.
Kesimpulan
A. Naro adalah yang paling berani di antara ketiga anak tersebut.
B. Mahmud adalah yang paling berani di antara ketiga anak tersebut.
C. Dari informasi di atas, tidak dapat diketahui siapa yang paling berani di antara
ketiga anak tersebut.
BAGIAN II
Pada bagian ini anda seolah-olah menjadi seorang Detektif yang memperoleh pentunjukpetunjuk selama melakukan penyelidikan dan kemudian berusaha menemukan kebenaran
dengan penalarannya.
Bacalah tiga pernyataan ini dan pikirkan secara seksama. Selanjutnya temukanlah apakah
kesimpulan-kesimpulan yang ditulis di bawah pernyataan tersebut benar atau salah.
Pernyataan
Jika Amir berbohong, maka Somad membunuh Kurdi.
Jika senjata yang dipakai ialah pistol, maka Amir berbohong.
Belakangan diperoleh bukti bahwa senjata yang dipakai ialah pistol.
Kesimpulan
A. Amir berbohong
B. Amir tidak berbohong
C. Somad membunuh Kurdi
D. Somad tidak membunuh kurdi
E. Tidak cukup keterangan untuk memastikan apakah Amir berbohong, dan
apakah Somad membunuh Kurdi.
Anda diminta memilih kesimpulan dari penyelidikan yang benar. Berdasarkan pernyataanpernyataan yang dikemukakan, pertama temukan apakah Amir berbohong, dan selanjutnya
pikirkanlah apakah Somad membunuh Kurdi atau tidak.
Bubuhkanlah tanda silang (X) di bawah huruf C dan A, karena kesimpulan yang benar
ialah huruf A dan C. Kerjakanlah hal ini pada lembar jawaban.
Lakukanlah pekerjaan yang sama untuk soal-soal lain. Terdapat lebih dari satu jawaban
yang benar untuk setiap soal.
6. Pernyataan
Jika penjaga rumah ialah kaki tangan pencuri, maka pintu depan terbuka atau
pencuri masuk lewat pintu belakang.
Jika pencuri mempunyai kaki tangan, maka ia datang dengan mobil.
Jika pencurian berlangsung tengah malam, maka penjaga rumah menjadi kaki
tangan pencuri.
Berhasil dibuktikan bahwa pintu depan tidak terbuka dan pencuri tidak masuk
lewat pintu belakang.
16
Kesimpulan
A. Penjaga rumah bukan kaki tangan pencuri.
B. Penjaga rumah ialah kaki tangan pencuri.
C. Pencurian terjadi pada tengah malam.
D. Pencurian tidak terjadi pada tengah malam.
E. Tidak dapat dipastikan apakah pencuri terjadi pada tengah malam.
7. Pernyataan
Satu diantara dua kemungkinan: Pencuri datang dengan mobil, atau saksi keliru
melihat.
Jika pencuri mempunyai kaki tangan, ia datang dengan mobil.
Pencuri tidak mempunyai kaki tangan, ia tidak mepunyai kunci rumah; atau pencuri
mempunyai kaki tangan dan ia mempunyai kunci rumah.
Seseorang mempunyai bukti, bahwa pencuri mempunyai kunci rumah.
Kesimpulan
A. Pencuri datang dengan mobil.
B. Pencuri tidak datang dengan mobil.
C. Saksi tidak keliru melihat.
D. Saksi keliru melihat.
E. Tidak dapat dipastikan apakah saksi keliru melihat atau tidak.
8. Pernyataan
Jika polisi mengikuti jejak yang salah, maka surat kabar melaporkan berita yang
salah.
Jika surat kabar melaporkan berita yang salah, maka pembunuh tidak tinggal di
dalam kota.
Seseorang mengetahui dengan pasti bahwa surat kabar melaporkan berita yang
salah.
Kesimpulan
A. Pembunuh tinggal di dalam kota.
B. Pembunuh tidak tinggal di dalam kota.
C. Polisi mengikuti jejak yang salah.
D. Polisi tidak mengikuti jejak yang salah.
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah polisi mengikuti jejak yang salah
atau benar.
SOAL NOMOR 9, 10, DAN 11 MEMUAT PERSOALAN YANG PERLU
DIPECAHKAN DENGAN NALAR YANG SAMA DENGAN SOAL-SOAL
SEBELUMNYA, TETAPI PERSOALANNYA BERHUBUNGAN DENGAN CARA
MENGHABISKAN WAKTU LIBUR SEHARI
9. Pernyataan
Anda bepergian dengan teman anda atau melancong ke kota lain.
Jika anda bepergian dengan teman anda, maka anda mendaki gunung atau
memancing.
17
Kenyataannya, anda tidak mendaki gunung atau memancing.
Kesimpulan
A. Anda bepergian dengan teman anda.
B. Anda tidak bepergian dengan teman anda.
C. Anda melancong ke kota lain.
D. Anda tidak melancong ke kota lain.
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah anda pergi melancong ke kota lain
atau tidak.
10. Pernyataan
Jika anda berenang, artinya cuaca baik.
Jika anda bermain tenis, artinya cuaca baik.
Kenyataannya anda bermain tenis.
Kesimpulan
A. Cuaca baik
B. Cuaca tidak baik
C. Anda berenang
D. Anda tidak berenang
E. Seseorang tidak dapat mengetahui apakah anda berenang atau tidak.
11. Pernyataan
Jika anda sekarang memetik bunga, artinya kemarin turun hujan.
Satu diantara dua kemungkinan: Kemarin turun hujan atau anda melintasi lapangan.
Jika anda tidak berjalan melintasi lapangan, anda mengambil jalan menuju ujung
timur kota.
Akan tetapi anda tidak mengambil jalan menuju ujung timur kota.
Kesimpulan
A. Anda tidak berjalan melintasi lapangan
B. Kemarin tidak turun hujan
C. Anda tidak memetik bunga
D. Anda memetik bunga
E. Tidak dapat diketahui apakah anda memetik bunga atau tidak.
BAGIAN III
Pada bagian ini hanya ada satu jawaban yang Benar. Bubuhkanlah tanda silang (X)
pada kolom-kolom di bawah nomor jawaban yang benar dari masing-masing soal, pada
lembar jawaban.
12. Hamid dan Tono bermain kartu bridge. Masing-masing memperoleh 16 kartu, tetapi
tidak boleh melihat kartu-kartu tersebut. Ke enam belas kartu itu ditumpuk di depan
masing-masing pemain. Pada waktu bermain, tiap pemain membuka kartu teratas dari
tumpukan miliknya. Pemain yang mampunyai kartu lebih tinggi menjadi pemenang,
dan berhak mengambil kedua kartu yang dibuka itu, dan menyimpannya di bawah
tumpukan kartunya.
18
Permainan ini diulang terus menerus sampai seorang pemain berhasil mengambil
semua kartu lawannya. Hamid dan Tono masing-masing mempunyai 16 kartu. Diantara
16 kartu yang dimiliki Hamid terdapat 3 buah King, sedangkan diantara 16 kartu yang
dimiliki Tono terdapat satu King.
Pemain manakah yang mempunyai peluang lebih besar untuk membuka King pada
waktu membuka kartu teratas untuk pertama kali?
A. Hamid, karena ia mempunyai 3 kartu King di antara 16 kartunya.
B. Tono, sebab ia memiliki 1 King di antara 16 kartunya.
C. Peluang Hamid dan Tono sama, karena masing-masing mempunyai 16 kartu.
Hanya satu jawaban yang benar
13. Pada kandang milik Martin, terdapat 15 sapi yang terdiri dari 7 sapi hitam dan 8 sapi
putih. Pada kandang milik Rauf terdapat 15 sapi yang terdiri dari 5 sapi hitam dan 10
sapi putih. Tiap kandang mempunyai satu pintu yang hanya dapat dilewati oleh satu
sapi pada satu saat karena pintunya sempit. Ketika Martin dan Rauf membuka pintu
kandangnya masing-masing agar sapi mereka keluar dari kandangnya, dari kandang
milik siapakah seseorang mempunyai peluang lebih besar untuk melihat sapi yang
keluar pertama kali ialah sapi hitam?
A. Dari kandang milik Martin, karena berisi 7 sapi hitam dari 15 sapinya.
B. Dari kandang milik Rauf, karena terdapat 5 sapi hitam dari 15 sapi miliknya.
C. Sama saja peluangnya, karena pada masing-masing kandang terdapat 15 sapi.
14. Pada jam 4 sore, para pegawai suatu pabrik meninggalkan tempat kerjanya. Melalui
pintu kiri pabrik keluar 31 orang yang terdiri dari 22 laki-laki dan 9 wanita. Melalui
pintu kanan pabrik keluar 27 orang yang terdiri dari 18 laki-laki dan 9 wanita. Melalui
pintu manakah anda mempunyai peluang lebih besar untuk melihat pekerja wanita
sebagai orang yang pertamakali keluar?
A. Melalui pintu kiri, karena lebih banyak orang yang melalui pintu itu.
B. Melalui pintu kanan, karena lebih sedikit laki-laki keluar melalui pintu itu.
C. Peluangnya sama besar, karena 9 wanita akan keluar melalui masing-masing pintu.
15. Pada kegiatan olah raga, dibentuk 3 kelompok siswa untuk bermain bola.
Kelompok I terdiri dari 5 anak diberi satu bola.
Kelompok II terdiri dari 6 anak diberi dua bola.
Kelompok III terdiri dari 12 anak diberi tiga bola.
Kelompok manakah yang sebaiknya anda masuki agar anda mempunyai peluang paling
besar untuk kebagian menangkap bola?
A. Kelompok III, sebab mempunyai paling banyak bola.
B. Kelompok I sebab berisi paling sedikit anggota.
C. Kelompok II, sebab mempunyai jumlah siswa paling sedikit untuk setiap bola.
D. Tidak dapat dipilih karena kelompok II bolanya lebih satu daripada kelompok I,
dan kelompok III berisi terlalu banyak siswa.
16. Dalam gedung parkir I terdapat 24 kendaraan yang terdiri dari 4 minibus dan 20 sedan.
Dalam gedung parkir II terdapat 54 kendaraan yang terdiri dari 9 minibus dan 45
sedan. Dalam gedung parkir III terdapat 36 kendaraan yang terdiri dari 6 minibus dan
30 sedan. Dari gedung manakah terdapat peluang paling besar untuk minibus sebagai
kendaraan yang keluar pertama kali?
A. Dari gedung parkir III karena berisi minibus lebih banyak daripada gedung parkir I,
tetapi lebih sedikit daripada gedung parkir II.
B. Dari gedung parkir II karena berisi minibus paling banyak.
19
C. Dari gedung parkir I karena berisi sedan paling sedikit.
D. Dari gedung parkir nama saja, karena ketiganya mempunyai jumlah minibus sama
untuk semjumlah tertentu kendaraan.
17. Siswa dari 3 kelas IV yang diajar oleh guru yang sama mengikuti suatu tes.
Pada kelas pertama, dari 30 siswa yang mengikuti terdapat 20 siswa yang
memperoleh nilai rata-rata dan 10 siswa di bawah rata-rata.
Pada kelas kedua, dari 42 siswa, terdapat 22 siswa memperoleh nilai rata-rata, dan
20 siswa di bawah rata-rata.
Pada kelas ketiga, dari 20 siswa terdapat 12 siswa memperoleh nilai rata-rata dan 8
siswa di bawah rata-rata.
Dari hasil tes itu, kelas manakah yang mempunyai paling besar fraksi siswa berprestasi
rata-rata?
A. Kelas ketiga, karena pada kelas ini hanya terdapat 8 siswa di bawah rata-rata.
B. Kelas kedua, karena pada kelas ini terdapat jumlah siswa terbanyak yang
memperoleh nilai rata-rata.
C. Kelas pertama, karena sebagian siswa mempunyai nilai rata-rata.
D. Ketiga kelas itu mempunyai prestasi sama, karena jumlah siswa yang memperoleh
nilai rata-rata lebih besar daripada jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah
rata-rata.
18. Pada suatu bazaar, Sudin membeli selembar kupon undian berhadiah. Dari 25 kupon
yang dijual, 5 lembar adalah kupon berhadiah, sedangkan yang lainnya tidak berhadiah.
Tina membeli jenis undian lain. Pada undian yang dibeli Tina, dari 10 lembar kupon
yang dijual, dua berhadiah. Anak lain bernama Angga membeli undian yang lain lagi,
dimana dari 40 lembar kupon yang dijual akan terdapat 8 kupon berhadiah.
Siapakah yang mempunyai peluang terbesar untuk membeli kupon undian yang
berhadiah?
A. Sudin, karena pada undian yang dibelinya terdapat paling banyak kupon berhadiah.
B. Tina, karena pada jenis undiah yang dibelinya terdapat paling sedikit kupon undian
yang tidak berhadiah.
C. Angga, karena pada jenis undian yang dibelinya lebih banyak kupon berhadiah
daripada dalam undiah yang dibeli Tina, dan lebih sedikit berisi kupon yang tidak
berhadiah daripada dalam undian yang dibeli Angga.
D. Peluang ketiga anak untuk memenangkan hadiah sama, karena perbandingan
jumlah kupon berhadiah terdapat jumlah kupon tidak berhadiah adalah sama dalam
setiap undian.
19. Yono, Farid, dan Erni masing-masing membeli sekantong permen. Dalam kantong
Yono terdapat 4 permen karamel dan 12 permen mentol. Dalam kantong Farid terdapat
7 permen karamel dan 21 permen mentol. Dalam kantong Erni terdapat 6 permen
karamel dan 18 permen mentol.
Siapakah dari ketiga anak tersebut mempunyai peluang terbesar untuk mendapatkan
permen karamel jika ia mengambil sebuah permen dari kantongnya tanpa memilih?
A. Yono, karena dalam kantongnya terdapat paling sedikit permen mentol.
B. Farid, karena dalam kantongnya terdapat paling banyak permen karamel.
C. Erni, karena dalam kantongnya terdapat lebih banyak permen karamel daripada
dalam kantong Yono, dan kantong Farid.
D. Ketiga anak tersebut mempunyai pelu