Partisipasi Perempuan Dalam Sanitasi (2)

Partisipasi Perempuan Dalam Sanitasi
Ditulis tanggal : 02 - 08 - 2011 | 08:56:44

Keterkaitan perempuan dengan sanitasi secara sosio-kultural, sebagian besar perempuan Indonesia memiliki
tanggung jawab lebih dibandingkan dengan laki-laki. Dari sejak melahirkan anak, membesarkan dan
merawat anak-anak, mendidik anak, mengelola dapur, bahkan dalam mencari nafkah keluarganya.
Lancarnya pemenuhan tanggung jawab para perempuan itu membutuhkan tersedianya fasilitas dan kondisi
sanitasi yang sehat. Keterkaitan langsung antara perempuan dan sanitasi itu mencakup empat hal,
yaitu Pekerjaan Rumah Tangga, Kesehatan Keluarga, Pendapat Keluarga, Budaya. (menurut Dr.
Lula Kamal) pada acara ‘Partisipasi Wanita Dalam Sanitasi’ akhir-akhir ini di Gedung Dharma Wanita
Semarang
Dalam konteks pekerjaan rumah tangga, ketersediaan fasilitas sanitasi akan mengurangi beban perkerjaan
rumah. Jika sarana air bersih tersedia, perempuan tidak harus mengambil air ke tempat yang jauh dari
rumah, sehingga waktu bersama keluarga bisa lebih banyak. Jika sampah terkelola dengan baik, kebersihan
rumah terjaga, bau dan lalat pun tidak mengganggu, sumber cemaran bisa terkendali. Hasilnya, konsumsi
keluarga semakin hygenis dan kesehatan keluarga pun lebih terjamin, Jika perempuan memiliki komposter
skala rumah tangga, setiap bulan bisa menghasilkan kompos. Dari hasil kompos itu bisa digunakan untuk
budidaya sayur mayur organic untuk konsumsi keluarga.Dari kompos dan sayur-mayur itu dapat menjadi
sumber pendapatan keluarga alternative. Penyediaan composting skala rumah tangga, akan melahirkan
“kebiasaan memilah sampah”, kebiasaan itu akan membentuk budaya “budaya memilah sampah” oleh
anak dan suaminya. Budaya di tingkat keluarga inilah yang akan menjadi pilar “budaya peduli sampah”

dalam masyarakat yang lebih luas, bahkan dalam gerakan 3R di tingkat global.
Terkait dengan program sanitasi, perempuan memiliki dua nilai strategis.
Pertama, perempuan merupakan “penerima sekaligus pemberi manfaat” langsung atas ketersediaan
fasilitas dan layanan sanitasi yang baik. Artinya, jika perempuan dapat menikmati ketersediaan fasilitas dan
layanan sanitasi, saat itu pula perempuan itu bisa memberikan manfaat langsung kepada pihak
lain. Kedua, peran ganda kaum perempuan merupakan pemicu bagi munculnya dampak ganda program
sanitasi.
Keterkaitan antara perempuan dan sanitasi tersebut memiliki tiga implikasi penting bagi upaya
pembangunan sanitasi. Pertama, saatnya perempuan menjadi inisiator(pemrakarsa) ide, kebijakan dan
gerakan peduli sanitasi; Kedua, perempuan menjadipromoter (penggerak) munculnya aksi-aksi kepedulian
pada sanitasi; Ketiga,perempuan adalah katalisator bagi kesuksesan pembangunan sanitasi.

TARGET RAIH MDGES BIDANG SANITASI, PU CIPTA KARYA GANDENG
PKK
Selasa, 28 Mei 2013 | 14:55

Untuk memenuhi target Milenium

Development Goals (MDGs) ke 7 bidang sanitasi, Dinas PU Cipta Karya menggandeng PKK Jawa Timur.
Kerjasama ini dilakukan dengan menggelar workshop dengan topik peran perempuan dalam sanitasi. Topik

ini diambil karena perempuan terkait langsung dengan penanganan sanitasi di keluarganya maupun
lingkungan masyarakat sekitar.
Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Timur, Nina Soekarwo mengatakan, partisipasi perempuan dalam kampanye
sanitasi sangat penting, karena perempuan dianggap lebih telaten dalam memberikan pemahaman sanitasi
yang benar kepada anggota keluarganya. Seperti bagaimana membersihkan rumah, membuang sampah
yang benar, mencuci maupun membangun MCK. "Perempuan dianggap kompeten untuk bisa mengajak
hidup sehat bagi keluarganya," kata Nina saat membuka Workshop Peran Perempuan Dalam Sanitasi di Hotel
Mercure Surabaya, Selasa (28/5).
Menurutnya, sanitasi yang baik akan mempengaruhi derajat kesehatan lingkungan. Karena semua penyakit
yang timbul di masyarakat disebabkan oleh sanitasi yang buruk. Salah satunya sungai yang digunakan untuk
WC dan membuang sampah.
Namun demikian, di Jawa Timur tingkat pemahaman masyarakat terhadap sanitasi sudah lebih baik.
Meskipun masih ada beberapa Kab/Kota yang masyarakatnya masih menjadikan sungai WC terbuka. "Masih
ada beberapa daerah yang masih buruk, tetapi dua tahun mendatang kita tergetkan sudah tidak ada
kebiasaan buruk itu," ungkapnya.
Sehingga, target memperoleh MDGes ke-7 pada tahun 2015 bisa tercapai. Karena saat ini Pemprov Jatim
telah memasukkan program sanitasi dalam RPJMD Jawa Timur. Selain itu, PKK Jatim juga bekerjasama
dengan perusahaan swasta untuk membangun infrastruktur sanitasi dan air melalui dana CSR.
Kepala Dinas PU Cipta Karya Jatim, Gentur Priyantono mengatakan, workshop bertujuan meningkatkan
kepedulian perempuan terhadap sanitasi di lingkungan masing-masing. Organisasi perempuan yang sangat

banyak dan besar dirasa cukup efektif untuk menyebarkan informasi ini.
Dikatakan Gentur, workshop diikuti 200 peserta dari PKK, Dharma Wanita, gabungan organisasi wanita,
BKOW, Bhayangkari, Persit Candra Kirana, Jalasenastri, dan organisasi wanita lainnya. Teknik workshop ini
berupa diskusi dan talkashow dengan narasumber yang kompeten.
Kinerja pengembangan sanitasi Jatim mendapatkan apresiasi khusus dari pemerintah pusat. Salah satunya,
yakni terpilihnya Jatim sebagai pilot project (proyek percontohan) untuk pembuatan roadmap (peta jalan
pengembangan yang bersifat strategis, berskala besar dan berdurasi panjang sanitasi nasional.
(fad/foto;sug)

Wanita Sebagai Penggerak Utama Sektor Sanitasi
06 May 2013
Jawa Barat masih

menghadapi permasalahan sanitasi yang cukup pelik. Potensi sumber daya alam dan
manusianya bisa menjadi pemicu timbulnya perilaku masyarakat yang tidak sehat. Adanya
sungai, danau kolam, bentangan lahan pertanian, kebun dan sawah seringkali digunakan
untuk buang air besar sembarangan oleh masyarakat yang belum memiliki akses jamban.
Hal ini diperburuk oleh tata ruang permukiman di daerah padat penduduk yang mempersulit
peletakan septic tank yang memenuhi syarat kesehatan dan aman bagi sumber air yang ada
di sekitarnya.

Berbicara mengenai sanitasi, peran wanita penting untuk dikedepankan. Selain karena
sekitar separuh dari penduduk Jawa Barat adalah wanita, juga wanita berperan penting
sebagai centre of life. Berbagai upayapun sudah dilakukan untuk menggerakkan peran
wanita dalam upaya peningkatan akses pemanfaatan jamban, antara lain pada pertengahan
tahun lalu dalam kegiatan sosialisasi kepada organisasi wanita yang ada di Jawa Barat. Pada
saat itu hadir antara lain kelompok PKK, fatayat NU, PUI, MUI, dharma wanita, dharma
pertiwi dan banyak lagi organisasi wanita yang sebagian besar sudah berkiprah di bidang
sanitasi, dengan pembicara utama ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat.
Wanita perlu diberi wawasan tentang pentingnya sanitasi. Ada tiga peran penting wanita
dalam pembangunan sanitasi yaitu sebagai penggerak, penyuluh dan pencatat sederhana.
Artinya, wanitapun perlu ditingkatkan wawasannya termasuk dalam monitoring dan evaluasi
dampak secara sederhana. Jika pembangunan ini berhasil maka dapat memutus mata rantai

penularan penyakit. Perlu dibuat gerakan yang menyeluruh dan digalakkan setiap saat
karena secara kultural, masyarakat Jawa Barat masih mengikuti pola hunian nomadis,
mendekati aliran sungai dan menjadikannya sebagai tempat untuk aktifitas mandi, mencuci,
buang air besar dan sebagainya, sehingga perilaku tersebut sulit untuk berubah. Jadi perlu
ada anjuran ‘stop buang air besar sembarangan’ yang harus didengungkan setiap saat.
Saat ini dikembangkan metodologi pemberdayaan untuk mewujudkan perubahan perilaku di
masyarakat melalui pemicuan rasa malu, jijik, takut sakit dan sebagainya. Misalkan saja

perumpamaan bahwa semua orang berani mengkonsumsi air minum yang terlihat bersih,
namun manakala air dalam gelas tersebut tampak diberi kotoran/tinja maka tidak satupun
orang yang berani meminumnya. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya setiap orang tidak
menghendaki pencemaran air dan merasa jijik. Harapannya dengan cara ini masyarakat
mampu berpikir ulang untuk mengotori sumber air di sekitarnya. Kendati metoda ini
ditujukan untuk semua masyarakat, pada kenyataannya peran para wanitalah yang
selanjutnya muncul sebagai pemimpin alamiah yang menggerakkan keluarga dan
masyarakat sekitarnya untuk membangun jamban.
Peran wanita sebagai pemimpin alamiah cenderung tidak menonjol dibandingkan dengan
laki-laki. Dalam hal konstruksi jamban, laki-laki lebih aktif dan bertanggungjawab. Tetapi
dalam pemeliharaan jamban, wanita lebih berperan dalam memunculkan norma-norma
penggunaan dan menunjang perubahan perilaku yang higienis. Wanita biasanya mengambil
alih pemeliharaan jamban segera setelah jamban selesai dibuat, juga melatih anak-anak
mereka untuk menjaga kebersihannya.
Itulah mengapa kemudian wanita dipandang sebagai centre of life dalam keluarga. Yang
juga tidak kalah pentingnya adalah peran wanita dalam monitoring dan evaluasi
penggerakan pemanfaatan jamban di masyarakat, mencatat perubahan perilaku, dan
mengajak kawannya untuk merubah perilaku ke arah yang lebih baik.
Kaum wanita, sebagaimana telah terungkap dari berbagai penelitian, memiliki peran yang
sangat penting terkait dengan pemenuhan kebutuhan maupun pengelolaan air minum dan

penyehatan lingkungan. Studi yang dilakukan oleh kegiatan penyediaan air dan sanitasi
yang ditangani oleh ADB pada beberapa dekade terakhir telah membuktikan adanya
hubungan positif yang kuat antara perhatian pada jender dan partisipasi kaum perempuan
dengan tingkat keberhasilan program dan keberlanjutan pengelolaan air dan sanitasi.
Berbagai studi, baik yang dilakukan oleh UNICEF maupun Bank Dunia, juga telah
menunjukkan bahwa pelibatan perempuan dalam proses pembangunan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan serta pengelolaan sarana dan prasarana, terbukti meningkatkan
keberlanjutan pemanfaatannya. Oleh karenanya, sudah sewajarnya apabila kaum
perempuan ditempatkan sebagai pelaku utama dalam pembangunan di sektor sanitasi.

Pada saat gerakan sanitasi ini sudah menciptakan sebuah produk yang bernilai ekonomis
serta berdampak bagi kesejahteraan masyarakat maka berikutnya yang perlu dilakukan
adalah peningkatan kemampuan dalam memasarkan sanitasi secara efektif disesuaikan
kemajuan teknologi. Temasuk mengemas bisnis, siapa dan kemana pemasarannya, trend
apa yang disukai oleh masyarakat serta peningkatan kualitas produk yang lebih baik.
Akhirnya, sesuai dengan peribahasa sunda, ‘cikaracak ninggang batu laun- laun jadi legok’,
upaya peningkatan sanitasi ini perlu terus dilakukan karena lambat laun akan berdampak
bagi kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Jawa Barat.