Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Performa Kerbau Murrah Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Tapanuli Utara

  Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 unit daerah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Tapanuli terletak pada ketinggian antara 300 – 1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu tergolong datar (3,15%), landai (26,86%), dan terjal (44,35%). Secara astronomis Tapanuli Utara berada pada posisi 1 20’ – 2 41’Lintang Utara dan 98 05’ – 99 16’ Bujur Timur.

  Sedangkan letak geografis Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, sebelah timur berbatasan dengan Labuhan Batu, sebelah selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli

  2

  2 Utara sekitar 3800,3 km terdiri dari daratan 3793,71 km dan luas perairan

  Kondisi Umum BPTU Sinur Siborong-borong

  Sejarah Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Babi dan Kerbau Siborong- borong merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 288/Kpts/OT.210/4/2002, diresmikan pada tanggal 16 April 2002 yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Pembibitan.

  Sebelumnya BPTU merupakan Balai Pembibitan Ternak Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) berdiri tahun 1987 dengan bermacam – macam ternak seperti : babi, kerbau, domba dan kelinci. BPTU dipimpin dan dibantu oleh Kepala Balai, serta dibantu oleh Kepala Sub.Bag, Tata Usaha, Ka. Sie Pelayanan Tekhnik Pemeliharaan Bibit, Ka. Sie Pelayanan Teknik Produksi dan Ka. Sie Jasa Produksi.

  Jenis ternak yang dikembangkan di BPTU adalah ternak kerbau yang terdiri atas kerbau Lokal dan Murrah dan ternak babi. Ternak babi dipelihara di instalasi Siaro, sedangkan ternak kerbau berada di Instalasi Silangit dan Bahal Batu.

  Selain berfungsi untuk menghasilkan ternak unggul babi dan kerbau, BPTU juga sangat berperan sebagai wadah ilmu pengetahuan dan informasi terapan di lapangan yang berguna untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik bagi masyarakat petani peternak dan kelompok tani maupun bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Hal tersebut dilakukan dengan cara Praktek Kerja Lapangan (PKL), studi banding, magang, dan lain-lain. Kegiatan tersebut harus dilakukan setiap tahun sebagai realisasi dari visi dan misi Balai.

  Tugas pokok BPTU Babi dan Kerbau Siborong – borong adalah melaksanakan pemuliaan dan produksi bibit babi dan kerbau unggul serta pemasarannya. Hasil pemasaran (pendapatan yang diperoleh) diberikan ke pusat sebagai khas negara dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

  Kerbau Murrah

  Menurut sejarah perkembangan domestikasi, nenek moyang dari kerbau (Bubalus bubalus) adalah kerbau liar dari Asia. Ditemukan dua tipe utama kerbau, yaitu kerbau lumpur dan kerbau sungai atas dasar perbedaan fenotipe, karyotipe dan mitokondria DNA (FAO, 2007). Kerbau tersebut didomestikasi terpisah, dengan pusat domestikasi kerbau sungai terdapat di Lembah Indus dan lembah Tigris pada 5.000 tahun yang lalu; sedangkan kerbau lumpur didomestikasi di China sekitar 4.000 tahun yang lalu bersamaan dengan munculnya budidaya padi.

  Asal kerbau di Indonesia diduga telah lama dibawa ke Jawa, yaitu pada saat perpindahan nenek moyang kita dari India Belakang ke Jawa pada tahun 1.000 SM (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

  Kerbau adalah binatang memamah biak yang masih termasuk dalam subkeluarga bovinae. Kerbau merupakan modifikasi antara bentuk antelope dan sapi, yang ada di Indonesia, kerbau di bagi menjadi 4 golongan, yakni : 1.

  Anoa (buballus depresicronis), khususnya terdapat disulawesi 2. Borneo Buffalo (Buballus arneehosei), khususnya kerbau lumpur yang terdapat di Kalimantan

  3. Kerbau – banteng Delhi, merupakan kerbau yang terdapat di Sumatra dan dikenal sebagai kerbau sungai

  Pada umumnya kerbau di Indonesia tidak menunjukan jenis tersendiri, melainkan bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk tubuh, ciri-ciri tanduk, warna kulit dan bulu. Dengan demikian kerbau di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni; kerbau liar dan kerbau jinak.

  Berdasarkan karakteristiknya kerbau jinak dibagi menjadi 2 yaitu : a.

  Kerbau Sungai (River Buffalo) Secara umum kerbau jenis ini memiliki ciri sebagi berikut; (1) memiki kulit hitam pekat; (2) tubuh padat dan pendek, leher dan kepala relative kecil; (3) punggungnya lebar serta (4) tanduk melingkar rapat seperti spiral.

  b.

  Kerbau Lumpur (swamp buffalo) Kerbau ini memiliki ciri sebagai berikut; (1) Warna kulit coklat kehitam- hitaman; (2) Tubuhnya relatif pendek dan (3) Kaki pendek serta tanduknya agak melengkung. Kerbau murrah banyak dipelihara di India, khususnya didaerah Delhi, dan kerbau ini tergolong bangsa kerbau - banteng Delhi, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :

  Leher dan kepala relatif kecil 3. Warna kulitnya hitam dengan warna putih pada dahi dan kaki 4. Punggungnya lebar 5. Tanduk melingkar rapat seperti spiral dan sangat kecil 6. Bobot badan betina dewasa 430 kg dan dewasa jantan 570 kg 7.

Menghasilkan susu 2.050 liter/laktasi

  (Talib, 2008) Semua jenis kerbau memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun klasifikasi ilmiah kerbau yaitu Kerajaan : Animalia, Filum : Chordata,

  Kelas : Mammalia, Ordo : Artiodactyla, Famili : Bovidae, Upafamili : Bovinae, Genus : Bubalus dan Spesies : Bubalus Bubalis (Susilorin et al., 2010).

  Gambar 2. Kerbau Murrah

  Kebutuhan Nutrisi Ternak Kerbau

  Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat dirubah menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi, hal ini disebut kebutuhan produksi (Tillman et al., 1984).

  Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997). Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Harian Ternak Kerbau.

  Bobot Badan BK PK ME TDN (kg) (kg) (g) (Mcal) (kg)

  2.6

  2.7

  2.0

  5.0

  51 1.28 0.370

  2.9

  2.2

  6.0

  57 1.36 0.410

  3.1

  2.4

  7.0

  63 1.54 0.460

  2.3

  8.0

  4.0

  69 1.80 0.510

  3.5

  2.8

  9.0

  75 2.06 0.500

  3.7

  3.0

  10.0

  81 2.16 0.600

  3.9

  3.2

  11.0

  85 2.34 0.650

  4.1

  45 1.13 0.315

  1.8

  200 3.5 150

  3.7 550 7.0 330

  6.0

  1.7 250 4.0 170

  7.2

  2.0 300 4.5 200

  8.4

  2.4 350 5.0 230

  9.4

  2.7 400 5.5 250

  10.8

  3.0 450 6.0 280

  12.4

  3.4 500 6.5 300

  13.2

  14.4

  2.5

  4.0 600 7.5 350

  15.5

  4.2 650 8.0 370

  16.2

  4.5 700 8.5 390

  17.3

  4.8 750 9.0 410

  18.0

  5.0 800 9.5 430

  19.1

  5.3 Sumber : Ranjhan (1991) Tabel 2. Produksi susu (Kandungan per Kg Susu) Kerbau Murrah

  Susu ME TDN Ca P Vitamin A (kg) (Mcal) (kg) (g) (g) (100-IU)

  3.0

  40 0.97 0.270

  3.4 Sumber : Ranjhan (1991)

  Potensi Ternak Kerbau

  25 Maluku 243 248

  19 Kalsel 1.144 1.161

  20 Kaltim 207 212

  21 Sulut - -

  22 Sulteng

  31

  31

  23 Sulsel 2.703 2.742

  24 Sultra

  55

  56

  26 Papua

  9

  73

  74

  27 Babel

  7

  7

  28 Banten 2.781 2.821

  29 Gorontalo - -

  30 Malut - -

  31 Kepri - -

  32 Papua Barat - -

  33 Sulbar 136 189

  18 Kalteng 525 548

  9

  Berdasarkan data statistik, produksi daging kerbau di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

  38

  Tabel 3. Produksi Daging Kerbau di Indonesia Tahun 2010 – 2011 (ton) No. Provinsi

  Tahun 2010 2011

  1 Aceh 1.881 1.837

  2 Sumut 9.147 9.276

  3 Sumbar 2.146 2.176

  4 Riau 1.705 1.729

  5 Jambi 2.121 2.151

  6 Sumsel 1.256 1.274

  7 Bengkulu 511 519

  8 Lampung 547 555

  9 DKI Jakarta

  39

  17 Kalbar

  10 Jabar 3.247 3.293

  11 Jateng 2.430 2.465

  12 DI Yogyakarta

  8

  8

  13 Jatim 369 374

  14 Bali

  22

  22

  15 N T B 1.751 1.771

  16 N T T 1.504 1.525

  TOTAL 36.597 37.112 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah (Sutardi, 1978). Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim dan Mohammad, 2008). Pada kondisi penelitian yang terkontrol kerbau tumbuh 0,73 kg/hari sebanding dengan sapi Ongole (0,75 kg/hari). Dibandingkan dengan sapi lokal seperti sapi Madura (0,6 kg/hari) dan Bali (0,66 kg/hari), pertumbuhan kerbau masih lebih baik (Moran, 1978). Ternak kerbau tumbuh dan berkembang biak pada rentang agroekosistem yang luas dari daerah kondisi basah sampai daerah kondisi kering (Bamualim dan Mohammad, 2008). Oleh karenanya, penyebaran ternak kerbau di Indonesia cukup luas, dari daerah kondisi basah di Sumatera dan Kalimantan sampai daerah kondisi kering di Pulau Lombok dan Sumbawa di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Pulau Moa di Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

  Kerbau memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Kerbau mudah digembalakan karena kerbau suka hidup berkelompok. Kerbau sudah dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan, dan pada umur 27 hingga 28 bulan sudah beranak pertama dan selanjutnya beranak setiap tahun. Dengan demikian, pada umur 3 tahun 4 bulan, kerbau betina dapat beranak dua kali. Dalam waktu 25 tahun, seekor kerbau betina mampu melahirkan anak 20 ekor (Wordpress, 2011).

  Dilihat dari sudut penyakit hewan yang banyak terjadi di daerah tropis, kerbau mempunyai keunggulan dari sapi. Kerbau lebih tahan terhadap caplak dan infeksi cacing dibandingkan dengan sapi (Vercoe dan Frisch, 1980). Kerbau senang melumpur, dan lapisan lumpur pada kulit kerbau nampaknya membantu mencegah caplak dan ektoparasit lainnya yang menyerang kerbau. Walaupun kerbau banyak hidup di daerah berlumpur (rawa, sungai atau kolam) kejadian penyakit pada kuku jarang terjadi (NRC, 1981). Kerbau juga dilaporkan bebas dari infeksi penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (Talib, 2008).

  Satu lagi keunggulan dan sekaligus keunikan dari ternak kerbau bagi negara berkembang termasuk Indonesia adalah kerbau sering disebut sebagai “traktor bernyawa” (ternak kerja). Teracak kerbau yang lebar dan kaki yang kuat menjadikan kerbau sangat cocok sebagai ternak kerja pada daerah basah/berlumpur (NRC, 1981), walaupun hasil kerjanya lebih lambat dari sapi (Santosa et al., 1989). Berkembangnya penggunaan traktor dalam pengolahan lahan telah menggeser peran kerbau sebagai pengolah lahan. Krisis bahan bakar minyak yang terjadi belakangan ini, akan membuat petani untuk kembali menggunakan kerbau seperti dimasa lalu.

  Pertumbuhan Ternak Kerbau

  Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Perubahan jaringan-jaringan dan organ-organ berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Anggorodi, 1990).

  Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa. Kerbau mencapai dewasa tubuh setelah umur tiga tahun, pertumbuhan kerbau berlangsung dengan cepat baik jantan maupun betina sampai rata-rata umur sekitar empat tahun setelah itu pertumbuhan berlangsung kurang cepat (Fahimmudin, 1975).

  Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Devendra, 1997).

  18.0 450 200 9.5 460

  12.6 300 500 6.8 400

  4.0

  14.4 350 450 7.0 420

  4.5

  16.2 400 350 9.0 440

  5.0

  5.5

  10.8 250 500 6.0 350

  20.0 500 200 10.0 450

  5.0

  18.0 550 100 10.5 400

  4.5

  16.2 600

  50 9.5 350

  4.0

  3.5

  3.0

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Ranjhan (1997) maka kebutuhan nutrisi harian dan pertumbuhan harian kerbau Murrah dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi dan Pertumbuhan Harian Kerbau Murrah

  1.3

  Bobot Badan

  PBBH (g)

  Kebutuhan Harian BK PK TDN ME

  (kg) (kg) (g) (kg) (Mcal) 60 450 1.2 200

  0.8

  2.9 70 450 1.7 220

  4.7 80 450 2.0 240

  9.4 200 500 5.0 325

  1.5

  5.3 90 450 2.2 260

  1.7

  6.0 100 450 2.5 260

  1.9

  6.8 150 500 3.6 300

  2.6

  14.4 Sumber : Ranjhan (1997)

  Pakan ternak kerbau

  Kerbau adalah hewan ruminansia, ini berarti kerbau memanfaatkan mikroorganisme di dalam rumen untuk mencerna makanannya. Pakan yang dimakan hewan ruminansia sebagian besar berasal dari hijauan. Hewan ruminansia mampu mengubah selulosa dan bahan serat lainnya menjadi susu dan daging bermutu tinggi. Kemampuan cerna hewan ruminansia lebih baik daripada hewan non-ruminansia. Hewan ruminansia mengeluarkan kembali makanan yang telah ditelannya ke mulut dan mengunyahnya beberapa kali sehingga membantu pencernaan makanan. Makanan ini akan masuk ke rongga rumen saat ditelan kerbau. Mikroba-mikroba dalam rumen menyerap partikel-partikel makanan dan dengan proses enzim unsur-unsur tersebut diuraikan dan digunakan untuk metabolisme (Wordpress, 2011).

  Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa di berikan dan bermanfaat bagi ternak. Pakan yang di berikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air. Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor hewan selama sehari perlu diketahui. Dengan mengetahi jumlah bahan kering yang dimakan, maka dapat dipenuhi kebutuhan seekor hewan akan zat pakan yang perlu untuk pertumbuhannya, hidup pokok maupun produksinya. Bahan kering merupakan tolak ukur dalam menilai palatabilitas pakan yang diperlukan untuk menentukan mutu suatu pakan (Parakkasi, 1995).

  Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar - benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel - sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996)

  Sistem Pemeliharaan

  Pemeliharaan yang intensif biasanya diartikan sebagai pemeliharaan dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa kepada ternak. Pemeliharaan intensif sering disinonimkan dengan pemeliharaan menggunakan ransum. Di lain pihak salah satu keuntungan dari pemeliharaan intensif adalah penggunaan bahan makanan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibandingkan dengan pemeliharaan dilapangan (pasture). Pengaruh negatif pemeliharaan intensif, misalnya penyakit, investasi yang banyak dan masalah limbah; tetapi intensifikasi dalam pertanian (secara umum) tidak dapat dihindari seperti halnya pertumbuhan kota. Manusia harus menghadapi kenyataan tersebut dan lebih penting lagi mengambil keuntungan dari proses intensifikasi tersebut (Parakkasi, 1999).

  Kerbau dipelihara dengan cara yang sangat berbeda di seluruh dunia. Cara pemeliharaan ini tergantung pada keadaan geografis dan tujuan peternakan kerbau tersebut. Terdapat berbagai cara pemeliharaan kerbau, mulai dari pemeliharaan kerbau sebagai ternak multi-guna yang dipelihara di halaman belakang rumah sampai pemeliharaan kerbau sebagai penghasil susu dengan sistem peternakan modern. Kandang kerbau harus dapat melindungi kerbau dari stres panas terutama keterpaparan langsung terhadap sinar matahari, hujan lebat dan cuaca dingin. Kandang juga harus dilengkapi sistem ventilasi yang memadai. Berikut ini beberapa pertimbangan dan solusi saat merencanakan pembangunan kandang kerbau. Pada setiap kandang harus disediakan ruang yang cukup untuk masing-masing kerbau. Halaman luar kandang sebaiknya tertutup rumput atau beton agar tidak menjadi kubangan yang tidak sehat di musim hujan. Kerbau mungkin terlihat gelisah di lingkungan yang panas dan lembab. Kerbau berkulit gelap dan memiliki sedikit kelenjar keringat sehingga relatif tergantung pada air untuk menyejukkan badannya. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Kerbau yang terlindung dari cahaya matahari langsung bisa hidup dengan baik dalam cuaca panas dan lembab karena mereka mampu melepaskan panas melalui saluran pernapasan. Kerbau dengan tingkat produksi daging atau susu yang tinggi memerlukan asupan pakan yang banyak sehingga menyebabkan produksi panas metabolisme yang lebih tinggi. Dengan demikian, kerbau dengan produktivitas tinggi kurang menguntungkan dibandingkan dengan kerbau dengan produktivitas rendah karena memerlukan lebih banyak fasilitas penyejuk. Berikut ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebelum membangun kandang kerbau.

  1. Tempat pakan dan air harus selalu teduh dan terlindung dari hujan lebat baik oleh pepohonan atau pun atap

  2. Air yang sejuk baik dari sungai yang jernih atau pun yang disediakan dalam ember membantu kerbau menjaga suhu badannya. Tempat air harus selalu diletakkan di tempat yang teduh

  3. Padang rumput yang diselingi pepohonan merupakan fasilitas perlindungan yang sangat murah dan efektif dari sinar matahari

  4. Kandang dengan konstruksi sederhana yang hanya diberi atap. Di daerah beriklim panas dan lembab, kandang sebaiknya tidak diberi dinding.

  Dinding bisa menghambat ventilasi dan menyebabkan perkembangan bakteri dan pertumbuhan jamur sehingga kandang jadi tidak sehat. Untuk melindungi bagian dalam kandang dari cahaya matahari terik atau hujan lebat, dapat digunakan tirai yang terbuat dari jerami, kain atau bahan lainnya

  5. Penyediaan tempat berkubang. Namun demikian, kubangan ini harus berair bersih (bukan air limbah kotor yang membahayakan kesehatan) dan tidak jauh dari kandang

  6. Menyiram kerbau dengan air sejuk selama 3 menit dua kali sehari terbukti efisien untuk membuang kelebihan panas badan kerbau.

  

  Hijauan

  Hijauan pakan ternak merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga vitamin dan mineral. Untuk dapat mencapai tingkat produksi yang tertinggi maka usaha perbaikan kearah penyediaan, pengadaan dan nilai pakan hijauan haruslah ditingkatkan (Obst et al., 1978).

  Konsumsi hijauan pakan dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan secara ad libitum. Peningkatan konsumsi akibat meningkatnya tingkat pemberian pakan disebabkan oleh semakin besarnya peluang untuk memilih (seleksi terhadap pakan yang diberikan). Bagian daun tanaman hijauan tropis dikonsumsi lebih banyak dibandingkan dengan bagian batang. Ternak ruminansia yang diberi hijauan pakan potongan memilih bagian daun yang umumnya lebih tinggi kecernaannya dibandingkan batang. Pemilihan daun dibandingkan batang mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan sifat fisik dari tanaman tersebut.

  Daun yang berbulu mungkin tidak akan dikonsumsi yang berarti bahwa pemilihan terjadi bukan hanya karena faktor gizi, tetapi juga dipengaruhi perbedaan tekstur yang mempengaruhi palatabilitas (Wodzicka et al., 1993).

  Di Indonesia pada umumnya hijauan makanan ternak diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari hasil panen sendiri, tepi-tepi jalan, pinggir- pinggir jalan, pematang sawah, tepi hutan, lapangan-lapangan tanah kuburan, perkebunan, sisa hasil pertanian dan lain sebagainya sehingga kontinuitas produksi, kuantitas dan kualitasnya tidak terjamin sebagi makanan ternak. Peran hijauan sangat penting dalam menunjang kebutuhan nutrisi dan pro vitamin A terlebih untuk ternak perah yang tidak terdapat pada jerami kering. Kebutuhan ternak ruminansia akan hijauan segar yaitu 10% dari berat badan per hari per ekor.

  Pada umumnya para peternak terutama di daerah tropis khususnya di Indonesia menggantungkan tersedianya hijauan makanan ternak dari alam dan sisa-sisa hasil pertanian. Hijauan makanan yang berasal dari alam (rumput liar) tanpa pemeliharaan yang khusus akan mempunyai produksi rendah yaitu 30 ton per hektar pertahun (tanpa pemupukan) dan 100 hektar perhektar pertahun (dipupuk) juga nilai gizi yang rendah, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya yaitu dengan cara pemeliharaan dan budidaya rumput unggul. Rumput unggul sebagai salah satu hijauan makanan ternak belum dikenal oleh sebagian besar petani, kecuali di beberapa perusahaan sapi dan instansi pemerintah terkait. Padahal penyediaan hijauan makanan ternak secara kontiniu dalam jumlah yang cukup dan bernilai gizi tinggi sangat diperlukan pada setiap usaha peternakan. Ketersediaan bahan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh musim, dimana pada musim penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah, sedangkan pada musim kemarau ketersediaannya sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberi sisa-sisa hasil pertanian seperti jerami. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Berdasarkan sumbernya hijauan dapat digolongkan dalam 3 golongan yaitu : graminae (rumput), leguminosae (kacang-kacangan) dan sisa hasil pertanian (Hartadi et al., 1997).

  Salah satu komponen bahan pakan yang tersedia pada lahan BPTU Babi dan Kerbau Sinur Siborong-borong adalah rumput raja. Rumput raja dapat menampung 49 ekor kerbau/ha/tahun secara potong angkut. Rumput raja mempunyai keunggulan dibandingkan dengan rumput gajah, antara lain tumbuh lebih cepat memiliki tunas yang lebih banyak, produksi lebih tinggi dan memiliki batang yang kadar serat lebih rendah. Rumput Raja merupakan tanaman yang cukup baik untuk kebutuhan hijauan pakan ternak, baik dilihat dari tingkat pertumbuhan, produktivitas hasil panen maupun nutrisi (terutama kandungan serat) yang terkandung di dalamnya. Selain sebagai hijauan segar, surplus produksi rumput Raja juga dapat digunakan sebagai cadangan pakan dalam bentuk kering (hays) ataupun fermentasi dengan metoda silase setelah terlebih dahulu dicacah (Mujahidin, A., 2011) Tabel 5. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Lapangan dan Rumput Raja (%)

  Kandungan Nutrisi No. Jenis Rumput

  BK PK LK SK TDN

  a a a a a

  1 Rumput Lapangan 27,91 10,62 8,33 23,25 47,56

  b b b b b

  2 Rumput Raja 21,20 13,50 3,50 34,10 54,00

  Sumber : a. Laboratorium IP2TP Sei Putih – Galang (1997)

  Konsentrat

  Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK ≥ 12%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari

  15% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk. Pemberian konsentrat terlampau banyak akan meningkatkan energi konsentrasi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

  Pemberian pakan penguat pada ternak ruminansia pada prinsipnya adalah untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput lapangan dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energi tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari ransum dan protein mikroba (Williamson and Payne, 1993).

  Keuntungan yang diperoleh dari pemberian hijauan bersama pakan penguat adalah adanya kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat dimanfaatkan lebih mudah dan lebih banyak populasinya sehingga semakin banyak pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia maka semakin banyak pula protein masuk ke abomasum ruminansia, yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan ternak yang optimal (Murtidjo, 1993).

  Kulit Buah Kopi

  Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%, kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna menghindari penjamuran (Murni et al., 2008). Menurut Semangun (1996), buah terdiri dari Kulit dan biji :

  a. Kulit Kulit terdiri dari : 1.

  Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut ”Exocarp”; lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah

  2. Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. Daging buah ini disebut ”Mesocarp” 3.

Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini

  disebut ”Endocarp”.

  b. Biji Biji terdiri dari dua bagian :

  1. Kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut selaput perak atau kulit ari

  2. Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji terdapat saluran yang arahnya memanjang kedalam, merupakan lubang yang panjang sama dengan bijinya. Sejajar dengan saluran itu terdapat satu lubang yang berukuran lebih sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup. Susunan buah kulit kopi dapat dilihat pada gambar 3.

  Gambar 3. kulit daging buah kopi Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 5% kulit ari dan

  40% biji kopi (untuk manusia). Kulit kopi mempunyai kandungan berat kering (BK) sebesar 91,77%, Protein kasar (PK) sebesar 11,18%, serat kasar (21,74%), Lemak kasar (LK) 2,8%, dan kandungan BETN sebesar 50,8%. Limbah kulit kopi mengandung protein kasar 10,4%, lemak 2,13%. Serat kasar 17,2% (termasuk lignin); abu 7,34%, kalsium 0,48%, posfor, 0,04%, dan energi metabolis 14,34 MJ/kg (Simanihuruk et al, 2009) relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput.

  Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah pengolahan kopi diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi.

  Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan difermentasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan zat gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan difermentasi Zat Nutrisi Kandungan Tanpa difermentasi Setelah difermentasi Bahan Kering (%) 56,79 93,84 Lemak Kasar (%) 4,25 2,34 Serat Kasar (%) 30,40 23,67 Protein Kasar (%) 11,90 15,61 Abu (%) 16,01 17,52 Kadar Air (%) 19,97 15,29 G E (kal/kg) 4,1211 4,2119

  Sumber : Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011) Onggok

  Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah

yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah

varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi

pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi

kayu yang diolah . Moertinah (1984) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi

kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 7.

  Dedak padi

  Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995). Kandungan nutrisi

  dedak padi dapat dilihat pada Tabel 7.

  Bungkil Inti Sawit

  Bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 40% dalam pakan ternak ruminansia tanpa memberikan efek samping yang merugikan Devendra (1997).

  Didukung juga oleh Batubara et al (1993) yang mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan ternak ruminansia ditambah dengan penggunaan molases sebesar 20%. Kandungan nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 7.

  Tongkol Jagung

  Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah.

  Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan ternak ruminansia, di daerah pedesaan tongkol jagung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Suprapto dan Rasyid, 2002). Kandungan nutrisi tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 7.

  Molasses

  Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, yodium, tembaga dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).

  Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi (Rangkuti et al., 1985). Kandungan nutrisi molasses dapat dilihat pada Tabel 7.

  Tabel 7. Kandungan nutrisi bahan penyusun konsentrat (%) Kandungan Nutrisi

  No. Jenis Bahan BK PK LK SK TDN

  a a a a a

  1 Onggok kering 90,17 3,93 0,68 10,92 77,89

  b b b b b

  2 Dedak padi 89,10 13,80 7,80 11,54 64,99

  c c c c c

  3 Bungkil Inti Sawit 91,11 15,89 7,59 17,53 81,00

  d d d d d

  4 Tongkol jagung 66,13 3,99 1,58 28,89 56,89

  c c c

  5 Molasses 67,50 3,40c 0,08 0,38 57,93c

  Sumber : a. Moertinah (1984) b . Tillman et al., (1991)

  

c. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005)

  d. Hartadi et al (1997) Ultra Mineral

  Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya relatif mengandung kurang mineral (terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung defisiensi mineral.

  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak. Diantaranya adalah bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan fali di dalam tubuh (Sumopraswoto, 1993).

  Urea

  Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45% nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat dikombinasikan N dalam urea dengan C, H dan O yang terdapat dalam

  2

  2

  karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997).

  Garam

  Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et al., 1991).

  Na dan Cl diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani (Parakkasi, 1995).

  Fermentasi

  Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perumahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Sembiring, 2006)

  Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (Fardiaz, 1992). Menurut Saono (1974) fermentasi adalah segala macam proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme (jasad renik) melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu.

  Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara pengolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan bakunya. Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dari senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein dan bahan organik lainnya) baik dalam keadaan ada udara (aerob) maupun tanpa udara (anaerob) melalui kerja enzim yang berasal dari mikroba yang dihasilkan (Tjitjah, 1991).

  Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam medium cair (Hardjo et al., 1989).

  Menurut Winarno et al (1980) fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.

  Selama proses fermentasi terjadi bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al, 2006).

  Fermentasi Memakai Mikroorganisme Lokal

  Pembuatan kulit kopi fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain kulit kopi, inokulen cair, dedak halus dari bahan yang akan difermentasi. Alat yang digunakan yaitu plastik untuk alas fermentasi. Kulit kopi diserakkan di atas alas, kemudian disiram dengan inokulen cair secara merata selanjutnya seluruh material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membalik-balik dengan sekop, kemudian ditutup dengan tikar bekas/selimut/sabuk kelapa bekas agar panas yang terbentuk tersimpan baik dan mempercepat proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 5 hari, kulit kopi yang sudah lembek dikeringkan kemudian.

  Pengeringan dilakukan dengan tahapan tertentu dimana dimaksudkan agar mikroorganisme yang berkembang biak menjadi dorman. Pakan yang berisi mikroorganisme dorman diharapkan berfungsi menjadi probiotik. Pertama dilakukan pengeringan di dalam ruangan sampai kebasahan bahan berkurang.

  Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka namun dibawah naungan pepohonan. Demikian diteruskan sampai bahan kering.

  Mikroorganisme Lokal yang digunakan adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

  Mikroorganisme ini mempunyai beberapa sifat : a.

  Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

  volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino b.

  Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air c.

  Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

  Inokulan Cair

  Inokulen cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme dasar dalam inokulen cair ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape,

  Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Pembuatan inokulen cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantung plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantung plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair.

  Konsumsi Pakan

  Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan, Parakkasi (1995) juga menyatakan bahwa pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan yang berkualitas rendah sehingga bila kualitas pakan relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda.

  Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sakit, walaupun gejala penyakitnya belum diketahui, namun nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

  Konsumsi pakan menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan pakan menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Tingginya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Sesuai dengan pendapat Sumadi et al. (1991) bahwa bangsa ternak dapat mempengaruhi konsumsi pakan karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila mendapat pakan dengan kualitas yang sama.

  Tingkat konsumsi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999) dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, yaitu :

  Faktor-faktor yang mempengaruhi palatabilitas pakan yaitu faktor fisik dan kimiawi pakan yang akan berpengaruh terhadap fisiologis ternak dalam ransangan penglihatan, penciuman, dan rasa dalam mengkonsumsi pakan (Church ,1986).

  • Ternaknya sendiri. Faktor ternak terhadap tingkat konsumsi adalah permintaan fisiologis dari ternak tersebut untuk hidup pokok dan produksi sesuai dengan kapasitas saluran pencernaan dari ternak bersangkutan. Semakin banyak bahan makanan yang tidak mudah dicerna dalam ransum, maka tingkat konsumsi akan banyak ditentukan oleh gerak laju digesta dalam rumen dan saluran pencernaan lainnya
  • Makanan yang diberikan. Meliputi kualitas/komposisi bahan makanan, sifat mengisi/bulky dari bahan makanan dan pH rumen
  • Lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara, meliputi temperatur, kelembaban dan sinar matahari.

  Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Kerbau

  Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan ternak itu lahir, dilanjutkan hingga ternak menjadi dewasa (Parakkasi, 1995). Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat pakan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Pond, 1980).

  Laju pertumbuhan ternak setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain potensi pertumbuhan dari masing - masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982), selain hal tersebut laju pertumbuhan ternak juga dipengaruhi oleh jenis, kandungan gizi dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan (Soeparnao dan Davies, 1987). Potensi pertumbuhan juga dipengaruhi oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigor) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim.

  Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1993).

  Konversi Pakan

  Konversi pakan adalah indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan, semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin efisien (Anggorodi, 1990) selanjutnya dijelaskan bahwa konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, besarnya pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Konversi pakan adalah perbandingan atau rasio antar jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan oleh ternak tersebut (Pane, 1986). Menurut Lubis (1992) konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin, bangsa, kualitas dan kuantitas pakan, juga faktor lingkungan yang tidak kalah penting. Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama (Tillman, 1991).

  Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya. Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik, maka ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Martawidjaya et al., 1999).

  Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu, penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat energi pakan (Tillman, 1991).

  Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat - zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Wahyono dan Hardianto, 2004).