PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kesantunan Dengan Daya Semiotika Bahasa Berkampanye Calon Legislatif Partai Golongan Karya Di Kabupaten Labuhanbatu Utara

  

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan berbagai bidang kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, teknologi, olahraga, sosial budaya, maritime, dan kesehatan. Hal ini menjadi sorotan dan menarik pada bidang politik khususnya terkait dengan kampanye yang dilakukan partai politik.

  Partai politik dalam pemilihan umum (pemilu) melakukan kampanye karena bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Kampanye politik dalam pemilu dilaksanakan di Indonesia sekali lima tahun yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia.

  Pemilu merupakan pesta demokrasi untuk menyuarakan isi hati nurani secara langsung, bebas, dan rahasia. Kampanye berdasarkan definisinya merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:498).

  Sehubungan dengan pelaksanaan pemilu, para elit politik menggunakan berbagai gaya bahasa dalam mengurusi pemilu terkait dengan kampanye. Ada yang menggunakan tuturan yang bahasa santun, ada yang menggunakan gaya asing, dan hujatan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bahasa Indonesia dalam aktivitas manusia sehari-hari termasuk yang berkaitan dengan pemilu dalam berkampanye.

  Selanjutnya, partai politik sebagai peserta pemilu tahun 2014 yang legal melakukan kampanye telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat meliputi: (1) Partai Nasional Demokrat (Nasdem), (2) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), (3) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (4) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), (5) Partai Golongan Karya (Golkar), (6) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), (7) Partai Demokrat, (8) Partai Amanat Nasional (PAN), (9) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), (10) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), (11) Partai Bulan Bintang (PBB), dan (12) Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI).

  Kedua belas partai politik ini berlaku secara nasional maka setiap provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan ada kepengurusannya terutama di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura). Dari kedua belas partai politik, penelitian ini terfokus pada Partai Golongan Karya (Golkar). Partai Golkar berdasarkan sejarahnya dulu bernama Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar dengan berlambangkan pohon beringin didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964 oleh golongan militer perwira Angkatan Darat dengan menghimpun organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, dan nelayan. Kemudian Sekber Golkar berubah menjadi partai politik Golkar di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Partai Golkar sebagai peserta pemilu pertama sekali pada tahun 1971. Pada waktu pemilu tahun 1971 Partai Golkar sebagai pemenang pemilu dan kemenangan tersebut berlangsung sampai tahun 1997 (Arrianie.2010:61-70).

  Berdasarkan sejarah partai politik maka peneliti terfokus meneliti Partai Golkar karena (1) lambang dan warna Partai Golkar dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah, (2) Bupati Kabupaten Labura merupakan fungsionaris Partai Golkar, (3) Ketua DPRD Kabupaten Labura adalah Partai Golkar, dan (4) Hanya Partai Golkar yang mengadakan kampanye terbuka bagi masyarakat di Kabupaten Labura.

  Untuk mewujudkan pemilu legislatif yang damai dan berintegritas maka KPU Daerah Kabupaten Labura (KPUD Labura) membagi jumlah kursi setiap daerah pemilihan (dapil) yaitu, dapil 1: Kecamatan Kualuh Hulu, tujuh kursi yang diperebutkan oleh 83 orang calon legislatif (caleg)dari dua belas partai politik; dapil 2 Kecamatan Kualuh Selatan, enam kursi yang diperebutkan oleh 72 orang caleg dari dua belas partai politik; dapil 3: Kualuh Hilir dan Kualuh Ledong, enam kursi yang diperebutkan oleh 69 orang caleg dari dua belas partai politik; dapil 4: Kecamatan Aekkuo danKecamatan Merbau, tujuh kursi yang diperebutkan oleh 78 orang caleg dari dua belas partai politik; dapil 5: Kecamatan Aeknatas dan Kecamatan Nasembilan-Nasepuluh, sembilan kursi yang diperebutkan oleh 103 orang caleg dari dua belas partai politik.

  Dengan demikian, jumlah kursi setiap partai politik berdasarkan dapil yang dibagi KPU yaitu,(1) Partai Nasdem, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, (2) PKB, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, (3) PKS, jumlah semua dapil, (5) Partai Golkar, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, (6) Partai gerinda, jumlah caleg sebanyak 34 orang semua dapil, (7) Partai Demokrat, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, (8) PAN, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, (9) PPP, jumlah caleg sebanyak 33 orang semua dapil, (10) Partai Hanura, jumlah caleg sebanyak 33 orang semua dapil, (11) PBB, jumlah caleg sebanyak 35 orang semua dapil, dan (12) PKPI, jumlah caleg sebanyak 24 orang semua dapil, maka jumlah total caleg partai politik di Kabupaten Labura sebanyak 408 orang dan disahkan oleh KPUDLabura.

  Para caleg yang telah terdaftar di KPUD Kabupaten Labura memiliki nomor urut yang sudah ditentukan oleh masing-masing partai politik. Caleg yang memiliki nomor urut satu belum dapat dipastikan terpilih menjadi anggota legislatif dan begitu juga nomor urut besar belum dapat dipastikan terpilih menjadi anggota legislatif maka caleg yang terpilih menjadi salah satu anggota legislatif berdasarkan Undang-Undang Pemilu No.8 Tahun 2012 adalah suara terbanyak yang dipilih oleh masyarakat.

  Caleg Partai Golkar dalam berkampanye kepada masyarakat menggunakan bahasa. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi dan bahasa nasional bangsa Indonesia. Para caleg Partai Golkar dalam berkampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain yang ditetapkan dalam UU Pemilu No.8 Tahun 2012. Materi kampanye dapat disampikan melalui tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.

  Para caleg Partai Golkar berkampanye dalam pemasangan alat peraga kampanye dilaksanakan dengan pertimbangan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Lihat Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang pemilu dan Paraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 15 Tahun 2013 tentang Kampanye Partai Politik).

  Para caleg Partai Golkar dalam berkampanye harus mematuhi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.15 Tahun 2013dan UU Pemilu No. 8 Tahun 2012 karena ada sebagian caleg Partai Golkar dalam berkampanye kurang menonjolkan visi dan misi Partai Golkar kepada masyarakat, baik itu kampanye ujuran juru kampanye (jurkam) maupun berkampanye secara tulis (semiotika bahasa jargon). Dalam hal ini, para caleg Partai Golkar berkampanye melakukan pendekatan kepada masyarakat umumnya dengan berbahasa sopan dan santun menyapa pada saat berkampanye, misalnya caleg menyapa seorang laki-laki tua dengan kata ‘Bapak’ dan bukan dengan kata ‘kamu’. Ketika caleg menyapa yang lebih muda darinya maka lebih tepat disapa dengan kata ‘Adik’ daripada kata ‘Anda’atau ‘Saudara’.

  Kesantunan bahasa dituntut dapat menyampaikan pesan, informasi, dan tujuan serta mampu menjaga keharmonisan budaya masyarakat. Hal ini, berhubungan dengan norma-norma sosial dan sistem budaya yang berlaku dalam ketersinggungan bahkan kesalahpahaman sehingga dapat memperkecil munculnya konflik dan menciptakan keharmonisan hubungan caleg Partai Golkar dengan masyarakat. Kesantunan berbahasa juga memiliki nilai budaya yang berkaitan dengan ‘kesopanan’, ‘rasa hormat’, ‘sikap yang baik’, ‘ etika berbahasa’, atau ‘perilaku yang pantas’.

  Kesantunan berbahasa merupakan bagian cerminan dalam tatacara berkomunikasi yangdirealisasikan melalui bahasa verbal. Bahasa verbal direalisasikan jurkam dan caleg Partai Golkar melalui maksim dan semiotika bahasa dalam fungsi ujar yakni pernyataan, pertanyaan, perintah, dan tawaran.

  Dalam teori Leech (1983:53) kesantunan berbahasa merupakan ajaran atau kebenaran umum dalam bertindak tutur atau dikatakan maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kesetujuan, dan maksim kesimpatian dalam bertutur sebagai berikut.

  Maksim kebijaksanaan harus meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain ketika bertutur, misalnya silahkan datangke TPS tanggal 9 April 2014. Maksim penerimaan harus memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri dalam pertuturan, misalnya “saya akan meminjami Anda dana kampanye”.

  Selanjutnya, maksim kemurahan harus memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain dalam pertuturan, misalnya “baju partaimu bagus sekali”. Maksim kerendahan hati harus memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dalam pertuturan, misalnya “ caleg itu sangat dermawan pada masyarakat”.

  Selanjutnya, maksim kecocokan harus memaksimalkan kesetujuan di antara penutur dan petutur serta meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka, misalnya kericuhan dalam sidang umum DPR itu sangat memalukan. Maksim kesimpatian harus memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya, misalnya “anak guru berjuang untuk rakyat”.

  Keenam maksim tersebut berkaitan dengan norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Keterkaitan maksim dengan norma sosial dan budaya direalisasikan caleg Partai Golkar dalam berkampanye bagi masyarakat Labura. Realisasi itu sesuai dengan apa yang dikemukakan Halliday (2004:295) bahwa konteks situasi merupakan hubungan antara orang yang berinteraksi disebut pelibat (tenor) berkaitan dengan aktifitas sosial disebut dengan medan (field) berkaitan dengan peran dan fungsi bahasa disebut sarana

  

(mode) . Dalam konteks situasi bahwa bahasa merupakan bagian dari sistem

  semiotika sosial dan hidup dalam konteks sehingga sistem semiotika bahasa bersosialisasi dengan sistem-sistem semiotika lain dan sekaligus juga meminjamkan sistem-sistem antara lain sistem semiotika konteks.

  Hubungan bahasa dengan konteks situasi merupakan hubungan realisasi bahasa sebagai sebuah sistem semiotika sosial. Dengan kata lain, bahasa wujud dalam konteks dan tiada bahasa tanpa sistem konteks sosial. Sistem konteks sosial berada pada tingkat unsur atau strata yaitu petanda dan penanda atau signified

  Dalam penelitian ini, istilah semiotika bahasa yaitu, ‘arti’ yang setara dengan petanda berhubungan dengan makna teks pemaknaan semantics, bentuk berhubungan dengan tatabahasa pengataan lexicogrammar, dan ekspresi yang setara dengan penanda berhubungan dengan bunyi, tulisan, dan isyarat. Konteks- konteks tersebut dihubungkan pada kesantunan dengan daya semiotika bahasa berkampanye caleg Partai Golkar karena daya semiotika bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam budaya berkampanye sehingga konteks situasi, budaya, dan ideologi difungsikan oleh caleg Partai Golkar berkampanye kepada masyarakat Labura.

  Leech dalam Chaer (2010:5-8) mengatakan (a) apa yang harus dikatakan kepada seorang mitra tutur pada waktu dan keadaan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat, (b) ragam bahasa yang paling wajar digunakan dalam waktu dan budaya tertentu, (c) kapan dan bagaimana menggunakan giliran berbicara dan menyela atau menginterupsi pembicaraan orang lain, (d) kapan harus diam dan mendengar tuturan orang,dan (e) bagaimana kualitas suara, apakah keras, pelan, meninggi, dan bagaimana sikap fisik di dalam berkomunikasi sehingga penutur dan mitra tutur dapat dikatakan santun berbahasa apabila menguasai tata cara kesantunan berbahasa. Dengan demikian, kekuatan caleg dalam berkampanye untuk mempengaruhi masyarakat dengan mempersiapkan materi kampanye secara baik, ragam bahasa yang dimengerti masyarakat, bersikap demokrasi bertindak tutur, dan tinggi rendah suara caleg sangat mempangaruhi masyarakat dalam berkampanye.

  Penelitian ini dilakukan dengan alasan yaitu (a) pemilu dilaksanakan di Indonesia sekali lima tahun untuk memilih wakil-wakil rakyat, (b) pesta demokrasi yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia untuk menggunakan hak memilih dan hak dipilih, (c) semua jurkam dan caleg Partai Golkar memainkan peranan fungsi bahasa dalam berkampanye baik bentuk lisan maupun tulisan, (d) para caleg saat pemilu ‘perang bahasa’ dan ‘perang semiotika’ untuk menjadi anggota legislatif masa bakti tahun 2014-2019, dan (e) sejauh pengetahuan peneliti bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan di Kabupaten Labura.

  1.2 Batasan Masalah

  Penelitian ini hanya membahas kesantunan dengan daya semiotika bahasa berkampanye caleg Partai Golkar meliputi: maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kesetujuan, maksim kesimpatian, dan semiotika bahasa dalam fungsi ujar yakni pernyataan, pertanyaan, perintah, dan tawaran yang direalisasikan pada deklaratif, imperatif, dan interogatif.

  1.3Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang penelitian dirumuskan sebagai berikut.

  1. Bagaimanakah kesantunan bahasa berkampanye calon legislatif Partai Golkar di Kabupaten Labuhanbatu Utara?

2. Bagaimanakah daya semiotikabahasa berkampanye calon legislatif Partai

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

  1. Menganalisis kesantunan bahasa berkampanye calon legislatif Partai Golkar di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

  2. Menganalisis daya semiotikabahasa berkampanye calon legislatif Partai Golkar di Kabupaten Labuhanbatu Utara melalui fungsi ujar.

  1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis maupun praktis.

  Manfaat teoritis adalahtemuan penelitian ini memberi kontribusi serta memperkaya khasanah penelitian linguistik sedangkan manfaat praktis adalah penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi masyarakat, pemerhati politik, dan peneliti bahasa. Di samping itu juga, temuan penelitian memberi manfaat praktis kepada jurukampanye partai politik, kepala daerah, dan masyarakat luas ketika dalam berkampanye.

  1.6 Definisi Istilah Agreement : Kesetujuan Approbation : Kemurahan

  Bahasa : Sistem lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Berkampanye : Mengadakan kampanye untuk melawan atau mengadakan Aksi dan sebagainya. atau diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat sudah disampaikan kepada panitia pemilihan.

  Daya semiotika : Kemampuan verbal untuk melakukan sesuatu atau bertindak.

  Data display : Penyajian data dilakukan dalam uraian singkat Golkar : Partai politik golongan karya.

  Interpretant : Tanda yang ada dalam benak seseorang tentang

  objek yang dirujuk sebuah tanda Kesantunan :Kesopansantunan, etiket, tatacara, adat, tatakrama, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

  Kampanye : Kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara.

  Korpus : Data-data yang dipakai sebagai sumber bahan penelitin. Legislatif : Dewan yang berwewenang membuat undang-undang. Maksim : Ketentuan ataukebenaran umum dalam bertindak tutur.

  Mode : Sarana Modesty : Kerendahan hati Nonbiunique : Hubungan satu ke satu Politeness : Kesantunan Politeness principle : Kesantunan berdasarkanprinsip

  Reduksi data : Merangkum pokok dan membuang yang tidak diperlukan

  Seme : Penafsiran

  Semiotika = semiotik : Ilmu kajian tanda Signifier : Penanda Sympathy : Kesimpatian Tact : Kebijaksanaan Tenor : Pelibat Verification : Verifikasi