BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Atas Tugas-Tugas Notaris Sebelum Pelaksanaan Perjanjian Kredit Di Perbankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum di Negara Republik Indonesia semakin diminati oleh berbagai

  kalangan. Apalagi oleh kalangan ademisi yaitu mahasiswa Fakultas Hukum. Mulai dari pengacara, advokat, jaksa, hakim, konsultan hukum dan juga polisi. Bahkan ada profesi hukum yang mulai dilirik untuk kemudian dijadikan profesi yang menjanjikan oleh mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai universitas. Profesi itu adalah Notaris.

  Notaris dalam pengertian sehari-hari yang diketahui secara umum orang atau seseorang yang merupakan pejabat dan dapat mengurus surat-surat berharga seperti: sertifikat tanah, warisan, pendirian perseroan, pendirian yayasan, dan surat- surat lain yang sejenis itu. Namun, pengertian notaris yang sebenarnya yang didefenisikan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang notaris yaitu Undang- Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 namun tetap mempunyai defenisi yang sama pada beberapa pasalnya yaitu pada Pasal 1 nya berbunyi “notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan tugas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-

  Undang ini”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tugas memiliki arti sebagai hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu, sedangkan wewenang berarti kekuasaan untuk membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggungjawab kepada orang lain, sementara Indroharto menjelaskan, wewenang dalam arti yuridis adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.

  1 Selain wewenang, notaris juga mempunyai tugas-tugas yang juga ditentukan

  oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014. Menurut pengertian umum, tugas adalah kewajiban atau suatu pekerjaan yang harus dikerjakan seseorang dalam pekerjaannya.

  Dapat diartikan bahwa tugas adalah suatu pekerjaan yang wajib dikerjakan atau yangg ditentukan untuk dilakukan karena pekerjaan tersebut telah menjadi tanggung jawab dirinya. Sejauh ini tugas hanya diartikan menjadi sesuatu yang sudah sewajibnya dan harus dilakukan bagi seorang individu dalam suatu pekerjaannya.

  Pada akhirnya perlu diingat bahwa tugas dan wewenang memang memiliki persamaan yang sangat mendasar tetapi tetap dalam suatu hubungan sehingga antara tugas dan wewenang harus dilaksanakan bersamaan. Dengan kata lain penyertaan tugas juga berhubungan dengan wewenang.

  Sesuai dengan kesimpulan dari defenisi yang tertera diatas, bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Maka, dalam hal ini,

  2

  akta otentik yang dibuat oleh notaris adalah akta sah yang dapat dipercaya serta

  1 Indroharto,Usaha Memahami Undang-Undang tentang PeradilanTata Usaha Negara, Pustaka Sinar 2 Harapan, Jakarta, 1991, hal.68 Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. V, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 39 berkekuatan hukum tetap dimana apabila akta yang dibuat ada bermasalah, maka hukum nasional akan berlaku terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh akta ini.

  Akta otentik ini sendiri menurut pasal 1868 Kitab Undang

  • – Undang Hukum

  3 Perdata harus mempunyai tiga unsur yaitu sebagai berikut: 1.

  Bahwa akta tersebut dibuat dan diresmikan (verleden) dalam bentuk menurut hukum; menurut ketentuan yang dimaksud disini adalah bahwa bentuk suatu akta ditentukan menurut hukum mengacu atau mengarah kepada bentuk yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan Peraturan Jabatan Notaris yang baru yaitu UU Nomor 2 tahun 2014 yang merupakan Perubahan Atas undang- Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

  2. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; pengertian ini dimaksudkan bahawa yang dimaksud dengan suatu akta yang otentik adalah bahwa suatu akta harus dibuat dengan melibatkan pejabat umum yang berwenang untuk itu, baik dibuat secara langsung oleh pejaat umum itu maupun dibuat secara tidak langsung atau dihadapan pejabat umum itu, seperti contoh berita acara sebuah rapat umum pemegang saham dalam suatu perusahaan.

  3. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya ditempat akta tersebut dibuat, jadi akta itu harus dibuat ditempat 3 wewenang pejabat tersebut membuatnya; uraian singkatnya adalah bahwa akta

  

Dikutip dari Diakses pada tanggal 15 September 2014 tersebut tidak dibuat ditempat salah satu pihak atau ditempat yang tidak layak, kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini dimaksudkan agar terjaganya otentisitas dan kerahasiaan suatu akta. Pendapat yang sama juga mengenai syarat otentik suatu akta juga dikemukakan

  4

  oleh Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta otentik yaitu:

  1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang (bentuknya baku), 2. Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.

  Otentik atau tidaknya suatu akta tidaklah cukup apabila akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan pejabat (notaris) saja. Namun, cara membuat akta otentik haruslah menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Suatu akta yang dibuat oleh pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa ada kemampuann untuk membuatnya atau tidak memenuhi syarat, tidaklah dapat dianggap sebagai akta otentik, tetapi mempunyai kekuatan hukum sebagai akta dibawah

  5

  tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan Selain membuat akta sebagaimana yang telah disebutkan diatas, Notaris juga mempunyai tugas yang lain sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 15 ayat (2)

  Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yaitu:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah

  4 tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  

Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari

2001, hal. 3, dikutip dari Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama,

5 Bandung, 2011, hal. 126.

  

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan kesembilan belas, Liberty,

Yogyakarta, 1998, hal. 142-143

  2. Membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3.

  Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

  4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5.

  Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. Membuat akta yang bekaitan dengan pertanahan; atau; 7. Membuat akta risalah lelang;

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang tertera dalam

  Pasal 15 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris juga mempunyai tugas dan wewenang yang dapat dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi:

  “Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai tugas lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tugas ini diatur dalam suatu produk undang- undang yang lain.”

  Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana yang dimaksud diatas, seorang notaris wajib mengikuti tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas yang dimaksud.

  Pelaksanaan tugas notaris itu tidak semuanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

  Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang baru melainkan ada pula diatur mengenai tata cara dan prosedurnya dalam Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia.

  Dalam prakteknya sehari-hari, salah satu tata cara dan prosedur yang harus dan wajib dilakukan oleh seorang notaris dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah apabila seorang notaris melakukan kerjasama dengan sebuah instansi baik instansi formal ataupun instansi non formal. Disini akan dibahas dan diberikan batas pembahasan kepada instansi formal dan instansi formal tersebut adalah bank.

  Menurut Kuncoro definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas

  6

  pembayaran dan peredaran uang. Karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah, Bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam negeri. Sedangkan menurut Undang

  ‐Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

6 Mudrajad Kuncoro, Suhardjono, Manajemen Perbankan: Teori Dan Aplikasi, BPFE Yogyakarta,

  Yogyakarta, 2002, hal.68 menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

  Pada Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dikatakan ba hwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

  Dari definisi di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya, bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary), maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus

  

unit ) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank memiliki fungsi

  sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of Development) Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial.

  7 Adapun yang menjadi fungsi dari sebuah Bank umum, yaitu : 7

  1. Penciptaan uang

   http://indonesi4ku.wordpress.com/2011/03/15/pengertian-klasifikasi-tugas-fungsi-kegiatan-serta- peranan-bank/, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014

  Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kliring dariclearing sebagai suatu istilah dalam duniamenunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi

  8

  hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut . Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan posisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.

  2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.

  Beberapa jasa yang dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran- setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.

  8 diakses pada tanggal 30 September 2014

  3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.

  Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

  4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.

  Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing- masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.

  5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit

  box ). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank

  memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.

  6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui anjungan tunai mandiri, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

   Berdasarkan pengertian umum dan pelaksanaan fungsinya, bank membutuhkan profesi notaris dalam pelaksanaan sebagian besar dari tugas-tugasnya.

  Disini timbul sebuah tindakan hukum berupa adanya permintaan dan penerimaan notaris sebagai rekan guna tercapainya kepastian hukum dalam dunia perbankan tersebut dan notaris menerima tugas dan wewenang dari perbankan guna membuat kepastian hukum tersebut. Notaris akan menjadi salah satu pertahanan bank di bidang hukum karena notaris akan turut berperan dalam mengawasi dan juga membuat peristiwa hukum dalam transaksi lalu lintas uang seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

  Didalam dunia perbankan, Notaris mempunyai tugas yang juga wewenang untuk membuat tindakan hukum yang pada umumnya bersifat administratif. Dalam tindakan itu sendiri Notaris dapat membuat berbagai macam kontrak atau perjanjian mengenai kredit atau pinjam meminjam, jual beli, sewa menyewa, risalah lelang dan kontrak-kontrak yang dibutuhkan oleh para pihak. Tentunya Notaris juga harus tetap menaati standar pembuatan perjanjian sesuai Undang-Undang.

  Dalam pelaksanaan tugas Notaris tersebut diatas, Notaris dituntut harus dapat membuat keseimbangan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang mempunyai kepentingan didalamnya karena nantinya perjanjian itu adalah peraturan yang akan ditaati oleh para pihak sendiri. Ketika pada saat pemberian fasilitas berupa saran mengenai apa isi dari suatu perjanjian yang diinginkan para pihak dan saran Notaris tersebut diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta Notaris, harus diingat meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta merupakan

  9 perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan Notaris.

  Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, Notaris akan diminta oleh bank untuk bekerja bersama. Kerja sama ini dimulai dari adanya penawaran jasa oleh notaris secara tertulis yang mana didalam penawaran itu ada yang menjelaskan hak dan kewajiban notaris.

  Agar terciptanya hak dan kewajiban yang sesuai dengan prosedur yang 9 berlaku. Proses rekanan ini sendiri mempunyai kecenderungan tidak sesuai dengan

  Habib Adjie, Op Cit, hal. 128 tata cara dan prosedur pelaksanaan tugas dan wewenang notaris seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Pada beberapa bank yang meminta proses rekanan tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan seluruhnya dari bank itu sendiri yang mana hal ini tentu akan membuat notaris tidak bisa bersikap netral sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat (1) butir (a) yang berbunyi “ bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”.

  Hal itu terjadi dalam proses penerimaan rekanan antara notaris dan perbankan. Apabila notaris sudah menjadi rekanan dengan pihak perbankan, ada ditemukan hal- hal yang tidak sesuai dan yang sangat tidak boleh dilakukan oleh notaris. Namun dengan begitu, dalam pekerjaannya, harus digunakan asas praduga tidak bersalah yang membuktikan tidak selamanya notaris yang mau melakukan penyelewangan wewenang tersebut, tetapi karena adanya permintaan dari para pihak yang membuat notaris tidak bisa bertindak dan hal ini sangat tidak dianjurkan.

  Setelah Notaris menjadi rekanan, maka hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang Notaris adalah melakukan pemeriksaan berkas yang akan dilaksanakan perjanjian kreditnya atau kontrak-kontrak lainnya. Dalam pelaksanaan secara yuridis, maka notaris dituntut untuk bisa memeriksa berkas seteliti mungkin agar dapat meminimalisir celah hukum yang timbul dikemudian hari.

  Banyak yang terjadi dalam pelaksanaan tersebut yang tidak sesuai yaitu apabila seorang notaris tidak teliti memeriksa berkas tersebut sehingga terdapat kekurangan berkas apakah itu kekurangan berkas dalam hal identitas para pihak, atau jaminan debitur yang sedang dalam proses di instansi lain sehingga pada saat itu tidak bisa dilihat aslinya oleh notaris.

  Hal diatas yang dapat dijadikan salah satu contoh konkrit yang harus dilakukan oleh notaris yang dapat menghindarkannya dari situasi yang dapat berakibat hukum yang tidak baik kepada dirinya sendiri dalam posisi jabatannya.

  Apabila kemudian para pihak memaksakan kehendaknya untuk melaksanakan perjanjian kredit itu pada hari itu juga, maka yang terjadi adalah ketimpangan dalam hal keamanan jaminan dimana hal ini akan membuat pihak perbankan dalam posisi yang tidak aman karena jaminan tersebut tidak bisa dikuasai oleh bank untuk dijadikan jaminan. Maka Notaris setelah memberi saran hukum dan tetap para pihak memaksakan kehendaknya, Notaris akan mengikatnya dengan tentunya akan terjadi beberapa perbuatan hukum yang tidak sesuai dengan kejadian hukum yang sebenarnya.

  Maka akta hasil dari perbuatan hukum yang tidak sempurna bisa dikategorikan akta atau perjanjian dibawah tangan saja yang mana dalam Pasal 1874 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang ditandatangani sebagai tulisan dibawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum. Dalam hal ini pejabat umum yang dimaksud salah satunya adalah notaris. Maka, pembuktian kedua akta ini jelas berbeda, dimana akta otentik mempunyai tiga macam

  10

  pembuktian seperti yang diutarakan Retnowulan Dan Oeripkartawinata, yaitu: 1.

  Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.

2. Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa tersebut dala akta itu telah terjadi.

  3. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah datang menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar. Sedangkan akta atau perjanjian dibawah tangan kekuatan pembuktiannya sudah jelas akan sangat tergantung kepada kebenaran ata pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda-tangannya. Apabila suatu tanda tangannya diakui oleh para pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta otentik.

  Dalam hal terdapat tugas dan kewajiban notaris yang mengharuskan notaris melihat kembali mekanisme atau prosedur penandatanganan perjanjian tersebut, Notaris harus dapat memahami proses pelaksanaan penandatanganan akta perjanjian 10 kredit itu, dan hal itu juga harus dilihat dari seluruh aspek baik itu hak dan kewajiban

  

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata: Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek , cetakan kedelapan, Mandar maju, Bandung, 1997, hal.49 debitur, perbankan, para saksi dan notaris itu sendiri. Maka otentisitas akta tersebut sudah juga melanggar syarat-syarat mutlak dalam pembuatan sebuah perjanjian apabila sebenarnya dalam hal sebelum penandatanganan akta tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang seharusnya seperti yang telah ditetapkan seperti tercantum di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, dimana pengertian dari sepakat mereka mengikatkan dirinya adalah bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju satu sama lainnya mengenai hal-hal apa saja yang dibuat di dalam perjanjian itu dan juga hal tersebut berlaku secara

  11

  timbal balik dengan pihak lainnya ; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, mempunyai pengertian bahwa setiap individu yang ingin membuat perjanjian secara hukum harus sudah dewasa, sehat pikirannya. Sementara orang yang dinilai belum cakap menurut

  Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

  a. Orang-orang yang belum dewasa;

  b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

  c. Orang perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang- Undang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu;

  3. suatu hal tertentu, maksudnya adalah bahwa apa yang akan diperjanjikan 11 kemudian haruslah sudah jelas sebelumnya, jangan apa yang diperjanjikan

  R. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan kesembilan belas, PT. Intermasa, Jakarta, 2002, hal. 17 tidak menjadi jelas atau bersifat sumir, misalnya barang dari yang diperjanjikan jelas jenis, merek, fungsinya, dan identitas pendukung lainnya;

  

4. suatu sebab yang halal, maksudnya adalah bahwa sudah jelas isi dari perjanjian

  itu sendiri harus mempunyai kausa yang halal. Semisalnya saja seseorang membuat perjanjian untuk membunuh seseorang, meskipun perjanjian atau kerjasama itu dibuat dengan menggunakan segala kelengkapan dan persyaratan yang dibutukan untuk membuat sahnya sebuah perjanjian, tetap saja hal itu tidak bisa dilakukan dan diakui secara sah karena hal itu sudah Undang- Undang dan tidak halal, hal ini dikarenakan ada syarat subjektif yaitu syarat

  yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para

  12 pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.

  Apabila ada salah satu unsur diatas yang tidak dapat dipenuhi, maka akta itu akan disebut akta yang cacat secara hukum, mengenai akta itu batal atau tidaknya akan dibuktikan lebih lanjut kemudian karena tidak serta merta apabila suatu akta atau perjanjian yang cacat hukum akan otomatis batal. Pada 12 hakikatnya kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut

  

Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan (Pasal 1335 KUHPerdata). Jika tidak

dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab

lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 KUHPerdata), dikutip dari Ibid. harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang

  13 tertulis dalam akta tersebut .

  Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 84 UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tidak mengatur dengan tegas mengenai akta notaris dapat dijadikan pembuktian dibawah tangan atau batal demi hukum. Batasan yang tidak jelas tersebut memiliki pengertian dan akibat hukum yang alternatif, dimana untuk batalnya suatu akta menjadi batal demi hukum ata menjadi akta dibawah tangan

  

14

  mempunyai kriteria sebagai berikut: 1.

  Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan akta yang mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan.

  2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, maka pasal lainnya yang dikategorikan Pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris, termasuk akta yang batal demi hukum.

  13 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang 14 Jabatan Notaris) , Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 121.

  

Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika

Aditama, Bandung, 2008, hal. 94.

  Sehingga akibat dari batalnya akta tersebut menurut Undang-Undang Nomor

  30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pasal 84 ayat (1) setidaknya mempunyai tiga sanksi, yaitu:

1. Batal demi hukum; 2.

  Dapat Dibatalkan; 3. Sebagai pembuktian dibawah tangan;

  Penjelasan yang dapat disimpulkan mengenai ketiga butir diatas adalah sebagai berikut:

  1. Batal demi hukum, akibatnya adalah seluruh perbuatan hukum yang dilakukan tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau berdaya surut, dalam praktiknya menjadi batal demi hukum dengan didasarkan terlebih dahulu kepada putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; 2. Dapat dibatalkan, yaitu perbuatan hukum yang tidak memiliki akibat hukum sejak terjadinya pembatalan yang pembatalan atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung kepada pihak ketiga, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dibatalkan. Akta yang dibatalkan ini masih tetap berlaku dan mengikat selama putusan pengadilan belum tetap; 3. Akta tersebut dianggap tidak pernah ada karena tidak memenuhi unsur essensial suatu akta, secara praktik sebenarnya tidak diperlukan putusan pengadilan tetapi demi menjalankan prosedur tersebut tetap dimintakan putusan pengadilan dan hasilnya akan menjadi sama dengan akta yang batal demi hukum.

  Tetapi dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berlaku sebaliknya dengan menghapus pasal tersebut, sehingga mengenai kebatalan dan pembatalan akta ini menjadi semakin tidak jelas, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

  Mengenai kebatalan akta ini juga telah diatur walaupun tidak begitu lengkap dalam pasal 1444 sampai pasal 1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

  Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan

  15 atau ketertiban umum.

  Hal itu sedikit dari banyak perbuatan hukum notaris terkait dengan pelaksanaan kepastian hukum dalam dunia perbankan sebelum melaksanakan penandatanganan perjanjian kredit.

  Kemudian timbul pertanyaan apakah beberapa hal tersebut diatas sebenarnya diperbolehkan atau tidak tentu akan dibahas pada bab berikutnya bersamaan dengan 15 beberapa hal lain yang selama ini masih banyak terjadi dikalangan notaris.

  

Menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa azas kebebasan berkontrak merupakan suatu kebutuhan

bagi masyarakat mana saja yang telah menerima budaya industri dan perdagangan, dengan kata lain

apabila suatu masyarakat telah memasuki atau paling tidak telah bersentuhan dengan budaya industri

dan perdagangan, eksistensi asas kebebasan berkontrak hendaklah diteria di masyarakat tersebut,

Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yudika, Fakultas Hukum Universitas

Airlangga, Volume 18, Nomor 3, Mei 2003, hal. 203, dikutip dari Ibid, hal. 124.

  Hal inilah yang membuat sesungguhnya profesi dari seorang notaris justru diuji. Karena terkadang kesalahan atau ketidakjelasan dari sebuah peristiwa terkait dengan profesi notaris ini tidak selalu dapat ditaksir dengan jelas oleh undang- undang tentang etika dan profesi notaris, maka tidak sedikit dari notaris - notaris terjebak dalam celah tersebut dengan mengambil suatu tugas dan wewenang notaris dengan mengabaikan amanat undang-undang.

  Dengan kejadian diatas, kemudian timbul suatu pertanyaan apakah sebenarnya pelaksanaan tugas dalam profesi notaris bisa dikesampingkan oleh para pihak dalam dunia perbankan sebelum pelaksanaan perjanjian kredit hanya demi kepentingan para pihak. Apakah hal semacam ini ada atau tidak diatur dalam suatu produk undang - undang, lantas apakah notaris ada memperoleh keuntungan atas kejadian tersebut terkait tugas yang belum tentu diketahui apakah menjadi haknya untuk mengerjakan tugas tersebut, bahkan bila seorang klien dengan itikad tidak baik menjanjikan sejumlah imbalan yang sangat menggiurkan.

  Untuk seluruh hal diatas nantinya akan dibahas di dalam Bab II tentang pembahasan mengenai pelaksanaan peraturan hukum mengenai notaris secara mendalam dan dengan bahasa yang dapat dimengerti.

  Tentunya juga seperti yang telah tertulis di dalam Pasal 1337 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa segala hal yang diperjanjikan itu tidak boleh melanggar ketentuan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku termasuk juga apabila perjanjian tersebut tidak boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.

  Notaris diharapkan mampu dan cermat melihat keadaan, apabila dalam sebuah peristiwa hukum notaris berhak menerima keuntungan atas tugasnya, maka di lain sisi notaris diharapkan juga mematuhi segala ketentuan peraturan perundang-undangan, karena notaris justru menjadi pertahanan terakhir dari pihak yang membutuhkan jasa dan sarannya dalam bidang hukum keperdataan agar seluruh klien atau orang yang ingin mencari kebenaran terhadap suatu perjanjian dapat memperolehnya di notaris karena perbuatan yang terkait profesi notaris ini menghasilkan sebuah peristiwa hukum yang berlaku bagi para pihak. Peristiwa hukum ini tentu saja dibuat dengan sadar dan akan ditaati para pihak.

  Peristiwa hukum yang terjadi dalam profesi notaris ini ada menghasilkan dua peristiwa hukum apabila dilaksankan yaitu peristiwa hukum yang menghasikan produk hukum yang sempurna dan dapat dieksekusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan yang lain adalah peristiwa hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sehingga tidak dapat dieksekusi sebagaimana yang diharapkan.

  Didalam penelitian ini akan dibahas bagaimana proses pelaksanaan peristiwa hukum sehingga mengakibatkan peristiwa hukum yang dihasilkan oleh para pihak yang mengakibatkan notaris juga terikut kepada peristiwa hukum yang tidak sempurna. Hal ini dirasa penting mengingat setiap peristiwa hukum di dalam dunia perbankan tanpa dirasakan secara langsung menghasilkan kontribusi besar kepada struktur perekonomian nasional. Tentu bila yang dihasilkan peristiwa hukum yang pada dasarnya sudah tidak baik maka akan mengganggu stabilitas perkonomian secara nasional.

  Salah satu lagi yang dapat dijadikan contoh dalam dunia perbankan sehari-hari adalah apabila terjadi kredit macet dalam sebuah bank yang nilai hutangnya mencapai miliaran rupiah. Debitur mempunyai jaminan yang sebenarnya bisa menutupi hutangnya tersebut. Tetapi karena peristiwa hukum yang terjadi yaitu penandatanganan akta perjanjian kredit yang tidak mengikutsertakan pasangan debitur sehingga mengakibatkan perjanjian tersebut cacat. Peristiwa hukum tersebut adalah peristiwa hukum negatif yang dihasilkan antara debitur dengan bank melalui notaris yang mana notaris seharusnya sudah lebih dulu menyadari hal ini. Tentu ini akan merugikan salah satu pihak sehingga membuat bank tidak bisa menarik seluruh jaminan-jaminan yang diserahkan debitur.

  Selain itu juga nantinya di dalam penelitian ini akan dibahas sejauh mana ketelitian notaris dalam membuat akta-akta, menjadi konsultan hukum bagi mereka yang membutuhkannya dan juga bagi mreka yang mau menjadi rekanan notaris tersebut baik individu maupun korporasi.

  Maka, dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan tadi di bagian awal dari Bab I ini, maka perlu diadakan pengembangan lebih jauh mengapa notaris melakukan hal-hal tersebut diatas, apa yang menjadi hambatannya serta bagaimana penyelesaiannya.

B. Rumusan Permasalahan

  Adapun yang menjadi rumusan permasalahan yang telah disiapkan untuk kemudian akan dibahas yaitu sebagai berikut:

  1. Bagaimana pelaksanaan tugas-tugas yang dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit di perbankan?

  2. Bagaimana pengaturan hukum terhadap tugas-tugas yang dilakukan oleh notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit tersebut?

  3. Bagaiamana pertanggungjawaban seorang notaris kepada para pihak apabila dalam proses penandantanganan perjanjian kredit tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang didasarkan kepada rumusan permasalahan diatas yaitu: a)

  Agar dapat diketahui tugas yang bagaimana yang dilakukan oleh notaris sebelum dilaksanakan perjanjian kredit antara perbankan dan debitur.

  b) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengaturan tentang tugas yang dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit antara perbankan dan debitur-debiturnya.

  c) Untuk mengetahui pertanggungjawaban notaris apabila dalam pelaksanaan penandantanganan perjanjian kredit tidak sesuai sesuai dengan peraturan

  Perundang-Undangan Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas

  Peraturan Perundang-Undangan Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

  2. Manfaat Penelitian Sangat diharapkan manfaat positif dari hasil penelitian ini dimana ada 2 manfaaat penelitian yang bisa dikaji, yaitu sebagai berikut.

  a) Secara teoritis

  Bahwa dengan adanya penulisan terhadap notaris melalui penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan suatu pengetahuan baru maupun tambahan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

  Dalam kaitannya dengan ilmu hukum, agar penulisan penelitian ini dapat menjadi salah satu aspek yang layak untuk dikaji dari segi yuridis dimana sangat penting mengetahui sebenarnya tugas dan wewenang Notaris sehingga masyarakat juga mengetahui apakah notaris melaksanakan wewenangnya di dunia perbankan dengan tepat atau tidak.

  Tugas dan wewenang disini terutama sekali yaitu sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam peraturan Perundang-Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.

  Apabila nantinya masyarakat ingin mengetahui apakah tugas seorang notaris itu menyalahi aturan atau mengarah kepada hal tersebut, maka untuk menjamin keamanan dan kenyamanan mereka ketika akan melakukan tindakan-tindakan hukum, maka notaris dapat diingatkan untuk melakukan tugas dan wewenanganya sesuai dengan apa yang telah diamanatkan kepadanya untuk kemudian dapat ditaati bersama.

  b) Secara praktis

  Yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari kelak apabila ada dari segenap pembaca yang ingin melakukan tindakan hukum baik dihadapan atau dilakukan oleh Notaris, maka pembaca yang budiman sekalian dapat mengetahui sampai sejauh mana hak dan kewajiban Notaris sesuai dengan peraturan Perundang- Undangan Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris

  Tentunya semua ingin agar tercapainya kepastian hukum dalam tugas seorang notaris sehingga terciptalah keharmonisan hukum ditengah-tengah masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

  Penulis telah meneliti bahwa judul yang dipilih oleh penulis belum pernah ditulis maupun diteliti untuk kemudian dijadikan penelitian berupa tesis dan disertasi di Fakultas Hukum Sumatera Utara khsusunya di Program Pascasarjana dan Magister Kenotariatan.

  Ada beberapa penelitian yang dianggap mirip dengan judul yang ditulis oleh penulis dengan penelitian yang telah ada dan dilakukan oleh Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Perbandingan Fungsi Pengawas Notaris Sebelum dan Sesudah Berlakunya

  Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004. Penelitiannya membahas tentang Fungsi Pengawas Notaris sebeleum adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 maupun setelah undang-undang tersebut ada. Ditulis oleh Sri Endang Erlitna, mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2003. Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

  a) Bagaimanakah pengawas melakukan pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris?

  b) Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya?

  c) Bagaimana paradigm pengawasan sesudah berlakunya Undang-Undang

  Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris? 2.

  Pelanggaran Hukum Pidana yang dilakukan oleh Notaris dalam membuat Akta otentik. Penelitiannya membahas tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris sehingga mengarah kepada pelanggaran yang sifatnya pidana. Penulisnya adalah Maria Magdalena Barus, seorang Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2008. Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

  a) Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh notaris dalam membuat akta otentik? b) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya pelanggaran hukum yang dilakukan notaris dalam membuat akta otentik yang menimbulkan tindak pidana?

  c) Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan notaris yang menimbulkan tindak pidana dalam membuat akta otentik?

  3. Analisis hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu yang dibuat oleh Notaris. Penelitiannya membahas akta otentik yang didalamnya mengandung keterangan palsu. Ditulis oleh Yusnani, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan tahun angkatan 2005.

  Yang menjadi rumusan masalah dalam tesis ini adalah:

  a) Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta notaris yang mengandung keterangan palsu? b)

  Bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan keterangan palsu dalam akta otentik? c)

  Bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu? Dari beberapa judul yang ada diatas, diyakini dan dipastikan bahwa uraian dari penulisan karya ilmiah ini jauh berbeda, dengan demikian bahwa penelitian ini benar-benar asli dan bukan hasil jiplakan dari penelitian atau penulisan karya ilmiah orang lain sehingga karya ilmiah ini dapat dipertanggungjawabkan secara penuh.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi

  1. Kerangka Teori Landasan atau kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori-teori, penelitian mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir

  16

  dalam penulisan Menurut Sugiyono, fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa yang digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk memberikan jawaban

  

17

sementara terhadap masalah yang diajukan.

  Karena penulisan dari penelitian ini membahas tentang tinjauan yuridis atas tugas yang dilakukan notaris sebelum melaksanakan perjanjian kredit di perbankan agar sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga tercipta suatu keadaaan dimana tugas seorang notaris tidak berakibat kepada produk atau peristiwa hukum yang tidak baik atau negatif sehingga mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak, maka diharapkan dalam pelaksanaannya dapat dihindari sehingga manfaat hukum secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat dan terciptalah kondisi yang kondusif dan tertib 16 hukum. Untuk itu, ada teori yang perlu dikembangkan dalam penelitian ini yaitu teori

  

M. Solly Lubis dalam Muhamamd Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat

17 Kecil , Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal.36 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983, Hal. 200

  Wewenang atau Tugas atau lebih dikenal kepada Van Bevogheid Theorie. Teori tugas dikembangkan oleh Philipus M. Hadjon. Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa “wewenang” (bevogheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.”

  Kalimat ini berarti bahwa setiap orang yang diberikan wewenang pasti juga akan mempunyai kekuasaan dalam pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan wewenang yang diperolehnya tersebut. Maka tugas dan wewenang adalah dua sikap yang saling berkaitan dan bahkan dapat disamakan.

  Sementara Ferrazi mengatakan bahwa wewenang adalah sebagai hak untuk menjalankan suatu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atas suatu

  18 urusan tertentu.

  Apabila diteliti lebih jauh mengenai kedua pengertian tentang tugas dan wewenang diatas, maka akan diperoleh paling tidak tiga unsur. Adapun ketiga unsur tersebut adalah:

  a) Pengaruh

  Pengaruh dapat diartikan sebagai penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan subyek hukum.

18 Ganjong, pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, 2007, Hal. 93

  b) Dasar hukum

  Dasar hukum disini maksudnya adalah bahwa setiap wewenang yang diberikan harus mempunyai dasar hukum pelaksanaannya.

  c) Konformitas Hukum

  Maksudnya adalah adanya standar wewenang yng diberikan baik untuk keseluruhan wewenang maupun untuk wewenang yang khusus.