Pengaruh Status Sosial terhadap Perilaku

Pengaruh Status Sosial terhadap Perilaku Serigala (Canis lupus) Melolong
Farhana Assagaff1 (0104512003)
Program Studi Biologi (Bioteknologi), Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Al
Azhar Indonesia
ABSTRAK
Setiap hewan memiliki perilakunya masing-masing yang berbeda dengan
hewan lain. Sama dengan serigala (Canis lupus), serigala memiliki perilaku saat
berkomunikasi dengan anggota kelompoknya (pack) yaitu dengan cara melolong.
Serigala (Canis lupus) merupakan hewan karnivora dan termasuk hewan mamalia,
memiliki waktu hidup sekitar 8-12 tahun, panjang badan hingga 2 meter (mulai dari
hidung hingga ujung ekor), dan berat badan lebih dari 50 kg. Beberapa penelitian
besar telah membahas fungsi vokalisasi hewan. Salah satunya adalah vokalisasi
serigala saat melolong, vokalisasi ini mungkin di dorong oleh emosi dan kondisi
fisiologis yang ditimbulkan adanya perubahan lingkungan sosial dan ekologi. Dengan
penelitian ini, bertujuan untuk membuktikan apakah lolongan serigala mempengaruhi
status sosial dan psikologis mereka. Pada penelitian ini digunakan beberapa metode,
yaitu pengumpulan dan analisa data pengamatan (sampel hewan fokal, hubungan
dominan, dan hubungan afiliatif), pengumpulan dan analisa data eksperimen
(eksperimental set-up dan prosedur eksperimen), pengumpulan sampel air liur, dan
statistik. Hasil pengamatan pada pengaruh kolerasi fisiologis stress (kortisol) dan
tingkat sosial adalah serigala meraung lebih sering ketika ada teman dekat atau

anggota yang dominan dalam kelompok pergi jauh. Pada penelitian ini juga
membuktikan adanya faktor sosial dan faktor psikologis saat serigala melolong.
Kata kunci : serigala (Canis lupus), vokalisasi lolongan, kadar kortisol, faktor sosial,
factor psikologis
PENDAHULUAN
Hewan memiliki bermacam-macam perilaku untuk bertahan hidup dan
berkomunikasi dengan keluarga dan kawanannya, misalnya cara berkomunikasi,
berburu, perkawinan, dan cara bertahan hidup. Sama halnya dengan seigala, serigala
memiliki perilaku berkomunikasi dengan antar kawanannya dengan melolong.
Beberapa penelitian besar telah membahas fungsi vokalisasi hewan. Salah satunya
adalah vokalisasi serigala saat melolong, vokalisasi ini mungkin di dorong oleh emosi

dan kondisi fisiologis yang ditimbulkan adanya perubahan lingkungan sosial dan
ekologi. Selama ini belum ada penelitian yang menyelidiki pengaruh emosional dan
faktor kognitif pada penggunaan vokal hewan. Dengan penelitian ini, bertujuan untuk
menguraikan kontribusi relatif dari kedua mekanisme dengan memeriksa melolong di
kawanan serigala. Dengan menggunakan metode percobaaan pemisahan dan
mengukur kadar kortisol, dan secara khusus melakukan investigasi untuk mengetahui
apakah melolong serigala merupakan respon stres fisiologis fragmentasi kelompok
dan apakah hal itu dipengaruhi oleh faktor sosial dan kualitas hubungan antar

kawanan.
TINJAUAN PUSTAKA
Serigala (Canis lupus) merupakan hewan karnivora. Serigala termasuk hewan
mamalia, panjang badan hingga 2 meter (mulai dari hidung hingga ujung ekor), dan
berat badan lebih dari 50 kg (Johnson 2010). Serigala merupakan anggota keluarga
anjing terbesar, yang termasuk keluarga anjing selain serigala antara lain, rubah,
koyote, anjing liar,anjing domestik (Marsh 2012). Serigala, anjing dan yang lainnya
memiliki umur hidupnya dari 12-15 tahun (Spelman 2012). Serigala ditemukan di
seluruh dunia, hidup di daerah panas seperti padang pasir dan di daerah dingin seperti
Kutub Utara (Marsh 2012). Serigala pada umumnya adalah serigala abu-abu, namun
sebenernya terdapat 30 lebih macam-macam jenis serigala, misalnya serigala artik,
serigala Iberian, serigala Arab,serigala merah dan lain-lain (Marsh 2012).

Sumber : http://animals.nationalgeographic.com/animals/mammals/wolf/

Hasil penelitian genetik pada serigala merah menunjukan keterkaitan lebih
erat dengan koyote daripada serigala lainnya (Spelman 2012). Serigala memiliki
telinga yang dapat berputar-putar seperti antenna radar berfungsi untuk mendeteksi
suara-suara lemah yang tidak hanya berasal dari mangsanya) (Johnson 2010).
Serigala hidup dengan berkelompok yang disebut packs (Spelman 2012). Serigala

memiliki pemimpin yang disebut alpha (Marsh 2012). Dalam satu pack, mereka
memiliki alpha jantan dan betina (Marsh 2012). Ketika mendapatkan hasil buruan,
pasangan alpha akan mendapatkan jatah makanan pertama dan paling banyak dari
anggota pack (Johnson 2010).
Bayi serigala disebut pups (Marsh 2012). Serigala betina bisa melahirkan 4-6
pupus tiap tahunnya (Spelman 2012). Bayi serigala dapat mulai berburu dengan
kawanan saat umur 6 bulan (Marsh 2012). Ketika serigala muda berumur 2-3 tahun,
mereka akan pergi dari induknya untuk mencari pack mereka sendiri (Marsh 2012).
Serigala merupakan salah satu hewan yang terancam punah karena perburuan
liar oleh manusia dengan berbagai alasan biasanya digunakan untuk membuat
pakaian (Marsh 2012).Beberapa orang khawatir terhadap serigala yang akan punah,
maka sekarang telah terbentuk undung-undang resmi perlindungan serigala (Marsh
2012).
METODOLOGI
Subyek
Sembilan serigala yang berpartisipasi dalam penelitian ini lahir di
penangkaran, Amerika Utara.Tiga serigala (2 jantan, 1 betina) dari dua tempat lahir
yang berbeda, di Herbestein, Zoo, Syria, Austria pada bulan Mei 2008. Enam serigala
tambahan dari tempat lahir berbeda pada bulan Mei 2009. Serigala tersebut yang telah
dibesarkan oleh manusia akan dikelompokan dengan umur yang sama.

Pengumpulan dan Analisa Data Pengamatan
Sampel hewan fokal
Untuk menentukan hubungan sosial dalam setiap pack, dikumpulkan data
perilaku sosial semua individu dari bulan Januari-April 2011 oleh sampel hewan
fokal [S1] menggunakan komputer genggam (HP ipaq) dengan program perangkat
lunak Pocket Observer (The Observer XT 10,0, Noldus Teknologi Informasi, BV,
Wagenigen, Belanda). Focal sampel adalah sekitar 10 menit dan setiap sampel
individu dilakukan hanya sekali per hari. Sampel secara acak didistribusikan dan
hanya dikumpulkan selama waktu ketika semua anggota pack hadir dan tidak ada

gangguan yang terjadi (Misalnya kunjungan pack, pengunjung di taman). Jika seekor
binatang keluar dari pandangan, seluruh pengamatan focal diulang (N = 1). Untuk
pengamatan dikumpulkan 8 sampel per hewan selama periode pengamatan
keseluruhan. Semua data dikumpulkan oleh pengamat yang sama (FM).
Hubungan Dominan
Peringkat dominan untuk individu dalam setiap pack dihitung berdasarkan
hasil atletik mereka dan interaksi dominan dengan anggota pack lain menggunakan
skor David. Skor David untuk setiap anggota, i, sebungkus dihitung dengan rumus:
DS = w + w2- l - l2
w merupakan jumlah dari nilai Pij, nya i

w2 adalah nilai-nilai w dijumlahkan (ditimbang sesuai dengan nilai Pij) dari individu
yang berinteraksi dengan i,
l merupakan jumlah dari nilai Pji nya i
l2 mewakili nilai-nilai l yang dijumlahkan (ditimbang dengan nilai Pji) dari
individu yang berinteraksi dengan i.
Hubungan Afiliatif
Untuk mengetahui hubungan antara anggota pack, digunakan jumlah interaksi
afiliatif yang memiliki data dari dua pack berbeda yang mungkin berbeda dalam
perilaku afiliatif mereka secara keseluruhan kemudian akan menghitung ukuran
standar sosialitas. Secara khusus kami menghitung tingkat/min. interaksi afiliatif
antara angka dua A + B dan dibagi dengan tingkat rata-rata/interaksi positif di
tingkat pack (menit). Semakin tinggi indeks sosialitas, semakin kuat hubungan
antara individu.
Pengumpulan dan Analisa Data Eksperimen
Eksperimental Set-up
Selama jalan-jalan (kondisi tes), satu binatang selalu dibawa keluar selama 45
menit untuk berjalan kaki ke hutan. Uji kontrol dilakukan baik satu hari sebelum atau
setelah dijadwalkan berjalan di jam yang sama per hari. Selama sesi kontrol, individu
yang sama sesuai jadwal untuk berjalan masing-masing dimasukkan ke dalam
pengujian kandang visual terpisah dari pack yang sisa dengan jumlah waktu yang

sama. Kondisi yang di uji dan kontrol dilakukan setiap 3 kali per individu, yaitu
setiap individu meninggalkan pack sebanyak 6 kali.
Prosedur Eksperimental
Memisahkan individu dari pack yang memilik rutinitas sehari-hari dari Wolf
Science Center. Dalam meminimalkan stres dan agresi karena pemisahan pack,
dengan protokol yang ketat dan melibatkan dua orang yang akrab dengan binatang
dan telah dilatih prosedur pemisahan ini. Kemudian setiap kandang yang tinggal di
sana dilakukan dengan sistem tunneling (sistem pena kecil yang terhubung dengan

pintu yang dapat dioperasikan dari luar). Dari sistem tunneling, subjek dapat
dilepaskan baik ke airlock dengan menggeser pintu dan dapat diambil untuk berjalanjalan (kondisi test) atau dapat bergeser melalui lebih lanjut kompartemen ke kandang
pengujian (kondisi kontrol). Dalam kondisi pengujian, hewan tersebut dipasangkan
kalung di leher mereka dengan panjang tali 10 meter. Kemudian mereka
meninggalkan airlock dengan pelatih mereka dan mulai menuju hutan
terdekat. Selama 100 meter pertama, mereka masih terlihat dari pack yang tinggal,
tapi kemudian mereka menghilang di balik semak-semak. Dalam kondisi kontrol,
subjek membiarkan ke kandang pengujian dimana ia juga berpartisipasi dalam tes
perilaku lainnya yang keluar dari pandangan dari teman pack-nya.
Pengumpulan dan Analisa Sampel Air liur
Serigala dikeluarkan untuk berjalan-jalan selama 20 menit, kemudian

mengumpulkan air liur serigala sebagai sampel. Waktu pengambilan sampel ini
berdasarkan penelitian yang menunjukan bahwa kadar kortisol puncak 20 menit
setelah anjing bertemu stressor.
Statistik
Model linier efek campuran yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel penjelas (misalnya, perbedaan kortisol) pada variabel respon (misalnya, ratarata jumlah lolongan). Karena dalam penelitian ini telah menggunakan sampel dari
individu yang sama berulang kali sebagai subyek dan individu yang dipisahkan dari
pack, maka mereka semua dipasangkan sebagai faktor acak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, menunjukan bahwa hewan mampu dengan fleksibel
melakukan pengolahan vokalisasi residen. Komunikasi merupakan sebuah proses
interaktif yang melibatkan pemahaman dan produksi vokal. Berbagai penelitian
menunjukan bahwa hewan produksi vokal dapat bervariasi sesuai dengan konteks
sosial hewan tersebut. Banyak yang mengatakan bahwa produksi vokal dimodulasi
semata-mata oleh keadaan emosi saat koneksi ini. Misalnya pada marmut kuning
(Marmota flaviventris) alarm panggilan menghasilkan korelasi yang tinggi dengan
produksi glukokortikoid. Manipulasi eksperimental sintesis glukokortikoid pada
rhesus kera (Macaca mulatta) juga mengurangi kemungkinan menghasilkan alarm
panggilan. Pada penelitian ini, menyelidiki fleksibilitas sosial serigala yang melolong
dan berusaka untuk menganalisa sejauh mana fleksibilitas ini di modulasi oleh kadar

hormon stress. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa serigala melolong
sebagai alat komunikasi dengan sesama kawanannya (pack) yang terpisah dan
mengumpulkan kembali antara individu yang tersebar.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan lolongan serigala berguna sebagai kontak
jarak jauh seperti sejumlah spesies burung. Lolongan dapat dilakukan oleh serigala
tunggal atau bersamaan dengan anggota pack. Tampaknya secara fleksibel
disesuaikan terhadap lingkungan sosial, karena pola melolong berbeda dengan ada

atau tidaknya individu yang dominan. Serigala baik sendiri atau dalam kelompok
(chorus) dimana biasanya semua melolong sebagai bagian dari paduan suara (Joslin
1967). Walaupun melolong dalam paduan suara, lolongan memiliki frekuensi yang
berbeda yang
membentuk ketidakharmonisan (Theberg 1967). Hal ini
mengakibatkan sulitnya membedakan antar mereka karena adanya saling tumpang
tindih (Tooze et al. 1990). Namun, bagaimana perbaikan pola lolongan adalah status
sosial dari antar individu dan peran aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal(HPA).
Penelitian ini menyelidiki apakah melolong pada sembilan serigala dari dua
pack di Science Center Wolf, Austria, dipengaruhi oleh status dominasi serigala
terpisah dari pack tersebut, hubungan afiliatif dengan individu yang terpisah, dan
respon stress HPA lolongan. Jika hubungan ini didorong oleh adanya aktivasi HPA,

maka diprediksikan jumlah melolong berkorelasi positif dengan tingkat tinggi dari
koresponden tindakan kortisol. Untuk menilai status dominan serigala, dikumpulkan
min 10 sampel fokal (n=8/individual), menggunakan Skor Daud berdasarkan hirarki
dominan dan indeksi standar sosialitas (SI) berdasarkan interaksi afiliatif. Pengujian
kondisi, serigala dipisahkan dari pack yang diambil pada 45 menit (>300 m). dalam
kondisi kontrol, serigala ditempatkan di daerah tetangga, dengan visual yang
dipisahkan tapi lokasi dikenal oleh subyek, maka dengan demikian komunikasi
dianggap tidak butuh dan situasinya kurang untuk menjadi stress bagi hewan tersebut.

Setiap serigala telah dipisah dari pack untuk tiga sebagai percobaan dan tiga
sebagai uji kontrol. Uji control dilakukan di saat yang sama yaitu 1 hari sebelum atau
setelah berjalan dijadwalkan dan berlangsung dengan periode waktu yang sama.
Selama 20 menit pertama, dicatat semua lolongan dari rekan pack. Jika individu
berhenti 1 detik antar lolongan, lolongan baru dihitung. Setelah 20 menit, diambil 1
sampel air liur dari masing-masing hewan untuk mengukur kortisol yang beredar.

Kebanyakan kasus (93%) dalam 20 menit setelah perpisahan, mereka hanya melolong
selama dua control percobaan, menunjukan bahwa kontrol yang kurang stres dan
tidak memerlukan komunikasi. Sebaliknya ini juga terlihat dalam perbedaan yang
signifikan dalam kortisol antara kontrol dan kondisi eksperimental (rata-rata tes

kortisol = 1,484.2 pg / ml, kisaran = 208-3,715 pg / ml, berarti Kontrol kortisol =
1.200 pg / ml, kisaran = 256-2,752 pg / ml; likelihood rasio [LR] tes x2 = 4,3, df= 1, p
= 0,039) menunjukan bahwa individu yang dibawa merupakan perisitiwa mengagitasi
lebih untuk individu yang tersisa.
Kemudian melakukan penelitian, apakah status sosial hewan yang
dipindahkan mempengaruhi perilaku lolongan dari anggota pack yang
tersisa.penelitian tersebut menunjukan hasil signifikan dengan adanya status sosial
yang mempengaruhi lolongan dari anggota pack (jumlah rata-rata dari lolongan : LR
tes, x2 = 16,1, df = 5, p = 0,006), serta dengan jumlah afiliatif interaksi antara serigala
yang melolongan dan individu yang dipisahkan (tes LR x2= 10.1, df = 1, p=0,001).

Efek afiliasi (SI) ini, tetap stabil ketika subset dari lolongan dianalisis
mengabaikan semua panggilan yang diberikan dalam menanggapi individu lain
melolong (