ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA DAN SINGAPURA TAHUN 2009 – 2013 (PENGARUH ATAS KERJASAMA ACFTA) A R T I K E L I LM I A H

  ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA DAN SINGAPURA TAHUN 2009 – 2013 (PENGARUH ATAS KERJASAMA ACFTA) A R T I K E L I LM I A H Oleh : CINDYWAHYUDI 2011310688 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA

  

ANALISIS KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

DAN SINGAPURA TAHUN 2009

  • – 2013

  

(PENGARUH ATAS KERJASAMA ACFTA)

Cindy Wahyudi

  STIE Perbanas Surabaya Email

  

ABSTRACT

This study aimed to determine the level of bankruptcy which is owned by the

companies listed on the Indonesia Stock Exchange after the ACFTA to see or predict the

bankruptcy of companies listed in Singapore. Manufacturing companies of the State of

Singapore was chosen to compare the rate of bankruptcy after and after agreement. The

analytical method used is by using a calculation formula of Altman Z-score method and

descriptive statistical analysis. Analysis in predicting the effect of bankruptcy rate is divided

in two groups of the study period, in 2009-2010 which was the year before the ACFTA and

year after year 2011-2013 which is the ACFTA agreement. The results of this research prove

before the ACFTA agreement that there are 16.1% of companies experienced a dangerous

zone in Singapore and 28.7% in Indonesia. While following the ACFTA percentage

Indonesian manufacturing company in bankruptcy by 20.3% and the percentage of

manufacturing companies in Singapore bankruptcies of 21.5%. Total percentage proves that

after the ACFTA agreement bankruptcy rate in manufacturing companies in Indonesia

decreased and in Singapore increased. The conclusion of this percentage value proves that

the bankruptcy rate of manufacturing companies in Indonesia are not affected because

ACFTA cooperation seen from the results that the percentage decreased after the agreement.

  Keywords: Altman Model, bankruptcy, bankruptcy prediction, effect of cooperation ACFTA

  ekonomi untuk mendorong hubungan

PENDAHULUAN

  perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Saat ini Pemerintahan Indonesia masyarakat ASEAN dan China. sedang mengikuti perjanjian ACFTA

  Sejak ditanda tanganinya (Asean-China Free Trade Agreement). perjanjian hingga menjelang

  ACFTA merupakan kesepakatan antara diberlakukannya ACFTA, pemerintah Negara-negara anggota ASEAN dengan bersungguh-sungguh mempersiapkan daya China untuk mewujudkan kawasan saing dan kinerja perekonomian dalam perdagangan bebas dengan menghilangkan negeri agar dapat bersaing di perdagangan atau mengurangi hambatan-hambatan bebas. Dampak selanjutnya adalah perdagangan barang baik tariff ataupun melemahnya perekonomian dan daya saing non tariff, peningkatan akses pasar jasa, disetiap perusahaan terutama pada sektor peraturan dan ketentuan investasi, perusahaan manufaktur. Dampak dilihat sekaligus peningkatan aspek kerjasama dari perkembangan impor pada sektor industri Manufaktur. Meningkatnnya impor tersebut mengakibatkan pasar domestik Indonesia dibanjiri oleh produk impor China, Sehingga barang buatan dalam negeri mengalami persaingan yang hebat.

  Perusahaan manufaktur merupakan salah satu komiditi yang memliki banyak pengaruh terhadap perekonomian masyarakat dan ada dalam segala bidang sistim ekonomi. Dalam perusahaan manufaktur juga banyak membutuhkan sumber daya manusia dalam pengelolaannya, membuat bahan mentah menjadi barang jadi melalui proses produksi yang kemudian dijual kepada pelanggan.

  Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tingkat kebangrutan yang terjadi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Singapura. Alasan peneliti membandingkan Negara Indonesia dengan Negara Singapura adalah Negara Singapura memiliki kesamaan sebagai anggota ASEAN, Singapura termasuk dalam negara berkembang, dasar perekonomian pasar di Singapura sedang berkembang dengan di dukung barang ekspor-import, pendapatan per kapitanya tinggi , bidang Industri dan jasa menjadi andalan , tidak tergantung dengan hasil alam, pendidikan yang sangat maju dan penduduk yang tidak terlalu banyak, sehingga tercipta kesejahteraan . Alasan lain peneliti membandingkan perusahaan manufaktur Indonesia dan Singapura adalah di Singapura mendapat peringkat sebagai negara yang paling terbuka di dunia, negara dengan angka korupsi sedikit, dan negara yang paling pro bisnis. Selain itu, Singapura juga termasuk salah satu dari Empat Macan Asia.

  Alasan yang dapat memperkuat peneliti memilih negara menurut penelitian Dian Merini, 2009 menunjukkan bahwa hasil analisis DEA menunjukkan tingkat efisiensi pengeluaran sektor publik yang bervariasi di kawasan Asia Tenggara. Singapore memimpin di ketiga sektor. Tingkat efisiensi Singapore yang tinggi dihasilkan dari kedua indikator baik input maupun output. Dengan tingkat input yang rendah dan capaian nilai output tertinggi di kelasnya, Singapore menjadi pilot project di ketiga sektor bagi negara Asia Tenggara lainnya

  Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan sangat menjaga dengan baik arus perputaran keuangan demi kelangsungan perusahaan dan sangat menghindari terjadinya kebangkrutan. Dengan adanya ACFTA akan membuat produk China bebas didistribusikan ke Pasar Indonesia. Oleh karena itu, produk dalam negeri akan kehilangan daya saing, terutama dalam harga produk di bandingkan dengan China. Agar dapat mengetahui dampak kerjasama ACFTA terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, maka peneliti membuat perbandingan pada salah satu angggota ASEAN dengan meneliti tingkat kebangkrutan perusahaan manufaktur pada Negara Singapura. Nantinya dari penelitian tersebut dapat di tarik kesimpulan apakah tingkat kebangkrutan pada perusahaan di kedua Negara dipengaruhi oleh kerjasama ACFTA.

  Pengukuran tingkat kebangkrutan dilakukan dengan analisis Altman (Z-score) yang ditemukan oleh Edward I. Altman pada tahun 1968. Namun saat ini penelti dapat menggunakan analisis Altman terbaru yang telah mengikuti perkembangan zaman dan dapat digunkan untuk semua perusahaan. Analisis Altman (Z-score) dipilih oleh peneliti karena merupakan alat uji tingkat kebangkrutan untuk memprediksi

  Berdasarkan pemikiran - pemikiran tersebut maka peneliti mengambil judul:

  “Analisis Kebangkrutan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Singapura pada Tahun 2009 – 2013 (Dampak Kerjasama ACFTA) RERANGKA TEORITIS YANG DIPAKAI Signaling Theory

  Teori sinyal (signaling theory) digunakan untuk menjelaskan bahwa pada dasarnya suatu informasi dimanfaatkan perusahaan untuk memberi sinyal positif maupun negatif kepada pemakainya (Savitri, 2013). Teori sinyal (Leland dan Pyle dalam Scott, 2012) menyatakan bahwa pihak eksekutif perusahaan yang memiliki informasi lebih baik mengenai perusahaanya akan terdorong untuk menyampaikan informasi tersebut kepada calon investor dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya dengan mengirimkan sinyal melalui laporan tahunanya. Manajemen tidak sepenuhnya menyampaikan seluruh informasi yang diperolehnya tentang semua hal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal, sehingga manajemen jika menyampaikan suatu informasi ke pasar, maka umumnya pasar akan bereaksi terhadap informasi tersebut sebagai suatu sinyal (Listiana, 2009).

  Analisis prediksi kebangkrutan dengan menggunakan model Altman dan model Zmijewski diharapkan mampu memberikan sinyal bagi pihak internal dan eksternal perusahaan ketika terdapat potensi (indikasi) kebangkrutan perusahaan.

  Definisi Perusahaan Manufaktur

  Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan mesin, peralatan dan tenaga kerja suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual.

  Istilah ini bisa digunakan untuk aktivitas manusia, dari kerajinan tangan ke produksi dengan teknologi tinggi, namun demikian istilah ini lebih sering digunakan untuk dunia industri, dimana bahan baku diubah menjadi barang jadi dalam skala besar.

  Laporan Keuangan

  Laporan keuangan adalah infromasi keuangan yang disajikan dan disiapkan oleh manajemen dari suatu perusahaan kepada pihak internal dan eksternal, yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang merupakan salah satu alat pertanggung jawaban dan komunikasi manajemen kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Laporan keuangan terditi dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas pelaporan keuangan.

  Analisis Laporan Keuangan

  Analisis laporan pada dasarnya untuk melihat prospek dan risiko perusahaan. Prospek bisa dilihat dari tingkat keuntungan (profitabilitas) dan risiko bias dilihat dari kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau mengalami kebangkrutan. Seorang analisi keuangan harus melakukan beberapa langkah: (1) menentukan tujuan dari analisis keuangan, (2) memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mrndasari laporan keuangan, dan (3) memahami kondisi keuangan dan bisnis yang mempengaruhi usaha perusahaan tersebut. (Mamduh dan Abdul; 20: 2009)

  Pelaporan Keuangan Singapura

  Standar Pelaporan Keuangan di Singapore (FRSs) adalah standar akuntansi yang diatur dalam Singapore Companies Act. Para FRSs yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi (ASC), yang dibentuk oleh Departemen Keuangan.

  Perusahaan asing tercatat di bursa efek

  Hasil perhitungan baru yang digunakan dapat menghasilkan skor yang berbeda antar satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Skor dari analisis 2,6 dikatakana perusahaan tesebut sehat (Zona aman), 1,1 sampai dengan 2,6

  4 Keterangan:

  Book Value of Debt

  = Market Value of Equity /

  4

  X

  3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

  X

  Total Asset

  2 = Retained Earning /

  X

  1 = Working Capital / Total Asset

  X

  1 + 3,26 X 2 + 6,72 X 3 + 1,05 X

  Singapura mungkin menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi tertentu yang diakui secara international seperti SAK. The FRSs erat model setelah

  Hasil penelitan ketiga untuk berbegai jenis perusahaan, sebagai berikut: Z = 6,56 X

  digunakan di Negara berkembang seperti Indonesia. (Rudianto; 257: 2013)

  public maupun yang tidak, dan cocok

  Setelah melakukan penelitian dengan objek berbagai perusahaan manufaktur dan menghasilkan 2 rumus pendeteksi kebangkrutan, Altman tidak berhenti. Altman melakukan penelitian lagi mengenai potensi kebangkrutan perusahaan-perusahaan selain perusahaan manufaktir, baik yang gompublic maupun yang tidak. Rumus Z-score terakhir merupakan rumus yang sangat fleksibel karena bisa digunakan untuk berbagai jenis bidang usaha perusahaan, baik yang go

  Model Altman (Z-score)) merupakan salah satu formula untuk mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Model Z-score pertamakali dikemukakan oleh Edward I Altman pada tahun 1968 sebagai hasil dari penelitiannya. Dalam penelitiannya Altman menemukan lima jenis rasio yang yang dikombinasikan dalam suatu formula untuk memprediksi adanya kebangkrutan pada perusahaan.

  Model Altman Z-score

  Suatu perusahaan dianggap mengalami kebangkrutan atau kegagalan keuangan ketika tingkat pengmbalian yang di peroleh perusahaan lebih kecil dari total biaya yang harus dikeluarkannya

  Kebangkrutan adalah kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuiditas perusahaan atau penutupan perusahan atau insolvabilitas.

  Pengertian Kebangkrutan

  Keseluruhan set standar akuntansi di Singapura mengandung sekitar 39 standar yang berbeda dengan standar masing-masing bernama FRS X misalnya FRS 1. Setiap standar mencakup topik tertentu seperti penyajian laporan keuangan, pengakuan pendapatan, akuntansi untuk persediaan, dan sebagainya.

  SAK, dengan modifikasi tertentu untuk tanggal efektif dan ketentuan transisi, persyaratan pengukuran terhadap sifat kembali sebelum suatu tanggal tertentu, dan kriteria pengecualian untuk konsolidasi, akuntansi ekuitas atau konsolidasi proporsional.

  • – dalam jangka panjang. Kesulitan keuangan yang terus menerus dihadapi perusahaan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatannya dapat mengancam kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Akumulasi kesulitan mengelola keuangan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan nilai aset yang lebih totalnya.

  

Gambar 1

KERANGKA PEMIKIRAN

  perusahaan dalam kondisi rawan (Zona abu-abu) yang perusahann tersebut mengalami masalah keuangan dan harus ditangani dengan cara yang tepat, dan kurang dari 1,1 perusahaan tersebut dikatakan dalam kondisi bangkrut.

  Kerjasama ACFTA

  ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan antara Negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tariff ataupun non tariff, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong kesejahteraan masyarakat ASEAN dan China. (Ditjenkpi Kemndag, 2010)

  Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

METODE PENELITIAN Klasifikasi Sampel

  Populasi yang digunakan sebagai sampel peneltian ini adalah perusahaan textil yang laporan terdaftar di Bursa Efek Indonesia maupun Singapura.

  Sampel dalam peneltian ini dilakukan dengan teknik purposive

  sampling, yaitu metode berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.

  Sedangkan, teknik pengambilan sampel ini ditujukan untuk mendapatkan sampel yang resperensif sesuai dengan kriteria yang di tentukan. Kriteria sebagau berikut:

  X = Retained earning Total asset

  1 )

  :

  Variabel ini dapat dihitung dengan rumus

  ) Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba ditahan selama perusahaan beroperasi. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besarnya peranan laba ditahan dalam membentuk dana perusahaaan, sebaliknya semakin kecil rasio ini menunjukkan semakin rendah peranan laba ditahan, sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan.

  2

  (X

  (b) Rasio Laba ditahan terhadap total aset

  1 = Current asset

  X

  Rasio ini merupakan rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dari total aset dan posisi modal kerja bersih. Perhitungan untuk modal kerja yang dimaksud adalah aset lancar dikurangi hutang lancar. Semakin kecil rasio ini menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan semakin buruk, sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Variabel ini dapat dihitung dengan rumus:

  Rasio modal kerja terhadap total asset (X

  (1) Perusahaan

  Model Altman Z-Score terbaru untuk semua sektor perusahaan. (a)

  Pengukuran Variabel

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen : Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Penelitian ini menggunakan variabel model Altman Z-score Modifikasi Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur prediksi kebangkrutan.

  Definisi Operasional Variabel

  Teknik pengumpulan data dilakukan dengan memilih perusahaan manufaktur yang terdaftar di Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Efek Singapura yang diambil dari publikasi laporan keuangan perusahaan yang terdapat dalam www.idx.co.id dan Singapura Stock Exchange (www.sgx.com). adapun data periode 2009 sampai 2010 digunakan sebagai data sebelum penerapan ACFTA dan periode 2011 sampai 2013 digunakan sebagai data setelah penerapan ACFTA.

  Data Penelitian

  (3) Menerbitkan laporan keuangan dengan mata uang yang sama atau memberikan keterangan penggunaan mata uang selama 5 tahun berturut dari tahun 2009 sampai dengan 2013.

  asset , perputaran aktiva tetap, profit margin , return on asset, dan return on equity .

  (2) Memiliki komponen-komponen indikator perhitungan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu Rasio Lancar, quick ratio, perputaran persediaan, total hutang terhadap total

  Manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan selama 5 tahun berturut-turut yaitu tahun 2009, 2010, 2011, 2012, dan 2013

  • – current liabilities Total asset

  (c) Rasio EBIT terhadap total aset (X

  Alat Analisis Analisis Statistik Deskriptif

  Rasio ini menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari aktiva yang digunakan. Semakin kecil rasio ini menunjukkan semakin rendah efektivitas perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak, sehingga semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Variabel ini dapat dihitung dengan rumus:

  X1

  3 = EBIT

  Total Asset (d)

  Rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai buku utang (X

  4 ).

  Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Semakin kecil rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Variabel ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

  Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil data sampel. Statistik deskriptif merupakan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. (Imam, 2007). Uji Statistik deskriptif dilakukan dengan meggunakan aplikasi SPSS 20.

  3 )

  Analisis deskriptif ini menggunakan satu variabel atau lebih tetapi bersifat mandiri, oleh karena itu analisis ini tidak berbentuk perbandingan atau hubungan (Iqbal Hasan, 2004).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif

  = Nilai buku ekuitas Nilai buku hutang

  X

  Statistik deskriptif merupakan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. (Imam, 2007)

  

TABEL 1

HASIL PENGUJIAN DESKRIPTIF SEBELUM PERJANJIAN ACFTA

  N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Zscore_Indonesia 108 -4.570 29.835 3.28395 4.885161 Zscore_Singapura 124 -6.623 20.469 5.03067 4.558267 Valid N (listwise)

  108

  4

  Meskipun Perusahaan manufaktur di Indonesia memilik nilai rata-rata yang lebih rendah daripada simgapura, nilai maximum di Indonesia lebih tinggi sebesar 29.835 dibandingkan nilai maximum yang ada di Singapura sebesar 20.469. Nilai maximum di indonesia yang lebih baik daripada Singapura seiring dengan rendahnya nilai minimum yaitu sebesar -4.570 sedangkan nilai minimum di Singapura sebesar - 6.623, Hal ini membuktikan bahwa kinerja pengelolaan perusahaan manufaktur di Indonesia lebih baik daripada perusahaan manufaktur di Singapura dan seleksi perusahaan manufaktur di Indonesia memiliki standar yang cukup baik tingkat pengelolaan perusahaan dalam persaingan globalisasi.

  Kesimpulan dari hasil statistik deskriptif sebelum adanya perjanjian ACFTA adalah bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia lebih baik dalam pengelolaan perusahaan dan tingkat kebangkrutan yang ada lebih kecil dibandingkan perusahaan manufaktur di Singapura. Hasil penelitian ini berbanding terbalik bahwa Negara Singapura yang termasuk dalam Negara maju yang seharusnya meiliki nilai rata-rata, nilai tertinggi dan terendah lebih baik dari Negara Indonesia yang termasuk dalam Negara berkembang.

  

TABEL 2

HASIL PENGUJIAN DESKRIPTIF SESUDAH PERJANJIAN ACFTA

  Hasil statistik deskriptif nilai maximum untuk perusahaan manufaktur di Indonesia sebesar 33.924 mengalami peningkatan walupun tidak terlalu tinggi dari tahun sebelum adanya perjanjian ACFTA. Sedangkan untuk perusahaan manufaktur di Singapura sebesar 47.476, nilai ini meningkat dua kali lipat lebih tinggi atau dapat dikatakan meningkat signifikan dibandingkan sebelum adanya perjanjian ACFTA. Secara tidak langsung ACFTA memilki nilai pengaruh yang cukup tinggi terhadap perusahaan manufaktur di Singapura.

  Nilai rata-rata perusahaan manufaktur di Indonesia sesudah perjanjian ACFTA sebesar 4.02849, nilai rata-rata ini meningkat walaupun tidak signifikan dari tahun sebelum perjanjian

  ACFTA. Sedangkan, nilai rata-rata perusahaan manufaktur di Singapura sebesar 5.33589, nilai rata-rata ini mengalami peningkatan yang lebih kecil namun tetap lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan manufaktur di Indonesia untuk mengelola perusahaan terlihat melakukan kemajuannya dan mempunyai pengaruh pada tingkat kebangkrutan setelah perjanjian ACFTA.

  Nilai standar deviasi untuk perusahaan manufaktur di Indonesia sebesar 5.389705 dan untuk perusahaan manufaktur di Singapura sebesar 7.778178. Nilai standar deviasi digunakan untuk melihat rentang jarak data satu dengan yang lain dalam penelitian ini

  N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Zscore_Indonesia 162 -14.583 33.924 4.02849 5.389705 Zscore_Singapura 186 -7.098 47.476 5.33589 7.778178 Valid N (listwise) 162 standar tingkat kebangkrutan perusahaan manufaktur di Indonesia 5.389705, yang berarti rentang jarak antara kemampuan peusahaan dalam mengelola perusahaan adalah sebesar 5.389705 dan nilai pada standar deviasi lebih besar dari pada nilai rata-rata sebesar 4.02849, yang berarti tingkat variasi yang ada tinggi. Sedangkan nilai standar deviasi untuk perusahaan manufaktur di Singapura sebesar 7.778178 yang berarti rentang jarak antara kemampuan peusahaan dalam mengelola perusahaan adalah sebesar 7.778178 dan nilai pada standar deviasi lebih besar dari pada nilai rata-rata sebesar 5.33589, yang berarti tingkat variasi yang ada lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan manufaktur di Indonesia.

  Hasil Analisis Data dan Perhitungan Model Altman Z-Score

  21

  13

  10

  14

  11 Zona Aman

  42

  43

  30

  12

  39

  37

  34

  34

  32

  28 Pada saat sesudah perjanjian ACFTA

  perusahaan manufaktur di Singapura pada tahun 2011 terdapat 11 perusahaan, pada tahun 2012 terdapat 14 perusahaan dan pada tahun 2013 terdapat 15 perusahaan mengalami zona berbahaya (kebangkrutan). Sedangkan, perusahaan manufaktur di Indonesia pada tahun 2011 terdapat 10 perusahaan, pada tahun 2012 terdapat 8 perusahaan dan pada tahun 2013 terdapat 15 perusahaan mengalami zona berbahaya (kebangkrutan). Jika dijumlahkan semua perusaaan yang mengalami zona berbahaya (kebangkrutan) pada saat sesudah perjanjian ACFTA maka Singapura menghasilkan sebanyak 40 perushaan dan Indonesia sebanyak 33 perusahaan.

  11

  12

  Hasil dari perhitungan perusahaan manufaktur di Indonesia dan Singapura pada tahun 2009-2013 dengan menggunakan model Altman Z-score di masukan ke dalam tabel 3 untuk lebih mudah mmbacanya. Sebelum perjanjian ACFTA pada perusahaan manufaktur di Singapura pada tahun 2009 terdapat 7 perusahaan dan pada tahun 2010 terdapat 13 perusahaan yang mengalami zona berbahaya (kebangkrutan). Sedangkan pada perusahaan manufaktur di Indonesia pada tahun 2009 terdapat 19 perusahaan dan pada tahun 2010 terdapat 12 perusahaan mengalami zona berbahaya (kebangkrutan)

  12

  

TABEL 3

HASIL PREDIKSI KEBANGKRUTAN

Kategori

  Sebelum Perjanjian Sesudah Perjanjian Singapura Indonesia Singapura Indonesia

  2009 2010 2009 2010 2011 2012 2013 2011 2012 2013 Zona berbahaya

  7

  13

  19

  11

  14

  14

  15

  10

  8

  15 Zona Abu-abu

  13

  6

  Berdasarkan analisa diatas, maka dapat disimpulkan dengan presentase bahwa hasil penelitian sebelum perjanjian ACFTA adalah pada perusahaan manufaktur di Singapura 16,1% perusahaan yang mengalami zona berbahaya (kebangkrutan) dan pada perusahaan manufaktur di Indonesia 28,7% perusahaan yang mengalami zona berbahaya (kebangkrutan). Nilai presentase tersebut menunjukan bahwa sebelum adanya perjanjia ACFTA perusahaan manufaktur di Singapura mempunyai potensi tingkat kebangkrutan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan manufaktur di Indonesia. Sedangkan setelah adanya perjanjian ACFTA presentase perusahaan manufaktur di Singapura yang mengalami kebangkrutan sebeesar 21,5% dan presentase perusahaan manufaktur di Indonesia yang mengalami kebangkrutan sebeesar 20,3%. Jumlah presentase ini membuktikan bahwa setelah adanya perjanjian ACFTA tingkat kebangkrutan pada perusahaan manufaktur di Indonesia meningkat dan di Singapura menurun.

Hasil analisis data statistik deskriptif sama dengan perhitungan

KESIMPULAN

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

  (1)

Model perhitungan Altman Z-score digunakan untuk memprediksi

Tingkat kebangkrutan pada

  perusahaan manufaktur di Singapura di sebabkan karena tidak stabilya nilai modal kerja terhadap aktiva, laba ditahan terhadap total asset, dan laba sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva.

  (5)

  yang ada lebih kecil dari pada perusahaan manufaktur di Singapura. Sedangkan salah satu penyebab tingkat kebangkrutan di Indonesia mengalami penurunan sesudah adanya perjanjian ACFTA dibandingkan di Singapura karena nilai laba ditahan terhadap total aset yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,

  4

  dan X

  3

  , X

  1

  Hasil nilai X

  perusahaan manufaktur di Indonesia di sebabkan karena tidak stabilnya modal kerja terhadap aktiva, laba sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva, dan perhitungan nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang.

  (4)

  Altman Z-score yaitu membuktikan bahwa nilai minimun, maximun, mean dan standar devisiasi pada perusahaan manufaktur di Indonesia sebelum adanya perjanjian ACFTA lebih unggul dari pada perusahaan manufaktur di Singapura. Sedangkan sesudah perjanjian ACFTA perusahaan manufaktur di Singapura lebih unggul di bandingkan perusahaan manufaktur di Indonesia.

Dari hasil perhitungan

  menggunkan model Altman Z- score perusahaan manufaktur di Singapura sebelum perjanjian ACFTA presentase tingkat kebangkrutan adalah 16,1% sedangkan sesudah perjanjian ACFTA presentase tingkat kebangkrutan adalah 20,3%. Sebaliknya, perusahaan manufaktur di Indonesia sebelum perjanjian ACFTA presentase tingkat kebangkrutan adalah 28,7% sedangkan sesudah perjanjian ACFTA presentase tingkat kebangkrutan adalah 21,5%. Hasil presentase jumlah perusahaan yang bangkrut, membuktikan bahwa tingkat kebangkrutan pada perusahaan manufaktur di Indonesia tidak di pengaruhi atas kerjasama ACFTA. (3)

  kebangkrutan perusahaan dimasa- masa mendatang dapat dijadikan sebagai peringatan awal bagi pihak managemen untuk mengevaluasi kembali kinerja keuangan perusahaan ketika terjadi indikasi kebangkrutan. (2)

Tingkat kebangkrutan pada

Bagi peneliti selanjutnya dengan topik penelitian yang sama

KETERBATASAN

DAFTAR RUJUKAN

SARAN

Perusahaan emitmen seharusnya dapat mengusahan untuk

  Aswinda S, Darminto dan Nengah S. 2013.

  2012. International Accounting

  ”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 6 No. 2 Desember 2013 Choi, Frederick D. S. dan Gary K. Meek.

  “Penerapan Model Altman (Z- Score) utuk Memprediksi Kebangkrutan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil yang Terdaftar di BEI periode 2009-2011

  nd ed. Canada.

  Meskipun tingkat kebangrutan perusahaan manufaktur di Singapura sesudah adanya perjanjian ACFTA mengalami peningkatan, tetapi hasil nilai X yang ada lebih besar daripada perusahaan manufaktur di Indonesia pada setiap tahunnya.

  financial distress and bankrupty : a complete guide to predicting & avoiding distress and profiting from bankrupty

  Altman, Edward I. 1993. Corporate

  hendaknya menggunakan selain metode Altman dan melihat dari sudut pandang lain atau aspek lainnya dalam memprediksi kebangkrutan atas kerjasama ACFTA. Jika sampel perusahaan manufaktur di Singgapura yang digunakan dalam penelitian selanjutnya hendaknya perlu mengategorikan perusahaan manufaktur di Singapura agar terlihat sub sektor yang mengalami tingkat kebangrutan lebih banyak atau tinggi.

  maupun calon investor harus memperhatikan modal kerja terhadap total harta, laba ditahan terhadap total asset, dan laba sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva serta menggunakannya dalam analisa investasi. (3)

  menciptakan peningkatan memperhatikan modal kerja terhadap total harta, laba ditahan terhadap total asset, laba sebelum pajak dan bunga terhadap total aktiva karena berdasarkan penelitian ini rasio tersebut memilki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kebangkrutan dengan adanya perjanjian ACFTA atau perdagangan bebas. (2)

  (1)

  Berdasarkan kesimpulan diatas, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah:

  Peneliti menyadari bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnan dan masih banyak keterbatasan, oleh karena itu keterbatasan dalam penelitian ini adalah Hasil dari nilai prediksi perusahaan manufaktur yang telah dihitung dengan menggunakan Altman Z-score sebagai prediksi kebangkrutan tidak dapat dibuktikan secara langsung karena pada kenyataannya perusahaan yang diprediksi bangkrut masih tetap berdiri dan masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2014.

  • – 2

Dalam melakukan investasi pada perusahaan manufaktur, investor

  • – 602 – 99879 – 1 - 1 Firda Mastuti. 2013.

  Keuangan. Edisi4 , Yogyakarta: Liberty.

  “Analisis Penggunaan Model Zmijewski (X-Score) dan Altman (Z-Score) untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi Pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar Di (BEI) Bursa Efek Indonesia Periode 2009- 2012)

  Jakarta : Kencana Prenada Media Group . Ufi Z. Z, Topo W. dan M. G. Wi Endang NP. 2014.

  Kuantitatif : Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS – Edisi Pertama.

  ”, 2014, volume 1(1) : 1-3 Syofian Siregar. 2013. Metode Penelitian

  Kebangkrutan Model Altman Z- score pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indoensia. E-journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi

  “Analisis Akurasi Prediksi

  Erlangga Sheilly O. M, Hadi P, dan Novi P. 2014.

  “Informasi untuk Pengambilan Keputusan”. Jakarta : Penerbit

  Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen

  Bumi Aksara Mamduh M, Hanafi dan Abdul Halim. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : YKPN. Munawir S. 2007. Analisa Laporan

  (Akuntansi Internasional) . Jakarta :

  Metodologi Penelitian dan Aplikasinya . Jakarta : Penerbit

  Iqbal Hasan M. 2002. Pokok-pokok Materi

  ” : Universitas Brawijaya Malang

  “Altman Z-Score Sebagai Salah Satu Metode Dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Plastik dan Kemasan yang Terdaftar (Listing) di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 sampai dengan 2012)

   ICBB & CSR-UN Conference . ISBN : 978

  Governance Impact Toward Financial Distress and Financial Performance. The 2 nd

  ANDI Erida Herlina dan Nurul H. U. D. 2012. “The Ex-Post Test of Corporate

  Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta : Penerbit

  Salemba Empat Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman

  ”. Jurnal Administrasi Bisnis vol.12 No.2 Juli 2014.

Dokumen yang terkait

E F E K T I V I T A S H E A T E X C H A N G E R T I P E S H E L L A N D T U B E A K I B A T V A R I A S I J A R A K B A F F L E D A N B A F F L E C U T

0 3 20

E N I N G K A T A N H A S I L B E L A J A R M E N U L I S K A L I M A T E F E K T I F D A L A M P A R A G R A F A R G U M E N T A S I M E L A L U I K E G I A T A N P E E R C O R R E C T I O N P A D A S I S W A K E L A S X 1 S M A N E G E R I R A M B I P U

0 2 17

I D E N T I F I K A S I P E N G A R U H L O K A S I U S A H A T E R H A D A P T I N G K A T K E B E R H A S I L A N U S A H A M I N I M A R K E T W A R A L A B A D I K A B U P A T E N J E M B E R D E N G A N S I S T E M I N F O R M A S I G E O G R A F I S

0 3 19

K A J I A N Y U R I D I S T I N D A K A N A D M I N I S T R A T I F K E I M I G R A S I A N T E R H A D A P W A R G A N E G A R A A S I N G Y A N G T I D A K R E S M I ( I L L E G A L ) D I W I L A Y A H I N D O N E S I A B E R D A S A R K A N U N D A N G

0 4 14

K A R A K T E R I S T I K F I S I K B I J I K O P I R O B U S T A T E R F E R M E N T A S I O L E H M I K R O F L O R A F E S E S L U WA K

0 6 18

I S L A M I C C E N T R E T A S I K M A L A Y A

0 6 1

LANSKAP PEMASARAN B A L I DAN IMPLIKASINYA T E R H A D A P S T R A T E G I PEMASARANNYA

0 0 12

A N A L I S I S PE N G A R U H E F I S I E N S I M O D A L K E R J A TER HAD A PTIN GKA T PR OFITA BILITA S D AN LIKUIDITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI ARTIKEL ILMIAH

0 0 14

P E N GA R U H I N T E L L E C T U A L C A P I T A L T E R H A D A P N I L A I PERUSAHAAN DENGAN PROFITABILITAS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

0 0 20

ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DAN UKURAN PERUSAHAAN (SIZE) TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA SEKTOR PERBANKAN A R T I K E L I LM I A H

0 0 16