BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pemanfaatan Serbuk Serat Ampas Tebu Termodifikasi sebagai Pengisi Komposit Hibrid Plastik Bekas Kemasan Gelas/Serat Ampas Tebu/Serat Kaca dengan Penambahan Bahan Penyerasi Maleat Anhidrida - g - Polipropilena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

  Komposit adalah jenis material yang dibuat dengan mengkombinasikan dua atau lebih bahan yang berbeda. Bahan - bahan ini digabungkan untuk menghasilkan material baru yang memiliki sifat yang tidak dimiliki oleh bahan - bahan penyusunnya. Jadi, secara teknis komposit dapat didefinisikan sebagai material multifasa yang diperoleh dari kombinasi bahan - bahan yang berbeda namun tetap memiliki karakter dan sifat dari bahan - bahan penyusunnya, tanpa mengalami reaksi kimia. Komponen - komponen bahan ini tidak saling melarut ataupun bergabung sepenuhnya. Mereka memiliki suatu interfasa antara satu dengan lainnya yang berfungsi untuk menghasilkan suatu karakter yang sinergis dimana karakter ini tidak dapat diperoleh dari komponen bahan penyusunnya secara tunggal [27].

  Salah satu contoh komposit yang tersedia secara alami adalah tulang. Tulang adalah suatu material yang kuat dan kaku, tetapi juga bersifat cukup fleksibel untuk menahan benturan. Sifat - sifat khas yang dimiliki oleh tulang ini merupakan sifat yang dikembangkan oleh material - material penyusun komposit ini. Tulang dibuat dari 2 jenis material dasar yaitu material yang bersifat organik dan anorganik. Material organik tersebut adalah protein, karbohidrat dan lemak yang memberikan sifat lentur pada tulang. Sedangkan material yang bersifat anorganik tersebut adalah kalsium fosfat yang memberikan sifat kekuatan dan kekakuan pada tulang [27].

  Ada beberapa jenis komposit yaitu : komposit bermatriks polimer (polymer

  • matrix composites), komposit bermatriks logam (metal - matrix composites), komposit bermatriks karbon (carbon - matrix composites), komposit bermatriks keramik (ceramic - matrix composites), komposit bermatriks karet (rubber - matrix composites ), dan komposit hibrid (hybrid composites) [27, 28, 29].

  2.1.1 Komposit Bermatriks Polimer (Polymer - Matrix Composites)

  Komposit dengan matriks polimer merupakan 95% dari komposit yang telah digunakan saat ini. Jenis matriks yang digunakan dapat berupa termoplastik maupun termoset [27]. Contoh dari polimer termoplastik adalah polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS), polivinil klorida (PVC), poliakrilonitril, terpolimer akrilonitril - butadien stiren (ABS), dan polimer metakrilat (PMMA) [5], sedangkan contoh dari polimer termoset adalah poliester, epoksi, fenolik dan vinil ester [30].

  Termoset biasanya dalam bentuk fasa cair sebelum terjadi ikatan sambung silang, sehingga lebih mudah digunakan untuk menggabungkan pengisi dan bahan lainnya dalam jumlah yang diinginkan, membentuk produk dan kemudian dimatangkan menjadi padatan. Sedangkan pada termoplastik, bahan harus dipanaskan hingga meleleh terlebih dahulu sebelum memasukkan pengisi dan bahan lainnya [27]. Contoh dari komposit bermatriks polimer adalah epoksi dengan pengisi serat gelas tipe - E [28].

  2.1.2 Komposit Bermatriks Logam (Metal - Matrix Composites)

  Komposit bermatriks logam merupakan logam yang diberikan pengisi berbagai macam keramik, serat dan partikel karbon [28]. Sifat dasar dari komposit bermatriks logam adalah peningkatan pada kekuatan, kekakuan, ketahanan lelah dan kekerasan. Kelemahan dari komposit ini adalah menurunnya nilai pemanjangan saat putus dan tingginya suhu operasi apabila dibandingkan dengan komposit bermatriks polimer. Dari sifat - sifat yang dihasilkan ini, komposit bermatriks logam berpotensi untuk diaplikasikan pada aplikasi mesin, perpipaan, otomotif, seperti kompresor, piston dan sebagainya. Contoh dari komposit bermatriks logam adalah aluminium dengan pengisi boron [27, 28]

  2.1.3 Komposit Bermatriks Karbon (Carbon - Matrix Composites)

  Komposit bermatriks karbon terdiri atas karbon sebagai matriks yang diisi dengan beragam kombinasi serat dan partikel. Jenis komposit in ibanyak diaplikasikan dalam bidang pembuatan pesawat luar angkasa, peralatan pembuatan gelas dan lainnya. Kelebihan dari jenis komposit ini adalah memiliki kekuatan dan kekakuan yang tinggi, konduktivitas termal dan koefisien ekspansi termal yang baik, dan densitas yang rendah. Kelemahan dari jenis komposit ini adalah biayanya yang cenderung mahal, dan rentan terhadap oksidasi pada suhu

  o

  370 - 500

  C. Contoh dari komposit bermatriks karbon adalah karbon dengan pengisi karbon juga [29].

  2.1.4 Komposit Bermatriks Keramik (Ceramic - Matrix Composites)

  Komposit bermatriks keramik merupakan jenis komposit hasil improvisasi dari komposit bermatriks karbon dimana matriks karbon diganti dengan keramik yang memiliki sifat lebih kuat dan lebih tahan terhadap oksidasi. Jenis komposit ini dapat dipadukan dengan berbagai macam pengisi berupa serat maupun partikel. Kelebihan dari jenis komposit ini adalah memiliki densitas rendah, kekuatan dan keuletan yang tinggi. Berdasarkan sifat yang dihasilkan, maka jenis komposit ini banyak diaplikasikan pada alat angkut untuk beban - beban yang berat. Diantara jenis komposit lainnya, komposit bermatriks keramik merupakan jenis komposit yang paling kompleks dan jarang dikembangkan. Contoh dari komposit bermatriks keramik adalah keramik dengan pengisi serat silikon karbida [29].

  2.1.5 Komposit Bermatriks Karet (Rubber - Matrix Composites)

  Karet memiliki sifat elastis dan penambahan pengisi berupa serat maupun partikel seperti karbon hitam, nilon dan serat baja dapat meningkatkan kekakuan dari karet dan menurunkan keelastisan dari karet tersebut. Jenis komposit ini banyak diaplikasikan dalam bidang pembuatan ban dan produk karet lainnya. Contoh dari komposit bermatriks karet adalah karet stiren butadien (SBR) dengan pengisi serat poliester pendek [31].

  2.1.6 Komposit Hibrid (Hybrid Composites)

  Kata “hybrid” berasal dari Yunani - Latin dan banyak ditemui pada beragam bidang ilmu. Dalam bidang polimer komposit, komposit hibrid merupakan suatu pengisi yang berada dalam matriks berbeda (blend) atau juga dapat berupa dua atau lebih pengisi yang berada dalam suatu matriks [32]. Komposit hibrid banyak dikembangkan dengan mengkombinasikan dua jenis serat berbeda dalam suatu matriks dimana kedua jenis pengisi dapat saling menutupi kekurangan satu sama lainnya, sehingga keseimbangan antara biaya dan sifat bahan dapat diperoleh dengan desain bahan yang baik [33]. Salah satu contoh adalah penambahan serat kevlar 49 yang lebih bersifat liat ke dalam komposit diperkuat serat karbon yang bersifat rapuh. Penambahan serat kevlar 49 tersebut telah dibuktikan dapat meningkatkan kekuatan impak komposit tersebut. Selain itu, komposit hibrid juga digunakan untuk tujuan mengurangi biaya. Misalnya suatu jumlah serat yang berkualitas lebih rendah dan murah dapat ditambahkan ke dalam komposit diperkuat serat karbon atau boron tanpa menyebabkan penurunan sifat mekanik yang signifikan [34].

  Secara umum komposit hibrid ini dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu [34, 35] :

1. Acak, yaitu dimana pengisi dicampurkan ke dalam matriks secara acak.

  2. Interlapis (interply), yaitu terdiri dari dua atau lebih lapisan - lapisan yang berbeda dengan hanya satu serat saja. Lapisan komposit ini merupakan lapisan komposit searah (unidirectional).

  3. Intralapis (intraply), yaitu terdiri dari dua atau lebih serat yang dicampur dalam satu lapisan yang sama.

  4. Interlapis - intralapis (interply - intraply), yaitu terdiri dari lapisan interlapis dan intralapis yang disusun dengan urutan spesifik. Tipe ini umumnya memiliki matriks yang sama.

  5. Superhibrid, yaitu terdiri dari lapisan komposit disusun dengan urutan tertentu (spesifik).

  6. Penguatan selektif (selective reinforcement), yaitu dimana penguatan dilakukan pada bagian yang membutuhkan kekuatan tambahan.

  Faktor - faktor yang mempengaruhi sifat komposit hibrid, yaitu [34] : 1. Penyebaran dan Orientasi Serat

  Penyebaran serat yang merata dalam matriks mempengaruhi sifat - sifat komposit tertentu. Kondisi ini mengacu pada posisi atau distribusi serat yang tidak berkelompok ataupun menyebar sekitar matriks. Hal ini dapat dikatakan bersumber dari pencampuran yang tidak seragam yang dapat menyebabkan beberapa daerah hanya memiliki matriks sementara sisanya hanya serat. Sehingga akibatnya daerah yang memiliki serat saja akan lebih mudah mengalami retak halus (microcracking) dan yang kaya matriks akan menjadi lemah. Orientasi serat yaitu bagaimana serat terarah secara umum akan menentukan kekuatan mekanik sesuatu komposit dan tingkat kekuatan tersebut mencapai maksimum. Kontribusi serat - serat ini kepada sifat - sifat komposit adalah maksimum jika itu sejalan dengan arah pembebanan atau stres. Kekuatan komposit akan menurun ketika serat - serat di dalam arah horisontal atau tidak paralel. Ada 3 jenis orientasi serat umum yaitu penguat satu dimensi, penguat dua dimensi dan penguat tiga dimensi. Apabila orientasi serat semakin acak, sifat mekanik akan menurun pada semua tingkat.

  2. Fasa Pengikatan Seperti yang telah dijelaskan, komposit diperkuat serat dapat menahan tekanan lebih tinggi dari konstituen individu saja karena matriks berinteraksi dan menyebarkan kembali daya tekanan ini. Kemampuan kedua - dua konstituen ini untuk mentransfer stres sesama sendiri tergantung sepenuhnya kepada efektivitas pengikatan atau penggandengan diantara mereka. Ini dapat dicapai melalui sentuhan oleh kedua fase tersebut, tetapi sering serat yang telah diberikan perlakuan secara khusus harus digunakan untuk memastikan suatu permukaan yang dapat menerima sentuhan. Agen perlakuan kimia lazim disebut agen penggandeng (coupling agent). Ini adalah bahan kimia yang digunakan untuk bereaksi dengan fase penguat dan matriks untuk menghasilkan peningkatan pengikatan yang lebih kuat pada interfasa.

  3. Rongga Rongga dapat didefinisikan sebagai udara atau gas yang terperangkap dalam komposit. Rongga bisa jadi berbahaya karena sebagian serat yang memiliki rongga tidak didukung oleh resin. Selain itu, rongga yang besar dapat menyebabkan kerusakan yang besar dalam proses pembuatannya.

  Terbentuknya rongga disebabkan oleh dua hal, yaitu :

   Pembasahan serat yang tidak sempurna oleh resin, ini menyebabkan udara terperangkap dan kemungkinan yang lain itu sistem yang mana serat kering dirapatkan dengan konsentrasi resin yang tinggi.

   Adanya bahan volatil selama operasi peleburan dalam polimer termoplastik.

4. Dampak lingkungan

  Karena matriks merupakan bahan termoplastik dan termoset, maka desain komposit akhir harus mempertimbangkan dampak pengaruh lingkungan seperti kelembaban, suhu, bahan kimia, UV, ozon, dan sebagainya. Pemaparan termoplastik dan termoset yang diperkuat serat lignoselulosa ke lingkungan buruk seperti kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan sifat - sifat mekanikalnya menyusut dengan tajam. Hal ini, terjadi karena air bisa memasuki komposit secara difusi melalui resin dan juga sepanjang antarmuka serat - matriks melalui efek kapiler. Air dapat menyebabkan ekspansi pada resin dan melemahkan ikatan antarmuka komposit.

2.2 KOMPONEN KOMPOSIT

2.2.1 Fasa Matriks

  Fasa matriks adalah fasa kontinu yang terdapat dalam suatu komposit dimana fasa tersebar (pengisi) berada di dalamnya. Fasa matriks berfungsi sebagai pelekat untuk pengisi yang berada di dalamnya. Fasa matriks biasanya menggunakan bahan termoplastik seperti polipropilena, polistirena dan lainnya dan dapat juga dari bahan polimer lain seperti termoset, karet atau bahan elastomer termoplastik [5].

  Penggunaan bahan polimer sebagai fasa matriks karena beberapa alasan, yaitu [5] :

  1. Polimer lebih mudah diproses dan mempunyai massa jenis yang relatif rendah.

  2. Polimer mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik.

  3. Polimer mempunyai suhu pemrosesan yang relatif rendah dibandingkan dengan bahan logam.

  Secara umum fungsi fasa matriks dalam komposit adalah [5] : 1. Mampu memindahkan gaya yang dikenakan kepada fasa tersebar (pengisi) dan juga mendistribusikan beban yang dikenakan sesama fasa tersebar yang berdekatan.

  C C CH

  ) pada rantai cabang dalam polipropilena selalu tersusun pada sisi yang sama pada rantai karbon induk.

  3

  Polipropilena memiliki 3 jenis stereoisomer yaitu [5] : 1. Polipropilena Isotaktik (Isotactic Polypropylene), dimana gugus metil (CH

Gambar 2.1 Reaksi Pembentukan Polipropilena

  Katalis Ziegler - Natta

  H H n

  H H n C C CH

  3 H

  terbuat dari bahan polipropilena. Polipropilena disintesa dari reaksi polimerisasi propilena yang merupakan monomer turunan dari produk petroleum yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini [29] :

  2. Menjaga fasa tersebar dari kerusakan seperti panas dan lembab.

  Polypropylene (RPP) merupakan material yang diperoleh dari bekas produk yang

  Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah polipropilena daur ulang (RPP) yang berasal dari plastik bekas kemasan gelas (PBKG). Recycled

  6. Biaya pembuatan komposit.

  5. Kemudahan pemrosesan.

  4. Reka bentuk komponen yang akan dihasilkan.

  3. Keperluan penggunaan seperti ketahanan terhadap lingkungan, kelembaban.

  2. Sifat akhir komposit yang akan dihasilkan.

  Kriteria yang harus dimiliki fasa matriks, yaitu [30] : 1. Keserasian dengan fasa tersebar karena akan menentukan interaksi antarmuka fasa matriks dengan fasa tersebar.

  3. Sebagai pengikat fasa tersebar dalam menghasilkan antar muka fasa matriks dan fasa tersebar yang kuat.

3 H

  C C C C C C C C C C H H H H H H H H H H H H H H H CH

  3 CH

  3 Gambar 2.4 Polipropilena Sindiotaktik

  3 CH

  3 CH

  3 CH

  3 CH

  C C C C C C C C C C H H H H H H H H H H H H H H H CH

  3 ) pada rantai cabang secara bergantian tersusun pada kedua cabang rantai induk karbon.

  Polipropilena Sindiotaktik (Syndiotactic Polypropylene), dimana gugus metil (CH

  3 Gambar 2.3 Polipropilena Ataktik 3.

  3 CH

  3 CH

  3 CH

  3 CH

  C C C C C C C C C C H H H H H H H H H H H H H H H CH

  ) pada rantai cabang dalam polipropilena tersusun secara acak pada rantai karbon induk.

  3

  Polipropilena Ataktik (Atactic Polypropylene), dimana gugus metil (CH

  3 Gambar 2.2 Polipropilena Isotaktik 2.

  3 CH

  3 CH

  3 CH

  Polipropilena isotaktik dan sindiotaktik memiliki kristalinitas yang baik yang membuat polimer tersebut lebih kaku. Meskipun demikian, polipropilena sindiotaktik memiliki suhu leleh yang lebih rendah dari polipropilena isotaktik. Diantara ketiga jenis stereoisomer tersebut, polipropilena isotaktik merupakan

  o

  jenis polimer yang paling komersial dengan suhu leleh 165

  C. Polimer komersial biasanya adalah 90 - 95 persen isotaktik. Jumlah persen isotaktik yang ada pada rantai akan mempengaruhi sifat dari polimer tersebut. Jika jumlah isotaktik bahan meningkat (biasanya dinyatakan dalam suatu indeks isotaktik), maka tingkat kristalinitasnya juga akan meningkat dimana hal ini menyebabkan meningkatnya kekuatan bahan. Polipropilena ataktik memiliki tingkat kristalinitas yang rendah (5 hingga 10 persen) karena strukturnya yang tidak teratur sehingga menghambat terjadinya kristalisasi. Kristalinitas yang rendah ini membuat jenis polimer ini bersifat fleksibel dan banyak digunakan sebagai laminat kertas dan perekat [29].

  Polipropilena merupakan salah satu plastik yang paling ringan. Polipropilena memiliki banyak aplikasi di bidang otomotif seperti lampu, bumper, radiator, bidang industri seperti tangki dan plastik. Sifat non - polar polimer ini menyebabkan polipropilena memiliki daya serap air yang rendah. Polipropilena memiliki ketahanan terhadap senyawa kimia yang baik, akan tetapi cairan berupa pelarut yang terklorinasi, gasolin dan xilena dapat mempengaruhi material tersebut. Polipropilena juga memiliki konstanta dielektrik yang rendah dan merupakan insulator yang baik [29]. Secara terperinci karakteristik polipropilena dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Karakteristik Polipropilena [22, 36]

  

Sifat Nilai

o

  3 Densitas pada 20 C (g/cm ) 0,90 o

  Suhu melunak (

  C) 149

  o

  Titik lebur (

  C) 170

  Indeks fluiditas 0,2 - 2,5

  2 11000 - 13000

  Modulus elastisitas (kg/cm )

2 Tahanan volumetrik (ohm/cm ) 1017

  Konstanta dielektrik 2,3 Kekuatan tarik (MPa) 27,4 ± 1,6 Modulus tarik (MPa) 991,6 ± 57,8 Pemanjangan saat putus (%) 4,36 ± 0,72 Kristalinitas (%)

  60 -70 Berdasarkan data yang dihimpun oleh media elektronik Tribun Manado, diperoleh bahwa produksi sampah plastik Indonesia adalah 5,4 juta ton per tahun dan angka ini merupakan 14% dari total produksi sampah di Indonesia [3]. Angka ini cukup memprihatinkan sehingga diperlukan metode efektif untuk mendaur ulang material ini. Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk mendaur ulang plastik, yaitu [4] :

  1. Daur ulang termal, yaitu dimana plastik diinsenerasi untuk menghasilkan panas.

  2. Daur ulang kimia, yaitu dimana monomer dan senyawa kimia organik yang terdapat pada polimer digunakan kembali.

  3. Daur ulang plastik, yaitu dimana plastik dilelehkan dan kemudian dibentuk kembali.

  Diantara 3 metode tersebut, daur ulang termal memerlukan jumlah energi yang paling minimum. Akan tetapi, dari sudut pandangan lingkungan, metode ini tidak akan diprioritaskan karena dapat berdampak buruk pada lingkungan. Daur ulang kimia memerlukan jumlah energi yang besar dan proses yang rumit dan tidak dapat cocok dengan semua spesies makromolekular. Sehingga yang paling ideal adalah dengan mendaur ulang kembali plastik tersebut secara berulang - ulang sebelum dijalankan ke proses daur ulang termal [4].

Gambar 2.5 Plastik Bekas Kemasan Gelas (PBKG)

  Akan tetapi, sifat mekanik produk daur ulang ini pastinya akan dibawah sifat mekanik produk aslinya karena telah diproses berulang kali. Karakteristik polipropilena daur ulang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Karakteristik Polipropilena Daur Ulang [6, 37]

  

Sifat Nilai

o

  Titik lebur (

  C) 163,7

  o

  Suhu kristalisasi (

  C) 121,79 Kekuatan tarik (MPa) 16 - 26 Modulus tarik (MPa) 700 - 800 Pemanjangan saat putus (%) 12,5

  32,2481

  Kristalinitas (%)

2.2.2 Fasa Tersebar

  Fasa tersebar (pengisi) merupakan bahan dalam bentuk partikel, serat atau kepingan yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat mekanik dan fisik bahan komposit seperti kekuatan, kekakuan dan keliatan [5]. Fasa ini bertindak sebagai medium alas beban atau komponen dimana tegasan diberikan. Bentuk yang paling kuat pada semua kelas bahan penguat adalah serat. Oleh karena itu, banyak bahan penguat terutama serat yang telah digunakan secara komersil untuk beberapa jenis matriks tertentu [30].

  Ada beberapa bentuk serat seperti serat pendek, serat panjang, serat selanjar, tikar anyaman, dan lain - lain. Serat adalah bahan penguat yang dicirikan dengan perbandingan aspek (aspect ratio) yaitu perbandingan panjang terhadap diameter serat. Perbandingan aspek ini memainkan peranan penting terhadap sifat - sifat kekakuan dan keliatan (toughness) bahan komposit. Partikel tidak mempunyai geometri yang seragam, sehingga perbandingan aspeknya lebih susah ditentukan. Perbandingan aspek partikel lebih kecil dibandingkan serat sehingga kesan partikel terhadap sifat - sifat mekanik komposit polimer yang dihasilkan tidak begitu nampak [30].

  Ada terdapat dua jenis serat, yaitu serat sintetis dan serat alami [30] : 1. Serat Sintetis Serat sintetis telah digunakan secara meluas pada pembuatan komposit.

  Contohnya serat kaca, serat karbon, serat kevlar dan sebagainya. Kelebihan penggunaan serat sintetis adalah kekuatan yang tinggi karena serat ini dapat menghasilkan kekuatan yang diinginkan tetapi meningkatkan biaya pembuatan komposit karet serat sintetis cenderung mahal. Komposit yang dihasilkan dengan menggunakan serat sintetis mempunyai ketahanan terhadap panas, dingin dan kelembaban. Selain serat di atas, contoh serat sintetis yang lain, yaitu serat logam, serat polimer dan sebagainya yang digunakan pada industri pembuatan komposit.

2. Serat Alami

  Serat alami merupakan suatu serat lignoselulosa yang berasal dari tumbuh - tumbuhan yang memiliki komponen kimia yang terdiri dari karbohidrat, lignin dan bahan ekstrak. Sedangkan karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Serat alami digunakan sebagai bahan penguat pada teknologi polimer karena beberapa alasan berikut :  Serat alami dapat terikat sendiri antara satu sama lain karena adanya ikatan hidrogen antara molekul selulosa.  Memiliki sifat lentur yang tinggi.  Memiliki luas permukaan yang besar sehingga sentuhan ikatan antara muka dengan serat dan matriks semakin besar.  Penggunaan serat alami pada pembuatan komposit juga dipengaruhi harga, kriteria ekonomi yaitu faktor kesediaan bahan mentah dalam jumlah yang banyak dan juga biaya yang lebih murah dibandingkan dengan serat sintetis.

  Adapun beberapa kriteria pemilihan serat sebagai pengisi bahan komposit, yaitu [30] :  Biaya  Sifat - sifat mekanik  Densitas  Keserasian  Kestabilan UV

   Kemampuan proses  Koefisien termal ekspansi

  Pada penelitian ini, terdapat 2 jenis pengisi yang digunakan, yaitu serbuk serat sintetis dan serbuk serat alami. Serat sintetis yang digunakan adalah serat kaca tipe - E dan serat alami yang digunakan adalah serat ampas tebu.

2.2.2.1 Serat Kaca

  Serat kaca merupakan komoditas komposit yang paling banyak digunakan dan berkembang dengan sangat pesat dalam penggunaannya [29]. Kaca merupakan jenis pengisi yang baik untuk plastik. Kaca merupakan salah satu material paling kuat (kekuatan tarik 3,5 GPa pada ukuran diameter 9 -

  15 μm). Selain itu, serat kaca juga memiliki sifat tidak mudah terbakar dan tahan terhadap senyawa kimia [38]. Kaca merupakan turunan dari sumber alam yaitu pasir [39] dan tersedia dalam berbagai macam bentuk, yaitu [27] : 1.

  Bentuk benang kontinu dengan susunan keliling (continuous strands and

  rovings ). Susunan keliling ini diperoleh dari benang kontinu yang

  digunakan pada produk berupa filamen seperti botol bertekanan, tanki, dan sebagainya. Resin poliester dapat dipadukan dengan bentuk serat kaca ini.

Gambar 2.6 Continuous Strands and Rovings 2.

  Bentuk benang yang dipotong (chopped strands). Benang kaca ini dipotong menjadi bendek pada ukuran 3 - 10 mm. Resin poliester dapat dipadukan dengan bentuk serat kaca ini dan juga banyak digunakan sebagai pengisi pada termoplastik.

Gambar 2.7 Chopped Strands

  3. Bentuk benang (yarn). Bentuk ini merupakan analogi dari serat tekstil dan digunakan untuk menenun kain kaca ataupun digunakan sebagai kawat pengikat pada ban kendaraan.

Gambar 2.8 Yarn

  Bentuk tikar (Mat). Bentuk serat kaca ini dibuat dengan menyatukan benang - 4. benang serat kaca (panjangnya 20 - 50 mm) dengan bantuan resin sehingga satuan benang - benang ini akan menyerupai bentuk tikar.

Gambar 2.9 Mat

  Selain terdiri dari berbagai macam bentuk, serat kaca yang digunakan secara komersial juga terdiri dari berbagai tipe sesuai dengan sifat serat kaca tersebut yang diklasifikan dalam abjad, yaitu [27, 40] : 1.

  Serat Kaca Tipe - E Abjad „E‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata electrical, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki ketahanan terhadap listrik yang baik (kemampuan menghantarkan listrik yang buruk).

  2. Serat Kaca Tipe - S Abjad „S‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata strength, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki kekuatan yang tinggi.

  3. Serat Kaca Tipe - C Abjad „C‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata chemical, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki ketahanan terhadap senyawa kimia yang tinggi.

  4. Serat Kaca Tipe - M Abjad „M‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata modulus, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki modulus yang tinggi (kekakuan yang tinggi) sehingga banyak digunakan pada aplikasi struktural yang memerlukan tingkat kekakuan yang tinggi.

  5. Serat Kaca Tipe - A Abjad „A‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata alkali, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki komposisi senyawa alkali yang tinggi sehingga mudah dirusak oleh adanya uap air. Tipe serat kaca ini hanya digunakan untuk hal - hal yang umum (tidak ada kontak dengan uap air), selain itu harganya juga murah.

  6. Serat Kaca Tipe - D Abjad „D‟ yang terdapat pada tipe serat kaca ini merupakan singkatan dari kata dielectric, yang menandakan bahwa sifat khasnya adalah memiliki konstanta dielektrik yang rendah sehingga cocok untuk diaplikasikan pada bidang elektronik.

  Pada penelitian ini, tipe serat kaca yang digunakan adalah tipe - E dengan bentuk serat kaca tikar (mat). Serat kaca tipe - E memiliki komposisi yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.3 Komposisi Serat Kaca Tipe - E [40]

  

Komposisi % berat

  Silikon dioksida (SiO

  2 ) 59,0 - 60,1

  Aluminium oksida (Al

  2 O 3 ) 12,1 - 13,2

  Kalsium oksida (CaO) 22,1 - 22,6 Magnesium oksida (MgO) 3,1 - 3,4 Titanium oksida (TiO ) 0,5 - 1,5

  2 Sodium oksida (Na

  2 O) 0,6 - 0,9

  Kalium oksida (K

  

2 O) 0,2

  Besi oksida (Fe

  2 O

3 ) 0,2

  Florin (F ) 0,1

2 Sifat fisis dan mekanik dari serat kaca tipe - E dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.4 Sifat Fisis dan Mekanik Serat Kaca Tipe - E [39]

  

Sifat Nilai

3 Densitas (g/cm )

  2,59

  o

  Konstanta dielektrik pada 23

  C, 1 MHz 6,3 - 6,7 Kekuatan tarik (MPa) 34,45 Modulus elastisitas (GPa) 72,35 %Pemanjangan (%) 4,8

Tabel 2.5 Perbandingan Antara Serat Alami dan Serat Kaca [41]

  Sifat Serat Alami Serat Kaca

  Massa Jenis Rendah 2x Serat Alami Biaya Rendah Rendah (lebih tinggi dari SA) Terbarukan Ya Tidak Kemampuan Daur Ulang Ya Tidak Konsumsi Energi Rendah Tinggi Distribusi Luas Luas Menetralkan CO

2 Ya Tidak

  Menyebabkan Abrasi Tidak Ya Resiko Kesehatan Tidak Ya Limbah Biodegradable Tidak Biodegradable

  Berdasarkan perbandingan antara serat alami dan serat kaca pada Tabel 2.5, dapat dilihat bahwa serat alami memiliki sejumlah kelebihan yang tidak dimiliki oleh serat kaca. Penambahan serat alami pada komposit yang diperkuat serat kaca diharapkan dapat mengurangi kelemahan serat kaca.

2.2.2.2 Serat Ampas Tebu

  Ampas tebu (bagasse) merupakan adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya dan tidak tahan disimpan karena mudah terserang jamur [42]. Ampas tebu tersedia dalam jumlah banyak pada industri gula dan dalam satu kali proses ekstraksi dihasilkan ampas tebu sekitar 35

  • 40% dari berat tebu yang digiling secara keseluruhan. Dari sekian banyak ampas tebu yang dihasilkan, hanya sekitar 50% yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam proses produksi gula [43]. Selain sebagai bahan bakar dalam proses produksi gula, ampas tebu juga dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk serat dan partikel untuk papan, plastik, pakan ternak, kertas dan media untuk budidaya jamur atau dikomposisikan untuk pembuatan pupuk, serta adsorben ion logam berat seperti seng, kadmium, tembaga dan timbal [42, 43]. Sebanyak 54 juta ton tebu diproduksi setiap tahun di seluruh dunia dan industri gula rata - rata menghasilkan 270 kg ampas tebu per ton tebu [13].

Gambar 2.10 Ampas Tebu

  Ampas tebu juga memiliki kadar selulosa tinggi yang merupakan komponen penting dalam dunia polimer [14]. Suatu bahan yang memiliki kadar selulosa yang tinggi mengindikasikan bahwa bahan tersebut memiliki ikatan - ikatan seperti ikatan hidrogen yang dapat membuat bahan menjadi kuat dan kaku [15]. Komposisi serat ampas tebu dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.6 Komposisi Serat Ampas Tebu [26]

  

Komponen Kadar (%)

  Selulosa 55,3

  Hemiselulosa 18,8

  Lignin 21,0

  Senyawa ekstraktif 2,9 Abu

  1,9 Selain itu, ampas tebu juga memiliki densitas yang rendah sehingga dapat memperingan komposit yang dihasilkan serta beberapa sifat mekanik yang mendukung. Sifat fisis dan mekanik serat ampas tebu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.7 Sifat Fisis dan Mekanik Serat Ampas Tebu [42]

  

Sifat Nilai

3 Densitas (g/cm )

  0,36 Kekuatan tarik (MPa) 140 %Perpanjangan (%)

  25 Kekerasan (MPa) 3200

  Dengan jumlah produksi yang besar setiap tahunnya, komposisi selulosa tinggi yang dapat membuat suatu bahan menjadi kuat dan kaku, serta sifat fisis dan mekanik yang mendukung pada ampas tebu ini, maka ampas tebu sangat berpotensi untuk dijadikan salah satu pengisi pada komposit hibrid polipropilena daur ulang dari PBKG.

2.2.3 Fasa Antarmuka

  Umumnya pada semua bahan komposit akan terdapat dua fasa berlainan yang dipisahkan oleh daerah antarmuka. Daya sentuhan dan daya kohesif pada daerah ini amat penting karena daerah ini merupakan bagian yang memindahkan gaya dari fasa matriks ke fasa tersebar. Efek pemindahan gaya ini bergantung kepada daya ikat yang ada pada antarmuka [5].

  Pada beberapa kasus, daerah berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan konstituen di tengahnya [44].

  INTERFACE

  INTERPHASE Antarfasa Antarmuka

MATRIX FIBER

  Matriks Serat

Gambar 2.11 Komponen Penyusun Komposit

  Fasa antarmuka merupakan kawasan yang paling tinggi menerima tegangan selama dikenakan beban dari luar. Peranannya adalah memindahkan tegangan dari serat ke serat melalui matriks dan menjadi pelindung pada permukaan serat dari lingkungan. Pada ikatan antarmuka yang kuat, pemindahan beban atau tegangan akan berlaku efektif, sebaliknya pada ikatan antarmuka yang lemah, serat akan terurai dari matriks apabila tegangan yang diterima lebih besar daripada ikatan antarmuka [30].

  Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa fakta mengenai fasa antarmuka yaitu sebagai berikut [30] :

  1. Fasa antarmuka menentukan sifat mekanik bahan komposit.

  2. Ada beberapa mekanisme untuk menjelaskan pembentukan ikatan antarmuka matriks dan serat.

  3. Fasa antarmuka serat - matriks sangat sensitif terhadap lingkungan.

  4. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan ikatan antarmuka serat dan matriks seperti mengolah permukaan, ukuran dan sebagainya. Mekanisme pembentukan ikatan antarmuka serat dan matriks [30, 45] : 1. Penyerapan / pembasahan

  Untuk pembasahan pengisi yang baik, leburan fasa matriks harus menutupi seluruh permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan.

  2. Resapan

  Menurut mekanisme ini, ikatan akan terbentuk apabila molekul - molekul polimer meresap dari satu permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang lain. Kekuatan ikatan tergantung pada jumlah kekusutan molekul dan jumlah molekul yang terlibat. Jumlah penyerapan tergantung pada konformasi molekul, bagian yang terlibat dan kemudahan pergerakan molekul. Selain itu, penyerapan juga dapat ditingkatkan dengan menambahkan pelarut dan plasticizer.

3. Daya elektrostatis

  Mekanisme pengikatan ini berhasil apabila ada perbedaan muatan elektrostatik antara dua konstituen. Mekanisme ini tidak meningkatkan ikatan antarmuka kecuali bila digunakan agen penggandeng (coupling agent ) atau penyerasi (compatabilizer).

  4. Ikatan kimia Ikatan kimia terjadi apabila menggunakan agen penggandeng atau penyerasi secara bersama - sama. Pengikatan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia antara permukaan pengisi dengan permukaan matriks.

  5. Ikatan mekanik Pengikatan mekanik terjadi secara interlocking mekanik apabila geometri permukaan fasa matriks dan fasa tersebar (pengisi) tidak rata.

  Bagaimanapun juga, kekuatan pada arah tegangan horizontal lebih lemah dibanding pada arah tegangan vertikal. Faktor - faktor yang mempengaruhi pengikatan mekanik ialah kekasaran permukaan (faktor utama dan terpenting) dan aspek geometri selama proses fabrikasi.

2.2.4 Penyerasi

  Dalam suatu campuran multifasa, banyak perhatian ditujukan pada daerah permukaan antar fasa dimana terjadi interaksi antar fasa dan tenaga pendorong untuk pemisahan fasa. Hal ini umumnya dinyatakan sebagai tegangan antar muka antar fasa yang merupakan perilaku mekanik dari sistem multifasa yang juga tergantung pada karakteristik antarmuka dan kemampuannya untuk mengatur tegangan dari satu fasa ke fasa lain. Secara normal, batas fasa adalah titik lemah dalam materi. Dengan demikian, adhesi antara fase memiliki pengaruh penting tentang bagaimana campuran akan merespon terhadap stres [46].

  Proses modifikasi sifat antarmuka dari polimer campuran untuk pembuatan campuran polimer disebut kompatibilisasi. Tujuan utama kompatibilisasi adalah untuk menstabilkan dispersi yang baik terhadap aglomerasi (penumpukan) selama berlangsungnya proses dan mencapai suatu morfologi yang seimbang yang akan memberikan tegangan halus yang ditransfer dari satu fasa ke fasa yang lain dan digunakan untuk menahan gangguan (kerusakan) tegangan yang lebih besar. Suatu campuran polimer dikatakan kompatibel apabila memenuhi syarat berikut [46] : 1.

  Kelarutan yang menyeluruh dari dua atau lebih polimer pada skala molekul.

  2. Campuran polimer yang tidak menunjukkan pemisahan yang jelas.

  3. Campuran polimer yang memenuhi sifat - sifat sepenuhnya kompatibel.

  Campuran dikatakan sepenuhnya kompatibel apabila menunjukkan transisi gelas (Tg) tunggal, homogen dan ukuran partikel antara 5 - 10 nm. Sedangkan untuk campuran yang semi kompatibel akan menunjukkan dua transisi gelas (Tg) yang terpisah dimana posisi puncak tergantung pada interaktif kekuatan antara batas fasa. Secara umum, ada dua keadaan untuk meningkatkan keserasian (immiscible

  blends ), yaitu [47] : 1.

  Reactive blending, yaitu dengan cara menambahkan polimer yang sudah difungsionalisasi sehingga mampu meningkatkan interaksi tertentu atau bereaksi secara kimia. Fungsionalisasi dapat dilakukan sebelum pencampuran polimer atau sekaligus dalam proses pencampuran dalam mesin pencampur (extruder) sehingga akan terbentuk blok atau graft -

  copolymers , halogenasi, sulfonasi, pembentukan hidrogen peroksida, dan

  lain - lain. Perkembangan terakhir dalam produksi campuran polimer menggunakan metode reactive blending bergantung pada pembentukan langsung kopolimer atau interaksi polimer. Biasanya polimer reaktif dapat dihasilkan oleh radikal bebas copolymerisation atau disebut pencangkokan reaktif (reactive grafting) kepada rantai induk polimer. Gugus fungsional, seperti anhidrida, epoksi, oxazoline, yang terikat pada rantai induk polimer sering dipilih untuk reactive blending.

2. Penambahan zat penyerasi (compatabilizer), yaitu dimana zat ini memiliki interaksi spesifik atau reaksi kimia dengan komponen campuran polimer.

  Blok - atau graft - copolymer dan zat reaktif dengan berat molekul rendah termasuk dalam kategori ini. Penentuan pilihan blok atau graft - copolymer sebagai zat penyerasi didasarkan pada sifat kereaktifan dan kemampuan bercampur (miscibility) dengan campuran polimer. Fungsionalisasi polimer yang mempunyai kemiripan struktur dengan salah satu jenis polimer campuran dapat digunakan sebagai zat penyerasi dalam pencampuran polimer. Pada penelitian ini, penyerasi (compatabilizer) yang digunakan adalah maleat anhidrida - g - polipropilena (MAPP). Pada penyerasi ini, polipropilena

  (PP) dicangkok (graft) ke dalam maleat anhidrida (MAH). MAH adalah senyawa

  vinil tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, detergen, bahan aditif dan minyak pelumas. Kehadiran gugus maleat dapat meningkatkan berat molekul dan sifat ketidakjenuhannya sehingga lebih mudah dalam membentuk suatu film dengan daya lekat yang lebih baik (koheren). Gugus maleat juga dapat meningkatkan sifat tahan benturan, fleksibilitas dan kekerasan goresan yang lebih baik. Umumnya, MAH dikenal untuk memperkuat adhesi, yaitu gaya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis .

  [48]

Gambar 2.12 Maleat Anhidrida - g - Polipropilena (MAPP)

  Grafting maleat anhidrida pada polipropilena saat ini merupakan menjadi daya tarik industri yang sedang sangat berkembang dan patut untuk dipertimbangkan dan dikembangkan, karena dapat menghasilkan keselarasan dan peningkatan kereaktifan.

  Fungsionalisasi terhadap polipropilena oleh monomer - monomer polar yang merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepolaran dari polipropilena tersebut, dengan cara mengrafting maleat anhidrat pada polipropilena. Dan kenyataannya berbagai jenis dari polimer - polimer yang tergrafting telah digunakan secara luas untuk memperbaiki adhesi permukaan antara komponen pada campuran polimer. Modifikasi dari polipropilena juga digunakan secara luas untuk meningkatkan penggunaan dari bahan - bahan mekanik dari komposit yang berbahan dasar polipropilena dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit tersebut .

  [49]

  CH H 3 C C

CH

H

3

H C C O O O H H O O O n n

  (a) (b) (c)

Gambar 2.13 (a) Struktur Maleat Anhidrida (MAH) (b) Struktur Polipropilena (PP) (c) Struktur Maleat Anhidrida - g - Polipropilena (MAPP)

  Mekanisme grafting maleat anhidrida pada polipropilena adalah sebagai berikut [50] :

   Dekomposisi Peroksida

  O O O temperatur C O C O O C

  2 Gambar 2.14 Reaksi Proses Dekomposisi Senyawa Benzoil Peroksida

   Proses Degradasi

  O CH H 3 2 + C O C C

H H

n

  O CH H 3 C C OH + C H n

Gambar 2.15 Reaksi Proses Degradasi Polipropilena

   Proses Grafting Maleat Anhidrida ke dalam Polipropilena

  CH 3 H CH 3 H C C

  • C C H O O O H n O O O n CH H
  • 3 CH H 3C C H H H n O O O n CH H 3 H CH 3 C C C C + H H n O O O n

    Gambar 2.16 Proses Grafting Maleat Anhidrida ke dalam Polipropilena

    2.2.5 Modifikasi Kimia

      Modifikasi kimia pada pengisi alami yang mengandung selulosa didefinisikan sebagai reaksi antara beberapa bagian reaktif dari polimer dinding sel lignoselulosa dengan pelarut kimia tunggal, baik dengan katalis ataupun tanpa katalis untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya. Modifikasi kimia pada pengisi ini bertujuan untuk meningkatkan sifat - sifat dari pengisi tersebut. Secara umum, modifikasi kimia dapat mengurangi jumlah gugus OH pada pengisi, mengurangi lignin, pektin, wax dan minyak pada permukaan dinding sel pengisi. Modifikasi kimia menjadi sangat penting dengan melibatkan penggunaan suatu agen penggandeng (coupling agent) [51].

      Penguatan alkali adalah salah satu teknik penguatan kimia yang banyak digunakan pada serat alam apabila dipakai sebagai penguat pada matriks termoplastik dan termoset. Modifikasi penguatan alkali akan merusak ikatan hidrogen dan cara demikian akan membuat permukaan serat menjadi lebih kasar. Adanya penguatan alkali pada serat akan menghilangkan sejumlah lignin, lilin dan minyak pada permukaan serat dinding, sehingga terjadi depolimerisasi pada selulosa dan membuat serat lebih pendek. Dalam hal ini penambahan NaOH adalah untuk membuat ionisasi gugus OH pada serat sehingga akan menjadi alkoksi yang dapat didasarkan pada reaksi berikut [52] :

      Serat O Serat OH + NaOH

      2 ONa + H

    Gambar 2.17 Reaksi Serat Selulosa dengan NaOH

      Oleh karenanya proses alkalisasi serat selulosa langsung pada derajat polimerisasi dan menghilangkan lignin dan senyawa hemiselulosa. Dalam penguatan alkali, serat dimasukkan kedalam larutan NaOH dengan waktu yang tertentu. Dalam komposit polimer, teknik penguatan alkali pada serat selulosa merupakan modifikasi kimia yang telah dilakukan untuk meningkatkan adhesi antara permukaan serat selulosa dan matriks polimer karena menghasilkan ikatan yang baik [52].

    2.3 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT HIBRID

    2.3.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

      Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Pengujian tarik (tensile

      test ) dilakukan dengan pembebanan pada kedua ujung sampel melalui gaya

      tarikan. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan panjang atau deformasi dan juga menyebabkan terjadinya penipisan pada tebal bahan yang diuji. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum (besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum putus) dengan luas penampang mula - mula [51]. Regangan merupakan . perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula - mula Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen [46]. Persamaan untuk tegangan tarik dan regangan adalah sebagai berikut [51] :

      % .100 l l l

      ε dan A F τ o o

        

      (2.1) Dimana :  = Tegangan tarik (N/m

      2

      ) F = Tegangan (gaya) (N) A = Luas permukaan (m

      2

      )  = Regangan (%) l = Panjang akhir sampel (m) l

      o

      = Panjang awal sampel (m) Pada peregangan suatu bahan polimer, perpanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban, sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [51].

    2.3.2 Uji Kekuatan Lentur (Flexural Strength)

      bending yaitu mengalami patah bagian bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik [44].

      Kekuatan lentur merupakan kemampuan bahan untuk melentur, dimana pengujian biasanya dilakukan dengan menekuk bahan (sampel) menggunakan beban. Kekuatan lentur (τ) suatu bahan dapat dihitung dengan persamaan berikut [51] :

      2

      2bd

      3PL τ 

      (2.2) Dimana :  = Kekuatan lentur (N/m

      2

      ) P = Beban patah (N) L = Lebar batang uji (m) b = Tebal batang uji (m) d = Jarak antara titik tumpu (m)

      Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada perlakuan uji lentur spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian bawah terjadi proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji

    2.3.3 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength)

      Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketegasan bahan atau ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman). Kekuatan impak suatu bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat

Dokumen yang terkait

Pemilihan Supplier Dan Alokasi Pemesanan Bahan Baku Di Pt Latexindo Toba Perkasa Menggunakan Metode Fuzzy Ahp, Topsis, Dan Molp

1 2 36

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Pemilihan Supplier Dan Alokasi Pemesanan Bahan Baku Di Pt Latexindo Toba Perkasa Menggunakan Metode Fuzzy Ahp, Topsis, Dan Molp

0 1 47

BAB I PENDAHULUAN - Pemilihan Supplier Dan Alokasi Pemesanan Bahan Baku Di Pt Latexindo Toba Perkasa Menggunakan Metode Fuzzy Ahp, Topsis, Dan Molp

0 0 9

2.1. Forensik Digital - Identifikasi Tipe File Dari File Fragment Menggunakan Longest Common Subsequences (Lcs)

0 2 20

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

1 1 35

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Supervisi - Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 19

Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Pelaksanaan Prinsip “Enam Benar” Pemberian Obat yang Dilakukan Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

2 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Pertambangan yang Ter

0 0 26

Pemanfaatan Serbuk Serat Ampas Tebu Termodifikasi sebagai Pengisi Komposit Hibrid Plastik Bekas Kemasan Gelas/Serat Ampas Tebu/Serat Kaca dengan Penambahan Bahan Penyerasi Maleat Anhidrida - g - Polipropilena

0 0 19

Pemanfaatan Serbuk Serat Ampas Tebu Termodifikasi sebagai Pengisi Komposit Hibrid Plastik Bekas Kemasan Gelas/Serat Ampas Tebu/Serat Kaca dengan Penambahan Bahan Penyerasi Maleat Anhidrida - g - Polipropilena

0 0 8