Review kebijakan WTO terhadap negara ber

Review paper
When Will WTO Membership Signal Commitment to Free Trade by A Developing
Country
S. Mansoob Murshed
Institute of Social Studies

Oleh
Irwansyah (1321105033)
Ekonomi Politik Internasional

Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Udayana
Bali
2015

Kata pengantar
Perdagangan Internasional sudah menjadi kebutuhan pokok setiap negara untuk
memenuhi kebutuhannya karena alangkah tidak mungkin suatu negara dapat hidup dan
bertahan dengan sumber daya yang dimiliki tanpa bantuan dari negara lain. Untuk
mememnuhi kebutuhan tersebut maka negara melakukan kerjasama, kerjasama sama yang

paling lama kita kenal di dunia adalah kerjasama dengan sistem barter (pertukaran barang
yang berbeda jenis dan nilai yang berbeda pula namun bisa di pertukarkan sesuai dengan
kebutuhan.
Di jaman yang modern ini jenis perdagangan seperti barter sudahlama di tinggalkan
karena di nilai kurang efektif dalam penentuan nilai tukar barang yang di perjual-belikann.
Oleh karena itu di kenal llah sistem pertukaran dengan uang yang di sepakati bersama sebagai
alat tukar yang efisien yang bisa di bawah kemana saja untuk di tukarkan dengan barang yang
diinginkan.
Semakin berkembangnya sistem perdagangan di dunia maka di perlukan suatu badan
untuk mengatur regulasi perdagangan. Muncullah WTO sebagai badan internasional yang
mengatur prinsip-prinsip dalam perdagangan. Pengaruh WTO dalam perdagangan
internasional di antaranya adalah mendorong persaingan yang terbuka, mendorong reformasi
pembangunan dan ekonomi, dan meningkatkan prediktabilitas.
Tetapi dalam pelaksanaannya masih saja terdapat masalah-maslah yang perlu di
selesaikan terutama mengenai isu proteksionis, dan standarisasi yang tinggi yang di lakukan
negara maju terhadap negara berkembang. Hal ini bisa berdampak bagi terhambatnya
perdagangan negara berkembang ke negara maju karena standar negara-negara maju
sangatlah tinggi terhadap komoditas negara-negara berkembang yang berupa produk
agrikultur, textile, dan bahan-bahan mentah lainnya.


2

Hal inilah yang akan penulis review dari jurnal S. Mansoob Murshed yang berjudul
When Will WTO Membership Signal Commitment to Free Trade by A Developing Country.
Semoga dengan di tulisnya review ini kelak akan berguna bagi pembaca agar dapat lebih
memahami mamfaat WTO dan hubungan vertikal horizontal antar negara WTO.

Denpasar, 13 September 2015

Irwansyah
Mahasiswa FISIP HI Unud

3

Daftar Isi
Kata pengantar...........................................................................................................................3
Daftar isi....................................................................................................................................4
Pendahuluan..............................................................................................................................5
Kesimpulan Jurnal....................................................................................................................6
Pembahasan..............................................................................................................................8

Penutup.....................................................................................................................................11
Preferensi..................................................................................................................................12

4

Pendahuluan
Studi tentang perdagangan internasional menjadi sangat penting karena semakin
kompleksnya kebutuhan yang di perlukan oleh masyarakat dunia maka peraturan yang di
bentuk juga harus semakin ketat. Inilah yang d lakukan oleh negara maju menerapkan
kualitas-kualitas yang tinggi terhadap barang yang masuk dari negara berkembang sehingga
tak ayal negara berkembang harus bersusah paya untuk mencapai satandar yang tinggi
tersebut.
Dengan melihat masalah tersebut penulis kemudian mencoba mereview jurnal dari S.
Mansoob Murshed yang berjudul When Will WTO Membership Signal Commitment to Free
Trade by A Developing Country. Jurnal dari S. Mansoob ini menekankan pada peran WTO
terhadap perkembangan perdagangan di negara berkembang yang di nilai belum efektif
dalam melakukan perdagangan.
Kurang efektifnya perdagangan di negara berkembang di sebebkan oleh beberapa
faktor yaitu sumber tenaga kerja yang kurang memadai (unskilled), komoditi ekspor masih
berupa bahan mentah (minyak, kayu, kapas, ikan, dsb). Standar yang di terapkan negara maju

itu teralu tinggi, dan kuota yang di terapkan negara maju terhadap negara berkembang terlalu
rendah sehingga sumber daya alam banyak yang rusak sebelum di distribusikan.
Liberalisasi perdagangan dan promosi ekspor sekarang telah sukses menjadi stratetegi
tiap negara untuk menumbuhkan perekonomian di negaranya. Liberalisasi perdagangan
mengarahkan tiap negara untuk melakukan perdagangan bebas. Komitmen untuk melakukan
perdagangan bebas samgat penting untuk mencari pasar dan partner perdangangan, terutama
di negara maju (north country). Kebijakan perdagangann bebas dapat optimal jika
dilaksanakan dengan semestinya. Walaupun strategi kebijakan perdagangan berlawanan
dengan perdagangan bebas, akan sangat sulit untuk menerapkan sesuai dengan yang
seharusnya karena adanya kepentingan kelompok-kelompok kepntingan.
Proteksionisme negara maju terhadap ekspor negara berkembang telah di mulai sejak
tahun 1970 Murshed (1992). Contohnya multi-fibre agreement (MFA) di mana pemerintah
mengimpor bahan tekstil dan pakaian dari negara berkembang ke negara maju untuk
kemudian di jual kembali ke negara berkembang dengan harga yang relatif mahal. Masalah
terbesar yang dihadapi oleh negara berkembang adalah faktanya bahwa negara-negara maju

5

tidak benar-benar melakukan liberalisasi perdagangan terhadap produk pertanian, perikanan
dan tekstil.

Tanpa adanya komitmen untuk mengikat negara-negara dalam suatu payung
perdagangan internasional maka tetap saja negara-negara maju yang mempunyai kemampuan
lebih dari negara berkembang akan semena-mena. Inilah awal di bentuknya World Trade
Organization (WTO) yang di harapkan dapat meminimalisasi tarif yang tinggi dengan
perdagangan bebasnya.
Kesimpulan jurnal
a. Identitas Jurnal
Judul

: When Will WTO Membership Signal Commitment to Free Trade by
A Developing Country

Penulis

: S. Mansoob Murshed

Source

: Journal of Economic Integration , Vol. 19, No. 2, Developing
Countries in the WTO


Regime

: Selected issues (June 2004), pp. 317-331

Published by

: Center for Economic Integration, Sejong University

Stable URL

: http://www.jstor.org/stable/23000783

Instansi penulis

: Institute of Social Studies

Instansi penerbit

: JSTOR


Accessed

: 01-09-2015 15: 40 UTC

b. Rangkuman
WTO adalah badan independen yang menaungi negara-negara anggota dan
berfungsi untuk mengani keluhan negara yang menerapkan kebijakan tarif dan non terif yang
dapat menganggu jalannnya perdagangan internasional, tanpa WTO negara berkembang akan
susah untuk melakukan perdagangan bebas. Walaupun bea masuk telah di kurangi oleh
negara partner dagang dan pajak pendapatanan dari barang impor sangat penting bagi negara
bagi negara dengan pendapatan yang rendah. Negara maju sering kali melakukan
6

proteksionisme terhadap impor barang dari negara berkembang, hal ini di lakukan untuk
mencapai kepentingan nasional negara maju dan hal itu menodai semangat dari peraturan
WTO. Jika hal ini terjadi maka WTO akan memberlakukan sanksi terhadap negara yang
melanggar aturan WTO, tindakan seperti ini akan membantu negara perdagangan negara
berkembang.
Kredibilitas kebijakan perdagangan bebas bagi negara berkembang

Aturan dasar kredibilitas kebijakan perdagangan bebas bagi negara berkembang
mengikuti aturan Addison dan Murshed (2002), dibagi menjadi dua bagian yaitu masyarakat
dalam negara berkembang (W) dan pemerintah dari negara berkembang. Aturan ini untuk
menghitung pengendalian kebijakan inflasi (Barro-Gordon, 1983), (Backus-Driffil, 1985) dan
Cukieman (2000). Model yang sama juga bisa di temukan dalam (Staiger, 1995), dimana
sekelompok bangsa masuk kedalam perjanjian kerjasama untuk menurunkan tarif, tetapi
belum tentu satu bangsa setuju dengan penurunana tarif tersebut di karenakan negara tersebut
devisa negara berasal dari pajak.
Komitmen Teknologi-Teknologi untuk Pemerintah Negara Berkembang
Masalah yang telah di kemukakan sebelumnya seperti ketidakpercayaan pemerintah
negara berkembang dalam pembuatan kebijakan tarif 0 % telah di tuangkan ke dalam
beberapa komitmen. Masalah ini terjadi ketika krisis kepercayaan terhadap pemerintah
sebagai pembuat keputusan atau ketidakpercayaan kareana komitmen-komitmen yang di
berikan pemerintah tidak dapat dilaksanakan.
Dengan kata lain proses dalam WTO di nilai tidak produktif dalam mengikat dan
memaksakan kehendaknya kepada suatu negara berkembang untuk melakukan perdagangan
bebas. Contohnya pembuatan persetujuan atas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) akan
hanya bersifat sementara jika terlalu lemahnya progres pembebasan negara berkembang
untuk mengakses pasar negara maju.
Komitmen Melakukan Perdagangan Bebas di Negara Maju : Sebagai Suatu Sinyal

untuk Negara Berkembang.
Jika negara berkembang menerima komitmen untuk melakukan perdagangan bebas
seperti yang di lakukan oleh negara maju terhadap tarif atau kuota harus dihilangkan,. Jika
hal ini terjadi maka produk-produk dari negara maju akan membanjiri negara berkembang.
7

Contohnya adalah subsidi-subsidi pertanian di negara maju sangat efektif meredam produk
yang sejenis dari negara berkembang. Contoh lainnya adalah MFA, MFA berkomitmen
untuk menghapus tarif tersebut dengan subsidi-subsidi pertanian yang muncul n=di negara
barat muncul keributan antara negara berkembang dengan negara maju karena subsidi ini tak
kunjung di hapus oleh negara maju. Motivasi terhadap proteksi di negara maju akan berbeda
dengan negara berkembang. (Murshed, 1992).
Pembahasan
Pada tahun 1986-1994 saat terjadi putaran Uruguay, terdapat perhatian yang sangat
besar terhadap perubahan politik Utara dan Selatan dalam sistem GATT

(WTO).

Sebelumnya negara maju dan negara berkembang berada di kelompok yang berlawanan.
Setalah putaran Uruguay garis perbedaan antara keduanya menipis, dan terbentuk beberapa

kelompok seusai isu yang di bahas.
Peluang dan Tantangan Partisipasi Negara Berkembang dalam WTO
Persetujuan WTO sebagai hasil dari putaran perundingan Uruguay berpeluang
memberikan mamfaat bagi negara berkembang. Namun demikian, sejumlah persoalan masih
tetap timbul.
Akses pasar (dengan bea masuk yang telah dikurangi) yang merupakan persetujuan
Putaran Uruguay di perkirakan meningkatkan GDP dunia dari US$ 120 milyar menjadi US$
315 milyar ketika persetujuan tersebut di implementasikan sepenuhnya. Sebaian dari
kenaikan ini akan di belanjakan untuk barang dan jasa yang diekspor oleh negara
berkembang.
Namun demikian terdapat beberapa isu yang menjadi kepentingan negara berkembang
antara lain :
1. Tariff Peaks dan Tariff Escalation
Adanya tarif yang tinggi atas produk-produk tertentu (tarif peak) di pasar negaranegara maju yang dikhawatirkan akan mengganggu ekspor dari negara berkembang.
Misalnya tarif tinggi yang dikenakan pada produk tekstil, pakaian jadi, ikan, produk
ikan olahan, dan alas kaki atau sepatu yang keseluruhannya adalah kepentingan
negara berkembang. Beberapa negara maju hanya akan melakukan pengurangan
sedikit terhadap bea masuk. Dengan demikian, potensi negara berkembang dalam
8


perdagangan di antara mereka terhambat oleh kenyataan adanya bea masuk yang
tinggi di antara negara-negara berkembang sendiri.
Negara berkembang juga mengalami masalah “ peningkatan/ eskalasi tarif (Tariff
Escalation)” di mana negara pengimpor melindungi industri manufakturnya dengan
menetapkan bea masuk impor bahan baku yang rendah dan bea masuk untuk barang
yang jadi atau setengah jadi yang tinggi.
2. Special and Differential Treatment (S&D)
Implementasi ketentuan

mengenai perlakuan khusus dan berbeda bagi negara

berkembang (S&D) yang terdapat dalam berbagai persetujuan WTO dalam
kenyataanya tidak mudah untuk dilaksanakan
3. TRIPs ( trade-related intelectual property rights)/HAKI and Public Health
KTM (konferensi tingkat menteri) IV Doha telah secara khusus mengeluarkan
Declaration on TRIPs

and Public Health yang pada intinya menginstruksikan

kepada anngota untuk mencari solusi bagi masalah yang dihadapi

oleh negara

berkembangyang tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi farnasi dalam
menggunakan Compulsory licence (lisensi untuk memproduksi dan menjual obatobatan paten).
4. Preference Erosion
Isu yang di khawatirkan oleh negara berkembang dalah adanya erosi /berkurangnya
preferensi atau perlakuan khusus (konsesi khusus tarif yang di berikan oleh negaranegara maju bagi impor dari beberapa negara berkembangtertentu menjadi kurang
berarti apabila tarif telah dikurangi, karena kemudian perbedaan antara tarif normal
dan tarif perlakuan khusus menipis).
5. Kemampuan untuk beradaptasi
Apakah

negara-negara berkembang dapat mengambil mamfaat dengan adanya

perubahan yang di timbulkan oleh persetujuan WTO? Ya, apabila perekonomian
negara berkembang mampu menggapi perubahan tersebut. hal ini tergantung pada
kombinasi antara kebijakan ekonomi dari upaya peningkatan proses penyusunan
kebijakan dan manajemen makro ekonomi, samapi dengan program peningkatan
pelatihan dan investasi.1

1

Wibowo Fitria A. H. W. Dkk dalam Sekilas WTO Edisi Ketujuh. 2013. Direktorat Perdagangan, Perindustrian,
Investasi, dan HKI Direktorat Jendral dan Multilateral Kementerian Luar Negeri : Jakarta Pusat

9

Sangat penting kiranya untuk mengetahui bahwa dengan ijin negara anggota World
Trade Organization (WTO) untuk membentuk preferential trade agreement (PTA) dimana
negara bisa bebas bernegosiasi untuk menentukan kelonggaran tarif tapi bukan untuk semua
negara anggota WTO, dalam pasal XXIV General Agreement on Tariff and Trade (GATT)
pentingnya pengecualian pada most-favored-nation (MFN) ketentuan berada di pasal 1 dari
GATT. Sejak gagasan non-diskriminasi di kemukakan secara spesifik oleh ketentuan MFN
berdasarkan pada sistem WTO itu sendiri. Menurut WTO (2009), ada lebih dari 200 PTA di
gunakan sekarang in dan hampir semua negara besar dalam satu atau lebih PTA dengan
berbagai macam bentuk perjanjian.. Contohnya North American Free Trade Agreement
(NAFTA), Association of South East Asian Nations (ASEAN) Free Trade Area dan lain
sebagainya.
Kegagalan negosiasi perdagangan multilateral pada saat Cancun meeting dan putaran
Doha membuat negara-negara berkembang untuk mencari alternatif yang di kenal dengan
“south-south” PTAs. Stiglitz (2003) berpendapat bahwa selama perdagangan antara NorthSouth itu tidak mendapatkan keuntungan yang optimal maka bukan menjadi sebuah
pertanyaan jika negara berkembang menbuat perjanjian perdagangan antar negara
berkembang. Bhagwati dan Panagariya (1996), Ray (1998), dan Das dan Ghosh (2006)
berpendapat bahwa mayoritas PTAs di bentuk karena kesamaan negara {North Country
dengan North Country (negara maju dengan negara maju) dan South Country dengan South
Country (negara berkembang dengan negara berkembang) } lebih baik daripada PTAs di
lakukan di negara maju dengan negara berkembang (North-South Agreements).2
Contohnya
Hambatan Tarif Jepang
Tingkat tarif yang dikenakan Jepang terhadap produk-produk impor yang berasal dari
Indonesia sangat bervariasi. Dasar penentuan klasifikasi produk impor yang terdapat pada
Customs Tariff Shcedule menggunakan Harmonized System 9 digit. Di samping itu jepang
juga menggunakan tarif eskalasi dimana pengenaan tarif impor didasarkan pada tingkat
proses pada tingkat proses produksi suatu barang. Sebagai contoh, bahan baku dikenakan tarif
yang rendah bahkan bisa mencapai 0%, seperti kayu gelondongan dan rotan asalan. Tetapi,
untuk barang setengah jadi yang masuk ke Jepangakan dikenakan tarif yang lebih tinggi. Di
2

Nath, Hiranya K and Yildiz , Halis Murat. The Implications of a South-South CustomsUnion on Tariffs,
and the Prospect of Global Free Trade. 2010. Article In SSRN Elektronik Journal
10

sisi lain, Jepang juga masih melakukan diskriminasi tarif untuk kayu lapis (polywood)
berdasarkan jenis kayu dan negara asal. Untuk kayu yang berasal dari negara tropis
dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu lapis yang berasal dari negara
beriklim sub-tropis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari The World Integrated Trade Solution (WITS),
tarif yang diberlakukan untuk ekspor Indonesia ke Jepang sepertin Produk-produk alas kaki
(footwear) menghadapi tarif 15%, smentara itu produk teh, kopi, dan rempah-rempah di
kenakan tarif paling rendah yaitu 3 %. Sementara itu produk kayu dan turunannya yang
memberikan sumbangan penerimaan ekspor yang cukup tinggi di atas US$ 1 juta dikenakan
tarif masuk sebesar 3,36%.3
Penutup
Dengan memperhatikan kenyataan di atas sangat penting kiranya untuk dikaji kembali
bagaimana peran WTO dalam hal ini dan apakah WTO dapat bertindak secara adi terhadap
perdagangan antara negara maju dengan negara berkembang mengingat kebanyakan
pemimpin negara WTO berasal dari negara maju? Dan apakah WTO sabagai badan yang
independen dapat mengakhiri hambatan-hambatan perdagangan yang di lakukan negara maju
terhadap negara berkembang?
Sekiranya hal itu yang akan menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemimpin-pemimpin
bangsa dan juga WTO.

3

Fakhrudin, Umar dalam Kebijakan Hambatan Perdagangan Atas Produk Ekspor Indonesia Di Negara Mitra
Dagang . http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-1416393847.pdf di akses tanggal 10 September
2015.

11

PREFERENCE
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-1416393847.pdf di akses tanggal
10 September 2015 jam 20:59.
http://www.csae.ox.ac.uk/workingpapers/pdfs/2010-30text.pdf di akses tanggal 10
September 2015 Jam 21:10.
http://www.researchgate.net/profile/Halis_Yildiz/publication/46460129_The_Implicat
ions_of_a_SouthSouth_Customs_Union_on_Tariffs_Welfare_and_the_Prospect_of_Global_
Free_Trade/links/00b7d521f7e6293d13000000.pdf di akses tanggal 10 September 2015 jam
21:30
http://www.itto.int/files/user/pdf/publications/PD%20286%2004/pd286-0411%20rev1(I)%20i.pdf di akses tanggal 10 September 2015 jam 21:35
Wibowo Fitria A. H. W.

Dkk dalam Sekilas WTO Edisi Ketujuh. 2013. Direktorat

Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan HKI Direktorat Jendral dan Multilateral Kementerian Luar
Negeri : Jakarta Pusat

12