Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Prod

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja
Intan Kumala Heina
Administrasi Niaga-Politeknik Negeri Bandung
Abstract
Culture is a system of beliefs, values and
norms that evolve in an organization that
guide the behavior of its members in the
face of external adjustment and internal
integration.
Overview
essence
of
organizational culture can be seen in the
characteristics of organizational culture,
including: the identity of the members, the
focus of people, the unification unit, risk
tolerance and control. A description of the
culture adopted by the company can be
seen from the picture above characteristics.
The ilustration is used as the basis to
equate the interpretation that the

organization's members feel have the
organization and motivate members of the
organization in order to be able to behave
in accordance with the values and norms
that exist within the organization. In order
for the company's goals can be achieved,
management must understand the essence
of the culture of the organization. Seventh
essence is whether the organizational
culture to stimulate or undermine the
creativity of its members or not, the
organizational culture must also give
referrals, In the culture of the organization
should also be reflected management
views as to whether the employee is
required to the final or follow processes
and procedures, organization culture also
should reflect that management is aware of
how important the human resources as the
most

tactical
component
in
the
organization, personality how that should
be shown by the employees, and the
dominant purpose of the organization.

Labor productivity consists of three
aspects, namely: first, productivity is the
physical output per unit of productive
enterprises; second, productivity is the
effectiveness of the management of
industry within the facility pengguanaanfasilias for production; and third,
productivity is the effectiveness of the use
of labor and equipment. But the bottom
line all lead to the same goal, that of labor
productivity is the ratio of the work by the
time needed to produce a product of labor.
Factors that can affect the productivity of

employees, namely training, mental and
physical abilities of employees, the
relationship between superiors and
subordinates. Results from the study
showed signs that there is a relationship
between person-organization fit and job
satisfaction, commitment and employee
turnover, which the individual matching
the organizational culture tend to have job
satisfaction and commitment is low,
consequently the tendency to leave the
organization are of course higher (level
high employee turnover). The results also
suggest that the cultural values
significantly affect the effectiveness of the
organization through a progressive
increase in output quality and reduce the
cost of procurement of labor. Overall
discussion in advance indicates that
organizational culture has a strong impact

on the propensity of its members in
displaying certain behavior and ultimately
have an impact on work productivity.
Keywords :
Productivity

Organization

Culture,

Setiap perusahaan
berusaha untuk
mencapai keunggulan dalam kompetisi
antar perusahaan, sedangkan perusahaan
juga melakukan hal serupa. Kondisi
tersebut
merupakan
dampak
dari
globalisasi yang tumbuh dalam dunia

bisnis yang membuat persaingan menjadi
tidak terprediksi dan tidak pasti. Selain itu
persaingan juga sangat ketat dan dinamis.
Setiap organisasi memiliki karakteristik
atau jati diri yang menjadi khas organisasi
tersebut. Artinya, setiap organisasi
memiliki suatu ‘kepribadian’ yang
membedakannya
dengan
organisasi
lainnya. Kepribadian yang khas tersebut
tentunya tidak terbentuk seketika suatu
organisasi didirikan. Organisasi tersebut
membutuhkan waktu untuk proses
bertumbuh, berkembang, dan mapan.
Dapat
dikatakan
dalam
setiap
perkembangan itu organisasi akan

menemukan jati dirinya yang berbeda dari
organisasi lain. Sehingga, organisasi
tersebut memiliki kepribadian sendiri.

menentukan keberhasilan sebagai anggota
organisasi pada level yang berpengaruh.

Budaya merupakan salah satu faktor
pembeda
masing-masing
organisasi.
Pengertian
sederhana
dari
budaya
organisasi adalah pandangan yang serupa
di kalangan seluruh anggota organisasi
mengenai makna hakiki dari kehidupan
bersama. Pengertian tersebut berarti bahwa
didalam lingkungan suatu organisasi

memerlukan pemahaman yang pasti
tentang ‘cara-cara berperilaku dan
bertindak yang dapat diterima bagi
organisasi.’ Keterkaitan yang sangat
fundamental adalah bahwa adanya
seseorang dalam suatu organisasi hanya
akan diterima oleh berbagai pihak di dalam
organisasi tersebut, seperti atasan,
manajemen, dan rekan-rekan setingkat
apabila yang bersangkutan bersedia dan
mampu
melakukan
penyesuaianpenyesuaian dalam dirinya termasuk dalam
tindakan dan perilakunya sehingga hal
tersebut
mencerminkan penerimannya
kepada budaya organisasi. Bahkan,
kemampuan dan kesediaan tersebut dapat

Dengan demikian, hal mendasar dalam

pembahasan budaya organisasi adalah
kemauan, kemampuan, dan kesediaan
seseorang membiasakan perbuatannya
dengan budaya organisasi, mempunya
pengaruh
yang
besar
terhadap
kemampuan dan kesediaannya untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya.

Dapat dikatakan bahwa setiap orang yang
datang ke suatu perusahaan atau organisasi
dengan membawa
‘budaya pribadi’
masing-masing, harus segera mempelajari
budaya organisasi yang bersangkutan
untuk
melakukan
adaptasi

atau
penyesuaian terhadap apa yang harus
dilakukannya. Keharusan tersebut yang
dimaksud dengan salah satu sasaran proses
seleksi yaitu perolehan gambaran apakah
seseorang bersedia dan mampu melakukan
penyesuaian yang diperlukan tersebut atau
tidak. Meskipun pada kenyataannya
manajemen tidak akan mengabaikan dan
akan mempertimbangkan budaya pribadi
yang dianut oleh para anggota organisasi,
hal tersebut tidak berarti bahwa
pembiasaan secara perorangan tidak
diperlukan, karena pada akhirnya budaya
organisasilah yang lebih berperan dalam
sebuah organisasi, bukan budaya pribadi.

Pembahasan
Budaya Organisasi
Budaya

organisasi
adalah
sistem
penyebaran nilai-nilai yang berada dalam
suatu organisasi dan berguna sebagai
pengarah perilaku anggota-anggotanya.
Apabila budaya organisasi mendukung
strategi organisasi dan bila dapat
menjawab atau mengatasi lingkungan
degan segera, budaya organisasi bisa
menjadi alat keunggulan kompetitif yang
utama. (Soedjono, 2005).
An organization’s culture is a pattern of
basic assumptions invented, discovered
valid and developed by a given group as it

learns to cope with is problems of external
adaption and internal consolidation that
has worked well enough to be judge valid
and to be taught to new members as the

correct way to perceive, think and feel in
relation to these problem. (Edgar H.
Schein dalam Mangkunegara, 2008).
Robins (2008) mengartikan
organisasi sebagai system makna
diantara anggota-anggota yang
pembeda organisasi tersebut
organisasi-organisasi lain.

budaya
bersama
menjadi
dengan

Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa budaya merupakan
sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma
yang berkembang dalam sebuah organisasi
yang menjadi pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya dalam menghadapi
penyesuaian eksternal dan integrasi
internal. (Soedjono, 2005; Edgar H.
Schein dalam Mangkunegara, 2008;
Robins 2008).
Seseorang pada dasarnya tidak akan
terlepas dari lingkungannya. Kepribadian
akan dibentuk oleh lingkungan dan
tentunya kepribadian tersebut harus
didukung oleh norma yang diakui
kebenarannya dan sebagai pedoman dalam
bertindak agar kepribadian tersebut
mengarah kepada sikap dan perilaku yang
positif. Budaya yang kuat dapat menjadi
kunci kesuksesan suatu organisasi.
Pemahaman terhadap budaya organisasi
sebagai kesepakatan mengenai nilai yang
mengikat semua anggota dalam organisasi
seharusnya dapat menentukan batasan
normatif perilaku anggota organisasi.
Peranan budaya organisasi secara spesifik
ialah membantu menciptakan jati diri
anggotanya, menciptakan ikatan emosional
antara
organisasi
dengan
anggota
didalamnya,
membantu
menciptakan
stabilitas organisasi. Dengan demikian,
budaya organisasi mempunyai pengaruh
yang kuat kepada perilaku anggotanya.

Gambaran esensi budaya organisasi dapat
dilihat
pada
karakteristik
menurut
Dharma, 2004 berikut :
1. Identitas anggota, dimana karyawan
dapat
mengidentifikasi
organisasi
secara keseluruhan; 2. Penekanan
kelompok, yang mana kegiatan dan
tugas
lebih
diorganisir
untuk
dikerjakan
secara
berkelompok
daripada individu;
2. Fokus orang, dimana keputusan
manajemen memperhatikan dampak
eksternal yang dilakukan oleh karyawan
dalam organisasi;
3. Penyatuan unit, dimana unit-unit
didorong agar bisa berfungsi secara
terkoordinasi atau bebas.
4. Toleransi resiko, dimana karyawan
didorong agar dapat bekerja secara
kreatif dan berani mengambil resiko.
5. Pengendalian, dimana pengawasan dan
pengendalian
karyawan
dengan
menggunakan peraturan, regulasi, dan
pengendalian langsung.
Gambaran mengenai budaya yang dianut
oleh perusahaan dapat dilihat dari
gambaran karakteristik diatas. Gambaran
tersebut
dijadikan
dasar
dalam
menyamakan interpretasi bahwa anggota
organisasi
merasa
mempunyai
organisasinya dan memotivasi supaya
anggota organisasi dapat bertingkah laku
sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang
ada di dalam organisasi. Didalam budaya
organisasi
yang
bagus
sebaiknya
diterapkan system pengendalian yang
disebut dengan social control system.
Sistem pengendalian seperti itu tidak
banyak mengaitkan orang lain untuk
meninjau apa saja yang dilakukan oleh
seseorang tetapi yang terlibat secara
langsung adalah orang yang bersangkutan
melalui komitmen dan kesepakatan.
Fungsi-fungsi Budaya Organisasi
Setelah
memahami
bahwa
setiap
organisasi merupakan sebuah kesatuan
yang bersifat khas dan unik yang memiliki
jati diri masing-masing, serta dibedakan

oleh budaya yang berada didalamnya,
dapat dipastikan bahwa para pimpinan
dalam organisasi ingin agar budaya
tersebut dapat berdaya guna dengan baik,
artinya, lebih menjamin kesuksesan
organisasi mencapai tujuan dan visi
misinya, termasuk tujuan dan sasaran para
anggotanya. Agar tujuan tersebut bisa
tercapai, manajemen mesti memahami
berbagai esensi budaya organisasi. Ketujuh
esensi yang dimaksud ialah :
a. Apakah budaya organisasi menstimulasi
atau melemahkan kreativitas para
anggotanya atau tidak. Dan apakah
manajemen akan mendorong para
karyawannya agar bekerja secara
inovatif dan mau mengambil resiko.
b. Budaya organisasi juga harus memberi
arahan, apakah karyawan diharapkan
bekerja secara teliti, melakukan
analisis, serta memperhatikan hal-hal
yang detail, ataukah dibenarkan bekerja
hanya sekedar memenuhi standar
minimal.
c. Dalam budaya organisasi juga harus
tergambar
pandangan
manajemen
tentang apakah karyawan dituntut
kepada hasil akhir atau mengikuti
proses dan prosedur kerja.
d. Budaya
organisasi
juga
harus
mencerminkan bahwa manajemen
sangat menyadari berapa pentingnya
sumber
daya
manusia
sebagai
komponen yang paling taktis dalam
organisasi.
e. Budaya
organisasi
semestinya
memberikan
penekanan
tentang
pentingnya kerjasama dan kemampuan
bekerja dalam tim, dan bukan malah
menonjolkan kehebatan individual,
walaupun kemampuan individual juga
diperlukan.
f. Kepribadian yang bagaimana yang
harus ditunjukkan oleh karyawan.
g. Tujuan yang dominan dalam organisasi
harus dinyatakan secara jelas pada
rumusan budaya organisasi

Arti Penting Budaya Organisasi
Kecondongan sifat kompetisi menuju
kompetisi global harus dihadapi dengan
cepat dan tepat karena kompetisi yang
bersifat mendunia tersebut biasanya
menuntut modifikasi tatanan manajemen
atau struktur organisasi yang berdampak
pada budaya organisasi pada akhirnya,
begitu pun sebaliknya. Namun, perubahan
tersebut tidak akan optimal jika tidak
didukung oleh budaya yang kondusif
terhadap perubahan tersebut. Organisasi
sebagai suatu sistem yang terbuka, dapat
diartikan sebagai homogeneus culture dan
heterogeneus culture. Maksud dari
homogeneus culture adalah budaya yang
seragam yang akan membentuk komitmen
jangka panjang terhadap kemajuan
organisasi.
Sedangkan
heterogeneus
culture dikembangkan oleh subkultur yang
berkembang dalam unit yang berbeda
didalam sebuah organisasi.
Untuk menjadikan anggota menjadi
anggota organisasi yang baik, proses
sosialisasi diperlukan oleh anggota,
sehingga anggota tidak merasa canggung
dengan kondisi dan budaya yang telah
dimiliki organisasi. Biasanya, karyawan
yang bergabung pertama kali didalam
sebuah organisasi akan merasa asing dan
merasa tidak mengerti tentang prosedurprosedur atau kebijakan-kebijakan serta
nilai-nilai
yang
terdapat
didalam
organisasi. Salah satu tujuan sosialisasi
ialah memperkenalkan nilai-nilai budaya
organisasi secara keseluruhan sehingga
diharapkan karyawan akan memiliki
tingkah laku sesuai dengan budaya
organisasi. Proses sosialisasi budaya tidak
berlangsung dalam waktu yang singkat dan
juga membutuhkan perhatian yang serius.
Pada
akhirnya,
proses
sosialisasi
diharapkan mampu memberikan gambaran
yang tepat kepada karyawan mengenai
lingkungan kerja dan budaya organisasi
tempatnya bekerja.

Untuk menciptakan proses sosialisasi yang
tepat, dibutuhkan keterlibatan karyawan,
organisasi yang bersangkutan, dan
pemimpin yang dapat memberikan
motivasi serta melakukan koordinasi yang
tepat selama proses sosialisasi. Masingmasing organisasi pastinya mempunyai
definisi yang berbeda-beda tentang budaya
organisasi. Seluruh sumber daya manusia
harus bisa mengerti dengan tepat budaya
organisasinya, karena pemahaman ini
sangat berkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan, baik perencanaan yang strategis
maupun
kegiatan
implementasi
perencanaan, dimana setiap kegiatan
tersebut harus berdasarkan kepada budaya
organisasi.
Pengertian Produktivitas
Setiap
organisasi
baik
berbentuk
perusahaan maupun lainnya akan selalu
berupaya agar para anggota atau pekerja
yang terlibat dalam kegiatan organisasi
dapat memberikan prestasi dalam bentuk
produktivitas kerja yang tinggi untuk
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Produktivitas kerja merupakan suatu istilah
yang sering digunakan dalam perencanaan
pengembangan industri pada khususnya
dan perencanaan pengembangan ekonomi
nasional pada umumnya. Pengertian
produktivitas pada umumnya lebih
dikaitkan dengan pandangan produksi dan
ekonomi, sering pula dikaitkan dengan
pandangan sosiologi. Tidak dapat diingkari
bahwa pada akhirnya apapun yang
dihasilkan melalui kegiatan organisasi
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat termasuk di
dalamnya tenaga kerja itu sendiri.
Produktivitas umumnya didefinisikan
sebagai hubungan antara output, seperti
barang-barang atau jasa dengan input,
seperti tenaga kerja, bahan, uang.
Produktivitas adalah ukuran kemampuan
produktivitas. Suatu perbandingan antara
hasil output dan input. Input sering
dibatasi dengan tenaga kerja, sementara
output diukur kedalam satuan fisik,
bentuk, dan nilai.

Di bidang industri, produktivitas memiliki
definisi sebagai tolok ukur yang relatif
nilai atau tolok ukur yang ditampilkan oleh
kemampuan produksi, yaitu sebagai
kombinasi dari produksi dan aktivitas;
sebagai tolok ukur yaitu seberapa
bermanfaat kita menggunakan sumber
daya dalam meraih hasil yang diinginkan
(Ravianto, 1991).

Tohardi (2002) memberi pendapat bahwa
produktivitas kerja merupakan sikap
mental. Sikap mental yang selalu mencari
pembaruan terhadap apa yang telah ada.
Suatu kepercayaan bahwa seseorang bisa
melakukan perkerjaan lebih baik pada hari
ini daripada hari kemarin dan hari esok
lebih baik dari hari ini. Pendapat tersebut
didukung oleh

Selanjutnya, Webster (dalam Yatman dan
Abidin, 1991) memberikan penjelasan
tentang
produktivitas,
yaitu:
(a)
keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha
produksi; (b) tingkat keefektifan manajer
industri dalam menggunakan aktivitas
untuk produksi: dan (c) keefektifan dalam
menggunakan karyawan dan peralatan.
Dalam setiap kegiatan produksi, semua
sumber daya mempunyai peran yang
menentukan tingkat produktivitas, maka
sumber daya tersebut harus dikendalikan
dan diatur dengan baik.

Ravianto (1991), mengemukakan bahwa
produktivitas pada dasarnya mencakup
sikap mental yang selalu memiliki
pendapat bahwa kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini. Sikap yang
seperti itu akan mendorong seseorang
untuk tidak gampang merasa puas,
namunharus mengembangkan diri dan
meningkatkan kemampuan kerja melalui
cara yaitu selalu mencari perbaikanperbaikan dan peningkatan.

Menurut Kusrianto (1990), berpendapat
bahwa produktivitas adalah perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan peranan
karyawan persatuan waktu. Yang dimaksud
peranan
karyawan
disini
adalah
menggunakan sumber daya secara efisien
dan efektif.
Dari definisi-definisi tersebut di atas,
penulis
menyimpulkan
bahwa
produktivitas kerja terdiri dari tiga aspek,
yaitu : pertama, produktivitas adalah
keluaran fisik per unit dari usaha
produktif; kedua, produktivitas merupakan
tingkat keefektifan dari manajemen
industri di dalam pengguanaan fasilitasfasilias untuk produksi; dan ketiga,
produktivitas adalah keefektifan dari
pengunaan tenaga kerja dan peralatan.
Tetapi intinya semua mengarah pada
tujuan yang sama, bahwa produktivitas
kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
menghasilkan produk dari seorang tenaga
kerja. (Ravianto, 1991; Kusrianto, 1990;
Tohardi, 2002)
Menurut Simanjuntak (1993), ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi
produktivitas kerja karyawan, yaitu :
1. Pelatihan
Latihan kerja dimaksudkan untuk
melengkapi
karyawan
dengan
keterampilan dan cara-cara yang tepat
untuk menggunakan peralatan kerja.
Maka dari itu, latihan kerja dibutuhkan
bukan saja sebagai pelengkap, tetapi
juga sekaligus untuk menyerahkn dasardasar pemahaman. Karena melalui
latihan berarti para karyawan belajar
untuk mengerjakan suatu pekerjaan
dengan sungguh-sungguh dan tepat,
serta
dapat
memperkecil
atau
menjauhkan kesalahan-kesalahan yang
pernah dilakukan. Stoner (1991),
mengemukakan bahwa peningkatan
produktivitas pada pengembangan
karyawan yag paling utama, bukan pada
pembaharuan peralatan. Dari hasil
penelitian beliau menyebutkan 75%

peningkatan
produktivitas
justru
dihasilkan
oleh
penyempurnaan
pelatihan dan pengetahuan kerja,
kesehatan dan alokasi tugas.
2. Mental dan kemampuan fisik karyawan
Keadaan mental dan fisik karyawan
merupakan hal yang sangat penting
untuk
menjadi
perhatian
bagi
organisasi, sebab keadaan fisik dan
mental karyawan memiliki relasi yang
sangat erat dengan produktivitas kerja
karyawan.
3. Hubungan antara atasan dan bawahan
Hubungan atasan dan bawahan akan
berdampak pada aktivitas yang
dilakukan
sehari-hari.
Bagaimana
pengamatan atasan terhadap bawahan,
apakah bawahan berperan serta dalam
menentukan tujuan. Sikap yang saling
jalin-menjalin mampu meningkatkan
produktivitas
karyawan
dalam
melakukan
pekerjaan.
Dengan
demikian,
apabila
karyawan
diperlakukan secara baik, maka
karyawan tersebut akan berperan
dengan baik pula dalam proses
produksi, sehingga akan mempengaruhi
tingkat produktivitas kerja.
Adapun Tiffin dan Cormick (dalam
Siagian, 2003), mengemukakan bahwa
faktor-faktor
yang
memengaruhi
produktivitas kerja dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
1. Faktor yang berasal diri individu,
seperti umur, temperamen, keadaan
fisik individu, kelelahan, dan motivasi.
2. Faktor berasal dari luar individu, yaitu
kondisi fisik seperti suara, penerangan,
waktu istirahat, waktu bekerja, upah,
bentuk organisasi, lingkungan sosial
dan keluarga.
Pengukuran produktivitas kerja pada
dasarnya digunakan untuk mengetahui
sejauhmana tingkat efektivitas dan
efisiensi
kerja
karyawan
dalam
menghasilkan suatu hasil. Dalam usaha
untuk dapat mengukur tingkat kemampuan
karyawan dalam mencapai sesuatu hasil

yang lebih baik dan ketentuan yang
berlaku (kesuksesan kerja). Tingkat
produktivitas kerja karyawan yang dapat
diukur adalah :
a. Penggunaan waktu
Penggunaan waktu kerja sebagai alat
ukur produktivitas kerja karyawan
meliputi :
1) Kecepatan waktu kerja
2) Penghematan waktu kerja
3) Kedisiplinan waktu kerja
4) Tingkat absensi
b. Output yaitu hasil produksi karyawan
yang diperoleh sesuai produk yang
diinginkan perusahaan.
Pengukuran
produktivitas
digunakan
sebagai sarana untuk menganalisa dan
mendorong dan efisiensi produksi.
Manfaat lain adalah untuk menentukan
target dan kegunaan praktisnya sebagai
patokan
dalam
pembayaran
upah
karyawan.
Alat pengukuran produktivitas karyawan
perusahaan dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Physical productivity
Physical productivity adalah
produktivitas secara kuantitatif seperti
ukuran (Size) panjang, berat, banyaknya
unit, waktu dan banyaknya tenaga kerja.
b. Value productivity
Value
productivity adalah
ukuran
produktivitas dengan menggunakan
nilai uang yang dinyatakan dalam
rupiah, yen, won, dollar (J. Ravianto,
1986:21).
Pengukuran produktivitas ini mempunyai
peranan yang sangat penting untuk
mengetahui produktivitas kerja sesuai
dengan yang diharapkan perusahaan.
Dalam penelitian ini yang menjadi
pengukuran produktivitas kerja yaitu
penggunaan waktu dan hasil kerja atau out
put.

Berdasarkan pendapat di atas maka
pengukuran produktivitas dapat dilihat dari
dua komponen yaitu:
a. Efisiensi kerja
Efisiensi kerja karyawan dapat dilihat
dari ketercapaian terget, ketepatan
waktu, ketepatan masuk kerja.
b. Produksi
Produksi
kerja
yang
dihasilkan
karyawan dapat dilihat dari kualitas,
peningkatan setiap bulan dan persentase
kesesuaian dengan harapan perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan O’Reilly,
Chatman dan Caldwell (1991) dan
Sheridan (1992) menunjukkan arti
pentingnya budaya organisasi dalam
mempengaruhi
perilaku
dan sikap
individu. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan tanda bahwa ada hubungan
antara person-organization fit dan tingkat
kepuasan kerja, komitmen dan turnover
karyawan, dimana individu yang cocok
dengan budaya organisasi condong untuk
memiliki kepuasan kerja dan komitmen
rendah, akibatnya kecenderungan untuk
meninggalkan organisasi tentu saja lebih
tinggi (tingkat turnover karyawan tinggi).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
nilai
budaya
secara
signifikan
mempengaruhi
efektivitas
organisasi
melalui penigkatan kualitas output dan
mengurangi biaya pengadaan tenaga kerja.
Kesinambungan
organisasi
sangat
tergantung pada budaya yang dimiliki.
Susanto (1997) berpendapat bahwa
budaya perusahaan dapat dimanfaatkan
sebagai daya saing unggulan organisasi
dalam
menghadapi
tantangan
dan
perubahan. Budaya organisasi pun dapat
berfungsi sebagai pengikat dalam proses
menyeragamkan pendapat atau pandangan
anggota terhadap suatu permasalahan,
sehingga akan menjadi satu kekuatan
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Beberapa manfaat budaya organisasi
dikemukakan oleh Robbins (1994), yaitu:
1. Membatasi peran yang dapat menjadi
pembeda antara organisasi yang satu
dengan organisasi lain karena masing-

masing organisasi memiliki peranan
yang
berbeda,
sehingga
harus
mempunyai akar budaya yang kuat
dalam sistem dan kegiatan yang
terdapat di dalamya
2. Menimbulkan rasa memiliki label bagi
para anggota organisasi; dengan budaya
yang solid, anggota organisasi akan
merasa memiliki label yang merupakan
jati diri organisasinya.
3. Mengutamakan
tujuan
bersama
dibandingkan
mengutamakan
kepentingan individu.
4. Menjaga
stabilitas
organisasi;
komponen-komponen organisasi yang
melekat karena pemahaman budaya
yang seragam akan menjadikan situasi
internal organisasi relatif stabil.
Keempat fungsi yang telah disebutkan
diatas menunjukkan bahwa budaya dapat
membentuk tingkah laku dan tindakan
karyawan dalam menjalankan aktivitasnya.
Maka dari itu, nilai-nilai yang terdapat
dalam suatu organisasi perlu dikenalkan
sejak awal pada diri setiap anggotanya.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya
tergantung pada dua hal utama (Susanto,
1997), yakni:
1. Derajat
keberhasilan
mencapai
kesesuaian nilai-nilai yang dimiliki
karyawan baru dengan organisasi
2. Metode sosialisasi yang dipilih
manajemen
puncak
dalam
mengimplementasikan budayanya. Oleh
sebab itu, organisasi harus bisa
mengajak seluruh anggotanya, terutama
anggota baru, untuk beradaptasi dengan
budaya organisasi yang menjadi
pedoman pencapaian kinerja yang
optimal.
Selain itu, organisasi (dibantu oleh
manajemen puncak) juga harus bisa
melakukan kegiatan sosialisasi budaya
pada sumber daya manusianya, supaya
hasil proses sosialisasi memberi pengaruh
positif pada produktivitas, komitmen, serta
turnover sumber daya manusia tersebut.

Pada akhirnya penerapan sosialisasi
budaya organisasi akan mendukung dan
mendorong sumber daya manusia untuk
mencapai sasaran yang sudah ditetapkan.
Tujuan sosialisasi budaya organisasi
adalah :
1. Membentuk
suatu
sikap
dasar,
kebiasaan dan nilai-nilai yang dapat
memupuk kerja sama, integritas, dan
komunikasi dalam organisasi
2. Memperkenalkan budaya organisasi
pada anggota
3. Meningkatkan komitmen dan daya
inovasi anggota
Jeff Pfeffer dari Harvard Business
School dalam Mangkunegara (2008),
menyimpulkan ada 7 praktek MSDM yang
secara efektif mampu memperbaiki
prestasi organisasi, yaitu :
1. Seleksi ketat, yaitu proses seleksi
penerimaan calon anggota yang efisien
dan valid. Faktor validasi tersebut
terlaksana dengan melakukan fokus
proses terhadap sikap perilaku dan
kesesuaian budaya, diatas kesesuaian
jabatan dan Skill. Menurut Pfeffer, skill
dapat dibentuk melalui pelatihan,
namun kita tidak dapat merubah sikap
dan perilaku.
2. Pelatihan menyeluruh, yaitu pelatihan
yang di perluas kepada pembentukan
karakter pribadi, ini merupakan
konsekuensi logis dari tipe perusahaan
yang fokus terhadap sikap perilaku dan
budaya.
3. Manajemen berlandaskan kelompok,
yaitu pembagian tanggung jawab dan
wewenang ke dalam kelompok untuk
mencapai tujuan. Dengan kelompoknya,
semua karyawan akan merasa lebih
nyaman dan lebih cepat mendapatkan
solusi setiap masalah pekerjaannya
4. Reduksi perbedaan status, yaitu usaha
memperkecil perbedaan status antara
manajemen dan staff. Pada dasarnya
perbedaan status itu tidak ada, karena
semuanya adalah karyawan yang
dibedakan karena tanggung jawabnya.

Di berbagai organisasi dunia sudah
mulai
dipraktekkan
dengan
menghilangkan berbagai keuntungan
yang tidak produktif, misalnya Club
membership, Credit card, Company car
dan lain-lain.
5. Keamanan jabatan, yaitu ketenangan
bekerja bagi pekerja sebagai mitra yang
dijamin dengan adanaya kepastian
jabatan dan jaminan kesejahteraan.
Meskipun adanya peraturan pemerintah
tentang
pesangon
masih
dipertentangkan, namun hal ini
merupakan suatu bentuk jaminan yang
dapat mencapai situasi kemitraan
ketenagakerjaan.
6. Kompensasi berlandaskan prestasi,
yaitu adanya sistem penggajian yang
berhubungan
dengan produktifitas.
Intinya semakin tinggi prestasi, akan
semakin besar kompensasi yang
diberikan kepada karyawan. Pilihan
ESOP
(employee
stockownership
program) saat
ini dinilai kurang
berhasil karena karyawan sebagai
shareholder pada perusahaannya yang
diharapkan akan berperilaku sebagai
layaknya
pengusaha,
ternyata
kebanyakan justru menjadi sebaliknya,
yaitu lebih merasa sebagai orang yang
berkuasa untuk melakukan apapun
seenaknya tanpa prestasi apapun.
7. Berbagi informasi, bisa dilakukan
melalui berbagai cara, misalnya dengan
metoda BSC (balancaed scorecard),
dimana informasi finansial, kesetiaan
customer melalui data market share
sampai dengan berbagai indikator
prestasi karyawan dikomunikasikan
secara terbuka.
Seluruh tujuh aspek praktek MSDM
tersebut
diatas,
dilaksanakan
oleh
organisasi-organisasi setingkat dunia dan
terbukti menghasilkan produktifitas yang
maksimal dan selalu menigkat sesuai
tuntutan industri dan masyarakat. Apakah
anda sebagai anggota organisasi, maupun
yang menyandang jabatan manajer
tertantang untuk mempraktekkan MSDM

yang telah terbukti membangun prestasi
tingi, meski anda berada di organisasi yang
beroperasi secara lokal, namun berpikirlah
secara Global.
Empat instrumen yang lumrah digunakan
dalam pelestarian budaya organisasi ialah
penyebarluasan cerita tentang organisasi,
ritus yang biasanya terjadi, simbol-simbol
materi yang digunakan, dan bahasa.
Cerita-cerita tentang organisasi, terutama
tentang pencapaiannya di masa lampau,
diharapkan dapat menggugah perasaan
bangga dalam diri para karyawan sehingga
mereka akan mengatakan bahwa jika
dengan budaya seperti itu perusahaan
berhasil meraih kemajuan, berarti budaya
itu adalah budaya yang baik untuk
diterapkan.
Ritus
pun
merupakan
instrumen yang manjur dalam melestarikan
budaya organisasi. Yang dimaksud dengan
ritus ialah, rangkaian kegiatan yang terjadi
berulang kali yang menonjolkan nilai-nilai
dasar organisasi; tujuan mana yang
sifatnya kritikal, faktor-faktor apa yang
membuat orang-orang tertentu dalam
organisasi mendapat perlauan sebagai
orang-orang penting. Misalnya, kebiasaan
perusahaan memberikan penghargaan
tertentu kepada karyawan yang paling
berprestasi, pemimpin redaksi suatu surat
kabar memberikan pena emas kepada
wartawan yang dianggap paling berhasil
memperoleh berita lebih cepat dari orang
lain, memberikan beasiswa kepada
mahasiswa yang paling berbakat sampai
yang bersangkutan menyelesaikan studi di
perguruann tinggi, adalah beberapa contoh
tentang apa yang dimaksud.
Pemenuhan kebutuhan karyawan akan
berbagai simbol adalah instrumen ketiga.
Seorang manajer yang mendapatkan
fasilitas seperti kendaraan dinas pribadi
dengan pengemudinya, ruang kantor yang
luas dengan perabot dan perlengkapan
yang mewah, tempat parkir khusus di
pelataran parkir, menggunakan lift khusus,
makan siang atas biaya perusahaan, dan
semacamnya, tidak hanya berguna dalam

pelestarian budaya organisasi, akan tetapi
sekaligus sebagai faktor motivasional yang
mendorong para anggota organisasi
menampilkan kinerja yang semakin
memuaskan.
Hal
tersebut
berarti
menigkatkan produktivitas kerja.
Instrumen keempat adalah, penggunaan
bahasa tertentu yang mungkin hanya
berlaku
dalam
organisasi
yang
bersangkutan saja, atau hanya dalam satu
profesi saja. Dalam dunia diplomatik,
misalanya, seorang duta besar disebut
dengan sebutan ‘Yang Mulia’. Di berbagai
masyarakat digunakan beraneka ragam
istilah yang menggambarkan kedudukan
dan status seseorang. Demikian juga
halnya dalam organisasi. Misalnya, ada
perusahaan yang menyebut pelanggan
sebagai ‘tamu’. Pekerja disebut ‘pelaku’.
Sedang bekerja disebut ‘sedang main di
panggung’.
Keseluruhan pembahasan di muka
menunjukkan bahwa budaya organisasi
mempunyai
dampak
kuat
pada
kecenderungan para anggotanya dalam
menampilkan perilaku tertentu. Makin
kuat budaya organisasi, makin tampak
jelas keberhasilannya para anggota
melakukan penyesuaian. Yang masih perlu
dipertanyakan ialah, sampai berapa kuat
budaya organisasi tersebut? Budaya
organisasi memang harus sedemikian
kuatnya sehingga esensinya terpelihara,
berfungsi dengan baik, dan pelestariannya
terjamin.
Kesimpulan
Perusahaan yang unggul ditandai oleh
banyaknya inovasi yang dihasilkannya,
sangat ditentukan oleh budaya organisasi
yang ada dalam perusahaan tersebut.
Budaya organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan, artinya budaya organisasi
merupakan suatu konsep yang dapat
dijadikan
sarana
untuk
mengukur
kesesuaian dari tujuan organisasi, strategi
dan organisasi tugas, serta dampak yang
dihasilkan. Setiap orang yang datang ke

suatu perusahaan atau organisasi dengan
membawa
‘budaya pribadi’ masingmasing, harus segera mempelajari budaya
organisasi yang bersangkutan untuk
melakukan adaptasi atau penyesuaian
terhadap apa yang harus dilakukannya.
Keharusan tersebut yang dimaksud dengan
salah satu sasaran proses seleksi yaitu
perolehan gambaran apakah seseorang
bersedia
dan
mampu
melakukan
penyesuaian yang diperlukan tersebut atau
tidak. Meskipun pada kenyataannya
manajemen tidak akan mengabaikan dan
akan mempertimbangkan budaya pribadi
yang dianut oleh para anggota organisasi,
hal tersebut tidak berarti bahwa
pembiasaan secara perorangan tidak
diperlukan, karena pada akhirnya budaya
organisasilah yang lebih berperan dalam
sebuah organisasi, bukan budaya pribadi.
Dengan demikian, hal mendasar dalam
pembahasan budaya organisasi adalah
kemauan, kemampuan, dan kesediaan
seseorang membiasakan perbuatannya
dengan budaya organisasi, mempunya
pengaruh yang besar terhadap kemampuan
dan kesediaannya untuk meningkatkan
produktivitas kerjanya.
Saran
1. Organisasi atau perusahaan organisasi
harus
bisa
melakukan
kegiatan
sosialisasi budaya pada sumber daya
manusianya, supaya hasil proses
sosialisasi memberi pengaruh positif
pada produktivitas, komitmen, serta
turnover sumber daya manusia tersebut.
2. Nilai-nilai yang terdapat dalam suatu
organisasi perlu dikenalkan sejak awal
pada diri setiap anggotanya.
3. Karyawan sebaiknya diperlakukan
secara baik, karena jika karyawan
tersebut diperlakukan dengan baik akan
berperan dengan baik pula dalam proses
produksi, sehingga akan mempengaruhi
tingkat produktivitas kerja.

Daftar Pustaka
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2008.
Perilaku dan Budaya Organisasi.
Bandung : Refika Aditama.
Robbins, P. Stephen dan Judge, A.
Timothy.
2008.
Perilaku
Organisasi. Jakarta : Salemba
Empat.
Robbins, P. Stephen. 1994. Teori
Organisasi Struktur Desain dan
Aplikasi. Edisi 3. Jakarta : Arcan.
Dharma, Surya. 2010. Manajemen Kinerja.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Siagian, Sondang P. 2003. Teori & Praktek
Kepemimpinan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Soedjono. 2005. Pengaruh Budaya
Organisasi
terhadap
Kinerja
Organisasi dan kepuasan Kerja
Karyawan
pada
Terminal

Penumpang Umum di Surabaya.
Jurnal
Manajemen
dan
kewirausahaan Vol. 7 No. 1.
STIESIA Surabaya.
Susanto, Astrid. S.1997. Pengantar
Sosiologi dan Perubahan Sosial.
Jakarta : Bina Cipta.
Sheridan, J. E. 1992. Organizational
Culture and Employee Retention.
The Academy of Management
Journal, 35(5), 1036–1056.
Ravianto J. 1991. Produktivitas dan
Manajemen. Yogyakarta : UGM
Press.
Kusriyanto,
Bambang.
1990.
Meningkatkan
Produktivitas
Karyawan,
Seri
Manajemen,
Cetakan Kedua. Jakarta : LPPM.

Plagiarism Checker X Originality
Report
Similarity Found: 7%
Date: Thursday, June 09, 2016
Statistics: 320 words Plagiarized / 4309 Total words
Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional
Improvement.
------------------------------------------------------------------------------------------Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Intan Kumala
Heina Administrasi Niaga-Politeknik Negeri Bandung