Publikasi Ilmiah dan ketergantungan pada
Publikasi Ilmiah dan Ketergantungan Lembaga Asing
Naskah ini diterbitkan di Kedaulatan Rakyat, tanggal 14 April 2015
Ida F Priyanto
Ilmu pengetahuan dan hasil riset yang dilahirkan di perguruan tinggi lebih banyak dan lebih
sering menjadi sumber rujukan bagi orang-orang lain yang ada di dalam bidang keilmuannya.
Kebanyakan masih sulit dijangkau oleh masyarakat umum. Pengetahuan para pakar hampir kebanyakan
juga terbit di jurnal-jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, namun dengan jumlah yang sangat
terbatas dan sebagian publikasi tidak sempat terbaca oleh pakar maupun periset lain di negerinya
sendiri, tetapi hanya tergolek di rak perpustakaan. Bahkan saat ini pemerintah juga menerapkan standar
penerbitan internasional sebagai capaian atau prestasi yang sangat penting dan perlu diperoleh para
akademisi menurut standar pemerintah.
Memang tidak salah membangun standar tinggi agar reputasi pendidikan Indonesia dapat
meningkat setara dengan perguruan tinggi di negara-negara maju. Politik pendidikan secara
internasional memerlukan strategi yang jitu untuk menunjukkan reputasi bangsa yang mampu dilihat
oleh bangsa lain. Meskipun peningkatannya tidak signifikan dan masih kalah jauh dibandingkan
beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN, namun jumlah hasil riset dari Indonesia yang terpublikasi
di jurnal internasional terus meningkat.
Namun demikian, nampaknya hasil riset perguruan tinggi jarang terjangkau oleh masyarakatnya
sendiri, apalagi mengaplikasikannya dalam bentuk sederhana dalam masyarakat umum. Banyak juga
hasil riset yang tidak terpublikasi namun menjadi tumpukan kertas di perpustakaan tanpa ada yang
membacanya maupun melakukan riset lanjutan.
Dua persoalan yang nampaknya perlu dipertimbangkan oleh perguruan tinggi adalah komunikasi
ilmiah antar peneliti di negeri sendiri dan komunikasi hasil riset yang dapat diketahui oleh masyarakat
luas.
Persoalan pertama, komunikasi ilmiah antar peneliti Indonesia, adalah masalah keterbukaan
akses informasi (Open Access). Masih banyak periset dan sivitas akademik yang menganggap
keterbukaan informasi ilmiah dalam bentuk repositori perguruan tinggi yang dapat diakses oleh
masyarakat luas akan meningkatkan plagiarisme. Padahal justru dengan semakin terbukanya informasi
dan kemudahan akses publikasi hasil riset, maka akan semakin mudah diketahui apakah suatu karya
ilmiah merupakan karya plagiat atau bukan. Yang mungkin lebih memprihatinkan adalah apabila
ketakutan tersebut karena karya ilmiahnya mengandungl jiplakan dari karya sebelumnya.
Data di OpenDOAR (direktori repositori dunia) menunjukkan bahwa dari sekitar 3000 perguruan
tinggi di Indonesia, tak lebih dari 40 perguruan tinggi saja yang sudah membuka sumber informasi
ilmiahnya secara terbuka (Open Access). Sementara itu jumlah jurnal ilmiah yang dapat diakses secara
terbuka tercatat dalam 6 tahun terakhir, hanya 116 judul dari ribuan jurnal yang terbit di Indonesia
tercatat di direktori jurnal terbuka (Directory of Open Access Journals).
Kontroversi antara akses terbuka (Open Access) dan akses tertutup masih terjadi di perguruan
tinggi di Indonesia dan telah menyebabkan tetap rendahnya sitasi antar peneliti di Indonesia. Kesulitan
akses informasi ilmiah juga menyebabkan meningkatnya periset Indonesia menggunakan sumbersumber asing yang pada dasarnya justru meningkatkan sitasi perguruan tinggi yang sudah maju.
Tidak kalah penting adalah persoalan kedua, yaitu komunikasi antara periset atau pakar
keilmuan dengan masyarakat luas. Komunikasi semacam ini hanya dapat dilakukan melalui media massa
yang dapat diakses secara umum dan massal termasuk surat kabar. Surat kabar Kompas, misalnya,
memiliki fasilitas ini, namun keterbatasan halaman, menyebabkan jumlah tulisan yang terbit tidak
banyak, sementara jumlah surat kabar nasional masih sangat terbatas.
Komunikasi antara pakar atau periset dengan masyarakat umum sangat dibutuhkan karena hal
itu akan memberikan wawasan luas masyarakat kita dan akan meningkatkan apresiasi terhadap anak
bangsa. Hasil-hasil riset masyarakat perguruan tinggi yang dapat dikomunikasikan kepada masyarakat
luas akan sangat bermanfaat dan meningkatkan reputasi peneliti dan perguruan tingginya. Komunikasi
antara pakar atau peneliti dengan masyarakat juga akan mendekatkan perguruan tinggi dengan
masyarakat.
Sangat kecil jumlah masyarakat terdidik yang mampu mencapai perguruan tinggi dan semakin
kecil jumlah mereka yang mampu mengenyam pendidikan sampai strata 2 dan 3. Dengan semakin
banyaknya informasi dan pengetahuan yang dikomunikasikan kepada masyarakat luas, maka
masyarakat juga akan dapat belajar dari hasil riset yang ada di perguruan tinggi dan pada akhirnya akan
menjadikan masyarakat kita menjadi semakin terdidik. Media massa juga dapat menjadi media
pembelajaran bagi para pakar dan peneliti untuk belajar menyampaikan pengetahuan dari perguruan
tinggi dengan menggunakan bahasa masyarakat umum. Menterjemahkan bahasa ilmiah yang digunakan
di perguruan tinggi menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat luas sangat penting bagi
kedua belah pihak—pakar dan masyarakat—karena akan menghasilkan komunikasi dan pemahaman
luas.
Media massa bukan sekedar media untuk memberitakan berbagai informasi buruk yang terjadi
di negeri ini, namun dapat juga menjadi media untuk menyuarakan prestasi yang dapat dimanfaatkan
oleh bangsa.
Ida Fajar Priyanto
Peneliti bidang scholarly communication dan information behavior dan Kandidat Doktor Information
Science, University of North Texas, Amerika Serikat
Naskah ini diterbitkan di Kedaulatan Rakyat, tanggal 14 April 2015
Ida F Priyanto
Ilmu pengetahuan dan hasil riset yang dilahirkan di perguruan tinggi lebih banyak dan lebih
sering menjadi sumber rujukan bagi orang-orang lain yang ada di dalam bidang keilmuannya.
Kebanyakan masih sulit dijangkau oleh masyarakat umum. Pengetahuan para pakar hampir kebanyakan
juga terbit di jurnal-jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, namun dengan jumlah yang sangat
terbatas dan sebagian publikasi tidak sempat terbaca oleh pakar maupun periset lain di negerinya
sendiri, tetapi hanya tergolek di rak perpustakaan. Bahkan saat ini pemerintah juga menerapkan standar
penerbitan internasional sebagai capaian atau prestasi yang sangat penting dan perlu diperoleh para
akademisi menurut standar pemerintah.
Memang tidak salah membangun standar tinggi agar reputasi pendidikan Indonesia dapat
meningkat setara dengan perguruan tinggi di negara-negara maju. Politik pendidikan secara
internasional memerlukan strategi yang jitu untuk menunjukkan reputasi bangsa yang mampu dilihat
oleh bangsa lain. Meskipun peningkatannya tidak signifikan dan masih kalah jauh dibandingkan
beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN, namun jumlah hasil riset dari Indonesia yang terpublikasi
di jurnal internasional terus meningkat.
Namun demikian, nampaknya hasil riset perguruan tinggi jarang terjangkau oleh masyarakatnya
sendiri, apalagi mengaplikasikannya dalam bentuk sederhana dalam masyarakat umum. Banyak juga
hasil riset yang tidak terpublikasi namun menjadi tumpukan kertas di perpustakaan tanpa ada yang
membacanya maupun melakukan riset lanjutan.
Dua persoalan yang nampaknya perlu dipertimbangkan oleh perguruan tinggi adalah komunikasi
ilmiah antar peneliti di negeri sendiri dan komunikasi hasil riset yang dapat diketahui oleh masyarakat
luas.
Persoalan pertama, komunikasi ilmiah antar peneliti Indonesia, adalah masalah keterbukaan
akses informasi (Open Access). Masih banyak periset dan sivitas akademik yang menganggap
keterbukaan informasi ilmiah dalam bentuk repositori perguruan tinggi yang dapat diakses oleh
masyarakat luas akan meningkatkan plagiarisme. Padahal justru dengan semakin terbukanya informasi
dan kemudahan akses publikasi hasil riset, maka akan semakin mudah diketahui apakah suatu karya
ilmiah merupakan karya plagiat atau bukan. Yang mungkin lebih memprihatinkan adalah apabila
ketakutan tersebut karena karya ilmiahnya mengandungl jiplakan dari karya sebelumnya.
Data di OpenDOAR (direktori repositori dunia) menunjukkan bahwa dari sekitar 3000 perguruan
tinggi di Indonesia, tak lebih dari 40 perguruan tinggi saja yang sudah membuka sumber informasi
ilmiahnya secara terbuka (Open Access). Sementara itu jumlah jurnal ilmiah yang dapat diakses secara
terbuka tercatat dalam 6 tahun terakhir, hanya 116 judul dari ribuan jurnal yang terbit di Indonesia
tercatat di direktori jurnal terbuka (Directory of Open Access Journals).
Kontroversi antara akses terbuka (Open Access) dan akses tertutup masih terjadi di perguruan
tinggi di Indonesia dan telah menyebabkan tetap rendahnya sitasi antar peneliti di Indonesia. Kesulitan
akses informasi ilmiah juga menyebabkan meningkatnya periset Indonesia menggunakan sumbersumber asing yang pada dasarnya justru meningkatkan sitasi perguruan tinggi yang sudah maju.
Tidak kalah penting adalah persoalan kedua, yaitu komunikasi antara periset atau pakar
keilmuan dengan masyarakat luas. Komunikasi semacam ini hanya dapat dilakukan melalui media massa
yang dapat diakses secara umum dan massal termasuk surat kabar. Surat kabar Kompas, misalnya,
memiliki fasilitas ini, namun keterbatasan halaman, menyebabkan jumlah tulisan yang terbit tidak
banyak, sementara jumlah surat kabar nasional masih sangat terbatas.
Komunikasi antara pakar atau periset dengan masyarakat umum sangat dibutuhkan karena hal
itu akan memberikan wawasan luas masyarakat kita dan akan meningkatkan apresiasi terhadap anak
bangsa. Hasil-hasil riset masyarakat perguruan tinggi yang dapat dikomunikasikan kepada masyarakat
luas akan sangat bermanfaat dan meningkatkan reputasi peneliti dan perguruan tingginya. Komunikasi
antara pakar atau peneliti dengan masyarakat juga akan mendekatkan perguruan tinggi dengan
masyarakat.
Sangat kecil jumlah masyarakat terdidik yang mampu mencapai perguruan tinggi dan semakin
kecil jumlah mereka yang mampu mengenyam pendidikan sampai strata 2 dan 3. Dengan semakin
banyaknya informasi dan pengetahuan yang dikomunikasikan kepada masyarakat luas, maka
masyarakat juga akan dapat belajar dari hasil riset yang ada di perguruan tinggi dan pada akhirnya akan
menjadikan masyarakat kita menjadi semakin terdidik. Media massa juga dapat menjadi media
pembelajaran bagi para pakar dan peneliti untuk belajar menyampaikan pengetahuan dari perguruan
tinggi dengan menggunakan bahasa masyarakat umum. Menterjemahkan bahasa ilmiah yang digunakan
di perguruan tinggi menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat luas sangat penting bagi
kedua belah pihak—pakar dan masyarakat—karena akan menghasilkan komunikasi dan pemahaman
luas.
Media massa bukan sekedar media untuk memberitakan berbagai informasi buruk yang terjadi
di negeri ini, namun dapat juga menjadi media untuk menyuarakan prestasi yang dapat dimanfaatkan
oleh bangsa.
Ida Fajar Priyanto
Peneliti bidang scholarly communication dan information behavior dan Kandidat Doktor Information
Science, University of North Texas, Amerika Serikat