Evaluasi Program Pendidikan id. docx

Evaluasi Program Pendidikan
Evaluasi pendidikan selalu dihubungkan dengan hasil belajar, namun saat ini konsep
evaluasi mempunyai arti yang lebih luas daripada itu. Setiap orang tampaknya mempunyai
maksud yang berbeda apabila sampai kepada kata evaluasi. Untuk mengetahui lebih jauh apa
yang dimaksud seseorang dengan evaluasi, kita harus mengetahui beberapa hal.
Wiersma dan Jurs (Arikunto, 2004) membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing.
Mereka berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan
mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan
menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi memiliki cakupan
yang lebih luas daripada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler, yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda.
Ia menyatakan bahwa “evaluation as the process of determining to what extent the educational
objectives are actually being realized”. Sementara Daniel Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh
Arikunto, menyatakan bahwa “evaluation is the process of delinating, obtaining and providing
useful information for judging decision alternatif”. Demikian juga dengan Michael Scriven
(1969, Tayibnapis, 2000) menyatakan “evaluation is an observed value compared to some
standard”. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana untuk mendapatkan
informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan pengolahan data.
Asmawi Zainul dan Noehi Nasution (Tayibnapis, 2000) mengartikan pengukuran sebagai
pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal,

atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu
proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat Arikunto (2004) yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.
Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
Terdapat beberapa definisi dari evaluasi, diantaranya sebagai berikut ;
1. Definisi yang ditulis dari Oxford Dictionary (dalam Arikunto, 2004) evaluasi adalah to find
out, decide the amount value yang artinya suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah.
2. Worthen dan Sanders (1973 dalam Arikunto, 2004) mendefinisikan evaluasi adalah kegiatan
mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu. Proses mencari sesuatu tersebut juga
termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program,
produksi, prosedur serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang sudah
ditentukan.
3. Stufflebeam (1971 dalam Arikunto 2004) mengatakan evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.
Beberapa pendapat diatas memberikan kesimpulan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, untuk menentukan alternatif yang tepat

dalam mengambil sebuah keputusan.
Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:

1. Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa.
2. Mengetahui tingkat keberhasilan PBM
3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian
4. Memberikan pertanggung jawaban (accountability)
Pengertian program adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan
terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Program merupakan sistem, yang merupakan satu kesatuan dari beberapa bagian atau
komponen program yang saling kait mengkait dan bekerja sama satu dengan yang lain untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sistem.
Komponen program adalah bagian-bagian program yang saling terkait dan merupakan
faktor penentu keberhasilan program. Karena suatu program merupakan sistem maka komponenkomponen program dapat dipandang sebagai subsistem.
Menurut pengertian atau konsep umum, dalam sebuah sistem, subsistem yang ada saling
berkaitan dan saling mempengaruhi. Sistem itu sendiri berada dalam sebuah naungan yang lebih
besar yang disebut “suprasistem”. Dalam suprasistem, sistem-sistem yang ada didalamnya saling
berkaitan dan bekerjasama mencapai tujuan suprasistem. Sebagai contoh keterkaitan
suprasistem, sistem dan subsistem dalam dunia pendidikan adalah Departemen Pendidikan

Nasional, sekolah dan pembelajaran di kelas.
Dengan dipahaminya proses pembelajaran sebagai sebuah sistem maka dikatakan bahwa
pembelajaran terjadi dalam sebuah program. Hubungan antara pembelajaran dengan prestasi
atau hasil belajar tidak hanya digambarkan sebagai garis lurus tetapi saling hubungan antara
subsistemnya, yaitu mahasiswa, dosen, sarana belajar, kurikulum, lingkungan dan kegiatan
pembelajaran itu sendiri.
Pemikiran secara serius tentang evaluasi program dimulai sekitar tahun 1979, dimana mulai
dikembangkan konsep-konsep yang berkenaan dengan evaluasi program. Makna dari evaluasi
program itu sendiri mengalami proses pemantapan. Cronbach dan Stufflebeam (1971 dalam
Arikunto, 2004) menyatakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi
untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Kritik-kritik sering muncul tentang sistem pendidikan yang sering berubah dan tidak
seimbang, kurikulum yang kurang tepat dengan mata pelajaran yang terlalu banyak dan tidak
berfokus pada hal-hal yang seharusnya diberikan, dan lain sebagainya. Namun masalah yang
paling parah pada setiap sistem pendidikan yaitu kurangnya evaluasi yang efektif
(Tayibnapis,2000). Sering terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan mungkin terutama
disebabkan oleh:
1) Kurangnya informasi yang dapat diandalkan tentang hasil pendidikan, tentang praktek, dan
programnya.
2) Kurangnya suatu sistem yang standar untuk memperoleh informasi tersebut dalam butir satu.

Kesadaran akan hal tersebut merupakan salah satu langkah ke arah perbaikan, evaluasi dapat
memberikan pendekatan yang lebih banyak lagi dalam memberikan informasi kepada
pendidikan untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan. Oleh sebab itu,
orang-orang yang berpengaruh dalam pendidikan, pakar-pakar pendidikan, dan para pemimpin
mendukung dan menyetujui bahwa program pendidikan harus dievaluasi. Para orang tua yang

mengerti menginginkan informasi tentang kurikulum dan metode pengajaran yang digunakan
untuk mengajar anaknya. Kelompok warga lainnya ingin mengetahui hasil yang dicapai dengan
biaya yang telah mereka bayar. Karena evaluasi dapat membantu mengadakan informasi
tersebut, maka para pembuat aturan pendidikan dapat memakai hasil evaluasi untuk alasan
dalam proses perbaikan pendidikan.
Dibedakan adanya evaluasi yang formal dan informal. Evaluasi informal terjadi apabila
seseorang memilih antara beberapa pilihan. Evaluasi informal pilihannya amat subjektif
tergantung pada persepsi si pemilih tentang pilihan terbaik.
Menurut Worten, Blaine R, dan James R, Sanders (1987 dalam Tayibnapis, 2000) Evaluasi
formal telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang
dipakai sebagai dasar untuk:
1) Membuat kebijaksanaan dan keputusan.
2) Menilai hasil yang dicapai para pelajar.
3) Menilai kurikulum.

4) Memberi kepercayaan kepada sekolah.
5) Memonitor dana yang telah diberikan.
6) Memperbaiki materi dan program pendidikan.
Scriven (1967 dalam Arikunto, 2004) orang pertama yang membedakan antara evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama. Kemudian Stufflebeam juga
membedakan sesuai di atas yaitu Proactive evaluation untuk melayani pemegang keputusan, dan
Retroactive evaluation untuk keperluan pertanggungjawaban. Evaluasi dapat mempunyai dua
fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Evaluasi dalam fungsi sumatif
dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya
membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program,
pertanggung jawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka
yang terlibat.
Seperti konsep-konsep yang lain, evaluasi formatif dan sumatif tidak begitu mudah
dibedakan dalam praktek. Misalnya, suatu program terus dievalusi dengan evaluasi sumatif, hasil
evaluasi ini dapat dipakai untuk keperluan formatif maupun sumatif. Ini mungkin yang
menyebabkan Stake (1969, dalam Tayibnapis, 2000) mengatakan bahwa formatif dan sumatif
agak kabur terutama apabila orang luar ingin mengetahui program. Di dalam lingkungan
evaluasi, istilah formatif dan sumatif lebih sering terdengar. Istilah ini bertambah gencar
terdengar, membedakan apa yang dikerjakan selama perkembangan proyek, dan apa yang

dikerjakan sesudah proyek selesai? Untuk kepentingan strategi evaluasi, hal ini kurang berarti.
Karena hampir semua program pendidikan, pengembangan tak pernah berhenti.
Untuk seorang pelajar, ada awal dan akhir, tetapi untuk program terus berjalan dan berkembang.
Apa yang penting ialah perbedaan antara apa yang ingin diketahui oleh orang-orang program
dan apa yang ingin diketahui oleh orang-orang luar. Kita dapat membuat perbedaan yang berarti
pada evaluasi formatif bagi para pengembang program yang merencanakan terlebih dulu dan
mencoba memilih komposisi yang terbaik, dan sumatif untuk orang yang melihat program yang
lalu atau sekarang dan yang mencoba mencari apa yang dikerjakan Stake (1969, dalam
Tayibnapis, 2000).

Tabel 2.1. Perbedaan Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
Evaluasi Formatif
Evaluasi Sumatif
Tujuan
Memperbaiki program
Menilai manfaat program
Audiensi
Adm. program, karyawan Konsumen, sponsor
Siapa yang melakukan Evaluator internal
Evaluator eksternal

Ciri-ciri Umum
Tepat waktu
Meyakinkan
Mengukur
Sering informal
Valid/reliabel
Frekuensi Pengamatan Sering
Terbatas
data
Ukuran Sampel
Sering kecil
Biasanya besar
Pertanyaan
Apa yang sedang
Apa hasilnya?
dikerjakan? Apa yang
Dengan siapa?
perlu diperbaiki?
Dalam kondisi bagaimana?
Bagaimana akan

Penataran yang mana?
diperbaiki
Akibatnya?
Desain Hambatan
Apa tuntutannya
Sumber : Worthen, B.R & Sanders G.R. (1987, dalam Arikunto, 2004).
Penting sekali menentukan dan mengetahui apa yang akan dievaluasi. Hal ini akan
menolong menentukan apa informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisisnya. Hal
ini akan membantu pemfokusan evaluasi. Rumusan tujuan yang jelas juga akan menghindari
salah tafsir dan kesalahpahaman.
Hampir semua unit training dapat dijadikan objek suatu evaluasi. Siswa atau mahasiswa
sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi pendidikan. Yang lain-lainnya seperti proyek
atau program institusi pendidikan yang sekarang menjadi objek evaluasi yang semakin populer.
Setelah memilih objek yang akan dievaluasi, maka harus ditentukan aspek-aspek apa saja
dari objek tersebut yang akan dievaluasi. Masa lalu evaluasi berfokus kebanyakan atas hasil
yang dicapai, jadi untuk mengevaluasi objek pendidikan misalnya lokakarya, berarti
mengevaluasi hasil lokakarya yaitu hasil yang telah dicapai peserta. Akhir-akhir ini, usaha
evaluasi ditujukan untuk memperluaskan atau memperbanyak variabel evaluasi dalam
bermacam-macam model evaluasi (Stake, 1967; Stufflebeam, 1959, 1974; Alkin 1969; Provus,
1971). Model CIPP dari Stufflebeam mengemukakan evaluasi yang berfokus pada empat aspek

yaitu:
1) Konteks.
2) Input.
3) Proses implementasi.
4) Produk.
Karena pendekatan ini maka evaluasi lengkap terhadap evaluasi pendidikan akan menilai
misalnya a) manfaat lujuannya, b) mutu rencana, c) sampai sejauh mana tujuan dijalankan, dan
d) mutu hasilnya. Jadi evaluasi hendaknya berfokus pada tujuan dan kebutuhan, desain training,
implementasi, transaksi, dan hasil training.
Memilih kriteria yang akan dipakai untuk menilai objek evaluasi merupakan tugas yang
paling sulit dalam evaluasi pendidikan. Apabila yang diacu hanya pencapaian tujuan, maka ini
memang pekerjaan yang mudah, namun ini baru sebagian daripada isu kriteria evaluasi.
Pencapaian tujuan-tujuan yang penting memang merupakan salah satu kriteria yang penting.

Kriteria lainnya yaitu identifikasi kebutuhan dari klien yang potensial, nilai-nilai sosial, mutu,
dan efisiensi dibandingkan dengan objek-objek alternatif lainnya. Tampaknya ada persetujuan di
antara ahli evaluasi bahwa kriteria yang dipakai untuk menilai suatu objek tertentu hendaknya
ditentukan dalam konteks objek tertentu dan fungsi evaluasinya. Jadi hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan kriteria penilaian suatu objek ialah:
1) Kebutuhan, ideal, dan nilai-nilai.

2) Penggunaan yang optimal dari sumber-sumber dan kesempatan.
3) Ketepatan efektifitas training.
4) Pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dan tujuan penting lainnya. kriteria yang ganda
(multiple) hendaknya sering dipakai.
Proses melakukan evaluasi mungkin saja berbeda sesuai persepsi teori yang dianut, ada
bermacam-macam cara. Namun evaluasi harus memasukkan ketentuan dan tindakan sejalan
dengan fungsi evaluasi yaitu:
1) Memfokuskan evaluasi.
2) Mendesain evaluasi.
3) Mengumpulkan informasi.
4) Menganalisis informasi
5) Melaporkan hasil evaluasi.
6) Mengelola evaluasi.
7) Mengevaluasi evaluasi.
Dalam memilih metode apa yang digunakan dalam evaluasi, kiranya pendekatan eclectic
(memilih berbagai metode dari beberapa pilihan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan)
merupakan cara yang terbaik. Yang dipilih hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Provus (1971) dan Sfufflebeam (1971) memperkenalkan beberapa variasi metode
dalam evaluasi, di samping desain eksperimen dan kuasi eksperimen yang tradisional (Cambell
dan Stanley, 1963), dengan metode naturalistic (Guba dan Lincoln, 1981; Patton, 1980), Jury

trials (Wolf, 1975) dengan analisis sistem, dan hanyak lainnya merupakan metode yang sudah
lazim dipakai dalam evaluasi program.
Standar yang digunakan untuk menilai evaluasi, akhir-akhir ini telah dicoba pengembangan
standar untuk kegiatan evaluasi pendidikan. Standar yang paling komprehensif dan rinci
dikembangkan oleh Committee on Standard for Educational Evaluation (Joint Committee, 1981)
dengan ketuanya Daniel Stufflebeam, yaitu:
1) Utility (bermanfaat dan praktis).
2) Accuracy (secara teknik tepat).
3) Feasibility (realistik dan teliti).
4) Propperiety (dilakukan dengan legal dan etik).
Tidak ada satu evaluasi pun dapat diharapkan mencapai standar tersebut. Lee J. Cronbach
(1980, dalam Tayibnapis, 2000) mengatakan bahwa standar yang digunakan untuk melakukan
evaluasi mungkin tak sepenting konsekuensinya. Ia mengatakan evaluasi yang baik ialah yang
memberikan dampak yang positif pada perkembangan program.

Dokumen yang terkait

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pengembangan Profesi Guru Sains melalui Penelitian dan Karya Teknologi yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum 2013

6 77 175

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1

Evaluasi dan hasil belajar matematika

15 94 12

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80