Feminisme Dalam Novel Mawar Jepang Karya Rei Kimura
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MAWAR JEPANG DAN
KONSEP FEMINISME
2.1 Definisi Novel
Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman novelle
dan dalam bahasa Yunani novellus, kemudian masuk ke Indonesia dengan sebutan
novel. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella atau novelle
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris:
novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi
yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan
disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995: 9).
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagi
permasalahan
tersebut
dengan
penuh
kesungguhan
yang
kemudian
diungkapkannya kembali melalui saran fiksi sesuai dengan pandangannya.
Sehingga menurut Attenbern dan Lewis dalam Nurdiantoro (1995: 2), fiksi dapat
diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal
dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar
manusia yang dikemukakan oleh pengarang berdasarkan pengalaman dan
pengamatannya terhadap kehidupan dan dilakukan secara selektif dan di bentuk
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan
peperangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.
Fiksi menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel bahkan
kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abram, dalam
Nurdiantoro 1995: 4). Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa novel memiliki
muatan yang sama dengan muatan-muatan karya fiksi seperti yang telah diuraikan
di atas. Novel merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia,
dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang
dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar,
sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner (Nurdiantoro,
1995: 14).
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.
Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran
dan maksud pengaran, yaitu sebagai berikut:
1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yan menunjukkan keganjilankeganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena
itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa
sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan
perkembangan masyarakat pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anakanak yang dapat dibacakan oleh orangtua umtuk pembelajaran kepada
anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak
guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengaran
dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan
peperangan yang di derita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Berdasarkan penjelasan pembagian novel-novel diatas, maka dapat dilihat
bahwa novel “Mawar Jepang” karya Rei Kimura termasuk dalam novel jenis
Novel Sejarah dan Novel Perjuangan. Novel ini terinspirasi dari satu keping
sejarah perang kontroversial Jepang. Satu simpul sejarah yang dibungkam selama
sekian dekade dan tak pernah benar-benar diakui atau diterima keadaannya.
Hingga suatu ketika seorang jurnalis dari NHK menemukan kejanggalan arsip di
salah satu kamp bekas perang; fakta atas keberadaan pilot perempuan kamikaze.
Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya
karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar atau setting,
penokohan/perwatakan dan sudut pandang atau pusat pengisahan. Sedangkan
unsur ektrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya
suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan
Universitas Sumatera Utara
pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai
kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya
sastra.
2.2 Resensi Novel Mawar Jepang
2.2.1 Tema
Menurut Atar Semi (1993: 42), tema merupakan gagasan sentral yang
menjadi dasar dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca. Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2005: 68) tema adalah ide pokok atau gagasan
yangmendasari karya sastra. Tema sebagai makna pokok karya fiksi tidak sengaja.
Namun tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan
sendirinya ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.
Sesuai dengan cerita yang ada didalam novel Mawar Jepang, novel ini
menceritakan tentang seorang pilot kamikaze yang keberadaannya dibungkam
oleh Pemerintah Jepang karena Ia adalah seorang perempuan yang bernama
Sayuri Miyamoto. Dalam Novel ini diceritakan bagaimana rintangan dan upaya
yang dilakukan oleh Sayuri untuk membalas kematian orang-orang yang
dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze, Ia menyamar menjadi laki-laki dan
berhasil mewujudkan keinginannya itu.
Dari hal yang telah penulis jelaskan diatas tampak tema yang ingin
disampaikan oleh pengarang adalah kritik terhadap diskriminasi yang dialami
Sayuro Miyamoto dalam keterlibatan perempuan di kemiliteran Jepang yang
memakai sejarah sebagai latar belakangnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Plot / Alur Cerita
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, karena kejelasan plot merupakan
kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier akan
mempermudah pemahaman pembaca tentang cerita yang ditampilkan. Atar Semi
(1993:43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian
kejadiandalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus
menandaiurutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.
Alur/plot dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat adalah alur
yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur
yang memungkinkan adanya pencabangan. Menurut kualitasnya alur dibedakan
menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu
dalam cerita. Alur ganda ialah yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi
pengurutan waktu alur/plot dibedakan ke dalam alur lurus dan tidak lurus. Alur
lurus adalah alur/plot yang melukiskan peristiwaperistiwa berurutan dari awal
sampai akhir. Sedangkan alur tidak lurus adalah alur/plot yang melukiskan tidak
urut dari awal sampai akhir. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (flash
back).
Alur cerita dalam novel Mawar Jepang termasuk kedalam novel alur
longgar. Lalu dilihat melalui kualitasnya termasuk alur ganda. Dan dari segi
pengurutan waktu termasuk ke dalam alur tidak lurus (flash back). Pada awal
cerita menceritakan bahwa seorang reporter NHK bernama Mayumi menemukan
secarik berkas lusuh mengenai keberadaan pilot kamikaze perempuan. Pada
pertengahan cerita menceritakan bagaimana perjuangan Sayuri Miyamoto
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan keinginannya menjadi pilot kamikaze pada masa perang dunia kedua
(flash back). Kemudian
diakhir cerita alur kembali ke masa sekarang dan
menceritakan bagaimana sejarah tetap membungkam keberadaan Sayuri
Miyamoto sebagai satu-satunya pilot kamikaze perempuan yang pernah ada.
2.2.3 Penokohan
Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:165), adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita,
tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema serta
menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat,
moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang
sebenarnya maupun pelaku yang mementingkan dirinya sendiri. Dalam cerita fiksi
pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat manusia.
Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang umumnya merupakan
tokoh utama ialah tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan
tokoh pembantu hanya dibicarakan alakadarnya.
Penokohan dalam novel “Mawar Jepang” adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Sayuri Miyamoto adalah tokoh utama dalam novel “Mawar Jepang”
yangmerupakan seorang wanita yang berani menentang kodratnya karena
keinginannya yang untuk menjadi pilot kamikaze.
“Aku bisa mendengarmu mentertawakanku dan memintaku untuk realistis
karena perempuan tak bisa menjadi pilot pesawat tempur. Tapi kau tahu
Reiko? Aku akan menemukan cara untuk ada di atas sana, di dalam
pesawat yang kupacu mesinnya menuju musuh kita sampai mereka
terbakar layaknya kau terbakar hidup-hidup waktu itu, tanpa ampun!”
(hal. 122).
2. Michio Miyamoto adalah Ayah Sayuri yang berjiwa patriotis. Ayah Sayuri
tidak menentang keinginan Sayuri untuk bergabung dengan kemiliteran
Jepang.
“Michio punya pemikiran yang berbeda dengan istrinya, dan ia percaya
bahwa anak-anaknya harus tau apa yang sedang terjadi dan bersiap untuk
melaksanakan kewajiban mereka terhadap Jepang bila waktunya tiba.
Maka setiap hari ia pulang sambil membawa cerita tentang serbuan
Jepang ke Cina.” (hal. 31).
3. Tomi Miyamoto adalah Ibu dari yang sangat menentang keinginan Sayuri
untuk bergabung dengan kemiliteran.
“Tomi berusaha mengalihkan ketertarikan anaknya pada sesuatu yang
dianggap tidak feminim dan terlalu dan mencampuri „daerah kekuasaan
laki-laki ini dan terus mengomeli suaminya untuk berhenti mendorong
Sayuri untuk membicarakan tentang politik.” (hal. 30).
Universitas Sumatera Utara
4. Reiko adalah sahabat Sayuri yang mati karena bom yang dijatuhkan
tentara Amerika. Reiko sangat mencintai tunangannya sehingga Ia
memberanikan diri pergi ke Tokyo bersama Sayuri untuk bertemu
dengannya.
“Aku tak pernah pergi ke Tokyo dan berada di sana sendirian tanpa
keluarga bersama dengan sekian banyak prajurit, oh Sayuri, aku sangat
takut. Tapi aku harus berni, sebab Yukio-ku ada di sana, dan suatu hari
bila ia dibawa dalam keadaan terluka, aku harus ada disanan untuknya. ”
(hal. 48).
5. Takushi adalah kekasih Sayuri yang sangat mengagumi keberanian Sayuri
dalam tekatnya menjadi pilot kamikaze.
“Takushi berkutat antara kemarahan karena telah ditipu serta kekaguman
yang kian menguat pada keteguhan hati dan patriotismenya yang telah
mengatarkan gadis ini hingga ia sejauh ini untuk mati demi negaranya.”
(hal.178).
2.2.4 Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang atau point of view, menyarankan pada cara sebuah cerita
dikisahkan. Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1994: 248) sudut pandang pada
hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dalam ceritanya. Segala sesuatu yang
dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan
tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi
disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Universitas Sumatera Utara
Nurgiantoro (1994: 256) mengemukakan pembedaan sudut pandang yang
dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca, yaitu sebagai
berikut :
1. Sudut Pandang Personal ketiga: “Dia”
Pengisahan cerita dengan mempergunakan sudut pandang personal
ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar
cerita yang menampikan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan
nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,
khususnya yang utama, kerap atau terus- menerus disebut dan
sebagai dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah
pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa
yang bertindak.
2. Sudut Pandang Personal Pertama: “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
personal pertama, gaya “dia”, narrator adalah seseorang yang ikut
terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan
tindakan yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang lain atau tokoh lain kepada pembaca.
Kita, pembaca, menerima apa yang diceritakan oleh si “aku”, maka
kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang
yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku” tersebut.
3. Sudut Pandang Campuran
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam
sebuah novel, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona
ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat,
persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku”
tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara
persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus.
Sebuah novel yang bersudut pandang persona ketiga, sering
memanfaatkan teknik “dia” mahatahu dan terbatas, atau sebagai
observer secara bergantian. Terhadap sejumlah tokoh tertentu,
narator bersifat mahatahu. Namun, terhadap sejumlah tokoh yang
lain, biasanya tokoh-tokoh tambahan, termasuk deskripsi latar,
narator berlaku sebagai pengamat, bersifat objektif, dan tak
melukiskan lebih dari yang dapat dijangkau oleh indra. Kapan dan
seberapa banyak frekuensi penggunaan kedua teknik tersebut tentu
saja
berdasarkan
kebutuhan.
Artinya,
pengarang
akan
mempertimbangkan sifat dan masalah yang sedang digarap
disamping juga efek yang ingin dicapai. Teknik observer biasanya
dipergunakan untuk melengkapi teknik mahatahu, dan ia akan
memberikan kesan teliti.
Dalam novel “Mawar Jepang” pengarang menggunakan sudut pandang
ketiga. Pengarang menggunakan kata dia, panggilan, atau nama tokoh itu sendiri.
Pengarang mengangkat cerita sejarah jepang kedalam novelnya,lalu mengemas
cerita tersebut lebih menarik agar lebih mudah dipahami pembaca.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Setting Cerita Novel Mawar Jepang
Setiap karya sastra disusun dari unsur-unsur yang menjadikannya sebuah
kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya
sastraadalah unsur intrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang
terdapatdalam karya sastra dalam hal ini adalah novel.
Menurut Abraham dalam Nurgiantoro (1995: 216) setting atau latar yang
disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
2.3.1 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan tejadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu maka dalam novel
“Mawar Jepang” Karya Rei Kimura mengambil setting pada masa perang dunia
ke-II sekitar tahun 1940-an, seperti dalam kutipan berikut ini:
25 April 1941 memberikan salah satu petang musim panas yang hangat
dan lembap dengan tonggeret ramai berbunyi di pepohonan di luar sana,
sementara keluarga Miyamoto mengelilingi meja makan pendek untuk
menikmati menu makan malam mereka berupa nasi, ikan bakar, dan sum
miso shiro mengepul yang tak pernah absen (hal. 19).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Latar Tempat
Dalam Novel “Mawar Jepang” mengambil latar tempat di beberapa tempat
di Jepang salah satunya adalah suatu desa di kota Matsumoto. Matsumoto
merupakan kota kecil yang terletak di prefektur Nagano. Dapat dilihat dalam
cuplikan berikut ini:
Sekelompok petugas tanpa seragam dari Tokyo datang untuk mendirikan
pusat rekrutmen di balai kota, sesuatu yang menimbulkan semangat dan
kekhawatiran di wilayah Matsumoto (hal. 30).
Novel “Mawar Jepang juga mengambil latar tempat di Tokyo yang menjadi
tempat terjadinya gencatan senjata perang dunia ke II kala itu, seperti yang
terdapat dalam cuplikan berikut ini:
Serangan bom diseluruh Tokyo begitu dahsyat bahkan bunker anti bom it
bergetar oleh keberingasan dan dendam bom-bom itu.
Sambil gemetar, Sayuri dan Reiko berpelukan dan duduk meringkuk
diatas beton yang keras dan dingin dari bunker itu sementara bom-bom
berjatuhan dan memporakporandakan kota mereka bagai gelombang tanpa
henti (hal. 77).
Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di rumah sakit,
kuil, kamp tentara militer, asrama perawat, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Latar Sosial
Dalam Novel “Mawar Jepang” digambarkan bagaimana pada zaman perang
dunia ke-II di Jepang perempuan tidak lazim untuk berkecimpung di dunia
kemiliteran. Di masa sekitar Restorasi Meiji sampai berakhir-nya Perang Dunia II
agaknya menjadi hal yang masih dianggap wajar dan bernilai tinggi apabila
seorang wanita mengabdi dengan setia dan sepenuh hati kepada keluarga untuk
seumur hidup. Sehingga menjadi salah satu pilot kamikaze di zaman ini adalah
suatu hal yang mustahil.
Keinginan Sayuri Miyamoto saat itu membuat ibunya terkejut dan ia sangat
menentang ketertarikan anaknya untuk menjadi pilot kamikaze. Keinginan Sayuri
Miyamoto untuk menjadi pilot kamikaze dianggap tidak feminin dan terlalu
mencampuri daerah kekuasaan laki-laki. Ibu Sayuri bahkan berusaha membuat
Sayuri berkonsentrasi meningkatkan kemampuan memasak, menjahit, dan seni
mencari suami yang baik untuk memenuhi yang seharusnya menjadi mimpi dan
keinginan setiap gadis.
Pada akhirnya Ibu Sayuri mengizinkannya untuk mencapai keinginannya
sebagai bentuk berbakti pada bangsa mereka. Seperti yang terdapat pada cuplikan
berikut ini:
“Ayahmu benar, dan bila kau bertekad untuk pergi dan berbakti pada
bangsa kita aku tak akan menghalangimu. Lagipula satu demi satu anak
muda di kota ini mulai pergi dan terisap melalui cara masing-masing ke
dalam perang ini (hal 46).”
Universitas Sumatera Utara
Namun, tantangan terbesar bukan dari ibunya, melainkan dari pandangan
masyarakat umum terhadap posisi seorang wanita di Jepang pada saat itu. Hal
tersebut karena ada paham dalam masyarakat yakni paham yangmenganggap
bahwa wanita itu lemah dan tidak akan pernah bisa mengerjakan pekerjaan lakilaki, salah satunya menjadi pilot. Sehingga Sayuri Miyamoto harus berjuang
dengan upaya apapun untuk menjadi seorang pilot kamikaze.
2.4
Hakikat Feminisme
2.4.1 Konsep Feminisme
Feminisme menurut Goefe (Sugihastuti, 2000 : 37) ialah teori tentang
persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan
sosial; atau kegiatan ter-organisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan perempuan. Bhasin (1996 : 1) menjelaskan bahwa patriarki berarti
kekuasaan bapak atau patriach. Istilah ini secara umum digunakan untuk
menyebut kekuasaan laki-laki, hubungan kuasa dengan apa laki-laki menguasai
perempuan, dan untuk menyebut sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai
melalui berbagai macam cara.
Pola pikir patriarki adalah pola pikir yang menganggap perempuan dan pria
sebagai manusia yang memiliki perbedaan. Perbedaan menimbulkan stereotype
tentang pria dan perempuan. Seorang pria diharuskan mempunyai sifat pemberani,
mempunyai tubuh kuat, tidak mudah menangis sedangkan perempuanpastilah
seorang keibuan, lembut, sensitif. Namun hal itu sebenarnya tidak mutlakmelekat
pada perempuan dan pria, seiring berkembangnya zaman tentunya polapemikiran
Universitas Sumatera Utara
pun berkembang, begitupula dengan perempuan-perempuan dari berbagai dunia
yang mulai berani mendobrak belenggu yang selama ini menjeratnya.
Feminisme menurut Bhasin dan Khan (1995: 5) adalah sebuah kesadaran
tentang ketidakadilan yang sistematis bagi perempuan dalam berbagai sektor
kehidupan, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk
mengubah keadaan tersebut.
Feminisme mengandung 3 konsep penting, yaitu:
a.
Feminisme adalah sebuah keyakinan bahwa tidak ada perbedaan seks, yaitu
menentang adanya posisi hierarkis yang menyebabkan posisi superior dan
inferior diantara jenis kelamin
b.
Feminisme adalah sebuah pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi
konstruksi sosial budaya yang merugikan perempuan
c.
Feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan gender
sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam
masyarakat.
Pemahaman konsep terhadap feminisme yang sesuai diharapkan akan
membuka cakrawala masyarakat tentang gerakan feminisme secara seimbang.
Feminisme berarti memiliki sifat keperempuan. Feminisme diwakili oleh persepsi
tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki yang terjadi di
masyarakat. Akibat dari persepsi itu, timbul berbagai upaya untuk mengkaji
ketimpangan tersebut serta menemukan cara untuk menyejajarkan kaum
perempuan dan laki-laki sesuai dengan potensi yang dimiliki mereka sebagai
manusia.
Universitas Sumatera Utara
Mustaqim (2008:85) mengatakan bahwa feminisme merupakan paham yang
ingin menghormati perempuan sehingga hak-hak dan peranan mereka lebih
optimal dan setara, tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa feminisme adalah perjuangan
perempuan dalam mewujudkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.
Feminisme merupakan paham yang memperjuangkan kaum perempuan sebagai
manusia merdeka seutuhnya. Sehingga menyadarkan para perempuan tentang
eksistensi pribadinya. Feminisme adalah suatu gerakan perempuan yang menuntut
persamaan hak antara kaum laki-laki dan perempuan dalam dunia filsafat, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.
2.4.2 Feminisme dalam Masyarakat Jepang Pada Masa Perang Dunia ke II
Dalam abad ke-5 dibuka hubungan resmi antara Jepang dengan dinastidinasti di Tiongkok Selatan (zaman 3 kerajaan dan 6 dinasti). Sebagai misalnya:
kebudayaan dari Cina Selatan masuk ke Jepang secara langsung: kesusasteraan,
ilmu falak, obat-obatan, barang-barang luks, menenun dan juga agama Budha (A.
Dasuki. tth: 22). Dari berbagai pengaruh itu agaknya filsafat Konfusianisme
paling berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Jepang terutama
peranan wanitanya.
Konfusianisme adalah filsafat atau ajaran dari seorang pujangga yang
bernama Kung-Tse atau Konfusius yang mengajarkan kaidah-kaidah moral/etis
dan seks hanya dipandang sebagai mekanisme untuk mempertahankan kelanjutan
keluarga. Ajaran Konfusianisme memberi corak masyarakat patriakhal di Cina
yang memandang peranan wanita lebih penting untuk melahirkan anak dan
Universitas Sumatera Utara
melanjutkan keturunan dari pada sebagai kawan hidup. Untuk menyembah para
leluhur orang harus mempunyai anak laki-laki, dan menurut ajaran itu bila tidak
mempunyai anak laki-laki maka hal itu ialah salah satu perbuatan "pu-hsiao" =
tidak berbakti (Nio Joe Han, 1952: 46). Dengan demikian menurut ajaran
Konfusius, bahwa wanita itu adalah lemah, tidak berdaya, dan hanya sekedar
penerus keturunan.
Ajaran Konfusianisme menempatkan kaum pria pada kedudukan yang
tinggi. Mereka mempunyai tugas mulia yang tidak dapat digantikan oleh wanita
dalam melakukan upacara penghormatan pada leluhurnya. Pengaruh ajaran
tersebut misalnya tampak pada kenyataan bahwa orang tua Jepang pada umumnya
menginginkan anak bukan saja demi kepuasan emosional belaka, tetapi juga
karena mereka akan merasa gagal dalam hidup apabila tak mampu meneruskan
garis keluarga. Setiap pria Jepang menginginkan anak, terutama anak laki-laki.
Anak itu diperlukan untuk melakukan penghormatan setiap hari kepada arwah
le1uhurnya, di ruang pemujaan keluarga di depan batu nisan kecil (Ruth Benedict.
1982:267). Juga mereka memerlukannya untuk meneruskan garis keluarga demi
menjaga kehormatan serta harta keluarga.
Sampai Perang Dunia II pengaruh ajaran Konfusianisme ternyata masih
sangat dirasakan oleh wanita Jepang umumnya yang tak berdaya untuk
melawannya.
Struktur masyarakat Jepang ditandai dengan adanya pengelompokan.
Kelompok masyarakat yang terkecil adalah keluarga. Pengertian keluarga di
Jepang pada masa yang silam sama dengan di Indonesia. Bukan hanya ayah ibu,
Universitas Sumatera Utara
melainkan juga kemenakan, paman, bibi, sepupu dan keluarga dekat dari kedua
belch pihak. Anak sulung, biasanya yang laki-laki, walaupun sudah beristri, tetap
tinggal bersama orang tuanya, sedangkan anak-anak yang lain pindah mencari
rumah lain (Ajip Rosidi, 1981: 94).
Pada masa feodal, khususnya di masa isolasi di bawah kekuasaan Shogun
Tokugawa, wanita Jepang pada hakekatnya berderajat lebih rendah dari pada pria.
Wanita hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, belum ada pengakuan terhadap
hak mereka sebagai wanita. Wanita hanya berhak untuk melahirkan serta
membesar-kan
anak-anaknya.
Hingga
pada
zaman itu
seorang wanita
menginginkan anak, bukan demi kepuasan emosionalnya, tetapi karena hanya
sebagai ibu ia akan mendapatkan status (Ruth Benedict, 1982: 267).
Di masa sekitar Restorasi Meiji sampai berakhir-nya Perang Dunia II ada
hukum menetapkan bahwa seorang wanita pada kanak-kanak dan remaja tunduk
pada ayah, kemudian pada suami dan pada hari tua kepada anak laki-lakinya.
Seakan-akan Jepang adalah negara di mana kaum laki-laki menjadi raja dan
wanita mengabdi sepenuhnya kepada sang suami atau rajanya (Ajip Rosidi, 1981:
97).
Hukum kebiasaan lama di Jepang juga memperlakukan wanita senada
dengan gambaran di atas. Hal ini tampak pada kenyataan bahwa perkawinan yang
sah biasanya didaftarkan kalau calon pengantin wanita telah lulus dalam
menjalani masa percobaan sampai wanita dapat membuktikan kemampuannya
untuk dapat melahirkan anak. Seorang wanita/istri yang tidak mampu melahirkan
Universitas Sumatera Utara
anak, umumnya mempunyai kedudukan yang sangat goyah di dalam keluarga,
mungkin ia akan disisihkan atau dicerai (Ruth Benedict, 1982: 267).
2.5 Pendekatan Kritik Sastra Feminisme
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang
lahir sebagai respons atas berkembang luasnya feminisme diseluruh penjuru dunia.
Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan
agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta
usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu
caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki
laki-laki.
Kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji
karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita
dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk
yang dengan berbagai cara ditekan,disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi
patriarkal yang dominan (Djajanegara, 2000: 27). Kedua hasrat tersebut
menimbulkan berbagai ragam cara mengkritik yang kadang-kadang berpadu.
Misalnya, dalam meneliti citra wanita dalam karya sastra penulis wanita,
perhatian dipusatkan pada cara-cara yang mengungkapkan tekanan-tekanan yang
diderita tokoh wanita. Oleh karena telah menyerap nilai-nilai patriarkal,mungkin
saja seorang penulis wanita menciptakan tokoh-tokoh wanitadengan stereotip
yang memenuhi persyaratan masyarakat patiarkal. Sebaliknya, kajian tentang
wanita dalam tulisan laki-laki dapat saja menunjukkan tokoh-tokoh wanita yang
kuat dan mungkin sekali justrumendukung nilai-nilai feminis. Di samping itu,
Universitas Sumatera Utara
kedua hasrat pengkritiksastra feminis memiliki kesamaan dalam hal kanon sastra.
Kedua-duanyamenyangsikan keabsahan kanon sastra lama, bukan saja karena
menyajikan tokoh-tokoh wanita stereotip dan menunjukkan rasa benci dancuriga
terhadap wanita, tetapi juga karena diabaikannya tulisan-tulisan mereka.
Kajian sastra feminis mempunyai dua fokus. Pertama, menggali, mengkaji
serta menilai karya penulis-penulis perempuan dari masa silam. Mereka
mempertanyakan tolok ukur apa saja yang dipakai pengkritik sastra terdahulu
sehingga kanon sastra didominasi penulis laki-laki. Tujuan kedua mengkaji karyakarya tersebut dengan pendekatan feminis. Ketiga, pengkritik sastra feminis
terutama berhasrat mengetahui bagaimana cara menerapkan penilaian estetik, di
mana letak nilai estetiknya serta apakah nilai estetik yang telah dilakukan
sungguh-sungguh sah. Singkatnya menilai tolok ukur yang digunakan untuk
menentukan cara-cara penilaian lama.
Berdasarkan ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang
dikehendaki
pengkritik
sastra
feminis
adalah
hak
yang
sama
untuk
mengungkapkan makna-makna baru yang mungkin berbeda dari teks-teks lama.
2.6
Biografi Pengarang
Rei Kimura adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai pengacara yang
memiliki passion dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak
pada penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan
kisah yang digali dari kejadian nyata dan hidup orang-orang yang sebenarnya di
dalam bukunya. Ia meyakini bahwa ini sebuah cara yang paling baik untuk
Universitas Sumatera Utara
menjadikan sejarah yang tersembunyi menjadi “hidup” dan dapat diterima oleh
pembaca di abad 21.
Dengan cara itu, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti
tenggelamnya Kapal Awa Maru dan kisah pilot kamikaze perempuan di masa
Perang Dunia II lalu merangkainya menjadi sebuah cerita yang menyentuh bagi
orang-orang yang hidup dan meninggal pada masa kejadian itu.
Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas kebenaran,
tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di Asia
dan Eropa dan telah terbit di seluruh dunia.
Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang
andal dan tergabung dalam Australian News Syndicate.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL MAWAR JEPANG DAN
KONSEP FEMINISME
2.1 Definisi Novel
Novel berasal dari bahasa Italia novella, yang dalam bahasa Jerman novelle
dan dalam bahasa Yunani novellus, kemudian masuk ke Indonesia dengan sebutan
novel. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Istilah novella atau novelle
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette (Inggris:
novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi
yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan
disajikan dengan halus (Nurgiyantoro, 1995: 9).
Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagi
permasalahan
tersebut
dengan
penuh
kesungguhan
yang
kemudian
diungkapkannya kembali melalui saran fiksi sesuai dengan pandangannya.
Sehingga menurut Attenbern dan Lewis dalam Nurdiantoro (1995: 2), fiksi dapat
diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal
dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar
manusia yang dikemukakan oleh pengarang berdasarkan pengalaman dan
pengamatannya terhadap kehidupan dan dilakukan secara selektif dan di bentuk
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan
peperangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.
Fiksi menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel bahkan
kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abram, dalam
Nurdiantoro 1995: 4). Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa novel memiliki
muatan yang sama dengan muatan-muatan karya fiksi seperti yang telah diuraikan
di atas. Novel merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia,
dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang
dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar,
sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner (Nurdiantoro,
1995: 14).
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.
Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran
dan maksud pengaran, yaitu sebagai berikut:
1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yan menunjukkan keganjilankeganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena
itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa
sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan
perkembangan masyarakat pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anakanak yang dapat dibacakan oleh orangtua umtuk pembelajaran kepada
anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak
guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengaran
dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan
peperangan yang di derita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Berdasarkan penjelasan pembagian novel-novel diatas, maka dapat dilihat
bahwa novel “Mawar Jepang” karya Rei Kimura termasuk dalam novel jenis
Novel Sejarah dan Novel Perjuangan. Novel ini terinspirasi dari satu keping
sejarah perang kontroversial Jepang. Satu simpul sejarah yang dibungkam selama
sekian dekade dan tak pernah benar-benar diakui atau diterima keadaannya.
Hingga suatu ketika seorang jurnalis dari NHK menemukan kejanggalan arsip di
salah satu kamp bekas perang; fakta atas keberadaan pilot perempuan kamikaze.
Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya
karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar atau setting,
penokohan/perwatakan dan sudut pandang atau pusat pengisahan. Sedangkan
unsur ektrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya
suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan
Universitas Sumatera Utara
pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai
kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya
sastra.
2.2 Resensi Novel Mawar Jepang
2.2.1 Tema
Menurut Atar Semi (1993: 42), tema merupakan gagasan sentral yang
menjadi dasar dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca. Menurut
Burhan Nurgiyantoro (2005: 68) tema adalah ide pokok atau gagasan
yangmendasari karya sastra. Tema sebagai makna pokok karya fiksi tidak sengaja.
Namun tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan
sendirinya ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.
Sesuai dengan cerita yang ada didalam novel Mawar Jepang, novel ini
menceritakan tentang seorang pilot kamikaze yang keberadaannya dibungkam
oleh Pemerintah Jepang karena Ia adalah seorang perempuan yang bernama
Sayuri Miyamoto. Dalam Novel ini diceritakan bagaimana rintangan dan upaya
yang dilakukan oleh Sayuri untuk membalas kematian orang-orang yang
dicintainya dengan menjadi pilot kamikaze, Ia menyamar menjadi laki-laki dan
berhasil mewujudkan keinginannya itu.
Dari hal yang telah penulis jelaskan diatas tampak tema yang ingin
disampaikan oleh pengarang adalah kritik terhadap diskriminasi yang dialami
Sayuro Miyamoto dalam keterlibatan perempuan di kemiliteran Jepang yang
memakai sejarah sebagai latar belakangnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Plot / Alur Cerita
Plot merupakan unsur fiksi yang penting, karena kejelasan plot merupakan
kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier akan
mempermudah pemahaman pembaca tentang cerita yang ditampilkan. Atar Semi
(1993:43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian
kejadiandalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus
menandaiurutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.
Alur/plot dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat adalah alur
yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur
yang memungkinkan adanya pencabangan. Menurut kualitasnya alur dibedakan
menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu
dalam cerita. Alur ganda ialah yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi
pengurutan waktu alur/plot dibedakan ke dalam alur lurus dan tidak lurus. Alur
lurus adalah alur/plot yang melukiskan peristiwaperistiwa berurutan dari awal
sampai akhir. Sedangkan alur tidak lurus adalah alur/plot yang melukiskan tidak
urut dari awal sampai akhir. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (flash
back).
Alur cerita dalam novel Mawar Jepang termasuk kedalam novel alur
longgar. Lalu dilihat melalui kualitasnya termasuk alur ganda. Dan dari segi
pengurutan waktu termasuk ke dalam alur tidak lurus (flash back). Pada awal
cerita menceritakan bahwa seorang reporter NHK bernama Mayumi menemukan
secarik berkas lusuh mengenai keberadaan pilot kamikaze perempuan. Pada
pertengahan cerita menceritakan bagaimana perjuangan Sayuri Miyamoto
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan keinginannya menjadi pilot kamikaze pada masa perang dunia kedua
(flash back). Kemudian
diakhir cerita alur kembali ke masa sekarang dan
menceritakan bagaimana sejarah tetap membungkam keberadaan Sayuri
Miyamoto sebagai satu-satunya pilot kamikaze perempuan yang pernah ada.
2.2.3 Penokohan
Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:165), adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan
dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita,
tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema serta
menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat,
moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang
sebenarnya maupun pelaku yang mementingkan dirinya sendiri. Dalam cerita fiksi
pelaku dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat manusia.
Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang umumnya merupakan
tokoh utama ialah tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan
tokoh pembantu hanya dibicarakan alakadarnya.
Penokohan dalam novel “Mawar Jepang” adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Sayuri Miyamoto adalah tokoh utama dalam novel “Mawar Jepang”
yangmerupakan seorang wanita yang berani menentang kodratnya karena
keinginannya yang untuk menjadi pilot kamikaze.
“Aku bisa mendengarmu mentertawakanku dan memintaku untuk realistis
karena perempuan tak bisa menjadi pilot pesawat tempur. Tapi kau tahu
Reiko? Aku akan menemukan cara untuk ada di atas sana, di dalam
pesawat yang kupacu mesinnya menuju musuh kita sampai mereka
terbakar layaknya kau terbakar hidup-hidup waktu itu, tanpa ampun!”
(hal. 122).
2. Michio Miyamoto adalah Ayah Sayuri yang berjiwa patriotis. Ayah Sayuri
tidak menentang keinginan Sayuri untuk bergabung dengan kemiliteran
Jepang.
“Michio punya pemikiran yang berbeda dengan istrinya, dan ia percaya
bahwa anak-anaknya harus tau apa yang sedang terjadi dan bersiap untuk
melaksanakan kewajiban mereka terhadap Jepang bila waktunya tiba.
Maka setiap hari ia pulang sambil membawa cerita tentang serbuan
Jepang ke Cina.” (hal. 31).
3. Tomi Miyamoto adalah Ibu dari yang sangat menentang keinginan Sayuri
untuk bergabung dengan kemiliteran.
“Tomi berusaha mengalihkan ketertarikan anaknya pada sesuatu yang
dianggap tidak feminim dan terlalu dan mencampuri „daerah kekuasaan
laki-laki ini dan terus mengomeli suaminya untuk berhenti mendorong
Sayuri untuk membicarakan tentang politik.” (hal. 30).
Universitas Sumatera Utara
4. Reiko adalah sahabat Sayuri yang mati karena bom yang dijatuhkan
tentara Amerika. Reiko sangat mencintai tunangannya sehingga Ia
memberanikan diri pergi ke Tokyo bersama Sayuri untuk bertemu
dengannya.
“Aku tak pernah pergi ke Tokyo dan berada di sana sendirian tanpa
keluarga bersama dengan sekian banyak prajurit, oh Sayuri, aku sangat
takut. Tapi aku harus berni, sebab Yukio-ku ada di sana, dan suatu hari
bila ia dibawa dalam keadaan terluka, aku harus ada disanan untuknya. ”
(hal. 48).
5. Takushi adalah kekasih Sayuri yang sangat mengagumi keberanian Sayuri
dalam tekatnya menjadi pilot kamikaze.
“Takushi berkutat antara kemarahan karena telah ditipu serta kekaguman
yang kian menguat pada keteguhan hati dan patriotismenya yang telah
mengatarkan gadis ini hingga ia sejauh ini untuk mati demi negaranya.”
(hal.178).
2.2.4 Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang atau point of view, menyarankan pada cara sebuah cerita
dikisahkan. Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (1994: 248) sudut pandang pada
hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih
pengarang untuk mengemukakan gagasan dalam ceritanya. Segala sesuatu yang
dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan
tafsirannya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi
disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita.
Universitas Sumatera Utara
Nurgiantoro (1994: 256) mengemukakan pembedaan sudut pandang yang
dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca, yaitu sebagai
berikut :
1. Sudut Pandang Personal ketiga: “Dia”
Pengisahan cerita dengan mempergunakan sudut pandang personal
ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar
cerita yang menampikan tokoh-tokoh cerita dengan menyebutkan
nama atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita,
khususnya yang utama, kerap atau terus- menerus disebut dan
sebagai dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah
pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa
yang bertindak.
2. Sudut Pandang Personal Pertama: “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang
personal pertama, gaya “dia”, narrator adalah seseorang yang ikut
terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah,
mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan
tindakan yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan,
serta sikapnya terhadap orang lain atau tokoh lain kepada pembaca.
Kita, pembaca, menerima apa yang diceritakan oleh si “aku”, maka
kita hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang
yang dilihat dan dirasakan tokoh si “aku” tersebut.
3. Sudut Pandang Campuran
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam
sebuah novel, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona
ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat,
persona pertama dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku”
tambahan atau sebagai saksi, bahkan dapat berupa campuran antara
persona pertama dan ketiga, antara “aku” dan “dia” sekaligus.
Sebuah novel yang bersudut pandang persona ketiga, sering
memanfaatkan teknik “dia” mahatahu dan terbatas, atau sebagai
observer secara bergantian. Terhadap sejumlah tokoh tertentu,
narator bersifat mahatahu. Namun, terhadap sejumlah tokoh yang
lain, biasanya tokoh-tokoh tambahan, termasuk deskripsi latar,
narator berlaku sebagai pengamat, bersifat objektif, dan tak
melukiskan lebih dari yang dapat dijangkau oleh indra. Kapan dan
seberapa banyak frekuensi penggunaan kedua teknik tersebut tentu
saja
berdasarkan
kebutuhan.
Artinya,
pengarang
akan
mempertimbangkan sifat dan masalah yang sedang digarap
disamping juga efek yang ingin dicapai. Teknik observer biasanya
dipergunakan untuk melengkapi teknik mahatahu, dan ia akan
memberikan kesan teliti.
Dalam novel “Mawar Jepang” pengarang menggunakan sudut pandang
ketiga. Pengarang menggunakan kata dia, panggilan, atau nama tokoh itu sendiri.
Pengarang mengangkat cerita sejarah jepang kedalam novelnya,lalu mengemas
cerita tersebut lebih menarik agar lebih mudah dipahami pembaca.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Setting Cerita Novel Mawar Jepang
Setiap karya sastra disusun dari unsur-unsur yang menjadikannya sebuah
kesatuan. Salah satu unsur yang sangat mempengaruhi keberadaan karya
sastraadalah unsur intrinsik. Setting merupakan salah satu unsur intrinsik yang
terdapatdalam karya sastra dalam hal ini adalah novel.
Menurut Abraham dalam Nurgiantoro (1995: 216) setting atau latar yang
disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
2.3.1 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan tejadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau
dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.
Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar waktu maka dalam novel
“Mawar Jepang” Karya Rei Kimura mengambil setting pada masa perang dunia
ke-II sekitar tahun 1940-an, seperti dalam kutipan berikut ini:
25 April 1941 memberikan salah satu petang musim panas yang hangat
dan lembap dengan tonggeret ramai berbunyi di pepohonan di luar sana,
sementara keluarga Miyamoto mengelilingi meja makan pendek untuk
menikmati menu makan malam mereka berupa nasi, ikan bakar, dan sum
miso shiro mengepul yang tak pernah absen (hal. 19).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Latar Tempat
Dalam Novel “Mawar Jepang” mengambil latar tempat di beberapa tempat
di Jepang salah satunya adalah suatu desa di kota Matsumoto. Matsumoto
merupakan kota kecil yang terletak di prefektur Nagano. Dapat dilihat dalam
cuplikan berikut ini:
Sekelompok petugas tanpa seragam dari Tokyo datang untuk mendirikan
pusat rekrutmen di balai kota, sesuatu yang menimbulkan semangat dan
kekhawatiran di wilayah Matsumoto (hal. 30).
Novel “Mawar Jepang juga mengambil latar tempat di Tokyo yang menjadi
tempat terjadinya gencatan senjata perang dunia ke II kala itu, seperti yang
terdapat dalam cuplikan berikut ini:
Serangan bom diseluruh Tokyo begitu dahsyat bahkan bunker anti bom it
bergetar oleh keberingasan dan dendam bom-bom itu.
Sambil gemetar, Sayuri dan Reiko berpelukan dan duduk meringkuk
diatas beton yang keras dan dingin dari bunker itu sementara bom-bom
berjatuhan dan memporakporandakan kota mereka bagai gelombang tanpa
henti (hal. 77).
Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di tempat-tempat seperti di rumah sakit,
kuil, kamp tentara militer, asrama perawat, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Latar Sosial
Dalam Novel “Mawar Jepang” digambarkan bagaimana pada zaman perang
dunia ke-II di Jepang perempuan tidak lazim untuk berkecimpung di dunia
kemiliteran. Di masa sekitar Restorasi Meiji sampai berakhir-nya Perang Dunia II
agaknya menjadi hal yang masih dianggap wajar dan bernilai tinggi apabila
seorang wanita mengabdi dengan setia dan sepenuh hati kepada keluarga untuk
seumur hidup. Sehingga menjadi salah satu pilot kamikaze di zaman ini adalah
suatu hal yang mustahil.
Keinginan Sayuri Miyamoto saat itu membuat ibunya terkejut dan ia sangat
menentang ketertarikan anaknya untuk menjadi pilot kamikaze. Keinginan Sayuri
Miyamoto untuk menjadi pilot kamikaze dianggap tidak feminin dan terlalu
mencampuri daerah kekuasaan laki-laki. Ibu Sayuri bahkan berusaha membuat
Sayuri berkonsentrasi meningkatkan kemampuan memasak, menjahit, dan seni
mencari suami yang baik untuk memenuhi yang seharusnya menjadi mimpi dan
keinginan setiap gadis.
Pada akhirnya Ibu Sayuri mengizinkannya untuk mencapai keinginannya
sebagai bentuk berbakti pada bangsa mereka. Seperti yang terdapat pada cuplikan
berikut ini:
“Ayahmu benar, dan bila kau bertekad untuk pergi dan berbakti pada
bangsa kita aku tak akan menghalangimu. Lagipula satu demi satu anak
muda di kota ini mulai pergi dan terisap melalui cara masing-masing ke
dalam perang ini (hal 46).”
Universitas Sumatera Utara
Namun, tantangan terbesar bukan dari ibunya, melainkan dari pandangan
masyarakat umum terhadap posisi seorang wanita di Jepang pada saat itu. Hal
tersebut karena ada paham dalam masyarakat yakni paham yangmenganggap
bahwa wanita itu lemah dan tidak akan pernah bisa mengerjakan pekerjaan lakilaki, salah satunya menjadi pilot. Sehingga Sayuri Miyamoto harus berjuang
dengan upaya apapun untuk menjadi seorang pilot kamikaze.
2.4
Hakikat Feminisme
2.4.1 Konsep Feminisme
Feminisme menurut Goefe (Sugihastuti, 2000 : 37) ialah teori tentang
persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang politik, ekonomi dan
sosial; atau kegiatan ter-organisasi yang memperjuangkan hak-hak serta
kepentingan perempuan. Bhasin (1996 : 1) menjelaskan bahwa patriarki berarti
kekuasaan bapak atau patriach. Istilah ini secara umum digunakan untuk
menyebut kekuasaan laki-laki, hubungan kuasa dengan apa laki-laki menguasai
perempuan, dan untuk menyebut sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai
melalui berbagai macam cara.
Pola pikir patriarki adalah pola pikir yang menganggap perempuan dan pria
sebagai manusia yang memiliki perbedaan. Perbedaan menimbulkan stereotype
tentang pria dan perempuan. Seorang pria diharuskan mempunyai sifat pemberani,
mempunyai tubuh kuat, tidak mudah menangis sedangkan perempuanpastilah
seorang keibuan, lembut, sensitif. Namun hal itu sebenarnya tidak mutlakmelekat
pada perempuan dan pria, seiring berkembangnya zaman tentunya polapemikiran
Universitas Sumatera Utara
pun berkembang, begitupula dengan perempuan-perempuan dari berbagai dunia
yang mulai berani mendobrak belenggu yang selama ini menjeratnya.
Feminisme menurut Bhasin dan Khan (1995: 5) adalah sebuah kesadaran
tentang ketidakadilan yang sistematis bagi perempuan dalam berbagai sektor
kehidupan, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk
mengubah keadaan tersebut.
Feminisme mengandung 3 konsep penting, yaitu:
a.
Feminisme adalah sebuah keyakinan bahwa tidak ada perbedaan seks, yaitu
menentang adanya posisi hierarkis yang menyebabkan posisi superior dan
inferior diantara jenis kelamin
b.
Feminisme adalah sebuah pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi
konstruksi sosial budaya yang merugikan perempuan
c.
Feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan gender
sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam
masyarakat.
Pemahaman konsep terhadap feminisme yang sesuai diharapkan akan
membuka cakrawala masyarakat tentang gerakan feminisme secara seimbang.
Feminisme berarti memiliki sifat keperempuan. Feminisme diwakili oleh persepsi
tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki yang terjadi di
masyarakat. Akibat dari persepsi itu, timbul berbagai upaya untuk mengkaji
ketimpangan tersebut serta menemukan cara untuk menyejajarkan kaum
perempuan dan laki-laki sesuai dengan potensi yang dimiliki mereka sebagai
manusia.
Universitas Sumatera Utara
Mustaqim (2008:85) mengatakan bahwa feminisme merupakan paham yang
ingin menghormati perempuan sehingga hak-hak dan peranan mereka lebih
optimal dan setara, tidak ada diskriminasi, marginalisasi dan subordinasi. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa feminisme adalah perjuangan
perempuan dalam mewujudkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan.
Feminisme merupakan paham yang memperjuangkan kaum perempuan sebagai
manusia merdeka seutuhnya. Sehingga menyadarkan para perempuan tentang
eksistensi pribadinya. Feminisme adalah suatu gerakan perempuan yang menuntut
persamaan hak antara kaum laki-laki dan perempuan dalam dunia filsafat, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.
2.4.2 Feminisme dalam Masyarakat Jepang Pada Masa Perang Dunia ke II
Dalam abad ke-5 dibuka hubungan resmi antara Jepang dengan dinastidinasti di Tiongkok Selatan (zaman 3 kerajaan dan 6 dinasti). Sebagai misalnya:
kebudayaan dari Cina Selatan masuk ke Jepang secara langsung: kesusasteraan,
ilmu falak, obat-obatan, barang-barang luks, menenun dan juga agama Budha (A.
Dasuki. tth: 22). Dari berbagai pengaruh itu agaknya filsafat Konfusianisme
paling berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat Jepang terutama
peranan wanitanya.
Konfusianisme adalah filsafat atau ajaran dari seorang pujangga yang
bernama Kung-Tse atau Konfusius yang mengajarkan kaidah-kaidah moral/etis
dan seks hanya dipandang sebagai mekanisme untuk mempertahankan kelanjutan
keluarga. Ajaran Konfusianisme memberi corak masyarakat patriakhal di Cina
yang memandang peranan wanita lebih penting untuk melahirkan anak dan
Universitas Sumatera Utara
melanjutkan keturunan dari pada sebagai kawan hidup. Untuk menyembah para
leluhur orang harus mempunyai anak laki-laki, dan menurut ajaran itu bila tidak
mempunyai anak laki-laki maka hal itu ialah salah satu perbuatan "pu-hsiao" =
tidak berbakti (Nio Joe Han, 1952: 46). Dengan demikian menurut ajaran
Konfusius, bahwa wanita itu adalah lemah, tidak berdaya, dan hanya sekedar
penerus keturunan.
Ajaran Konfusianisme menempatkan kaum pria pada kedudukan yang
tinggi. Mereka mempunyai tugas mulia yang tidak dapat digantikan oleh wanita
dalam melakukan upacara penghormatan pada leluhurnya. Pengaruh ajaran
tersebut misalnya tampak pada kenyataan bahwa orang tua Jepang pada umumnya
menginginkan anak bukan saja demi kepuasan emosional belaka, tetapi juga
karena mereka akan merasa gagal dalam hidup apabila tak mampu meneruskan
garis keluarga. Setiap pria Jepang menginginkan anak, terutama anak laki-laki.
Anak itu diperlukan untuk melakukan penghormatan setiap hari kepada arwah
le1uhurnya, di ruang pemujaan keluarga di depan batu nisan kecil (Ruth Benedict.
1982:267). Juga mereka memerlukannya untuk meneruskan garis keluarga demi
menjaga kehormatan serta harta keluarga.
Sampai Perang Dunia II pengaruh ajaran Konfusianisme ternyata masih
sangat dirasakan oleh wanita Jepang umumnya yang tak berdaya untuk
melawannya.
Struktur masyarakat Jepang ditandai dengan adanya pengelompokan.
Kelompok masyarakat yang terkecil adalah keluarga. Pengertian keluarga di
Jepang pada masa yang silam sama dengan di Indonesia. Bukan hanya ayah ibu,
Universitas Sumatera Utara
melainkan juga kemenakan, paman, bibi, sepupu dan keluarga dekat dari kedua
belch pihak. Anak sulung, biasanya yang laki-laki, walaupun sudah beristri, tetap
tinggal bersama orang tuanya, sedangkan anak-anak yang lain pindah mencari
rumah lain (Ajip Rosidi, 1981: 94).
Pada masa feodal, khususnya di masa isolasi di bawah kekuasaan Shogun
Tokugawa, wanita Jepang pada hakekatnya berderajat lebih rendah dari pada pria.
Wanita hanya berperan sebagai ibu rumah tangga, belum ada pengakuan terhadap
hak mereka sebagai wanita. Wanita hanya berhak untuk melahirkan serta
membesar-kan
anak-anaknya.
Hingga
pada
zaman itu
seorang wanita
menginginkan anak, bukan demi kepuasan emosionalnya, tetapi karena hanya
sebagai ibu ia akan mendapatkan status (Ruth Benedict, 1982: 267).
Di masa sekitar Restorasi Meiji sampai berakhir-nya Perang Dunia II ada
hukum menetapkan bahwa seorang wanita pada kanak-kanak dan remaja tunduk
pada ayah, kemudian pada suami dan pada hari tua kepada anak laki-lakinya.
Seakan-akan Jepang adalah negara di mana kaum laki-laki menjadi raja dan
wanita mengabdi sepenuhnya kepada sang suami atau rajanya (Ajip Rosidi, 1981:
97).
Hukum kebiasaan lama di Jepang juga memperlakukan wanita senada
dengan gambaran di atas. Hal ini tampak pada kenyataan bahwa perkawinan yang
sah biasanya didaftarkan kalau calon pengantin wanita telah lulus dalam
menjalani masa percobaan sampai wanita dapat membuktikan kemampuannya
untuk dapat melahirkan anak. Seorang wanita/istri yang tidak mampu melahirkan
Universitas Sumatera Utara
anak, umumnya mempunyai kedudukan yang sangat goyah di dalam keluarga,
mungkin ia akan disisihkan atau dicerai (Ruth Benedict, 1982: 267).
2.5 Pendekatan Kritik Sastra Feminisme
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang
lahir sebagai respons atas berkembang luasnya feminisme diseluruh penjuru dunia.
Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan
agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta
usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu
caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki
laki-laki.
Kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji
karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita
dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk
yang dengan berbagai cara ditekan,disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi
patriarkal yang dominan (Djajanegara, 2000: 27). Kedua hasrat tersebut
menimbulkan berbagai ragam cara mengkritik yang kadang-kadang berpadu.
Misalnya, dalam meneliti citra wanita dalam karya sastra penulis wanita,
perhatian dipusatkan pada cara-cara yang mengungkapkan tekanan-tekanan yang
diderita tokoh wanita. Oleh karena telah menyerap nilai-nilai patriarkal,mungkin
saja seorang penulis wanita menciptakan tokoh-tokoh wanitadengan stereotip
yang memenuhi persyaratan masyarakat patiarkal. Sebaliknya, kajian tentang
wanita dalam tulisan laki-laki dapat saja menunjukkan tokoh-tokoh wanita yang
kuat dan mungkin sekali justrumendukung nilai-nilai feminis. Di samping itu,
Universitas Sumatera Utara
kedua hasrat pengkritiksastra feminis memiliki kesamaan dalam hal kanon sastra.
Kedua-duanyamenyangsikan keabsahan kanon sastra lama, bukan saja karena
menyajikan tokoh-tokoh wanita stereotip dan menunjukkan rasa benci dancuriga
terhadap wanita, tetapi juga karena diabaikannya tulisan-tulisan mereka.
Kajian sastra feminis mempunyai dua fokus. Pertama, menggali, mengkaji
serta menilai karya penulis-penulis perempuan dari masa silam. Mereka
mempertanyakan tolok ukur apa saja yang dipakai pengkritik sastra terdahulu
sehingga kanon sastra didominasi penulis laki-laki. Tujuan kedua mengkaji karyakarya tersebut dengan pendekatan feminis. Ketiga, pengkritik sastra feminis
terutama berhasrat mengetahui bagaimana cara menerapkan penilaian estetik, di
mana letak nilai estetiknya serta apakah nilai estetik yang telah dilakukan
sungguh-sungguh sah. Singkatnya menilai tolok ukur yang digunakan untuk
menentukan cara-cara penilaian lama.
Berdasarkan ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang
dikehendaki
pengkritik
sastra
feminis
adalah
hak
yang
sama
untuk
mengungkapkan makna-makna baru yang mungkin berbeda dari teks-teks lama.
2.6
Biografi Pengarang
Rei Kimura adalah seorang wanita yang berprofesi sebagai pengacara yang
memiliki passion dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak
pada penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan
kisah yang digali dari kejadian nyata dan hidup orang-orang yang sebenarnya di
dalam bukunya. Ia meyakini bahwa ini sebuah cara yang paling baik untuk
Universitas Sumatera Utara
menjadikan sejarah yang tersembunyi menjadi “hidup” dan dapat diterima oleh
pembaca di abad 21.
Dengan cara itu, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti
tenggelamnya Kapal Awa Maru dan kisah pilot kamikaze perempuan di masa
Perang Dunia II lalu merangkainya menjadi sebuah cerita yang menyentuh bagi
orang-orang yang hidup dan meninggal pada masa kejadian itu.
Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas kebenaran,
tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa di Asia
dan Eropa dan telah terbit di seluruh dunia.
Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang
andal dan tergabung dalam Australian News Syndicate.
Universitas Sumatera Utara