Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Uji Kenormalan Lilliefors
Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan
untuk menentukan pola distribusi. Pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan
melakukan uji kenormalan Lilliefors. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa
yaitu :
1. Hipotesa H 0 : untuk hipotesa yang berdistribusi normal
2. Hipotesa H 1 : untuk hipotesa yang tidak berdistribusi normal
Untuk pengujian hipotesa maka prosedur yang harus dilakukan antara lain :
1. Nilai data x 1, x 2, ..., x n, dijadikan angka baku z 1 , z 2,..., z n dengan menggunakan
rumus :
�� =

�� − ��


Dengan �̅ = rata-rata sampel
S = simpangan baku


i = 1, 2, 3, ...,n
Menghitung rata-rata sampel digunakan rumus:
�̅ =

∑��=1 ��


Dimana n = banyak data
Menghitung simpangan baku digunakan rumus :
2
∑12
�=1(�� − �̅ )

�=
�−1

Universitas Sumatera Utara

2. Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung
peluang : F(Zi) = P(Z ≤ Zi).

3. Menghitung proporsi z 1 , z 2,..., z n. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka
� (�� ) =

��������� �1,�2,...,�n ≤ �i


4. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) tentukan harga mutlaknya.
5. Cari nilai yang terbesar dari selisih | F(Zi) – S(Zi)| jadikan L hitung atau L hit
6. Kriteria pengambilan keputusan adalah :
Jika,

L hit ≤ L α(n) ; maka H 0 diterima, jadi normal
L hit > L α(n) ; maka H 0 ditolak, jadi tidak normal

Dengan L α(n) adalah nilai kritis uji kenormalan lilliefors dengan taraf nyata α
dan banyaknya data n.
2.2 Pengendalian Persediaan
2.2.1 Defenisi Persediaan
Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang
disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah

bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan
tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk
dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. (Herjanto,
2008:237) Persediaan adalah sumber daya menganggur (idle resources) yang
menunggu proses lebih lanjut. (Nasution dan Prasetyawan, 2008:113). Yang
dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi
pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun
kegiatan konsumsi pada sistem rumah tangga.

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Baroto

(2002:52),

secara

fisik,


item persediaan dapat

dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut :
1. Bahan mentah (raw materials), yaitu barang-barang berwujud seperti baja,
kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari sumbersumber alam atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan
untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.
2. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang
diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan
dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
3. Barang setengah jadi (work in process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap
operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks
daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi
barang jadi.
4. Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses
dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.
5. Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang yang diperlukan
dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan
komponen barang jadi. Termasuk dalam bahan penolong adalah bahan bakar,
pelumas, listrik, dan lain-lain.

2.2.2 Penyebab dan Fungsi Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Menurut Baroto
(2002:53) penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan.
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang
tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan
waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan
hal yang sulit dihindarkan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian.
Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam
jumlah maupun waktu kedatangannya, waktu pembuatan yang cenderung tidak
konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead
time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat
dikendalikan.

Ketidakpastian


ini dapat

diredam dengan

mengadakan

persediaan.
3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar
dari kenaikan harga di masa mendatang.
Efisiensi produksi (salah satu muaranya adalah penurunan biaya produksi)
dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Efisiensi ini dapat
dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan
adalah sebagai berikut (Baroto 2002:53).
1. Fungsi independensi.
Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen dan proses individual
terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi
permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga
dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Dalam kondisi
tertentu keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan


Universitas Sumatera Utara

tanpa tergantung pada kedua hal ini (independen), maka persediaan harus
mencukupi.
2. Fungsi ekonomis.
Dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot)
akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai
permintaan.
3. Fungsi antisipasi.
Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau
pasokan. Maka dari itu diperlukan persediaan produk agar tidak terjadi stock
out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan
baku akan terjadi kekurangan.
4. Fungsi fleksibilitas.
Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan
kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan
diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan
dihasilkan untuk sementara waktu. Persediaan barang setengah jadi (work in
process) pada situasi ini merupakan faktor penolong untuk kelancaran operasi.
Hal lain adalah dengan adanya persediaan barang jadi, maka untuk waktu

pemeliharaan fasilitas produksi dapat disediakan dengan cukup.
2.2.3 Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana
mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi
output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar
tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang

Universitas Sumatera Utara

memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan
persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan (Baroto,
2002:54).
Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat
diklasifikasikan ke dalam variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Secara
kuantitatif, variabel keputusan pada pengendalian persediaan sistem persediaan
adalah sebagai berikut (Baroto 2002:54).
1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat.
2. Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan.
3. Berapa jumlah persediaan pengaman.
4. Bagaimana mengendalikan persediaan.

Secara

kualitatif,

masalah

persediaan

berkaitan

dengan

sistem

pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan
adalah sebagai berikut (Baroto, 2002:54).
1. Jenis barang apa yang dimiliki.
2. Di mana barang tersebut berada.
3. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan.
4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item.

2.2.4 Biaya dalam Sistem Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul
sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian, biaya
pemesanan, biaya penyiapan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan
persediaan (Baroto, 2002:55).

Universitas Sumatera Utara

1. Harga pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang,
besarnya sama dengan harga perolehan persediaan itu sendiri atau harga
belinya. Pada beberapa model pengendalian sistem persediaan, biaya tidak
dimasukkan sebagai dasar untuk membuat keputusan.
2. Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan
pemesanan ke pemasok, yang besarnya biasanya tidak dipengaruhi oleh jumlah
pemesanan. Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
medatangkan barang dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan
pesanan, biaya ekspedisi, upah, biaya telepon/fax, biaya dokumentasi/transaksi,
biaya pengepakan, biaya pemeriksaan, dan biaya lainnya yang tidak tergantung
jumlah pesanan.
3. Biaya penyiapan (set up cost) adalah semua pengeluaran yang timbul dalam

mempersiapkan produksi. Biaya ini terjadi bila item sediaan diproduksi sendiri
dan tidak membeli dari pemasok. Biaya ini meliputi biaya persiapan peralatan
produksi, biaya mempersiapkan/menyetel (set up) mesin, biaya mempersiapkan
gambar kerja, biaya mempersiapkan tenaga kerja langsung, biaya perencanaan
dan penjadwalan produksi, dan biaya lain-lain yang besarnya tidak tergantung
pada jumlah item yang diproduksi.
4. Biaya

penyimpanan

adalah

biaya

yang

dikeluarkan

dalam

penanganan/penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, atau
pun produk jadi. Biaya simpan tergantung dari lama penyimpanan dan jumlah
yang disimpan. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per
periode. Biaya penyimpanan meliputi berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

a. Biaya kesempatan. Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan
modal. Padahal modal ini dapat diinvestasikan pada tabungan bank atau
bisnis lain. Biaya modal merupakan opportunity cost yang hilang karena
menyiapkan persediaan.
b. Biaya simpan. Termasuk dalam biaya simpan adalah biaya sewa gudang,
biaya asuransi dan pajak, biaya administrasi dan pemindahan, serta biaya
kerusakan dan penyusutan.
c. Biaya keusangan. Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai
karena perubahan teknologi (misalnya komputer).
d. Biaya-biaya lain yang besarnya bersifat variabel tergantung pada jumlah
item. Dalam praktek, biaya penyimpanan sukar dihitung secara teliti,
sehingga dilakukan pendekatan dengan suatu presentase tertentu. Pada
beberapa perusahaan presentasenya ini ditetapkan antara 15% sampai 30%
per tahun dari harga pembelian.
5. Biaya kekurangan persediaan. Bila perusahaan kehabisan barang saat ada
permintaan maka akan terjadi stock out. Stock out menimbulkan kerugian
berupa biaya akibat kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan atau
kehilangan pelanggan yang kecewa (yang pindah ke produk saingan). Biaya ini
sulit diukur karena berhungan dengan good will perusahaan. Sebagai pedoman,
biaya stock out dapat dihitung dengan hal-hal berikut.
a. kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, biasanya diukur dari keuntungan yang
hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan. Biaya ini diistilahkan
sebagai biaya penalty atau hukuman kerugian perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

b. Waktu pemenuhan. Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses
produksi

terhenti

atau

lamanya

perusahaan

tidak

mendapatkan

keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai
uang yang hilang.
c. Biaya pengadaan darurat. Agar konsumen tidak kecewa, maka dapat
dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya lebih
besar ketimbang biaya pengadaan normal.
Gambar 2.1
Biaya-biaya Dalam Persediaan

Biaya Produksi
atau Pembelian

Biaya Simpan

Biaya Pesan atau
Set Up Cost

Biaya Stock Out

Biaya Persediaan Total

Sumber: Baroto, (2002:56)
2.3 Perencanaan dan Pengendalian Produksi
PPC (Planing and Production Controlling) atau biasa disebut dengan
perencanaan dan pengendalian produksi dapat didefenisikan sebagai proses
merencanakan dan mengendalikan aliran material yang masuk, mengalir dan
keluar dari sistem produksi/ operasi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi
dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat, dan biaya produksi
minimum (Nasution dan Prasetyawan, 2003:13). Dari defenisi di atas, maka
pekerjaan yang terkandung dalam PPC secara garis besar dapat kita bedakan

Universitas Sumatera Utara

menjadi dua hal yang saling berkaitan, yaitu Perencanaan Produksi dan
Pengendalian Produksi.
2.3.1 Ruang Lingkup Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Perencanaan dan Pengendalian Produksi (PPC) pada industri manufaktur
apapun akan memiliki fungsi yang sama. Fungsi atau aktivitas-aktivitas yang
ditangani oleh departemen PPC secara umum adalah sebagai berikut (Baroto,
2002:15).
1. Mengelola pesanan (order) dari pelanggan. Para pelanggan memasukkan
pesanan-pesanan untuk berbagai produk. Pesanan-pesanan ini dimasukkan
dalam jadwal produksi utama, ini bila jenis produksinya made to order.
2. Meramalkan permintaan. Perusahaan biasanya berusaha memproduksi secara
lebih independen terhadap fluktuasi permintaan. Permintaan ini perlu
diramalkan agar skenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan
tersebut. Permintaan ini harus dilakukan bila tipe produksinya adalah made to
stock.
3. Mengelola persediaan. Tindakan pengelolaan persediaan berupa melakukan
transaksi persediaan, membuat kebijakan persediaan pengaman, kebijakan
kuantitas pesanan/produksi, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan, dan
mengukur performansi keuangan dari kebijakan yang dibuat.
4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas).
Pesanan pelanggan dan atau ramalan permintaan harus dikompromikan dengan
sumber daya perusahaan (fasilitas, mesin, tenaga kerja, keuangan, dan lainlain). Rencana agregat bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja

Universitas Sumatera Utara

untuk mesin dan tenaga kerja (regular, lembur, dan subkontrak) secara optimal
untuk keseluruhan produk dan sumber daya secara terpadu (tidak per produk).
5. Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci
mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode
tertentu untuk setiap item produksi.
6. Merencanakan kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus
dibuat selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam komponen, sub-assembly, dan
bahan penunjang untuk penyelesaian produk.
7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi. Penjadwalan ini
meliputi urutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu
penyelesaian, prioritas pengerjaan, dan lain-lainnya.
8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi.
Kemajuan tahap demi tahap dimonitor dan dibuat laporannya untuk dianalisis.
Apakah pelaksanaan sesuai rencana yang telah dibuat.
9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Bila realisasi tidak sesuai
rencana, maka rencana agregat, JIP, dan penjadwalan dapat diubah/disesuaikan
kebutuhan. Untuk jangka panjang, evaluasi ini dapat digunakan untuk
mengubah (menambah) kapasitas produksi.
Fungsi-fungsi tersebut dalam praktik tidak semua perusahaan akan
melaksanakannya. Fungsi tersebut berlaku secara umum, kadang kala suatu
perusahaan hanya memiliki beberapa fungsi. Ada tidaknya semua fungsi ini
diperusahaan, juga ditentukan oleh teknik/metode/sistem perencanaan dan
pengendalian produksi (sistem produksi) yang digunakan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Manfaat Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Dengan dilaksanakannya perencanaan dan pengendalian produksi dengan
cermat maka akan diperoleh beberapa manfaat (Gitosudarmo, 1985:8), antara lain
:
1. Manfaat bagi konsumen
a. Harga barang yang lebih murah.
Perencanaan dan pengawasan produksi akan dapat menimbulkan adanya
peningkatan produktivitas kerja serta efisiensi kerja. Naiknya produktivitas
dan efisiensi kerja tersebut akan mengakibatkan menurunnya harga pokok
produk yang dihasilkan.
b. Kualitas barang yang lebih unggul
Kualitas barang yang semakin baik akan membawa manfaat bagi konsumen
dalam arti bahwa barang yang dibelinya adalah kualitas baik, jadi mereka
terlindung dari pemakaian barang-barang yang jelek yang mungkin dapat
membahayakan mereka atau merugikan mereka.
c. Ketepatan waktu penyelesaian
Dengan tepatnya waktu penyelesaian barang sebagai hasil dari adanya
perencanaan dan pengawasan produksi, maka konsumen tidak perlu
menunda-nunda kebutuhan mereka.
2. Manfaat bagi produsen
a. Keselamatan kerja meningkat
b. Kemantapan dalam kesempatan kerja
Hal

ini

berarti

para

karyawan

akan

memperoleh

manfaat

dari

stabilisasi/stabilitas usaha dari perusahaan dimana mereka bekerja.

Universitas Sumatera Utara

c. Perbaikan kondisi kerja
Dengan semakin majunya usaha yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
maka akan selalu diusahakan adanya kondisi kerja yang lebih baik.
d. Peningkatan kesejahteraan
Dengan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik, pengaturan metode kerja
yang lebih menyenangkan dan tidak melelahkan, kualitas barang yang
dihasilkan meningkat, lingkungan kerja yang nyaman, komunikasi yang
selaras dan serasi di antara para karyawan, akan membawa pada situasi
kebanggan kerja serta kesejahteraan para karyawan.
2.3.3 Kegiatan-kegiatan Perencanaan Produksi
Dalam usaha untuk mencapai tujuan perencanaan produksi, maka
perencanaan produksi bertugas mengkoordinir bagian produksi dengan bagianbagian lainnya di dalam perusahan agar rencana produksi yang disusun benarbenar mencerminkan keadaan dan kemampuan perusahaan, sehingga mungkin
dapat dilaksanakan rencana produksi yang dibuat tersebut didasarkan pada
ramalan penjualan untuk masa yang akan datang sehingga dapatlah ditentukan
barang apa yang akan diproduksi, jumlah barang yang akan diproduksi tersebut,
kapan produksi akan dimulai dan kapan selesai, serta jumlah tenaga kerja/buruh,
bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi tersebut.
Setelah rencana produksi itu selesai disusun, maka rencana itu disampaikan
kepada bagian-bagian pengawasan persediaan, personalia, teknik, dan bagian
administrasi, untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan rencana produksi itu.

Universitas Sumatera Utara

Untuk berhasilnya kegiatan perencanaan produksi, maka perlu adanya
kerjasama yang baik dengan bagian-bagian lain yang ada di pabrik tersebut
(Nasution dan Prasetyawan, 2008:22), seperti:
1. Dengan bagian teknik dan pengolahan, yaitu mengenai urutan operasi
pengerjaan suatu produk, waktu yang dibutuhkan serta fasilitas yang
diperlukan.
2. Dengan bagian pembelian, yaitu mengenai pembelian bahan-bahan dan
komponen yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut.
3. Dengan manager persediaan, yaitu mengenai penyimpanan bahan-bahan atau
barang-barang yang diterima dan produk yang selesai dikerjakan serta
penyediaan bahan-bahan pada saat dibutuhkannya.
2.3.4 Pengendalian Produksi
Rencana produksi yang telah disusun tidak akan dapat dilaksanakan tanpa
adanya pengendalian terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Hal ini disebabkan
karena rencana tersebut dibuat berdasarkan perkiraan yang bisa saja meleset. Oleh
karena itu, meskipun rencana telah dibuat sebaik mungkin, tujuan-tujuan
manajemen tidak akan dapat tercapai tanpa adanya program pengendalian yang
efektif. Tetapi, suatu perencanaan yang disusun dengan mempertimbangkan
semua persyaratan di atas akan dapat mempermudah program pengendalian.
Pengendalian produksi adalah fungsi staff, dank arena itu tidak merupakan
wewenang langsung dari lini organisasi. Pengendalian produksi mungkin
diadakan untuk setiap tingkatan manajemen tergantung dari kebutuhan pabrik.
Biasanya pengendali produksi terdapat ditingkat yang sama seperti engineering,
pembelian, dan personalia.

Universitas Sumatera Utara

Secara sederhana, pengendalian dapat didefenisikan sebagai proses yang
dibuat untuk menjaga supaya realisasi dari suatu aktivitas sesuai dengan yang
direncanakan. Oleh karena itu, pengendalian terdiri dari prosedur-prosedur untuk
menentukan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan dan tindakantindakan perbaikan yang diperlukan untuk meminimalisir penyimpangan tersebut.
(Nasution dan Prasetyawan, 2008:22)
2.4 Metode Pengendalian Persediaan Economic Production Quantity (EPQ)
Model persediaan ini disebut model EPQ (Economic Production
Quantity), dimana pemakaiannya terjadi pada perusahaan yang pengadaan bahan
baku, atau komponennya dibuat sendiri oleh perusahaan. Dalam hal ini, tingkat
produksi perusahaan untuk membuat bahan baku (komponen) diasumsikan lebih
besar daripada tingkat pemakaiannya (P>D). Karena tingkat produksi (P) bersifat
tetap dan konstan, makan model EPQ juga disebut model dengan jumlah produksi
tetap (FPQ). (Nasution dan Prasetyawan, 2008).
Tujuan dari model EPQ ini adalah menentukan berapa jumlah bahan baku
(komponen) yang harus diproduksi, sehingga meminimalisir biaya persediaan
yang terdiri dari biaya set-up produksi dan biaya penyimpanan. Parameterparameter yang dipakai dalam model ini adalah sebagai berikut:
D

= jumlah kebutuhan barang selam satu periode

P

= tingkat produksi perusahaan dalam satu periode

��

= Set Up Cost atau biaya pengadaan untuk tiap putaran produksi

��

= Carrying cost atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2
Fluktuasi Tingkat Persediaan Model EPQ

Sumber: Nasution dan Prasetyawan, (2008:178)
Dalam model ini, jumlah produksi setiap sub siklus tetap harus dapat memenuhi
kebutuhan selama �0 , atau bisa dinotasikan:

� = �. �0

Keterangan:
Q = Jumlah Produksi Optimum
D = Permintaan per hari atau per tahun
�0 = Waktu selama satu siklus set up
Jika diasumsikan bahwa waktu yang diperlukan untuk memproduksi sejumlah Q
unit pada tingkat produksi P adalah �� , kita bisa dapatkan persamaan:

� = �. ��

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
Q = Jumlah Produksi Optimum
D = Permintaan per hari atau per tahun
�� = Waktu selama siklus produksi
Dari gambar 2.2, terlihat bahwa setiap siklus persediaan terdiri atas dua tahap:
1. Tahap produksi, dimana perusahaan memproduksi bahan baku (komponen)
dengan tingkat produksi P dan sekaligus menggunakan secara langsung untuk
membuat produk jadi selama sub siklus produksi (�� ). Tahap produksi ini
berhenti pada tingkat persediaan mencapai ���� , dimana:

Keterangan:

���� = (� − �). ��

����

= Jumlah produksi maksimum dimana produksi berakhir

P

= Produksi per hari atau per tahun

D

= Permintaan per hari atau per tahun

��

= Waktu selama siklus produksi

2. Tahap persediaan, dimana perusahaan dalam memproduksi produk jadi
memakai bahan baku (komponen) sisa produksi yang menjadi persediaan dari
tahap sebelumnya selama periode �� . Pada tahap ini, jika persediaan telah
mencapai tingkat R, maka harus diadakan set-up (persiapan) produksi yang

lamanya tergantung lead time (L). Jadi, L dalam model ini menyatakan waktu
yang diperlukan untuk set-up produksi.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan dari model ini adalah meminimalisir TIC yang terdiri dari set-up cost dan
holding cost, atau:

Keterangan:

��� = ��� �� ���� + ℎ������ ����

TIC

= Total biaya persediaan produksi minimum

Set up cost

= Biaya persiapan produksi

Holding cost = Biaya penyimpanan produksi

Dimana untuk meminimalisir TIC tersebut, kita harus menyatakan komponenkomponen biaya tersebut dalam variabel keputusan Q. Komponen-komponen
biaya pada persamaan di atas diperoleh dengan persamaan-persamaan sebagai
berikut:

Keterangan:

��� �� ���� ��� ������� = �




k = Set up cost/ Biaya persiapan produksi
P = Produksi per hari atau produksi per tahun
Q = Jumlah produksi optimum

Untuk mencari holding cost, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Persediaan rata-rata (�� ) =

���� +����
2

, dimana ���� = 0

Karena ���� = (� − �)�� dan � = �. �� , maka diperoleh:
���������� �������� (�max ) = (� − �)



= �1 − � �



Universitas Sumatera Utara

� �

Maka, ℎ������ ���� ��� ������� = ℎ �1 − �


2

Dari keterangan di atas, kita dapatkan persamaan:
��� = �


� �
+ ℎ �1 − �

� 2

Dengan mendiferensial persamaan di atas terhadap Q, maka diperoleh jumlah
produksi yang meminimalisir set-up cost dan holding cost. Jumlah produksi
ekonomis ini biasa disebut EPQ yang akan dinotasikan sebagai �0 .
2��
�0 = �

ℎ �1 − �


Dimana waktu antara set-up ke set-up berikutnya :
�0 =

�0


Dan TIC minimum diperoleh dengan memasukkan nilai �0 ke persamaan ���0 ,

sehingga didapat:


���0 = �2ℎ �1 − � ��


Universitas Sumatera Utara

2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran adalah suatu tinjauan mengenai apa yang diteliti yang
dituangkan dalam sebuah bagan yang menjadi alur pemikirian penelitian.
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual
Masalah:
1. Bagaimana mengatur jumlah ukuran ekonomis setiap siklus
produksi?
2. Bagaimana mengetahui waktu optimal antara set-up satu ke set-up
berikutya?
3. Bagaimana mengetahui waktu selama siklus produksi?
4. Bagaimana mengetahui tingkat persediaan maksimum (dimana
tahap produksi berhenti)?
5. Bagaimana mengetahui TIC minimum persediaan dalam setahun?
Pendekatan:
1. Kontrol Produksi
2. Model EPQ
Aplikasi Pengendalian
Produksi dengan
Metode EPQ
Hasil:
1. Jumlah ukuran ekonomis
setiap siklus produksi dicapai.
2. Waktu optimal produksi antara
set-up satu ke set-up
berikutnya dan waktu selama
siklus produksi dapat
diketahui.
3. Tingkat persediaan maksimum
dimana tahap produksi
berhenti dapat diketahui.

1. Tingkat produksi optimal
tercapai
2. Efisiensi biaya
penyimpanan persediaan
3. Proses produksi dapat
berjalan dengan efektif.

Sumber: Penulis (2016)

Universitas Sumatera Utara

2.6 Penelitian Terdahulu

1. Ni Putu Firs Sayuni, Anjuman Zukhri, Made Ari Meitriana
Penelitian ini berjudul Analisis Jumlah Produksi Optimal Dengan Metode
Economic Production Quantity (EPQ) Pada UD. Sinar Abadi Singaraja. Hasil
dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perhitungan jumlah produksi optimal
pada UD. Sinar Abadi Singaraja masih berpedoman pada jumlah pesanan
konsumen ditambah 30% dari pesanan untuk persediaan, jumlah produksi
optimal UD. Sinar Abadi tahun 2013 sebanyak 795.016 bungkus dengan total
biaya persediaan Rp 82.429.650,00. (2) Jumlah produksi optimal dengan
metode Economic Production Quantity (EPQ) pada UD. Sinar Abadi
sebanyak 737.556 bungkus, rata-rata persediaan 84.820 bungkus dan total
biaya persediaan sebesar Rp 76.685.655,00. (3) Dampak dari penerapan
metode Economic Production Quantity (EPQ) terhadap laba yang diperoleh
UD. Sinar Abadi Singaraja ialah laba yang diperoleh oleh perusahaan
mengalami peningkatan Rp 5.743.345,00. Hal ini disebabkan oleh penurunan
total biaya persediaan setelah diterapkannya perhitungan jumlah produksi
optimal dengan metode Economic Production Quantity (EPQ).
2. Apriliyanti, Tulus, Suwarno Ariswoyo
Penelitian ini berjudul Pengendalian Minyak Sawit dan Inti Sawit Pada PT
PQR Dengan Model Economic Production Quantity (EPQ). Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah produksi optimal Minyak Sawit
untuk tiap kali produksi sebesar 4.695.305,264 kg dengan interval waktu
optimal 1,509 bulan dan biaya minimum persediaan Rp 16.727.843.344,500.
Untuk Inti Sawit, jumlah produksi optimal untuk tiap kali produksi sebesar

Universitas Sumatera Utara

974.878,956 kg dengan interval waktu optimal 1,702 bulan dan biaya
minimum persediaan Rp 735.147.352,354.
3. Ade Neny Surawan
Penelitian ini berjudul Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Crude
Palm Oil (CPO) Dengan Metode Economic Production Quantity (Studi
Kasus: PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan perhitungan yang dihasilkan dengan menggunakan model EPQ
diperoleh tingkat

optimal produksi setiap

putaran produksi adalah

5.016.516,60 kg dengan interval waktu optimal yaitu 1,208 bulan. Biaya
minimum pengadaan persediaan selama interval waktu optimal adalah sebesar
Rp 34.073.048.867,216 setiap putaran produksi. Selisih total biaya pengadaan
persediaan produksi yang dihasilkan dengan menggunakan model EPQ dan
perhitungan berdasarkan kondisi produksi perusahaan adalah sebesar sebesar
Rp 5.106.259.740,00 per periode atau sekitar Rp.425.521.645,00 per bulan.
4. Erry Rimawan
Penelitian ini berjudul Analisa Perhitungan Perencanaan Pengendalian
Produksi Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) Pada PT
XYZ. Hasil dari penelitian dengan perhitungan EPQ, didapat bahwa jumlah
siklus yang ekonomis sebanyak 16 kali dalam setahun dengan jumlah volume
produksi sebesar 188.563 Pcs untuk produk Kemeja dan 222.500 Pcs untuk
produk Celana Panjang dan dalam jangka waktu 17 hari tiap produk
perusahaan harus memproduksi kembali. Dengan biaya persiapan (Set-up) Rp.
9.600.000 dijumlahkan dengan volume permintaan Rp. 256.715.802.000
selama setahun jadi Total Cost perusahaan sebesar Rp. 268.803.254.000

Universitas Sumatera Utara

sehingga dengan menggunakan metode EPQ dapat meminimumkan total biaya
sebesar Rp. 12.077.852.000 atau 5% sehingga metode perusahaan tidak
optimal dalam produksinya dan dapat menerapkan metode EPQ ini.
5. Yus Louri P Sitepu, Djakaria Sebayang, Ujian Sinulingga
Penelitian ini berjudul Pengendalian Persediaan Produksi Crude Palm Oil
(Cpo) Menggunakan Model Economic Production Quantity (EPQ) Pada Pks.
PT. ABC. Hasil penelitian menunjukkan setelah perhitungan yang dihasilkan
dengan menggunakan model EPQ diperoleh tingkat optimal produksi setiap
putaran produksi adalah 3.124.295,302 kg dengan interval waktu optimal yaitu
1,869 bulan. Biaya minimum selama interval waktu optimal adalah sebesar Rp
1.025.709.475,00 setiap putaran produksi. Selisih total biaya pengadaan
persediaan produksi yang dihasilkan dengan menggunakan model EPQ dan
perhitungan berdasarkan kondisi produksi perusahaan adalah sebesar Rp
101.130.915,40 per bulan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Crude Palm Oil (CPO) Dengan Metode EPQ (Economic Production Quantity) (Studi Kasus: PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk)

5 70 53

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Crude Palm Oil (CPO) Dengan Metode EPQ (Economic Production Quantity) (Studi Kasus: PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk)

0 0 12

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Crude Palm Oil (CPO) Dengan Metode EPQ (Economic Production Quantity) (Studi Kasus: PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk)

0 0 2

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Crude Palm Oil (CPO) Dengan Metode EPQ (Economic Production Quantity) (Studi Kasus: PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk)

1 1 7

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

0 0 15

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

0 0 2

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

0 0 4

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan) Chapter III V

0 2 31

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

0 0 2

Analisis Pengendalian Tingkat Produksi Optimal Pintu Pvc Invilon Biru Dengan Metode Economic Production Quantity (EPQ) (Studi pada UD. Jaya Setia, Jalan Setiabudi No 92 A-A, Medan)

0 0 16