T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tato sebagai Simbol Identitas Wanita di Komunitas Salatiga Seni Radjah T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Komunikasi
Pengertian komunikasi secara umum (Effendy, 1992:3) dapat dilihat dari dua

sebagai:
1.

Pengertian komunikasi secara etimologis
Komunikasi berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber juga dari
kata communis yang artinya sama, dalam arti kata sama makna. Jadi
komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat
kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.

2.

Pengertian komunikasi secara terminologis
Komunikasi yang berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada

orang lain.
Komunikasi menurut beberapa ahli diantaranya adalah menurut Hargie

(2004), komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku
mereka”. Sedangkan menurut Muhammad (2005:5) Komunikasi didefinisikan
sebagai “Pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si
penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.

7

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan
penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada
orang lain untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan,
maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan
adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima),
sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.

Komunikasi Efektif
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain. Proses komunikasi ditujukan untuk
menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif mensyaratkan adanya
pertukaran informasi dan kesamaan makna antara komunikator dan komunikan.
Seseorang berkomunikasi dengan orang lain dikatakan efektif menurut. Stewart L.
Tubbs dan Sylvia Moss (1996 : 23-28) setidak-tidaknya menimbulkan lima hal, yaitu:
1.

Pengertian
Yaitu penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang
dimaksudkan oleh pengirim pesan. Dalam hal ini komunikator dinyatakan
efektif bila komunikan memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang
disampaikan komunikator.

2.

Kesenangan

8

Efektifitas komunikasi berkaitan langsung dengan perasaan senang antara

komunikator-komunikan
3.

Mempengaruhi sikap komunikan
Tindakan mempengaruhi orang lain merupakan bagian dari kehidupan seharihari. Dalam berbagai situasi individu berusaha mempengaruhi sikap orang lain
dan berusaha agar orang lain paham akan pesan yang disampaikan.

4.

Hubungan sosial yang lebih baik
Kegagalan dalam berkomunikasi muncul karena gangguan dalam hubungan
insani yang berasal dari kesalahpahaman, ketika pesan tidak dipahami secara
cermat.

5.

Komunikan melakukan tindakan yang diingini oleh komunikator Mc Cosky dan
Knap (dalam Effendy, 2001:64) dalam bukunya yang berjudul “An Art to An
Interpersonal Communication” mengatakan bahwa komunikasi yang efektif


dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi
derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi.
Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Ada banyak
hambatan yang bisa merusak komunikasi. Bahkan beberapa ahli komunikasi
menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi yang
sebenarbenarnya efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu keahlian
terpenting, bahkan boleh jadi merupakan hal yang paling penting untuk mencapai
keberhasilan. Dengan demikian segala bidang komunikasi, baik itu hubungan
9

masyarakat (public relations), periklanan, penyiaran, jurnalistik dan lainnya dituntut
untuk menciptakan komunikasi yang efektif agar tercapai tujuan yang diharapkan.

2.2

Komunikasi sebagai Aktivitas Simbolik
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan

menggunakan lambang atau simbol. Pesan atau message merupakan seperangkat
simbol yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber atau

komunikator. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang (Riswandi, 2009:25).
Lambang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.

Sembarangan, mana suka, dan sewenang-wenang. Artinya, apa saja bisa
dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata, isyarat
anggota tubuh, tempat tinggal, jabatan, hewan, peristiwa, gedung, bungi, waktu,
dan sebagainya bisa dijadikan lambang.

b.

Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, akan tetapi manusialah yang
memberinya makna. Makna sebenarnya dari lambang ada dalam kepala kita,
bukan terletak pada lambang itu sendiri.

c.

Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke
tempat lain, atau dari suatu konteks ke konteks yang lain.

Lambang atau simbol terbagi atas dua, yakni verbal dan nonverbal. Simbol

verbal ialah bahasa atau kata-kata. Bahasa dapat didefinisikan seperangkat kata yang
10

telah disusun secara berstruktur, sehingga menjadi himpunan kalimat yang
mengandung arti. Terdapat tiga fungsi bahasa yang erat hubungannya dalam
menciptakan komunikasi yang efektif, yakni: (a) untuk mempelajari tentang dunia
sekeliling kita, (b) untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia, (c)
untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara, 1998:101).
Simbol nonverbal disebut juga isyarat atau simbol yang bukan kata-kata.
Simbol nonverbal sangat berpengaruh dalam suatu proses komunikasi. Menurut
Cangara (1998:106), penggunaan simbol-simbol nonverbal dalam berkomunikasi
memiliki beberapa fungsi, yakni: (a) untuk meyakinkan apa yang diucapkan
(repetition), (b) untuk menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan
dengan kat-kata (substitution), (c) menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa
mengenalnya (identity), dan (d) menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang
dirasakan belum sempurna.
Simbol nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk (Cangara,
1998:107-115), antara lain:

a.

Kinesics, yakni kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan.

b.

Gerakan mata , yakni isyarat yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan mata.

c.

Sentuhan, yakni isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan.

d.

Paralanguage, yakni isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara

sehingga penerima dapat memahami sesuatu di balik apa yang diucapkan.

11


e.

Diam, yakni isyarat yang tidak semata-mata mengandung arti bersikap negatif,

tetapi bisa juga melambangan sikap positif.
f.

Postur tubuh, yakni isyarat yang dapat melambangkan karakter seseorang.

g.

Kedekatan dan ruang, yakni isyarat yang dapat melambangkan hubungan

antara dua objek berdasarkan kedekatan dan ruang di antara mereka.
h.

Artifak dan visualisasi, yakni hasil kerajinan manusia (seni), baik yang melekat

pada diri manusia maupun yang ditujukan untuk kepentingan umum. Artifak
juga menunjukkan status atau identitas diri seseorang atau suatu bangsa.

i.

Warna, yakni isyarat yang dapat memberi arti terhadap suatu objek. Hampir

semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna, seperti pada bendera
nasional, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan
warna-warni.
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam Riswandi (2009:71)
mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ke dalam 2 kategori utama, yaitu:
a.

Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.

b.

Ruang, waktu, dan diam.
Menurut Hartako & Rahmanto (1998), pada simbol dapat dibedakan atas tiga

bagian (Sobur, 2009:157), yaitu:

a.

Simbol-simbol universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai
lambang kematian.
12

b.

Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan tertentu (misalnya
keris dalam kebudayaan Jawa).

c.

Simbol individual yang biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan
karya seorang pengarang.

2.3

Pemaknaan Simbol
Sebuah komunikasi yang efektif akan terjadi apabila kedua belah pihak yang


melakukan transaksi pesan atau informasi saling memahami atau mengerti pesan
yang disampaikan. Pada dasarnya komunikasi memang merupakan proses pemberian
dan penafsiran pesan. Sebelum mengirim pesan, komunikator mengolah dan
menkoding pesannya sedemikian rupa, sehingga pesan tersebut memenuhi tujuan
komunikasi. Begitu juga komunikan, ia akan mencoba menafsirkan pesan-pesan yang
diterimanya dan memahami maknanya.
Astrid S. Sutanto (1978) dalam Arifin (2010:25) mengatakan bahwa
komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna.
Pesan merupakan seperangkat lambang atau simbol yang memiliki makna tertentu.
Makna inilah yang harus dimengerti oleh setiap pelaku komunikasi. Simbol-simbol
yang digunakan oleh manusia selain sudah ada yang diterima menurut konvensi
internasional, seperti simbol-simbol lalu lintas, alfabet latin, simbol matematika, juga
terdapat simbol-simbol lokal yang hanya bisa dipahami oleh kelompok-kelompok
masyarakat tertentu. Sehingga, pemberian makna pada simbol adalah suatu proses
13

komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada
suatu masyarakat (Cangara, 1998:101).
Clifford Geertz (dalam Sobur, 2009:178) memaparkan hubungan antara
makna dan budaya sebagai berikut: Kebudayaan adalah sebuah pola dari maknamakna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan melalui sejarah.
Kebudayaan adalah sebuah sistem dari konsep-konsep yang diwariskan dan
diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi,
mengekalkan, dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan
bersikap terhadap kehidupan ini.
Makna dapat dibedakan atas makna denotatif dan makna konotatif. Makna
denotatif ialah makna yang biasa ditemukan di dalam kamus, bersifat umum atau
universal. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya, yang dapat digunakan
untuk menyampaikan hal-hal faktual. Makna denotatif tidak mengalami penambahanpenambahan makna, karena itulah makna denotatif lebih bersifat publik. Sedangkan
makna konotatif ialah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan,
perasaan, yang ditimbulkan oleh kata atau simbol tersebut.
Makna konotatif merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah
terminologi (Kriyantono, 2006:270). Sumardjo & Saini (1994) mengatakan bahwa
makna konotatif sebuah kata dipengaruhi dan ditentukan oleh dua lingkungan, yaitu
lingkungan tekstual dan lingkungan budaya (Sobur, 2009:266).

14

Ada pula klasifikasi makna yang lain, yakni makna subjektif dan makna
konsensus. Makna subjektif adalah makna yang mengacu pada interpretasi individual,
dikonstruksi melalui proses-proses kognitif manusia. Sementara makna konsensus
adalah makna yang diinterpretasikan secara kolektif, dikonstruksi melalui prosesproses interaksi manusia (Effendy,2001 :185). Kedua makna tersebut pada hakikatnya
merupakan makna-makna yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah
bahwa realitas secara sosial dikonstruksi melalui, kata, simbol, dan perilaku dari para
anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku ini merupakan sesuatu yang bermakna.
Pemahaman atasnya akan melahirkan pemahaman atas rutinitas sehari-hari dalam
praktik-praktik subjek penelitian.

2.4

Identitas Diri dan Identitas Sosial

2.4.1

Pengertian Identitas Diri dan Identitas Sosial
Manusia sebagai pribadi tidak dirumuskan sebagai suatu kesatuan individu

saja tanpa sekaligus menghubungkannya dengan lingkungan sekitarnya. Kita tidak
dapat membungkusnya ke dalam satu kesatuan individu saja, yang tidak pernah
bersinggungan dengan lingkungan. Ketika kita membicarakan identitas di situ juga
kita membicarakan kelompok. Kelompok sosial adalah suatu sistem sosial yang
terdiri dari sejumlah orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu
kegiatan bersama atau sejumlah orang yang mengadakan hubungan tatap muka secara
berkala karena mempunyai tujuan dan sikap bersama; hubungan-hubungan yang
15

diatur oleh norma-norma; tindakantindakan yang dilakukan disesuaikan dengan
kedudukan (status) dan peranan (role) masing-masing dan antara orang-orang itu
terdapat rasa ketergantungan satu sama lain (Ibrahim, 2005).
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi
beberapa, antara lain: Kelompok Primer adalah kelompok yang didalamnya terjadi
interaksi sosial yang anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam
kehidupan. Sedangkan menurut Goerge Homan (2003) kelompok primer merupakan
sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan
lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara langsung (bertatap
muka) tanpa melalui perantara. Misalnya: keluarga, RT, kawan sepermainan,
kelompok agama, dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang masuk dalam kelpmpok
perimer adalah Kumunitas Salatiga Seni Radjah
Kelompok Sekunder adalah kelompok yang interaksi sosial terjadi secara
tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi
biasanya bersifat lebih objektiv. Misalnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja
dan lain-lain. Kelompok Formal adalah kelompok yang ditandai dengan adanya
peraturan atau Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada.
Anggotanya diangkat oleh organisasi.
Kelompok Informal merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses
interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok
biasanya tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari
16

individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas tapi bersifat
informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati Misalnya: kelompok
arisan. Komunitas Salatiga Seni Radjah merupakan salah satu kelompok informal,
karena dalam kelompok ini keanggotaannya ditentukan oleh daya tarik tertentu yaitu
tato.
Kelompok referensi Merupakan kelompok sosial yang menjadi ukuran bagi
seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya.
Seseorang itu telah menyetujui norma, sikap, dan tujuan dari kelompok tersebut. Dan
yang terakhir adalah Kelompok dengan tipe membership merupakan kelompok di
mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut (Ibid, 2006).
Kelompok referensi pada Komunitas Salatiga Seni Radjah mereka memiliki kartu
keanggotaan, yang mana bagi mereka yang bertato baik-laki laki maupun perempuan
yang akan menjadi anggota, akan diberi kartu anggota.
Manusia adalah mahkluk yang bertanya akan dirinya. Mahkluk yang harus
mencari identitas dirinya. Mahkluk dengan kesadaran di manakah seharusnya dia
berada. Keadaan tersebut tidak terjadi pada mahkluk-mahkluk lainnya, hewan,
tumbuhan, dan lingkungan sekitarnya. Berpikir adalah proses akan lahirnya
kesadaran. Kesadaran berarti sadar akan sesuatu. Kesadaran akan sesuatu maksudnya
adalah ada diri selain diri kita yang berada di luar sana atau di luar diri, Adanya
subjek dan objek. Kesadaran menimbulkan juga pemilahan, keraguan, dan pencarian

17

makna. Berbeda dengan yang lainnya, kesadaran menyebabkan manusia selalu ingin
bertanya.
Pengertian identitas harus berdasarkan pada pemahaman tindakan manusia
dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal
personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa
orang dan apa yang membedakanmu dengan orang lain (Barker, 2007). Menurut Hog
(2004), Prespektif identitas sosial adalah kesadaran diri yang fokus utamanya secara
khusus lebih diberikan pada hubungan antar kelompok, atau hubungan antar individu
anggota kelompok kecil. Identitas sosial terbentuk oleh internal kelompok dan
eksternal.
Indentitas dibangun berdasarkan asumsi yang ada pada kelompok. Biasanya
kelompok sosial membnagun identitasnya secara positif. Pembentukan identitas
sosial dilakukan untuk melakukan kategorisasi anatar siapa saya dan mereka. Dengan
demikian maka muncullah kontestasi kelompok untuk membandingkan aspek positif
kelompok dengan lain (Hogg, 2004).
Identitas sosial secara umum dipandang sebagai analisa tentang hubungan
hubungan inter-group antar kategori sosial dalam skala besar selain itu identitas sosial
juga diartikan sebagai proses pembentukan konsepsi kognitif kelompok sosial dan
anggota kelompok. Lebih sederhana lagi identitas sosial adalah kesadaran diri secara
khusus diberikan kepada hubungan anatar kelompok dan hubungan antar individu
dalam kelompok. Pembentukan kognitif sosial banyak dipengaruhi oleh pertemuan
18

antara anggota individu dalam kelompok, orientasi peran individu dan partsipasi
individu dalam kelompok sosial (Hogg, 2004).
Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran akan kesatuan dan
kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik yang memelihara kesinambungan arti
masa lampaunya sendiri bagi diri sendiri dan orang lain; kesatuan dan kesinambungan
yang mengintegrasikan semua gambaran diri, baik yang diterima dari orang lain
maupun yang diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang
dapat dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Identitas diri
seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciri-ciri fisik, disposisi yang
dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan yang dimilikinya. Kesemuanya
merupakan kekhasan yang membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus
merupakan integrasi tahaptahap perkembangan yang telah dilalui sebelumnya.
Manusia bukanlah makhluk yang pasif, menerima begitu saja keberadaan
dirinya dan tidak butuh pengenalan diri. Manusia itu adalah makhluk yang dapat
mengenal dan memikirkan situasi yang ada, melakukan sesuatu, berefleksi,
menegaskan, bereaksi, dan berkreasi. Namun demikian, manusia tidak serta merta
memilih akan identitasnya berasalkan dari pemikirannya pribadi tanpa terkanan dari
luar. Masyarakat pun memberikan andil akan identitasnya. Ini karena identitas berasal
dari interaksi individu dengan masyarakat. Dengan interaksi itu dia dapat mengetahui
identitas mana yang cocok untuk dirinya. Normalnya, suatu identitas sosial biasanya
lebih menghasilkan perasaan yang positif.
19

Hal tersebut terjadi karena kita menggambarkan kelompok sendiri di Menurut
Hogg (2004), identitas sosial dapai dikonseptualisasikan paling baik dalam empat
dimensi: persepsi dalam konteks antar kelompok, daya tarik ingroup, keyakinan yang
saling terkait dan depersonalisasi. Mereka menyatakan bahwa rasa aman dan tidak
aman adalah dua tipe dasar identitas yang mendasari keempat dimensi tersebut.
Sedangkan peran mana yang dimainkan dalam identitas sosial dalam hubungan antar
kelompok adalah tergantung pada dimensi mana yang berlaku saat ini.
Individu cenderung akan mengevaluasi out-group dengan lebih baik, lebih
membuka dirinya dan bhakan akan lebih sedikit bias bila membandingkan in-group
dengan outgroup ketika derajat identitas aman lebih tinggi daripada identitas tidak
aman, begitu juga sebaliknya.
Hogg (2004), mencoba untuk menghubungkan antara identitas personal
dengan identitas sosial. Beberapa bagian dari identitas personal akan melebur pada
identitas sosial dalam lingkup kecil. Cara untuk berkreasi secara unik juga akan
diekspresikan dalam kelompok. Selain itu identitas personal juga akan memberikan
rangsangan kepada individu lain untuk merepresentasikan identitasnya didalam
kelompok sosial.
Dengan menyadari pentingnya diri dan hubungannya dengan identitas
kelompok. Hogg (2004) mengemukakan identitas sosial seseorang ditentukan oleh
kelompok dimana ia tergabung. Orang yang termotivasi untuk bergabung dengan
kelompok yang paling menarik dan atau memberikan keuntungan bagi kelompok
20

diman ia tergabung didalamnya. Lebih lanjut Turner dan Tajfel mengamati bahwa
orang berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan identitas sosial yang positif
dan ketika identitas sosial dipandang tidak memuaskan, mereka akan bergabung
dengan Dalam pandangan Hogg (2004) proses identitas sosial melalui 3 tahapan yaitu
Social Categorization, Prototype, dan Depersonalization. Untuk memahami apa yang

dimaksud oleh Hogg diatas penulis akan membahanya satu persatu.
Kategorisasi sosial berdampak pada definisi diri, perilaku, persepsi pada
prototype yang menjelaskan dan menentukan perilaku. Ketika ketidakmenentuan

identitas ini terjadi, maka konsepsi tentang diri dan sosialnya juga tidak jelas.
Prototype juga bisa menjadi sebuah momok bagi kelompok sosial. Dengan

memberikan prototype yang berlebihan pada kelompoknya, maka penilaian yang
dilakukan kepada kelompok lain adalah jelek. Sterotype akan muncul pad kondisi
seperti ini. Pada dasarnya stereotype muncul dari kognisi individu dalam sebuah
kelompok. Stereotype juga bisa muncul dari kelomopok satu terhadap kelompok lain
yang berada diluar dirinya.
Secara kognitif, orang akan merepresentasikan kelompok-kelompoknya dalam
bentuk prototype- prototype. Selain itu atribut-atribut yang menggambarkan
kesamaan dan hubungan struktur dalam kelompok. Hal ini dilakukan untuk
membedakan dan menentukan keanggotaan kelompok (Hogg, 2004).

21

2.4.2

Terbentuknya Identitas Sosial
Dalam pandangan Hogg (2004), proses identitas sosial melalui 3 tahapan

yaitu Social Categorization, Prototype, dan Depersonalization. Untuk memahami apa
yang dimaksud oleh Hogg diatas penulis akan membahanya satu persatu.
Kategorisasi sosial berdampak pada definisi diri, perilaku, persepsi pada prototype
yang menjelaskan dan menentukan perilaku. Ketika ketidakmenentuan identitas ini
terjadi, maka konsepsi tentang diri dan sosialnya juga tidak jelas. Prototype juga bisa
menjadi sebuah momok bagi kelompok sosial. Dengan memberikan prototype yang
berlebihan pada kelompoknya, maka penilaian yang dilakukan kepada kelompok lain
adalah jelek. Sterotype akan muncul pad kondisi seperti ini. Pada dasarnya stereotype
muncul dari kognisi individu dalam sebuah kelompok.
Stereotype juga bisa muncul dari kelomopok satu terhadap kelompok lain
yang berada diluar dirinya. Secara kognitif, orang akan merepresentasikan kelompokkelompoknya dalam bentuk prototype- prototype. Selain itu atribut-atribut yang
menggambarkan kesamaan dan hubungan struktur dalam kelompok. Hal ini
dilakukan untuk membedakan dan menentukan keanggotaan kelompok (Hogg, 2004).
Prototype adalah konstruksi sosial yang terbentuk secara kognitif yang

disesuaikan dengan pemaksimalan perbredaan yang dimiliki oleh kelompok dengan
kelompok lainnya. Hal ini dilakukan untuk menonjolkan keunggulan kelompoknya.

22

Kepentingan

dari

kelompok

untuk

membentuk

prototype

adalah

untuk

merepresentasikan kelompoknya di wilayah sosial yang lebih luas. Biasanya
prototype itu berdiri sendiri.

Dengan demikian proses yang terjadi dalam kelompok sosial tidak mungkin
keluar dari kelompok ini. Perlu diketahui bahwa prototype itu senantiasa berkembang
dari waktu kewaktu (Hogg, 2004). Prototype juga bisa dianggap sebagai representasi
kognitif dari norma kelompok. Dimana norama kelompok tersebut dibentuk atas
regulasi sosial yang hanya dibatasi oleh anggota kelompok. Hal yang paling penting
dalam hal ini adalah penjelasan perilaku dan penegasan posisi bahwa dia adalah
kelompok sosial tertentu. Norma sosial merupakan aturan yang dibuat atas
kesepakatan anggota kelompoknya. Norma sosial menjadi landasan dalam berfikir
dan bergerak kelompok. Dengan demikian norma sosial tidak menjadi penjelasan
keadaan sosial. Norma sosial ini mengatur tentang bagaimana individu dalam
kelompok harus bersikap dan berperilaku.
Depersonalisasi adalah proses dimana individu menginternalisasikan bahwa
orang lain adalah bagian dari dirinya atau memandang dirinya sendiri sebagai contoh
dari kategori sosial yang dapat digantikan dan bukannya individu yang unik (Hogg,
2004). Identitas sosial tidak datang dengan sendirinya. Dalam pembentukan suatu
identitas ada proses motivasi-motivasi. Hogg (2004), memberikan penjelasan bahwa
dalam proses pembentukan identitas, individu memiliki dua motivasi.
1.

Self Enchacemen (peningkatan diri)

23

Self Enchancemen ini oleh individu dimanfaatkan untuk memajukan atau

menjaga status kelompok mereka terhadap kelompok lain yang berada diluar
dirinnya. Selain itu juga berfungsi untuk mengevaluasi identitas kolektif. Dalam
konteks kelompok yang lebih menonjol, Self dalam pembahasan Hogg dapat
dimaknai sebagai Collective Self atau identitas sosial.
2.

Uncertainty Reduction (reduksi yang tidak menentu)
Uncertainty Reduction dilakukan untuk mengetahui posisi kondisi sosial

dimana ia berada. Tanpa motivasi ini individu tidak akan tahu dirinya sendiri, apa
yang harus dilakukan, dan bagaimana mereka harus melakukannya. Sekaligus
berfungsi untuk pembentukan protoype identitas sosial

2.5

Pengertian Tato
Secara bahasa, tato berasal dari kata “tatau” dalam bahasa Tahiti. Menurut

Oxford Encyclopedic Dictionary tattoo Mark (skin) with permanent pattern or design
by puncturing it and inserting pigment; make design Tattooing (Tahitian tatau).

Dalam Ensiklopedia Americana disebutkan bahwa tattoo , tattooing is the production
of pattern on face and body by serting dye under the skin some anthropologists think
the practice developed for the painting indication of status, or as mean obtaining
magical protection (1975:312).20

Dalam bahasa Indonesia, istilah tato merupakan adaptasi, dalam bahasa
Indonesia tato disebut dengan istilah “rajah”. Tato merupakan produk dari body
24

decorating dengan menggambar kulit tubuh dengan alat tajam (berupa jarum, tulang,
dan sebagainya), kemudian bagian tubuh yang digambar tersebut diberi zat pewarna
atau pigmen berwarna-warni. Tato dianggap sebagai kegiatan seni karena di
dalamnya terdapat kegiatan menggambar pola atau desain tato. Seni adalah “karya”,
“praktik”, alih-ubah tertentu atas kenyataan, versi lain dari kenyataan, suatu catatan
atas kenyataan”. Salah satu akibat dari dirumuskannya kembali kepentingan ini
adalah diarahkannya perhatian secara kritis kepada hubungan antara sarana
representasi dan obyek yang direpresentasikan, antara apa yang dalam estetika
tradisional disebut berturut-turut sebagai “forma” dan “isi” karya seni (Hebidge, 2005
: 235-236)
Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik, dan
ekspresif. Seni menjadi identitas yang maknawi. Berkaitan dengan tato, ia memang
dapat dikategorikan sebagai identitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata
berupa artefak yang dapat dilihat, dirasakan, ia juga menyangkut nilai-nilai estetis,
sederhana, bahagia, emosional, hingga individual dan subjektif . Tato memiliki
makna sebagai budaya tanding (counter culture) dan budaya pop (pop culture).
Budaya tanding atau counter culture adalah budaya yang dikembangkan oleh generasi
muda sebagai ajang perjuangan melawan pengawasan kelompok dominan (orang tua,
kalangan elite masyarakat, norma sosial yang ketat, dan sebagainya). Perjuangan
yang ditunjukkan antara lain dalam bentuk pakaian, sikap, bahasa, musik, hingga
gaya. Dengan kata lain, tato secara ideal merupakan bentuk penantangan, protes
25

politis, hingga perang gerilya semiotik terhadap segala sesuatu yang berciri khas
kemapanan(Ibid, 2007).

2.6

Kerangka Berfikir
Terbentuknya

suatu

identitas

dipengaruhi

oleh

kategorisasi

sosial,

depersonalisasi dan prototype. Identitas sosialadalah kesadaran akan kesatuan dan
kesinambungan yang mengintegrasikan gambaran diri yang diterima atau yang tidak
diterima oleh orang lain. Untuk mendapat suatu identitas kelompok seseorang masuk
kedalam kategorisasi sosial yaitu kesatuan manusiayang terwujud karena adanya ciri
khusus. Ciri khusus ini diguanakan untuk penggolongan dalam suatu tujuan dari
orang lain.
Seseorang wanita yang memiliki tato yang sudah masuk bagian dari kelompok
social dan untuk menumbuhkan suatu identitas melibatkan adanya proses motivasimotivasi diantaranya yaitu motivasi Self Enchacemen (peningkatan diri) dan motivasi
Uncertainty Reduction (reduksi yang tidak menentu). Motivasi Self Enchacemen

(peningkatan diri) adalah motivasi yang diberikan kepada individu yang bertujuan
dimana individu dimanfaatkan untuk meningkatkan, memajukan dan menjaga status
kelompok terhadap kelompok lain. Sedangkan motivasi Uncertainty Reduction
(reduksi yang tidak menentu) adalah motivasi yang diberikan untuk mengetahui
posisi kondisi sosial dimana individu itu berada.

26

27