Daya Ikat Hukum Internasional terhadap H

PEMBUKAAN
1. Latar Belakang
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara,
negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu
sama lain.1
Menurut para penganut ajaran hukum alam, hukum internasional itu mengikat karena
hukum internasional tidak lain dari hukum alam yang diterapkan pada kehidupan
masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara itu terikat atau tunduk pada
hukum internasional dalam hubungan antar mereka satu sama lain karena hukum
internasional itu merupakan bagian yang lebih tinggi yaitu hukum alam.2
Setiap interaksi yang dilakukan oleh antar negara yang interaksinya melewati batas
teritorial suatu negara itu sendiri, setiap perilaku ada acuan maupun aturannya.
Disinilah hukum internasional ikut andil dalam interaksi tersebut. Mengatur
bagaimana penerapan, cara-cara, hak atau kewajiban, hingga sanksi pelanggaran suatu
aturan yang berdasarkan kesepakatan bersama antar negara. Di dalam hubungan
internasional pula hukum internasional sangat dibutuhkan, karena setiap hubungan
apapun konteks ruangnya tidak selalu akan berjalan mulus seterusnya namun pasti ada
suatu penyimpangan yang mewarnainya. Seperti yang akan dibahas dalam makalah
ini akan sekilas membahas sebuah analisa daya ikat Hukum Internasional terhadap
Hubungan Internasional yang akan mengambil sebuah kasus yang pernah terjadi

dalam seluk-beluk Hubungan Internasional. Kasus tersebut sangat fenomenal yakni
sebuah kasus tentang klaim batas negara antara Indonesia dengan Timor Leste yang
sempat mewarnai konflik nusantara akibat perebutan batas wilayah.

1 Mochtar Kusumaatmadja dan Agoes. Etty R, Pengantar Hukum Internasional, PT alumni,
bandung, 2010, hlm.4 .
2 Ibid, hlm.47 .

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana terjadinya kasus sengketa antara Indonesia dan Timor Leste tentang
klaim batas negara ?
b. Apa kaitan hubungan antara hukum internasional di dalam hubungan internasional
yang begitu jelas terlihat ?
c. Bagaimana peranan Hukum Internasional dalam upaya penyelesaian sengketa
antara Indonesia dan Timor Leste tentang klaim batas negara ?
3. Tujuan Masalah
a. Untuk menjelaskan terjadinya kasus sengketa antara Indonesia dan Timor Leste
tentang klaim batas negara.
b. Untuk menjelaskan kaitan hubungan antara hukum internasional di dalam
hubungan internasional.

c. Untuk menjelaskan peranan hukum internasional dalam upaya penyelesaian
sengketa antara Indonesia dan Timor Leste tentang klaim batas negara.

PEMBAHASAN

A. Terjadinya Kasus Sengketa antara Indonesia dan Timor Leste tentang Klaim
Batas Negara.

Pemerintah Indonesia dan Timor Leste saling klaim lokasi sengketa di Desa
Nelu, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang merupakan wilayah perbatasan kedua negara sebagai milik
mereka.
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
Eduard Gana mengatakan, tanah yang disengketakan oleh warga Desa Nelu,
Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan warga Leolbatan, Distrik
Oekusi, Timor Leste, masuk wilayah Indonesia. Menurut Eduard, warga Leolbatan
merusak pilar yang menjadi pembatas antara wilayah Indonesia dan Timor Leste.
Padahal, batas antara kedua negara telah disepakati tahun 2009 lalu. Pembangunan
jalan yang dilakukan pemerintah Timor Leste juga telah memasuki wilayah Indonesia.
Sebab, lokasi jalan tersebut terletak di Dusun Sunsea, Desa Nelu, yang secara

geografis merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Aksi warga Desa Nelu yang
memblokir jalan yang dibangun pemerintah Timor Leste, karena ingin menjaga
kedaulatan wilayah Indonesia. Menurut Eduard penetapan batas negara juga
didasarkan pada perundingan antara Portugis dan Belanda, yang membagi wilayah
jajahannya tahun 1404-1406. Itu sebabnya, pemerintah pusat diminta menugaskan
aparatnya, khususnya dari Kementerian Luar negeri, untuk melakukan sosialisasi
berkaitan dengan batas antara kedua negara. Konsul Timor Leste Feliciano da Costa
mengatakan, sesuai kesepakatan antara kedua negara tahun 2009, wilayah yang
disengketakan tersebut masuk wilayah Timor Leste, termasuk kuburan tua di Desa
Nelu. Feliciano justru menuduh warga Nelu yang merusak pilar batas wilayah kedua
negara. Karena itu, dia meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku
perusakan, karena siapa yang merusak pilar itu akan berurusan dengan hukum.
Feliciano juga menilai pemerintah Indonesia kurang memberikan sosialisasi kepada
masyarakat di perbatasan, sehingga masyarakat tidak tahu batas wilayah antara kedua
negara. Warga desa di kedua negara, pertengahan Oktober 2013 lalu, terlibat
bentrokan selama tiga hari. Bentrokan dipicu sengketa tanah tersebut. Kedua
kelompok warga yang masih merupakan kerabat tersebut terlibat saling serang. Warga
Desa Nelu merasa harus mempertahankan tanahnya, karena pembangunan jalan yang

dilakukan pemerintah Timor Leste telah melewati batas wilayah, bahkan masuk ke

wilayah Indonesia sejauh 500 meter. Bahkan, jalan tersebut menerabas tanah kuburan
warga Nelu. Sebaliknya, warga Leolbatan, Distrik Oekusi, Timor Leste, yang merasa
tanah itu miliknya, mempertahankannya.3
Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) Eduard Gana menilai pemerintah Timor Leste melanggar kesepakatan
terkait batas antara kedua negara sehingga memicu bentrok di Dusun Sunsea, Desa
Nelu, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Sudah ada
kesepakatan bahwa tidak ada pembangunan apa pun di daerah perbatasan. Tapi
kesepakatan tersebut dilanggar oleh Timor Leste. Sebelumnya, pertikaian warga di
perbatasan RI-Timor Leste dipicu sengketa lahan. Warga Nelu, yang masuk wilayah
Indonesia, dan warga Leolbatan, Distrik Oekusi, Republik Demokratic Timor Leste,
saling mengklaim danah yang digunakan untuk pembangunan jalan tersebut sebagai
milik mereka. Kedua kelompok warga tersebut sebenarnya masih berkeluarga. Warga
Nelu melakukan penghadangan karena jalan tersebut melewati pekuburan warga Desa
Nelu. Selain itu, telah memasuki wilyah Indonesia sejauh 500 meter.4
B. Menjelaskan Kaitan Hubungan antara Hukum Internasional di dalam
Hubungan Internasional.
Beberapa subjek ilmu pengetahuan bak gayung bersambut. Saling
berhubungan antara satu ilmu dengan ilmu yang lain. Salah satunya adalah ilmu
Hukum Internasional. Hukum internasional berkaitan erat dengan Hubungan

Internasional. Karena Hukum Internasional merupakan sebuah sistem aturan, prinsip,
dan konsep mengatur hubungan antar negara, organisasi internasional, individu, dan
aktor lainnya dalam politik dunia. Hubungan antar aktor internasional ini merupakan
subjek dari ilmu Hubungan Internasional. Sehingga untuk memahami tersebut
seorang mahasiswa atau ahli hukum internasional harus mampu memahami ilmu
Hubungan Internasional. Negara merupakan subjek utama Hukum Internasional
karena Hukum Internasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara.
Negara juga merupakan aktor utama dalam Hubungan Internasional. Perilaku negara,
hubungan antar negara hingga kepentingan nasional sebuah negara juga merupakan
fokus dari ilmu HI, sehingga keduanya saling bersinergi.Untuk menjadi subjek
3 Tempo, 21 oktober 2013.
4 Tempo, 17 oktober 2013 .

Hukum Internasional , sebuah negara harus memiliki kedaulatan. Kedaulatan
merupakan hal yang menegaskan bahwa negara tersebut sudah merdeka dan tidak di
jajah oleh negara mana pun. Negara tersebut juga harus kuat secara militer, politik,
maupun ekonomi. Namun selain kedaulatan negara tersebut juga harus mendapatkan
pengakuan dari negara-negara lain.5

C. Peranan Hukum Internasional dalam Upaya Penyelesaian Sengketa antara

Indonesia dan Timor Leste tentang Klaim Batas Negara.

Pendefinisian Batas wilayah Negara dari UU No.43 TAHUN 2008 Tentang
Wilayah Negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara
yang didasarkan atas hukum internasional. Di dalam hukum internasional berdasarkan
Treaty Montevideo 1932, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal
terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka
dan berdaulat yaitu:
-

Rakyat atau penduduk;
Wilayah;
Pemerintahan;
Pengakuan dari dunia internasional serta dapat melakukan hubungan dengan negaranegara lainnya (ini tidak mutlak).
Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara itu tidak berdiri Wilayah
sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada batas yang bersifat alami, ada batasbatas yang buatan manusia. Batas yang bersifat alami, misalnya sungai, pohon, danau,
sedangkan yang bersifat buatan manusia, bisa berupa tembok, tugu, termasuk juga
perjanjian-perjanjian internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan sebagai pagarpagar yuridis, pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional Indonesia dan
yurisdiksi nasional Indonesia.
Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum

internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti.

5 Disampaikan oleh Prof. Dr. Mohd. Burhan Tsani, SH., MH, ahli Hukum Internasional,
dalam kuliah umum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FH-UMY)
dengan tema Urgensi mempelajari Hubungan Internasional bagi mahasiswa Hukum
Internasional.

Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktorfaktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum.
Begitu juga perubahan yang terjadi atas wilayah-wilayah, seperti berkurang,
bertambah, faktor-faktor yang menentukan adalah faktor politis dan faktor hukum.
Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang penetapan batas wilayah
suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan
nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sebagian besar
batas wilayahnya terditi atas perairan yang tunduk pada pengaturan ketentuanketentuan Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan
negara-negara tetangganya. Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang
memisahkan satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah
perbatasan terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus
dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah
NKRI yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam usaha penyelesaian yang bersifat jangka panjang, Indonesia melakukan

diplomasi dalam rangka menyelesaikan delimitasi terhadap segmen-segmen yang
masih belum disepakati. Berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012, kedua negara
telah menyepakati 907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96% dari panjang
total garis batas. Garis batas darat tersebut ada di sektor Timur (Kabupaten Belu) yang
berbatasan langsung dengan Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro sepanjang 149,1
km dan di sektor Barat (Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang
berbatasan langsung dengan wilayah enclave Oecussi sepanjang 119,7 km.6
Upaya diplomasi ini tidak hanya berfokus pada penyelesaian garis demarkasi terhadap
tiga segmen batas yang belum disepakati, tetapi juga pengenalan pengaturan di
kawasan perbatasan yang memungkinkan warga Timor Leste dan warga Indonesia
yang berada di sisi perbatasan masing-masing untuk bisa melanjutkan hubungan
sosial dan kekeluargaannya yang selama ini telah terjalin di antara mereka.7
Dalam upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum
disepakati, hambatan yang perlu diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan
penyelesaian yang digunakan oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan
6 Ganewati Wuryandari, 2012.
7 Website Sekretaris Negara, 20 Maret 2013

dipandu


oleh

ahli

perbatasan

dari

United

Nations

Temporary

Executive

Administration (UNTEAD) menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya
mengacu kepada traktat antara Belanda-Portugis tahun 1904 dan sama sekali tidak
memperhitungkan dinamika adat-istiadat yang berkembang di wilayah tersebut.
Sementara itu, pihak Indonesia mengusulkan agar pendapat masyarakat adat ikut

dipertimbangkan. Perbedaan pola pendekatan ini perlu disamakan terlebih dahulu
sebelum pembahasan tentang tiga segmen batas dilanjutkan.8
Dari paparan diatas Pendefinisian Batas wilayah Negara dari UU No.43
TAHUN 2008 disebutkan bahwa UU tersebut didasarkan pada Hukum Internasional.
Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara Hukum Internasional dengan Hukum
Nasional. Dalam terkaitannya tersebut terlihat ada unsur dari Teori Monisme atau
dapat dikatakan Hukum Internasional sama dengan Hukum Nasional. Indonesia dalam
penyelenggaraan suatu urusan kenegaraan khususnya dalam penyelesaian sengketa
dengan Timor Leste masih menganut dan menjunjung tinggi aturan didalam Hukum
Internasional yang terlihat pada menganut Treaty Montevideo 1932 dalam melihat
prinsip mutlak berdirinya negara, serta tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan
Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negaranegara tetangganya, hal itu telah menunjukkan bahwa Hukum Internasional tak lain
adalah Hukum Alam yang artinya mutlak ditaati. Hal lain yang terlihat pada
pemaparan di atas adalah kedua negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik
batas darat atau sekitar 96% dari panjang total garis batas yang termuat dalam
perjanjian perbatasan darat 2012, hal tersebut menunjukan bahwa perjanjian harus
ditaati oleh anggota yang menyetujui dengan tujuan ikhtikad baik dan hal sedemikian
itu termasuk dalam Mazhab Wiena (Asas Pacta Sun Servanda).

PENUTUP

Kesimpulan
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, negara dengan
subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain. Dalam
8 Harmen Batubara, 2013.

kasus sengketa yang mewarnai konflik dalam Hubungan Internasional, Hukum Internasional
memiliki daya ikat atau hubungan signifikan, Hukum Internasional merupakan sebuah sistem
aturan, prinsip, dan konsep mengatur hubungan antar negara, organisasi internasional,
individu, dan aktor lainnya dalam politik dunia. Hubungan antar aktor internasional ini
merupakan subjek dari ilmu Hubungan Internasional. Di dalam Hukum Internasional
berdasarkan Treaty Montevideo 1932, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal
terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat yaitu penduduk, wilayah, dan pemerintahan. Sebuah negara diakui merdeka dan
berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory"
atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah
negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum.
Dalam upaya penyelesaian sengketa Indonesia dengan Timor Leste di dalam Hukum
Internasional telah ditetapkan bahwa berdasarkan perjanjian perbatasan darat 2012, kedua
negara telah menyepakati 907 koordinat titik-titik batas darat atau sekitar 96% dari panjang
total garis batas. Dalam upaya diplomasi untuk menyelesaikan sisa segmen yang belum
disepakati, hambatan yang perlu diantisipasi adalah perbedaan pola pendekatan penyelesaian
yang digunakan oleh masing-masing pihak. Pihak Timor Leste dengan dipandu oleh ahli
perbatasan dari United Nations Temporary Executive Administration (UNTEAD)
menekankan bahwa penyelesaian perbatasan hanya mengacu kepada traktat antara BelandaPortugis tahun 1904 dan sama sekali tidak memperhitungkan dinamika adat-istiadat yang
berkembang di wilayah tersebut.

Saran
Pengaturan mengenai aturan batas wilayah negara perlu mendapat perhatian lebih
untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Begitupun para masyarakat
perbatasan juga harus sadar hukum tentang keputusan perbatasan yang telah ditetapkan
secara sah. Batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai
wujud penegakan kedaulatan. Oleh karena itu batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan
yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus
dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan

tapal tapal batas wilayah juga harus jelas. Untuk lingkup Hukum Internasional itu sendiri
harus memuat prinsip ataupun aturan yang mutlak didalam Hubungan Internasional, apalagi
sanksi yang tegas bagi pelanggaran harus ditegakkan dengan benar. Untuk menyelesaikan
suatu konflik atau sengketa haruslah bersifat obyektif dengan menjunjung tinggi keadilan
didepan hukum nasional maupun hukum internasional itu sendiri agar tercipta hubungan yang
harmonis.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.umy.ac.id/penting-bagi-mahasiswa-hukum-internasional-memahami-ilmuhubungan-internasional.html
http://m.tempo.co/read/news/2013/10/21/058523405/indonesia-timor-leste-saling-klaimbatas-negar

http://www.tempo.co/read/news/2013/10/17/058522412/Timor-Leste-Disebut-LanggarKesepakatan-Perbatasan
http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-internasional/899-konflik-komunal-diperbatasan-indonesia-timor-leste-dan-upaya-penyelesaiannya.html
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/39-april-2009/148-negara-kepulauandalam-perspektif-hukum-internasional-.html
Kusumaatnadja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2010.

MAKALAH 2
HUKUM INTERNASIONAL
Daya Ikat Hukum Internasional terhadap Hubungan Internasional mengenai Kasus Sengketa
antara Indonesia dengan Timor Leste terkait Permasalahan Klaim Batas Negara

Oleh :

Yuni Kurnia
145120401111014
A HI-2

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
April 2015