Metafora EMOSI STATIF dalam Bahasa Batak Toba
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran,
maksud hati dan perasaannya dalam berbagai situasi dan tujuan komunikatif.
Bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dari penutur bahasa itu sendiri. Salah satu
unsur kebudayaan Indonesia, yaitu bahasa daerah yang terdapat di kawasan
nusantara. Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangat penting
untuk pemerkaya kebudayaan nasional, nilai-nilai kebudayaan tradisional yang
diungkapkan ke dalam bahasa-bahasa daerah. Indonesia memiliki ragam bahasa
daerah, salah satunya di Tapanuli Utara yang menggunakan bahasa Batak Toba.
Hampir semua penduduknya menggunakan bahasa daerah tersebut sebagai alat
komunikasi sehari-hari. Pada umumnya setiap suku lebih senang mempergunakan
bahasa daerahnya sendiri, sebab bahasa daerah dianggap mempunyai ciri khas
tersendiri dalam diri penuturnya.
Metafora
dipandang
sebagai
makna
suatu
kata,
berfungsi
untuk
memperindah dan memperhalus bahasa sehari-hari yang digunakan oleh setiap
manusia. Semantik kognitif menganggap metafora sebagai gejala yang meresap
terhadap bahasa dan pikiran. Makna metafora suatu bahasa bertumpu pada struktur
konseptual yang mempunyai kemampuan dalam menggambarkan sesuatu. Metafora
1
sebagai ungkapan kebahasaan yang tidak dapat diartikan secara langsung dari
lambang yang dipakai, melainkan dari predikasi yang dapat dipakai baik oleh
lambang maupun makna yang dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan itu (Wahab,
1998: 65).
Makna metafora berperan di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak
hanya di dalam bahasa, tetapi juga dalam pikiran dan tingkah laku. Lakoff
mengatakan bahwa metafora adalah bagian dari sistem kognisi kita sebagai
manusia, ia adalah modus kita dalam berpikir dan bertindak. Manusia berpikir
dengan melihat kemiripan satu pengalaman dengan pengalaman yang lain. Metafora
merupakan dasar mutlak dari pikiran manusia yang terungkap dalam berbahasa.
Konvecses (dalam Nirmala, 2012:4) mengatakan bahwa, metafora memiliki
dua komponen, yaitu: target dan sumber. Target biasanya lebih abstrak, dan sumber
lebih konkrit. Untuk dapat memahami maksud yang terkandung dalam metafora,
ditemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki antara sasaran dan sumber. Dengan
membandingkan karakteristik yang dimiliki keduanya, akan ditemukan dasar suatu
metafora digunakan. Secara formal dan fungsional, konsep metafora muncul
bersamaan dengan proses pemikiran manusia, dan sebagian besar tidak disadari. Hal
ini merupakan struktur dasar dari penalaran bahwa pikiran digunakan untuk
memahami aspek abstrak yang rumit.
Emosi merupakan bagian dari kajian semantik yang berhubungan dengan
metafora. Emosi seseorang dilatarbelakangi oleh berbagai hal, baik dari dalam
dirinya maupun dari lingkungannya. Emosi terbagi atas dua macam, yaitu emosi
2
aktif dan emosi statif. Emosi aktif adalah emosi gagasan yang disengaja atau
dikehendaki oleh pengalam, sedangkan emosi statif yang akan dikaji oleh peneliti
adalah emosi yang muncul dan tidak dikehendaki oleh pengalam. Situasi dan
kondisi lingkungan seseorang mampu memicu terjadinya perubahan emosi, kadangkadang emosi yang dirasakan oleh seorang penutur diungkapkan secara verbal
dengan cara yang berlebihan, sehingga ungkapan verbal yang dilontarkan secara
spontan tersebut, dirasakan memiliki makna lain.
Emosi yang tertanam pada diri manusia itu sendiri cenderung bersifat
negatif, tidak diinginkan atau dikehendaki oleh pengalam terjadi pada dirinya
ditandai dengan EMOSI STATIF. Dalam bahasa Batak Toba, banyak butir leksikal
yang bermakna EMOSI STATIF, yaitu: sogo roha ‘benci’, muruk/rimas ‘marah’,
late ‘dengki’, lungun (roha) ‘sedih’, marsak ‘susah’, hancit roha ‘sakit hati’, biar
‘takut’, hosom ‘dendam’, lomos ‘bimbang’, asi (roha) ‘kasihan’, busisaon ‘gelisah’
dan elat ‘iri’ (Lihat lampiran 1). Di bawah ini, salah satu contoh metafora EMOSI
STATIF yang digunakan oleh penutur bahasa Batak Toba:
Nunga
tung
marurat sogo ni roha na
Sudah
PART. Berakar
benci
3TG
‘Sudah berakar rasa bencinya’
Pada contoh di atas, terlihat bahwa metafora yang digunakan adalah metafora
sogo roha ‘benci’ sebagai tumbuhan, sebab marurat ‘berakar’ termasuk ke dalam
3
ranah tumbuhan. Kata marurat ‘berakar’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk
menggambarkan perasaan benci seseorang yang sangat dalam terhadap orang lain.
Manusia dengan muatan emosionalnya dapat menggunakan ungkapan
metaforis untuk mewakili apa yang dirasakan, dialami, dan dipikirkan. Peneliti
beranggapan bahwa dalam berbahasa, masyarakat Batak Toba tidak selalu memakai
lambang yang secara langsung mengacu pada objeknya atau pemakaian bahasa kias
yang dikenal dengan metafora.
Penelitian terhadap kajian metafora dan emosi sudah pernah dilakukan oleh
para ahli. Misalnya, Siregar (2005) dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan
dalam Metafora”, Hasibuan (2005) dengan judul artikel “Metafora dan Metonimi
Konseptual (Data Bahasa Mandailing)”, Silalahi (2005) dengan judul artikelnya
“Metafora dalam Bahasa Batak Toba”, Muslich (2007), dengan judul artikel “Makna
Emosi dan Norma Budaya dalam Bahasa Indonesia”, Rahardjo (2009) dengan judul
skripsinya “Metafora Pengungkapan Cinta pada Pantun Melayu”, Mulyadi (2010)
dengan judul artikelnya “Verba Emosi Statif dalam Bahasa Melayu Asahan”, Nirmala
(2012) dengan judul artikel “Korespondensi Konseptual antara Ranah Sumber dan
Ranah Target dalam Ungkapan Metaforis di surat Pembaca Harian Suara Merdeka”,
dan Mulyadi (2014) dengan judul artikel “Konsep Emosi dalam Bahasa Indonesia”.
Di Indonesia, masih banyak bahasa daerah yang belum terjamah oleh para
peneliti bahasa, maka tidak heran penelitian dan kajian mengenai bahasa daerah
4
kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa. Dikhawatirkan pada suatu saat, bahasa
daerah yang ada di Indonesia satu demi satu akan lenyap, sebagai dampak dari
globalisasi saat ini, bila tidak ada linguis yang turun tangan untuk menelitinya,
membinanya dan membuat deskripsi tentang bahasa-bahasa tersebut (Suhadi, 2000).
Mengingat hal inilah, peneliti tertarik untuk menganalisis Metafora EMOSI STATIF
dalam Bahasa Batak Toba, karena sejauh yang peneliti amati, belum ada yang
mengaji mengenai judul tersebut. Pertimbangan lain juga melatarbelakangi penelitian
terhadap EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba, karena peneliti merupakan
penutur bahasa Batak Toba sendiri, yang mana memiliki kemampuan berbahasa
Batak Toba.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam proposal ini adalah :
1. Apakah makna Metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba?
2. Bagaimanakah pemetaan konseptual Metafora EMOSI STATIF?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini, terbatas pada analisis Metafora EMOSI STATIF yang
digunakan oleh masyarakat yang berdomisili di daerah Aek Siansimun, Kecamatan
Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.
5
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah memaparkan metafora bahasa penutur
Batak Toba, khususnya metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba yang
sesuai dengan persepsi dan konsepsi dari penuturnya. Selanjutnya, tujuan khusus
penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan makna metafora EMOSI STATIF dalam
bahasa Batak Toba dan (2) mendeskripsikan pemetaan konseptual Metafora EMOSI
STATIF.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaaat teoretis dan manfaat
praktis.
Manfaat teoretis, antara lain:
(1) Menambah khazanah pengetahuan tentang EMOSI STATIF dengan
menggunakan teori Metafora Konseptual (MK).
(2) Memperkaya penelitian semantik tentang makna dari metafora EMOSI
STATIF pada ranah sumber dan sasaran dalam bahasa Batak Toba.
Manfaat praktis, antara lain:
6
(1) Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, yang ingin membahas
Metafora EMOSI STATIF dalam bahasa-bahasa daerah, khususnya di
Sumatera Utara.
(2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil
penelitian pada bidang semantik dalam bahasa Batak Toba.
7
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran,
maksud hati dan perasaannya dalam berbagai situasi dan tujuan komunikatif.
Bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dari penutur bahasa itu sendiri. Salah satu
unsur kebudayaan Indonesia, yaitu bahasa daerah yang terdapat di kawasan
nusantara. Pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah sangat penting
untuk pemerkaya kebudayaan nasional, nilai-nilai kebudayaan tradisional yang
diungkapkan ke dalam bahasa-bahasa daerah. Indonesia memiliki ragam bahasa
daerah, salah satunya di Tapanuli Utara yang menggunakan bahasa Batak Toba.
Hampir semua penduduknya menggunakan bahasa daerah tersebut sebagai alat
komunikasi sehari-hari. Pada umumnya setiap suku lebih senang mempergunakan
bahasa daerahnya sendiri, sebab bahasa daerah dianggap mempunyai ciri khas
tersendiri dalam diri penuturnya.
Metafora
dipandang
sebagai
makna
suatu
kata,
berfungsi
untuk
memperindah dan memperhalus bahasa sehari-hari yang digunakan oleh setiap
manusia. Semantik kognitif menganggap metafora sebagai gejala yang meresap
terhadap bahasa dan pikiran. Makna metafora suatu bahasa bertumpu pada struktur
konseptual yang mempunyai kemampuan dalam menggambarkan sesuatu. Metafora
1
sebagai ungkapan kebahasaan yang tidak dapat diartikan secara langsung dari
lambang yang dipakai, melainkan dari predikasi yang dapat dipakai baik oleh
lambang maupun makna yang dimaksudkan oleh ungkapan kebahasaan itu (Wahab,
1998: 65).
Makna metafora berperan di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak
hanya di dalam bahasa, tetapi juga dalam pikiran dan tingkah laku. Lakoff
mengatakan bahwa metafora adalah bagian dari sistem kognisi kita sebagai
manusia, ia adalah modus kita dalam berpikir dan bertindak. Manusia berpikir
dengan melihat kemiripan satu pengalaman dengan pengalaman yang lain. Metafora
merupakan dasar mutlak dari pikiran manusia yang terungkap dalam berbahasa.
Konvecses (dalam Nirmala, 2012:4) mengatakan bahwa, metafora memiliki
dua komponen, yaitu: target dan sumber. Target biasanya lebih abstrak, dan sumber
lebih konkrit. Untuk dapat memahami maksud yang terkandung dalam metafora,
ditemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki antara sasaran dan sumber. Dengan
membandingkan karakteristik yang dimiliki keduanya, akan ditemukan dasar suatu
metafora digunakan. Secara formal dan fungsional, konsep metafora muncul
bersamaan dengan proses pemikiran manusia, dan sebagian besar tidak disadari. Hal
ini merupakan struktur dasar dari penalaran bahwa pikiran digunakan untuk
memahami aspek abstrak yang rumit.
Emosi merupakan bagian dari kajian semantik yang berhubungan dengan
metafora. Emosi seseorang dilatarbelakangi oleh berbagai hal, baik dari dalam
dirinya maupun dari lingkungannya. Emosi terbagi atas dua macam, yaitu emosi
2
aktif dan emosi statif. Emosi aktif adalah emosi gagasan yang disengaja atau
dikehendaki oleh pengalam, sedangkan emosi statif yang akan dikaji oleh peneliti
adalah emosi yang muncul dan tidak dikehendaki oleh pengalam. Situasi dan
kondisi lingkungan seseorang mampu memicu terjadinya perubahan emosi, kadangkadang emosi yang dirasakan oleh seorang penutur diungkapkan secara verbal
dengan cara yang berlebihan, sehingga ungkapan verbal yang dilontarkan secara
spontan tersebut, dirasakan memiliki makna lain.
Emosi yang tertanam pada diri manusia itu sendiri cenderung bersifat
negatif, tidak diinginkan atau dikehendaki oleh pengalam terjadi pada dirinya
ditandai dengan EMOSI STATIF. Dalam bahasa Batak Toba, banyak butir leksikal
yang bermakna EMOSI STATIF, yaitu: sogo roha ‘benci’, muruk/rimas ‘marah’,
late ‘dengki’, lungun (roha) ‘sedih’, marsak ‘susah’, hancit roha ‘sakit hati’, biar
‘takut’, hosom ‘dendam’, lomos ‘bimbang’, asi (roha) ‘kasihan’, busisaon ‘gelisah’
dan elat ‘iri’ (Lihat lampiran 1). Di bawah ini, salah satu contoh metafora EMOSI
STATIF yang digunakan oleh penutur bahasa Batak Toba:
Nunga
tung
marurat sogo ni roha na
Sudah
PART. Berakar
benci
3TG
‘Sudah berakar rasa bencinya’
Pada contoh di atas, terlihat bahwa metafora yang digunakan adalah metafora
sogo roha ‘benci’ sebagai tumbuhan, sebab marurat ‘berakar’ termasuk ke dalam
3
ranah tumbuhan. Kata marurat ‘berakar’ digunakan sebagai bentuk metafora untuk
menggambarkan perasaan benci seseorang yang sangat dalam terhadap orang lain.
Manusia dengan muatan emosionalnya dapat menggunakan ungkapan
metaforis untuk mewakili apa yang dirasakan, dialami, dan dipikirkan. Peneliti
beranggapan bahwa dalam berbahasa, masyarakat Batak Toba tidak selalu memakai
lambang yang secara langsung mengacu pada objeknya atau pemakaian bahasa kias
yang dikenal dengan metafora.
Penelitian terhadap kajian metafora dan emosi sudah pernah dilakukan oleh
para ahli. Misalnya, Siregar (2005) dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan
dalam Metafora”, Hasibuan (2005) dengan judul artikel “Metafora dan Metonimi
Konseptual (Data Bahasa Mandailing)”, Silalahi (2005) dengan judul artikelnya
“Metafora dalam Bahasa Batak Toba”, Muslich (2007), dengan judul artikel “Makna
Emosi dan Norma Budaya dalam Bahasa Indonesia”, Rahardjo (2009) dengan judul
skripsinya “Metafora Pengungkapan Cinta pada Pantun Melayu”, Mulyadi (2010)
dengan judul artikelnya “Verba Emosi Statif dalam Bahasa Melayu Asahan”, Nirmala
(2012) dengan judul artikel “Korespondensi Konseptual antara Ranah Sumber dan
Ranah Target dalam Ungkapan Metaforis di surat Pembaca Harian Suara Merdeka”,
dan Mulyadi (2014) dengan judul artikel “Konsep Emosi dalam Bahasa Indonesia”.
Di Indonesia, masih banyak bahasa daerah yang belum terjamah oleh para
peneliti bahasa, maka tidak heran penelitian dan kajian mengenai bahasa daerah
4
kurang mendapat perhatian dari ahli bahasa. Dikhawatirkan pada suatu saat, bahasa
daerah yang ada di Indonesia satu demi satu akan lenyap, sebagai dampak dari
globalisasi saat ini, bila tidak ada linguis yang turun tangan untuk menelitinya,
membinanya dan membuat deskripsi tentang bahasa-bahasa tersebut (Suhadi, 2000).
Mengingat hal inilah, peneliti tertarik untuk menganalisis Metafora EMOSI STATIF
dalam Bahasa Batak Toba, karena sejauh yang peneliti amati, belum ada yang
mengaji mengenai judul tersebut. Pertimbangan lain juga melatarbelakangi penelitian
terhadap EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba, karena peneliti merupakan
penutur bahasa Batak Toba sendiri, yang mana memiliki kemampuan berbahasa
Batak Toba.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam proposal ini adalah :
1. Apakah makna Metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba?
2. Bagaimanakah pemetaan konseptual Metafora EMOSI STATIF?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini, terbatas pada analisis Metafora EMOSI STATIF yang
digunakan oleh masyarakat yang berdomisili di daerah Aek Siansimun, Kecamatan
Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.
5
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah memaparkan metafora bahasa penutur
Batak Toba, khususnya metafora EMOSI STATIF dalam bahasa Batak Toba yang
sesuai dengan persepsi dan konsepsi dari penuturnya. Selanjutnya, tujuan khusus
penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan makna metafora EMOSI STATIF dalam
bahasa Batak Toba dan (2) mendeskripsikan pemetaan konseptual Metafora EMOSI
STATIF.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup dua hal, yaitu manfaaat teoretis dan manfaat
praktis.
Manfaat teoretis, antara lain:
(1) Menambah khazanah pengetahuan tentang EMOSI STATIF dengan
menggunakan teori Metafora Konseptual (MK).
(2) Memperkaya penelitian semantik tentang makna dari metafora EMOSI
STATIF pada ranah sumber dan sasaran dalam bahasa Batak Toba.
Manfaat praktis, antara lain:
6
(1) Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, yang ingin membahas
Metafora EMOSI STATIF dalam bahasa-bahasa daerah, khususnya di
Sumatera Utara.
(2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil
penelitian pada bidang semantik dalam bahasa Batak Toba.
7