Uji Toksisitas Subkronik Ekstrak Etanol Pecut Kuda (Stachytharpheta jamaicensis L.Vahl) Pada Mencit

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai aneka ragam jenis
tanaman. Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah mengenal, meramu, dan
menggunakan tanaman yang berkhasiat sebagai salah satu upaya dalam
penanggulangan masalah kesehatannya. Berbagai upaya dalam
kesehatan

masyarakat

dilakukan

oleh

pemerintah

maupun

meningkatkan

masyarakat.

Pengobatan menggunakan obat tradisional merupakan salah satu alternatif untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dibidang kesehatan (Manggung, 2008).
Masyarakat selama ini beranggapan bahwa obat tradisional tidak bisa
menyebabkan keracunan tetapi karena mengandung zat kimia dan digunakan
dalam waktu yang panjang maka efek toksik bisa saja terjadi. Oleh karena itu
perlu terlebih dahulu dilakukan uji keamanan sebagai dasar untuk menjadikan
tanaman sebagai obat fitofarmaka (Arifin, dkk., 2006).
Obat tradisional agar dapat diterima oleh masyarakat maupun pelayanan
kesehatan, harus didukung secara ilmiah tentang khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi
fitofarmaka adalah sebagai berikut: seleksi, uji preklinik (uji toksisitas dan
farmakodinamika), pembuatan sediaan terstandar dan uji klinik (Dewoto, 2007).
Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat alami adalah
pecut kuda. Tanaman ini mengandung senyawa glikosida, alkaloid dan flavonoid.
Khasiat herba pecut kuda digunakan untuk pengobatan infeksi dan batu saluran

1
Universitas Sumatera Utara


kencing, sakit tenggorokan karena radang (faring), batuk, rematik dan haid tidak
teratur. Bunga dan tangkainya untuk pengobatan radang hati sedangkan akarnya
untuk pengobatan keputihan (Dalimartha, 2002). Penelitian sebelumnya telah
melaporkan bahwa senyawa dari tumbuhan pecut kuda memiliki aktivitas biologis
antara lain antifungi (Winarsih, 2005), antibakteri (Ningrum, 2003), antikanker
(Calista, 2013).
Tanaman ini belum populer digunakan sebagai tanaman obat bagi
masyarakat di Indonesia, bahkan pecut kuda lebih dikenal sebagai tumbuhan liar
yang sering dijumpai di ladang ladang yang tidak terawat. Dalam rangka mencari
sumber senyawa hayati baru sekaligus mencoba mengangkat tumbuhan yang
belum memiliki nilai ekonomi maka pecut kuda dipilih sebagai bahan penelitian
(Indrayani, 2006). Sampai saat ini penggunaan tanaman pecut kuda sebagai
tanaman berkhasiat obat masih berdasarkan pengalaman empiris. Dosis
penggunaan

secara

ilmiah


belum

dilakukan

pengkajian

secara

pasti.

Pengembangan pecut kuda sebagai bahan sediaan obat alami harus didukung oleh
penelitian. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah pengujian toksisitas.
Peneliti sebelumnya telah melakukan uji toksisitas akut dengan nilai LD 50 sebesar
1000 mg/kg BB mencit, termasuk dalam kategori toksik ringan (Citra, 2014).
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan
kerusakan pada organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam
lingkungan. Secara umum toksisitas dibedakan menjadi toksisitas akut, sub kronik
dan kronik (Priyanto, 2009). Uji toksisitas subkronik merupakan suatu pengujian
untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji dengan


2
Universitas Sumatera Utara

dosis berulang yang diberikan secara oral pada hewan uji selama 28 atau 90 hari
(OECD, 2008).
Hati merupakan organ dalam tubuh yang terlibat dalam metabolisme zat
makanan serta sebagian besar obat dan toksikan (Lu, 1995). Hati sering menjadi
organ sasaran karena zat makanan, sebagian besar obat-obatan serta toksikan yang
memasuki tubuh, setelah diserap toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Oleh
sebab itu, hati menjadi organ yang sangat potensial menderita keracunan lebih
dahulu sebelum organ lain (Santoso dan Nurlaini, 2006). Pemeriksaan enzim
seringkali menjadi satu-satunya petunjuk adanya kerusakan pada sel hati.
Gangguan hati ditandai dengan peningkatan aktivitas serum transaminase berupa
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) (Widmann, 1995).
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan pengujian
toksisitas subkronik ekstrak etanol pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.)
Vahl) pada mencit, mengingat pemanfaatannya yang beragam dan belum
ditemukan informasi mengenai batas keamanannya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah: apakah ekstrak etanol pecut
kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl) berpengaruh terhadap gejala toksik
mencit selama pemberian 28 hari.

3
Universitas Sumatera Utara

1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan di atas, maka hipotesis penelitian ini diduga
ekstrak etanol pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl) berpengaruh
terhadap gejala toksik mencit selama pemberian 28 hari.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui pengaruh ekstrak
etanol pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl) terhadap gejala toksik
mencit selama pemberian 28 hari.

1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tentang

potensi toksisitas subkronik pada ekstrak etanol pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis (L.) Vahl) sebagai salah satu tanaman yang akan digunakan secara

luas oleh masyarakat.

4
Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Pikir penelitian
Adapun kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Variabel bebas

Variabel Terikat

EEPK dosis:
200 mg/kg bb
400 mg/kg bb
800 mg/kg bb

Mencit


Gejala Toksik

Parameter
- Tremor
- Salivasi
- Diare
- Lemas
- Jalan Mundur
- Jalan
menggunakan perut

Potensi
Ketoksikan
Berat Badan

Bertambah/
berkurang

Konsumsi

Makanan

Bertambah/
berkurang

Kematian

Hidup/ Mati

Larutan
suspensi CMC
Na 0,5 %
(kontrol)

Histopatologi
Hati

Normal/
Abnormal


Makroskopik
Hati

Normal/
Abnormal

Kadar SGOT
dan SGPT

Normal/
Abnormal

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

5
Universitas Sumatera Utara