Analisis Pengaruh Job Stressor terhadap Stres Kerja dan Dampaknya terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teoritis

2.1.1

Teori Kinerja

2.1.1.1 Pengertian Kinerja
Secara garis besar, kinerja dapat dipahami sebagai hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, guna mencapai tujuan
organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai
dengan moral maupun etika.
Menurut Tika (2006:121) kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau
kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.
Menurut Sunarto (2005:149) kinerja adalah dukungan organisasi yang

memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi meliputi
sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi dan job design.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2005:67) kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja
karyawan selama periode waktu tertentu untuk memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan organisasi.

12
Universitas Sumatera Utara

Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2005:18-19)
terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Aspek kuantitatif meliputi:
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan dan
4. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).

2.1.1.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai
apakah

seseorang

telah

melaksanakan

pekerjaan

masing-masing


secara

keseluruhan. Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi aktual
seseorang dengan prestasi yang diharapkan. Handoko (2009:15) menyatakan
bahwa untuk dapat menilai kinerja seseorang digunakan dua buah konsepsi utama,
yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan
sesuatu pekerjaan dengan benar. Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kerja

13
Universitas Sumatera Utara

adalah kegiatan penentuan sampai pada tingkat dimana seseorang melakukan
tugasnya secara efektif. Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan melalui
beberapa penilaian (Flippo, 2002), antara lain:
1) Kualitas kerja,
Merupakan tingkat dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam
arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan/organisasi.
2) Kuantitas kerja,
Merupakan jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah

unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan
3) Ketepatan waktu,
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan tersebut pada waktu
awal yang di inginkan.
4) Sikap,
Merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sikap yang menunjukkan seberapa
jauh tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan, serta tingkat kemampuan
seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugastugasnya.
5) Efektifitas,
Tingkat pengetahuan sumber daya organisasi dimana dengan maksud
menaikkan keuangan perusahaan.
Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan selama
periode tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan target/ sasaran yang
telah disepakati bersama. Tentunya dalam penilaian tetap mempertimbangkan

14
Universitas Sumatera Utara

berbagai keadaan dan perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut. Hani
Handoko (2002:145) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria,

yaitu :

1) Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya targettarget dan ukurannya spesifik serta dapat diukur.
2) Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan pekerjaan.
3) Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas
pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan
ketrampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan, intregitas
pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas.

2.1.1.3 Manfaat Penilaian Kinerja
Selain memiliki tujuan, penilaian kinerja memiliki manfaat yang tidak
hanya dinikmati oleh perusahaan tapi juga dapat dinikmati oleh karyawan itu
sendiri. Rivai (2005:55) mengungkapkan manfaat penilaian kinerja adalah:
1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain :
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatkan kepuasaan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan
d. Adanya kesempatan berkomunikasi keatas
e. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi

2. Manfaat bagi penilai

15
Universitas Sumatera Utara

a. Meningkatkan kepuasan kerja
b. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan
c. Kecenderungan kinerja karyawan
d. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan.
e. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan
f. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan
3. Manfaat bagi perusahaan
a. Memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan
b. Meningkatkan kualitas komunikasi
c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
d. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan
untuk masing-masing karyawan

2.1.1.4 Indikator Kinerja
Menurut Mangkunegara (2005:69) indikator penilaian kinerja ada 4 yaitu:

1. Kuantitas kerja
Merupakan volume kerja yang dihasilkan seseorang atau jumlah aktivitas yang
dapat diselesaikan.
2. Kualitas kerja
Merupakan hasil pekerjaan yang dilakukan mendekati sempurna atau
memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
3. Pemanfaatan waktu

16
Universitas Sumatera Utara

Merupakan penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan
perusahaan.
4. Kerjasama
Merupakan kemampuan menangani hubungan kerja dengan rekan kerja.
Berbagai macam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan, tentunya
membutuhkan kriteria yang jelas, karena masing-masing jenis pekerjaan
mempunyai standar yang berbeda-beda tentang pencapaian hasilnya.

2.1.2


Teori Job Stressor

2.1.2.1 Pengertian Stressor
Secara umum keadaan yang dapat menimbulkan stres disebut sebagai
Stressor. Tanpa adanya stressor atau kejadian yang menimbulkan stres, maka stres
tidak akan terjadi. Penyebab stres atau stressor adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang
timbul (Yosep, 2007).

2.1.2.2 Sumber Stres (Stressor Kerja)
Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja, oleh karena itu
lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang
yang bekerja. Sumber stres yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dalam
lingkup pekerjaannya dapat lebih dari satu macam stressor.

1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

17

Universitas Sumatera Utara

Yang termasuk dalam faktor intrinsik ialah kondisi pekerjaan yang buruk, kerja
gilir (shift), beban kerja berlebih, beban kerja terlalu sedikit, dan hubungan
antar karyawan/pegawai.
a. Kondisi Fisik Pekerjaan
Beberapa stressor fisik yang biasa dijumpai pada lingkungan kerja yang
dapat memperburuk stres di tempat kerja adalah bising, suhu, pencahayaan,
masalah ergonomi, getaran, sanitasi lingkungan, dan tata ruang (Munandar,
2001)
1) Bising
Selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran, juga dapat merupakan stressor kerja yang menyebabkan
penurunan kewaspadaan. Hal ini dapat memudahkan timbulnya
kecelakaan kerja. Pajanan terhadap bising dapat menimbulkan rasa lelah,
sakit

kepala,

lekas


tersinggung,

dan

ketidakmampuan

untuk

berkonsentrasi. Akibat paparan tersebut dalam bentuk perilaku misalnya
akan terjadi penurunan produktivitas kerja, terjadinya kecelakaan kerja,
penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap oranglain,
rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi. Tingkat kebisingan yang
nyaman pada umumnya diharapkan antara 40 – 60 dBA. Pengukuran
kebisingan ini dilakukan dengan Sound Level Meter (SLM).
2) Panas
Kondisi suhu suatu lingkungan kerja berhubungan dengan iklim dan
lokasi kerja. Efek dari kondisi suhu selama melakukan pekerjaan

18

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada jenis pakaian yang digunakan, lama terpajan, temperatur,
arus angin, jumlah panas radiasi, dan status kesehatan tenaga kerja yang
terpajan. Fungsi mental dapat terganggu karena heat stress, yang ditandai
dengan gejala awal berupa perubahan pada tingkat aktivitas seseorang.
o

o

Untuk Indonesia, suhu nyaman adalah 24 C - 28 C. Perbedaan suhu di
o

dalam dan di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 5 C. Sehingga
dapat diketahui bahwa suhu di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari
o

33 C.
3) Pencahayaan
Tiap-tiap

pekerjaan

memerlukan

tingkat

pencahayaan

tersendiri.

Biasanya untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi
akan diberikan tambahan pencahayaan disamping pencahayaan umum.
Sistim pencahayaan yang buruk dapat menimbulkan ketidaknyamanan
dan kelelahan mata sehingga dapat menimbulkan stres kerja.
4) Faktor Ergonomi
Lingkungan yang tidak ergonomi dapat menimbulkan masalah seperti
ketidaknyamanan, kelelahan dan meningkatkan stres kerja apabila tidak
disesuaikan dengan kondisi tuntutan pekerjaan.
5) Sanitasi Lingkungan Kerja
Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan salah satu stressor
kerja. Pada pekerja industri / pabrik sering menggambarkan kondisi
kotor, akomodasi pada waktu istirahat yang kurang baik, juga toilet yang

19
Universitas Sumatera Utara

kurang memadai. Hal ini dinilai oleh pekerja sebagai faktor penyebab
stres.
b. Kerja Gilir (Shift)
Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber yang
berpotensi untuk terjadinya stres kerja bagi pekerja di pabrik (Monk dalam
Munandar, 2001:383- 389). Menurut Cooper (dalam Munandar, 2001) shift
kerja merupakan tuntutan tugas yang dapat menyebabkan stres kerja.
Pengaruhnya adalah emosional dan biologis karena gangguan ritme
circadian dari tidur / daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan
ritme pengeluaran adrenalin. Sharpe (dalam Maurits & Widodo, 2008)
menyatakan bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28% lebih
tinggi mengalami cidera atau kecelakaan.
Wijono (2006) menyatakan bahwa pekerja yang mengalami stres
rendah mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 37 hingga 40 jam,
sedangkan pekerja yang mengalami stres kerja sedang mempunyai jumlah
jam kerja/minggu antara 61 hingga 71 jam. Sebaliknya, pekerja yang
mengalami stres kerja tinggi mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 41
hingga 60 jam. Sehingga hal ini menjadi beban kerja tinggi bagi pekerja
yang memicu terjadinya stres.
c. Beban Kerja
Beban kerja dibedakan atas beban kerja berlebih (work overload) dan beban
kerja terlalu sedikit (work underload). Dibedakan lagi atas beban kerja

20
Universitas Sumatera Utara

berlebih kuantitatif dan beban kerja berlebih kualitatif (Ivancevich, dkk.,
2006).
1) Beban Kerja Berlebih Kuantitatif
Beban kerja berlebih secara kuantitatif terutama berhubungan dengan
desakan waktu. Setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat
mungkin secara tepat dan cermat. Berdasarkan kondisi ini, orang harus
bekerja berkejaran dengan waktu. Sampai taraf tertentu, adanya batas
waktu (deadline) dapat meningkatkan motivasi. Namun bila desakan
waktu melebihi kemampuan individu maka dapat menimbulkan banyak
kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang.
2) Beban Kerja Kuantitatif Terlalu Sedikit
Penggunaan mesin di dunia kerja akan berdampak pada pekerja
dikarenakan sering terjadi efisiensi kerja. Pada pekerjaan sederhana yang
banyak melakukan pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan
yang dapat menjadi sumber stres.
3) Beban Kerja Berlebih Kualitatif
Kemajuan tekhnologi membuat pekerjaan yang menggunakan tangan
menjadi berkurang sehingga lama kelamaan titik berat pekerjaan beralih
ke

pekerjaan

otak.

Pekerjaan

makin

menjadi

majemuk

dan

mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Semakin tinggi tingkat
stres apabila kemajemukannya memerlukan teknik dan intelektual yang
lebih tinggi daripada yang dimiliki pekerja. Sampai pada titik tertentu,
hal ini dapat menjadi tantangan kerja dan motivasi. Namun apabila

21
Universitas Sumatera Utara

melebihi kemampuan individu maka akan timbul kelelahan mental,
reaksi emosional, juga reaksi fisik yang merupakan respon dari stres.
4) Beban Kerja Kuantitatif dan Kualitatif Berlebih
Proses pengambilan keputusan merupakan suatu kombinasi yang unik
dari kondisi beban kuantitatif dan kualitatif berlebih. Faktor – faktor yang
dapat menentukan besarnya stres dalam mengambil keputusan adalah
akibat dari suatu keputusan, derajat kemajemukan keputusan, siapa yang
bertanggungjawab dan lain sebagainya.
2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap pekerja bekerja dengan perannya masing-masing, artinya setiap pekerja
mempunyai tugas-tugas yang ia lakukan sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan tempat ia bekerja. Walaupun demikian, pekerja tidak selalu
berhasil dalam menjalankannya. Kurang berfungsinya peran adalah merupakan
salah satu pembangkit stres yaitu berupa konflik peran (role conflict) dan
ketaksaan peran (role ambiguity) (Ivancevich, dkk., 2006).
a. Ketaksaan Peran (Role Ambiguity)
Terjadi bila tidak ada informasi yang jelas mengenai prosedur yang harus
dilakukan seseorang, termasuk kertidakjelasan tujuan objektif pekerjaan dan
ruang lingkup tanggungjawab seseorang. Stres timbul karena ketidakjelasan
itu sendiri atau ketidakmampuan individu untuk menempatkan diri pada
posisi yang tepat.
b. Konflik Peran (Role Conflict)

22
Universitas Sumatera Utara

Terjadi bila terdapat dua atau lebih harapan yang saling berkompetisi untuk
mendapatkan pemuasan secara berrsamaan tidak dapat terpenuhi. Konflik
dapat terjadi apabila seseorang mempunyai beberapa peran sekaligus namun
tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi keduanya. Sehingga individu
tersebut mengalami stres.
c. Pengembangan Karir
Everly dan Girdano menganggap bahwa untuk menghasilkan kepuasan
pekerjaan dan mencegah timbulnya frustasi pada pekerja perlu diperhatikan
unsur penting pengembangan karir yaitu peluang untuk menggunakan
keterampilan jabatan sepenuhnya, peluang mengembangkan keterampilan
yang baru dan penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan
yang mencakup karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres
yang sangat potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (job
insecurity), promosi yang berlebihan (over promotion) dan promosi yang
kurang (under promotion) (Sopiah, 2008). Job insecurity merupakan
perubahan-perubahan

lingkungan

menimbulkan

masalah

baru

yang

mempunyai dampak pada perusahaan. Sebagai akibat adanya pekerjaan
lama yang hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Setiap reorganisasi
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan stressor kerja yang
potensial.
Over dan Under promotion adalah peluang kecil untuk promosi
yang dapat menjadi stressor pada pekerja yang merasa sudah waktunya
mendapatkan promosi. Stres yang timbul karena over promotion

23
Universitas Sumatera Utara

memberikan kondisi yang sama seperti beban kerja berlebih, harga diri yang
rendah dihayati oleh pekerja yang mendapatkan promosi terlalu dini, atau
yang

dipromosikan

ke

jabatan

yang

menuntut

pengetahuan

dan

keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
d. Hubungan di dalam Pekerjaan
Komunikasi dengan orang lain adalah hal yang dibutuhkan oleh setiap
orang, namun hal tersebut dapat menjadi sumber stres. Kondisi hubungan
kerja antara sesama rekan kerja atau atasan dapat mempengaruhi kondisi
stres pekerja. Penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat dukungan
sosial dari teman kerja maupun atasan dapat menghilangkan stres.
e. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor - faktor seperti kebijakan perusahaan, komunikasi yang tidak efektif,
tidak disertakan dalam pengambilan keputusan dan pembatasan perilaku
diduga menjadi penyebab timbulnya stres. Penelitian menunjukkan bahwa
dukungan

dari

perusahaan

kepada

pekerja

dapat

meningkatkan

produktivitas, kepercayaan diri serta menurunkan tingkat gangguan fisik dan
mental.
3. Faktor Individu
Kepekaan individu dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain ciri kepribadian
dan pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,
pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan, usia dan kecakapan (intelegensia,
pendidikan, pelatihan dan pembelajaran). Tanggung jawab terhadap orang lain
merupakan salah satu faktor individu dimana sebuah resiko atau konsekuensi

24
Universitas Sumatera Utara

dari sebuah hal yang diberikan orang lain atau ketika mendapatkan sebuah
tugas atau tanggungan dari orang lain harus dapat ditanggungjawabi oleh
individu tersebut. Sehingga menurut Ivancevich (2006) semakin banyak orang
lain yang menjadi tanggung jawab seorang individu di dalam pekerjaan maka
akan pekerja tersebut dapat mengalami stres apabila individu tersebut tidak
dapat mengorganisirnya dengan baik. Selain itu ada beberapa faktor yang
menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap stres potensial.
a. Kepribadian
Kepribadian merupakan faktor predisposisi dalam menentukan respon tubuh
terhadap stres. Kepribadian tipe A dan B merupakan jenis-jenis kepribadian
yang terdapat pada individu. Kepribadian tipe A bercirikan perilaku yang
agresif, tak sabaran, cenderung berkompetisi, tergesa-gesa,

sering

menelantarkan aspek-aspek kehidupan seperti keluarga dan sosial.
Sedangkan keperibadian tipe B, digambarkan sebagai individu easy going
dan santai.
b. Kecakapan
Kecakapan meliputi intelegensia, pendidikan, latihan dan keahlian. Individu
yang tidak mampu memecahkan masalah namun situasi tersebut merupakan
ancaman bagi dirinya dan ia mengalami stres dan menimbulkan
ketidakberdayaan, disebut distress. Sebaliknya, jika merasa mampu, dan
merasa ditantang dan motivasinya meningkat, maka dinamakan eustress.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak target

25
Universitas Sumatera Utara

yang dibuat. Hal ini akan berpotensi menimbulkan stres apabila individu
tersebut tidak dapat mencapainya.
c. Umur
Umur merupakan faktor yang sangat rentan untuk terjadinya gangguan
mental emosional. Seiring bertambahnya umur, maka semakin rentan
individu mengalami gangguan mental emosional. Walaupun demikian,
orang yang berumur sangat muda dan sangat tua lebih mudah mengalami
gangguan mental emosional apabila menghadapi stres.
d. Jenis Kelamin
Faktor perbedaan jenis kelamin berpengaruh untuk beradaptasi terhadap
stres. Banyak penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
bermakna antara pria dan wanita. Secara biologis, pekerja wanita dan pria
berbeda terutama untuk pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik berlebih.
Dalam kondisi ini wanita cenderung lebih mudah mengalami stres daripada
pria.
Menurut Mangkunegara (2008:157) Penyebab stress kerja, antara lain
beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas
pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang
tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja,
perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja.
Menurut

Handoko

(2001:201)

kondisi-kondisi

yang

cenderung

menyebabkan stres disebut stressor. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya
satu stressor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressor. Ada

26
Universitas Sumatera Utara

dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah
kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para
karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the- job”
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beban kerja yang berlebihan
2. Tekanan atau desakan waktu
3. Kualitas supervisi yang jelek
4. Iklim politik yang tidak aman
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
7. Memenduaan peranan (role ambiguity)
8. Frustasi
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan
11. Berbagai bentuk perubahan
Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang
terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan.
Adapun penyebab-penyebab stres ”off-the-job” antara lain:
1. Kekhawatiran finansial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian)
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

27
Universitas Sumatera Utara

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh
pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam
faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi
karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat
karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang
mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan
teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan
membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir
semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang
singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress
yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan
organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi

akan

mempengaruhi

peranan

seorang

karyawan

untuk

28
Universitas Sumatera Utara

memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi
tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu
dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak
sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang
berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap
dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan
tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang
karyawan dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam
suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group
(Robbins, 2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih
mengutamakan atau menekankan pada hubungan yang secara langsung
antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang
hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat
faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur
tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah

29
Universitas Sumatera Utara

muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang
timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu
kesempatan,

batasan-batasan,

atau

permintaan-permintaan

dimana

semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya
diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga,
masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan
pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada
pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam
pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap
pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

2.1.3

Teori Stres Kerja

2.1.3.1 Pengertian Stres Kerja
Menurut Rivai (2010:308), stres kerja adalah ketidakseimbangan
keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi
penting bagi dirinya. Sedangkan menurut Hasibuan (2009:204) stres kerja adalah

30
Universitas Sumatera Utara

kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Orang orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan
kekuatiran kronis.
Pengertian stres kerja menurut Mangkunegara (2008:157) adalah perasaan
tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini
tampak dari sindrom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang,
gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Dari beberapa definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa stres kerja adalah
kondisi yang muncul dari interaksi karyawan dalam menghadapi kendala,
perasaan tertekan terhadap pekerjaannya sehingga menimbulkan sympton antara
lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang dan suka menyendiri.

2.1.3.2 Akibat Stres Kerja
Menurut Robbins (2008:375) akibat dari stres dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori umum yaitu:
1. Gejala Fisiologis.
Pengaruh awal stres biasanya berupa gejala-gejala fisiologis yang dapat
menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan
tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan
memicu serangan jantung.
2. Gejala Psikologis.

31
Universitas Sumatera Utara

Ketidakpuasan kerja, kenyataannya adalah efek psikologis paling sederhana
“dari stres”. Namun stres juga muncul dalam beberapa kondisi psikologis lain,
misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang
suka menunda-nunda pekerjaan.
3. Gejala Perilaku.
Gejala-gejala stres yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam
tingkat produktivitas, kemangkiran dan perputaran karyawan, selain juga
perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara
yang gagap serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.
Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang
bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila
saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan
seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan suatu
tantangan bagi yang bersangkutan.

2.1.3.3 Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan
awal tahapan stres berjalan secara lambat dan baru dirasakan saat tahapan gejala
sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari. Amberg dalam
Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut:

a. Stres tahap I
Merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan semangat bekerja besar, penglihatan “tajam” tidak

32
Universitas Sumatera Utara

sebagaimana biasanya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya tanpa menyadari cadangan energi dihabiskan, disertai rasa gugup
yang berlebihan, merasa senang dengan pekerjaan tersebut dan semakin
bertambah semangat, tetapi tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Pada tahap ini dampak stres yang semula “menyenangkan” mulai menghilang
dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena kurang istirahat. Keluhankeluhan yang sering dikemukakan adalah merasa letih ketika bangun pagi,
merasa mudah lelah sesudah makan siang, lekas merasa capai menjelang sore
hari, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort),
detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar), otot-otot punggung
dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Merupakan keadaan yang akan terjadi apabila seseorang tetap memaksakan
dirinya dalam pekerjaan tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap
II. Keluhan-keluhan pada tahap ini seperti gangguan usus dan lambung yang
semakin nyata, ketegangan otot-otot, perasaan ketidaktenangan dan ketegangan
emosional yang semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia),
koordinasi tubuh terganggu. Pada tahapan ini, seseorang harus berkonsultasi
pada dokter atau terapis, beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh
beristirahat.
d. Stres tahap IV

33
Universitas Sumatera Utara

Tidak jarang seseorang yang memeriksakan diri ke dokter karena keluhankeluhan yang dialami pada stres tahap III, dinyatakan tidak sakit oleh dokter
dikarenakan tidak adanya kelainan fisik yang ditemukan pada organ tubuhnya.
Bila hal ini terjadi dan orang tersebut tetap memaksakan diri untuk bekerja
tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul. Gejalanya
adalah bosan terhadap aktivitas kerja yang semula terasa menyenangkan,
kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate),
ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari, gangguan pola
tidur disertai mimpi-mimpi yang menegangkan, seringkali menolak ajakan
(negativism) karena tidak ada semangat dan kegairahan, daya konsentrasi dan
daya ingat menurun dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
e. Stres tahap V
Keadaan lanjutan yang ditandai dengan keadaan kelelahan fisik dan mental
yang

semakin

mendalam

(physical

and

psychological

exhaustion),

ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan
sederhana, gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal
disorder), dan timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat serta mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang akan mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Stres pada tahap ini ditandai
dengan gejala debaran jantung teramat keras, susah bernapas (sesak dan

34
Universitas Sumatera Utara

megap-megap), sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran,
ketiadaan tenaga untuk melakukan hal-hal yang ringan, pingsan atau kolaps
(collapse).

2.1.3.4 Reaksi Stres
Menurut Helmi dalam (Safaria & Saputra, 2009), ada empat macam reaksi
stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir dan tingkah laku. Keempat
reaksi ini dapat berwujud negatif maupun positif. Reaksi yang bersifat negatif
antara lain sebagai berikut:
1. Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah
marah, sedih dan tersinggung.
2. Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti pusing,
nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit dan
rambut rontok.
3. Reaksi proses berpikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit
berkonsentrasi, mudah lupa, dan sulit megambil keputusan.
4. Reaksi perilaku, biasanya tampak dari perilaku-perilaku menyimpang seperti
minum-minuman beralkohol, mengkonsumsi obat-obatan, frekuensi merokok
meningkat, dan menghindari bertemunya teman.

35
Universitas Sumatera Utara

2.1.3.5 Dampak Stres Kerja
a. Pada Perusahaan
Schuller (2001:53) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang
berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan. Secara singkat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa :
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial
yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan
biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
b. Pada Karyawan
Menurut Gitosudarmo (2000:54) dampak stres kerja dapat menguntungkan atau
merugikan karyawan. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu
karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat sebaikbaiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan
dampak yang merugikan karyawan. Dampak- dampak dari stres kerja meliputi:
a. Faktor fisik seperti meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kolesterol
dan penyakit jantung koroner.
b. Faktor psikologi seperti ketidakpuasan kerja, murung, rendahnya
kepercayaan dan mudah marah.

36
Universitas Sumatera Utara

c. Faktor organisasi seperti ketidakhadiran, keterlambatan, rendahnya prestasi
kerja dan sabotase.

2.2

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Ria (2015) yang berjudul " Pengaruh Stres Kerja dan Konflik
Kerja terhadap Kinerja Karyawan Jambuluwuk Malioboro Bolutique Hotel
Yogyakarta", dimana hasil penelitian menemukan bahwa: Stres kerja berpengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan Jambuluwuk Malioboro Boutique Hotel
Yogyakarta. Konflik kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan
Jambuluwuk Malioboro Boutique Hotel Yogyakarta. Stres kerja dan konflik kerja
secara simultan berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan Jambuluwuk
Malioboro Boutique Hotel Yogyakarta.
Michael (2012) dengan judul "Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap
Stres Kerja dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pra Purna Karya di
Damatex Salatiga" hasil penelitian menunjukkan program pensiun dan persiapan
pensiun tidak mempengaruhi stres di karyawan di dalmatex salatiga. Dukungan
sosial tidak mempengaruhi stres. Namun faktor individu mempengaruhi stres, dan
stres memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karawan dalmatex salatiga.
Zivo (2011) dengan judul "Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik
Kerja Terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan

Umum Pemerintahan

Kabupaten Batu Bara" hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor
dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job

37
Universitas Sumatera Utara

stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja,
pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap
kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja
pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.
Jesayas (2010) dengan judul "Analisis Pengaruh Konflik Dan Stres Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang"
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa konflik kerja yang terjadi pada
mengarah kepada terciptanya prilaku pegawai menjadi lebih bersemangat,
timbulnya inovasi, dorongan melakukan perubahan dan menciptakan teknik kerja
yang kreatif. Sedangkan stres kerja disebabkan oleh kelebihan beban kerja,
ketidakpastian karir dan tingkat partisipasi yang kurang dari pegawai diharapkan
dapat dikelola dengan baik sehingga mengurangi tingkat stres kerja pegawai.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Secara serempak konflik dan stres
kerja berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap kinerja pegawai
pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang. Secara parsial konflik dan stres kerja
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang
Sidikalang. Variabel konflik menjadi variabel yang paling dominan terhadap
kinerja pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang. (2) Secara serempak

38
Universitas Sumatera Utara

kelebihan beban kerja, pengembangan karir, iklim organisasi, dan kepemimpinan
berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap stres kerja pegawai pada
PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang. Secara parsial kelebihan beban kerja,
pengembangan karir, dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap stres
kerja pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang. Sedangkan satu variabel
independen yaitu variabel kepemimpinan secara parsial tidak berpengaruh
terhadap stres pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang. Dari seluruh
variabel independen, variabel kelebihan beban kerja menjadi variabel yang paling
dominan terhadap stres kerja pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Sidikalang.
Setiawan (2009) dengan judul “Analisis Faktor-faktor Pemicu Stres
(Stressors) Terhadap Stres Kerja Internal Auditor PT. Bank Negara Indonesia
(PERSERO) Tbk”. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, variabel

stressors

pekerjaan (kelebihan beban kerja kualitatif dan kuantitatif, kemajuan karir,
ruang lingkup pekerjaan, tanggung jawab kepada orang lain dan tekanan
waktu) memiliki pengaruh positif terhadap stres kerja yang dialami internal
auditor. Sementara itu, variabel stressors organisasi maupun stressors sosial
tidak memiliki pengaruh terhadap stres kerja internal auditor
Jurnal penelitian pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Simona Gilboa,
Arie Shirom, Yitzhak Fried dan Cary Cooper dengan judul “A Meta-Analysis of
Work Demand Stressors and Job Performance : Examining Main and Moderating
Effects” menunjukkan dengan pasti bahwa stressor mempunyai pengaruh yang
signifikan dan berkorelasi negatif terhadap job performance.

39
Universitas Sumatera Utara

Selain itu jurnal penelitian pada tahun 2006 yang dilakukan oleh Anis Siti
Hartati dengan judul “Pengaruh Stressor dan Konflik Kerja terhadap Kinerja
Karyawan Studi Empiris pada PT. Pertamina (Persero) UP IV Cilacap”
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel stressor dan
konflik kerja secara parsial dan bersama sama terhadap kinerja karyawan pada PT.
Pertamina (Persero) UP IV Cilacap.
Dengan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh peneliti sebelumnya
tersebut, maka peneliti terdorong untuk menguji pengaruh job stressor terhadap
stres kerja dan dampaknya terhadap kinerja pegawai dengan mengambil tempat
penelitian di instansi pemerintah, yaitu pada Kantor Pertanahan Kabupaten
Simalungun.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
dan
Tahun
Penelitian
Ria
(2015)

Judul

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

Pengaruh
Stress
Kerja dan Konflik
Kerja
terhadap
Kinerja
Karyawan
Jambuluwuk
Malioboro Bolutique
Hotel Yogyakarta

Variabel dependen :
Kinerja Karyawan
Variabel Independen
: Stress Kerja dan
Konflik Kerja

Stres kerja berpengaruh
negatif terhadap kinerja
karyawan
Jambuluwuk
Malioboro Boutique Hotel
Yogyakarta. Konflik kerja
berpengaruh
negatif
terhadap kinerja karyawan
Jambuluwuk
Malioboro
Boutique
Hotel
Yogyakarta. Konflik kerja
secara
simultan
berpengaruh
negatif
terhadap kinerja karyawan
Jambuluwuk
Malioboro
Boutique
Hotel
Yogyakarta.

40
Universitas Sumatera Utara

Michael
(2012)

Faktor-faktor yang
Berpengaruh
Terhadap Stres Kerja
dan
Dampaknya
Terhadap
Kinerja
Karyawan Pra Purna
Karya di Damatex
Salatiga

Variabel dependen :
Fakrtor-faktor Stres
Kerja
Variabel independen
: Stres Kerja dan
Kinerja Karyawan

Program
pensiun
dan
persiapan pensiun tidak
mempengaruhi stres di
karyawan di dalmatex
salatiga . Dukungan sosial
tidak mempengaruhi stres.
Namun faktor individu
mempengaruhi stres, dan
stres memiliki pengaruh
yang
positif
terhadap
kinerja karawan dalmatex
salatiga.

Zivo
(2011)

Analisis
Pengaruh
Job Stressor dan
Konflik
Kerja
Terhadap
kinerja
Pegawai
Dinas
Pekerjaan
Umum
Pemerintahan
Kabupaten Batu Bara

Variabel dependen :
Kinerja Pegawai
Variabel independen
: Job Stressor dan
Konflik Kerja

Jesayas
(2010)

Analisis
Pengaruh
Konflik Dan Stres
Kerja
Terhadap
Kinerja
Pegawai
Pada
PT.
Bank
Sumut
Cabang
Sidikalang

Variabel dependen :
Kinerja Pegawai
Variabel independen
: Konflik dan Stress
Kerja

Setiawan
(2009)

Analisis
Faktorfaktor Pemicu Stres
(Stressors) Terhadap
Stres Kerja Internal
Auditor PT. Bank
Negara
Indonesia
(PERSERO) Tbk.

Variabel dependen :
Stres Kerja
Variabel independen:
Stressors

Secara
serempak
job
stressor dan konflik kerja
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja. Secara
parsial job stressor dan
konflik memiliki pengaruh
negatif dan signifikan
terhadap kinerja, pengaruh
job stressor lebih dominan
dibandingkan
dengan
konflik kerja terhadap
kinerja Pegawai Dinas
Pekerjaan
Umum
Kabupaten Batu Bara.
Secara serempak konflik
dan stres kerja berpengaruh
sangat signifikan (high
significant)
terhadap
kinerja pegawai pada PT.
Bank
Sumut
Cabang
Sidikalang. Secara parsial
konflik dan stres kerja
berpengaruh
signifikan
terhadap kinerja pegawai
pada PT. Bank Sumut
Cabang
Sidikalang.
Variabel konflik menjadi
variabel
yang
paling
dominan terhadap kinerja
pegawai pada PT. Bank
Sumut Cabang Sidikalang
Berdasarkan
hasil
pengujian
hipotesis,
variabel stressors pekerjaan
(kelebihan
beban kerja kualitatif dan
kuantitatif, kemajuan karir,
ruang lingkup pekerjaan,

41
Universitas Sumatera Utara

Gilboa
(2008)

Anis
(2006)

2.3

“A Meta-Analysis of
Work
Demand
Stressors and Job
Performance
:
Examining Main and
Moderating Effects”
Pengaruh
Stressor
dan Konflik Kerja
terhadap
Kinerja
Karyawan
Studi
Empiris pada PT.
Pertamina (Persero)
UP IV Cilacap

tanggung jawab kepada
orang lain dan tekanan
waktu) memiliki pengaruh
positif
terhadap stres kerja yang
dialami internal auditor.
Sementara itu, variabel
stressors
organisasi
maupun stressors sosial
tidak memiliki pengaruh
terhadap stres kerja
internal auditor.
Variabel dependen : Stressor
mempunyai
Stressor
pengaruh yang signifikan
Variabel independen dan berkorelasi negatif
: Job Performance
terhadap job performance.

Variabel dependen :
Kinerja Karyawan
Variabel independen
:
Stressor
dan
Konflik Kerja

Menunjukkan
bahwa
terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel
stressor dan konflik kerja
secara
parsial
dan
bersamasama
terhadap
kinerja karyawan pada PT.
Pertamina (Persero) UP IV
Cilacap.

Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui
dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara
teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel
terikat. Menurut Indriyantoro dan Supomo (2002), kerangka konseptual
merupakan dasar pemikiran peneliti untuk dikomunikasikan dengan orang lain
sehingga hasilnya dapat dimengerti oleh orang lain dan memungkinkan untuk
direplikasi atau diekstensi oleh peneliti lain.

42
Universitas Sumatera Utara

1. Pengaruh Job Stressor Terhadap Stres Kerja
Job Stressor secara umum adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang dan menyebabkan stres. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor
organisasional, faktor lingkungan dan faktor individu. Beban kerja, tekanan atau
desakan waktu, perubahan teknologi dan ekonomi, kemenduaan peran (role
ambiguity) dan masalah rumah tangga (keluarga) merupakan beberapa indikator
job stressor dari sekian banyak job stressor, indikator tersebut merupakan
fenomena yang menonjol di Kantor Pertanahan Kabupaten Simalungun.
Beban kerja berlebihan akan membuat pegawai merasa tertekan dengan
pekerjaanya, mereka merasa pekerjaan yang dibebankan terlalu berat sehingga
kuantitas kerja yang dihasilkan pegawai tidak maksimal. Selain itu waktu kerja
yang terlalu pendek dan kurangnya rasa tanggung jawab pegawai untuk
menyelesaikan pekerjaan menyebabkan pegawai tidak dapat menyelesaikan
pekerjaan tepat pada waktunya sehingga pegawai sering melakukan kerja lembur
untuk meyelesaikan pekerjaan. Pegawai yang telah melakukan pekerjaan ingin
mendapatkan respon yang baik dari atasan maupun teman sekerja, akan tetapi
ketika mereka tidak mendapatkan respon tersebut maka pegawai akan merasa
pekerjaannya tidak dihargai dan akan menurunkan kualitas pekerjaannya.
Kemenduaan peran (Role Ambiguity) termasuk juga salah satu indikator
dari Job Stressor, ketika setiap pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi
dia tidak diberikan informasi yang jelas mengenai prosedur kerja yang harus
dilakukan tentu pegawai tersebut akan mengalami stres karena tidak mampu
menempatkan dirinya dalam posisi yang tepat ketika didalam pekerjaan.

43
Universitas Sumatera Utara

Pegawai yang memiliki masalah pribadi (keluarga) akan mempengaruhi
kualitas kerja, masalah-masalah tersebut secara tidak langsung akan membuat
pegawai merasa tertekan dan tidak fokus dalam pekerjaan.
2. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Stres kerja merupakan satu situasi yang mungkin dialami manusia pada
umumnya dan pegawai pada khususnya di dalam sebuah organisasi atau
perusahaan. Stres menjadi masalah yang penting karena situasi itu dapat
mempengaruhi karyawan sehingga perlu penanganan dalam upaya mencapai
tujuan perusahaan. Adanya indikator Job Stressor seperti beban kerja, tekanan
atau desakan waktu, perubahan teknologi dan ekonomi, kemenduaan peran (role
ambiguity) dan masalah rumah tangga (keluarga) yang menjadi pemicu terjadinya
stres kerja. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya, baik dalam arti
lingkungan pekerjaan maupun di luarnya. Artinya pegawai yang bersangkutan
akan menghadapi berbagai gejala yaitu gejala fisiologi, gejala psikologi dan gejala
perilaku yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerjanya. Teori yang mendukung
menurut Robbins (2008:375) akibat-akibat stres dapat dikelompokkan sebagai
berikut, gejala fisiologi, gejala psikologi dan gejala perilaku.
Gejala fisiologi yang dialami karyawan seperti sakit kepala, lemas, sakit
perut dan gemetar ini disebabkan karena adanya beban kerja yang diberikan
terlalu berlebihan. Selain itu perusahaan mempekerjakan karyawan diatas jam
kerja yang telah ditentukan tanpa memberikan fasilitas yang memadai.

44
Universitas Sumatera Utara

Gejala psikologi yang dialami karyawan seperti ketegangan, murung,
kecemasan, dan marah ini disebabkan karena waktu istirahat yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan tidak sesuai dengan kebutuhan karyawan. Karyawan
merasa ini menjadi tekanan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga
menimbulkan stres.
Gejala perilaku yang dialami karyawan seperti bermalas-malasan,
kehgelisahan, kehilangan selera makan, dan menunda pekerjaan ini disebabkan
karena kurang pedulinya pimpinan terhadap kondisi karyawan merupakan keluhan
yang dialami karyawan sehingga hasil kinerja kurang memuaskan. Seorang
karyawan dikatakan memiliki kinerja baik, jika beban kerja yang ditetapkan
tercapai dan jika realisasi hasil kerja lebih tinggi dari pada yang ditetapkan
perusahaan.
3. Hubungan Job Stressor, Stres Kerja dan Kinerja
Menurut Gibson (1996: 348) mengatakan bahwa sumber stres atau stressor
kerja yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tingkat stres kerja tinggi, karyawan
berprestasi rendah, sukar tidur, lekas marah, kesalahan meningkat, keraguan
dalam bekerja yang akhirnya mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Model
hubungan stressor, stress dan kinerja karyawan dapat disajikan pada gambar
berikut:

45
Universitas Sumatera Utara

Tinggi

Kinerja

Rendah
Tinggi

Stres kerja

Rendah

Tinggi

Stress Kerja

Tinggi

Sumber: Robin (2007:801)

Gambar 2.1
Hubungan U-Terbalik antara Stres dan Kinerja

Logika yang mendasari hubungan U-Terbalik ini adalah bahwa stres pada
tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan
untuk bereaksi. Pada saat itulah individu melakukan tugasnya dengan lebih baik,
lebih intensif, atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stres menempatkan tuntutan
yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang, yang mengakibatkan
kinerja menjadi lebih rendah.
Pola U-Terbalik ini juga menggambarkan reaksi terhadap stres sepanjang
waktu, dan terhadap perubahan intensitas stres. Artinya stres tingkat sedang dapat
mempunyai pengaruh yang negatif pada kinerja jangka panjang karena intensitas
stres yang berkelanjutan itu meruntuhkan individu itu dan melemahkan sumber
daya energinya. Tingkat sedang dari stres yang dialami terus menerus selama

46
Universitas Sumatera Utara

waktu yang panjang dapat mengakibatkankinerja yang lebih rendah. Meskipun
model U-Terbalik ini populer dan secara intuisi menarik namun model ini tidak
mendapatkan banyak dukungan empiris, sehingga para peneliti maupun para
manajer perusahaan harus berhati-hati dalam mengandaikan bahwa model ini
dengan tepat melukiskan hubungan stres – kinerja.
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan pustaka, dan hasil penelitian
terdahulu, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut ini :
JOB
STRESSOR (X)
Faktor
Organisasional(X1)
Faktor
Lingkungan(X2)
Faktor Individu(X3)

STRES KERJA
(Y1)

KINERJA
(Y2)

- FISIOLOGIS
- PSIKOLOGIS
- PERILAKU

Sumber: Robin (2007:801)

Gambar 2.2
Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual di atas, dapat diketahui bahwa dalam penelitian
ini merupakan variabel independen adalah job stressor, variabel intervening stres
kerja sedangkan variabel dependennya adalah kinerja pegawai.

47
Universitas Sumatera Utara

2.4

Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena

atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan
pernyataan peneliti tentang hubungan antara variable-variabel dalam penelitian,
serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Hipotesis juga berupa
pernyataan mengenai konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika menunjuk
pa