Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara

(1)

ANALISIS PENGARUH

JOB STRESSOR

DAN KONFLIK KERJA

TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN

UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Oleh

ZIVO MADRESTY HUTABARAT

NIM 097019040/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS PENGARUH

JOB STRESSOR

DAN KONFLIK KERJA

TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN

UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ZIVO MADRESTY HUTABARAT

097019040/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH JOB STRESSOR DAN

KONFLIK KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

Nama Mahasiswa : Zivo Madresty Hutabarat

Nomor Pokok : 097019040

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

(Dr. Prihatin Lumbanraja, SE,M.Si.) (Dr. Arlina Nurbaity Lubis,SE, M.B.A.

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr, Paham Ginting, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si.

Anggota : 1. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A.

2. Prof. Dr. Paham Ginting, MS

3. Dr. Khaira Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak. 4. Drs. Syahyunan, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: “Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya,

Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.

Medan, Desember 2011 Yang membuat pernyataan


(6)

ABSTRAK

Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.

Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.

Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara


(7)

ABSTRACT

One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.

This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.

The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple

regression analysis with α = 95%.

The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara.” Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana Magister Ilmu Manajemen pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa program studi Magister Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Manajemen dan Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan arahan dan tuntunannya selama ini.


(9)

4. Ibu Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., Selaku anggota Komisi Pembimbing, atas bimbingan, dukungan dan arahan yang diberikan selama penyusunan tesis ini.

5. Bapak Dr. Paham Ginting, MS., Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., Ibu Dr. Khaira Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak. Selaku dosen pembanding atas saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.

6. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, beserta seluruh pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara dan teman-teman yang telah mendukung dalam penelitian ini

7. Teristimewa buat kedua orang tua dan adik-adikku tercinta, yang telah memberikan dukungan, bantuan, semangat, pengertian, pengorbanan selama proses pendidikan hingga terselesainya tesis ini.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan guna perbaikan selanjutnya, serta semoga bermanfaat.

Medan, 29 Desember 2011 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Zivo Madresty Hutabarat, lahir di Pontianak pada tanggal 11 Juli 1985, anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan ayahanda M. Nur Hutabarat dan ibunda Ivo Fresty Wahyuni.

Sekolah Dasar di SD Taman Asuhan Pematang Siantar tamat dan lulus tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi Medan tamat dan lulus tahun 2000, Sekolah Menengah Umum di SMU Al-Azhar Medan tamat dan lulus tahun 2003. Melanjutkan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Sumatera Utara tamat dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2009 melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sejak tahun 2008 sampai dengan saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Batu Bara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 9

2.2.1.... Teori tentang Kinerja Pegawai ... 9

2.2.1.1. ... Penger tian Kinerja ... 9

2.2.1.2. ... Evalua si Kinerja ... 11

2.2.1.3. ... Sistem Pengukuran Kinerja ... 11

2.2.1.3.1. Dasar Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja ... 13


(12)

2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran

Kinerja ... 15

2.2.2. Teori tentang Job Stressor ... 16

2.2.2.1. Pengertian Job Stressor ... 16

2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor... 19

2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja ... 23

2.2.3.1. Pengertian Konflik ... 23

2.2.3.2. Tingkatan Konflik ... 25

2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik ... 27

2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik ... 31

2.3. Kerangka Konseptual ... 34

2..4 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.7.1. Uji Validitas ... 40

3.7.2. Uji Reliabilitas ... 42

3.8. Motode Analisis Data ... 43

3.9. Uji Asumsi Klasik ... 46

3.9.1. Uji Normalitas ... 46

3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 47


(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Hasil Penelitian ... 49

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

4.1.1.1. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 49

4.1.1.2. Visi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51

4.1.1.3. Misi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51

4.1.1.4. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 52

4.1.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 53

4.1.2. Karakteristik Responden ... 61

4.1.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 61

4.1.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62

4.1.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.1.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63

4.1.3. Analisis Statistik Deskripsi ... 64

4.1.3.1. Tanggapan Responden Mengenai Job Stressor ... 64

4.1.3.2. Tanggapan Responden Mengenai Konflik Kerja ... 66

4.1.3.3. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Pegawai ... 68

4.1.4 Analisis Statistik Inferensial ... 71

4.1.4.1. Uji Asumsi Klasik ... 71

4.1.4.1.1. Hasil Uji Normalitas ... 71

4.1.4.1.2. Hasil Uji Multikoliniaritas ... 71


(14)

4.1.4.2. Hasil Regresi Linier Berganda ... 72

4.1.4.2.1. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74

4.1.4.2.2. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial... 75

4.1.4.2.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 76

4.2. Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 79


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian: Variabel, Definisi Operasional,

Indikator, dan Skala Ukuran ... 39

3.2. Uji Validitas Instrument Penelitian ... 41

3.3. Uji Reliabilitas Instrument Penelitian ... 43

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 61

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63

4.5. Tanggapan Responden atas Job Stressor ... 64

4.6. Tanggapan Responden atas Konflik Kerja ... 66

4.7. Tanggapan Responden Mengenai atas kinerja Pegawai ... 68

4.8 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 71

4.9. Hasil Uji Multikolinearitas ... 71

4.10. Hasil Uji Heteroskedatisitas ... 72

4.11. Hasil Regresi Linier Berganda ... 73

4.12. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74

4.13. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial ... 75


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konseptual ... 35 4.1. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kab. Batu Bara... 52


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 90

2. Data Penelitian ... 93

3. Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Penelitian... 106

4. Hasil Regresi Penelitian ... 108

5. Uji Normalitas ... 109

6. Uji Glejser ... 110


(18)

ABSTRAK

Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.

Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.

Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara


(19)

ABSTRACT

One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.

This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.

The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple

regression analysis with α = 95%.

The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Setiap perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki seoptimal mungkin, dalam arti perusahaan harus dapat menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga diharapkan dapat menghadapi para pesaingnya. Salah satu permasalahan yang dihadapi perusahaan atau organisasi adalah mencari metode yang tepat untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber daya manusia secara efektif dan efisien. Meskipun terdapat banyak teori tentang manajemen sumber daya manusia, namun pada prakteknya untuk mencapai hal tersebut bukan merupakan satu hal yang mudah, sebab sumber daya manusia ini terdiri dari berbagai manusia dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Pada zaman sekarang banyak organisasi yang mengubah konsep operasional dalam manajemen sumber daya manusia, yang dulunya organisasi memperlakukan pegawai secara individu tetapi sekarang para pegawai tersebut diperlakukan sebagai bagian dari suatu kelompok atau tim kerja dalam suatu kelompok, dengan tujuan dapat mengoptimalkan aspek sosial, teknis serta kinerja dari individu itu sendiri dalam lingkungan kerja. Dalam suatu kelompok atau tim kerja terdiri dari berbagai


(21)

macam individu dengan berbagai latar belakang, pendidikan, dan sifat yang berbeda sehingga konflik dapat muncul setiap saat. Jika suatu konflik tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat berdampak buruk bagi kelompok secara langsung maupun kinerja organisasi secara tidak langsung.

Di samping, konflik dapat terjadi pada setiap organisasi, maka konflik dapat menyebabkan akibat bagi organisasi tersebut. Akibat itu, dapat merupakan hal yang negatip, tetapi dapat juga merupakan hal yang positip, bergantung bentuk konflik itu sendiri. Pada hakikatnya konflik tidak bisa dihindari tetapi bisa diminimalkan agar konflik tidak mengarah keperpecahan, permusuhan bahkan mengakibatkan suatu organisasi mengalami kerugian. Tetapi jika konflik dapat diolah dengan baik maka suatu organisasi memperoleh keuntungan yang maksimal seperti menciptakan persaingan sehat antar karyawan. Jadi, pihak manajemen harus dapat menangkap gejala-gejala dan indikator-indikator konflik yang berdampak konstruktif dan konflik yang berdampak destruktif. Pihak manajemen harus benar-benar jeli dalam melihat, memperhatikan dan merasakan perilaku-perilaku karyawannya agar konflik yang berdampak negatip dapat ditekan

Stres dan konflik merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam organisasi. Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan pegawai terhadap apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di luar lingkungan kerja pegawai. Stress bisa terjadi karena faktor-faktor yang menyebabkannya, atau bisa juga disebut job stressor. Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi mental


(22)

seseorang. Konflik kerja dalam organisasi merupakan ketidaksesuaian antara dua individu atau kelompok dalam suatu perusahaan atau organisasi yang timbul karena ada kenyataan bahwa pihak satu dengan yang lain harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja dan atau kenyataan kedua belah pihak mempunyai status, tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda-beda. Job stressor dan konflik kerja dapat menimbulkan dampak yang positip dan negatip terhadap organisasi atau perusahaan, itu semua tergantung pada sifat stres pekerjaan dan konflik itu sendiri dan bagaimana cara mengatasinya. Konflik dapat berperan positip (fungsional), tetapi dapat pula berperan negatip (disfungsional). Ini berarti konflik harus dapat dikelola sebaik-baiknya, karena potensial untuk dapat berkembang “positip” dan ”negatip” dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuannya.

Job stressor dan konflik kerja merupakan masalah yang timbul pada pegawai pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Masalah yang dihadapi pegawai bisa bersifat sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat, tergantung seberapa besar kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya. Apabila setiap persoalan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dapat terselesaikan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan dapat menimbulkan dampak positip bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam meningkatkan kinerjanya, sebaliknya, apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan kinerja pegawai, karena masalah yang terjadi secara terus menerus dan dihadapi oleh pegawai dapat


(23)

menimbulkan stres dan konflik yang berkepanjangan sehingga akan dapat menimbulkan dampak yang negatip.

Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu perusahaan atau selama periode tertentu. Suatu organisasi atau perusahaan yang memiliki pegawai yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja organisasi atau perusahaan tersebut juga baik, sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (pegawai) dengan kinerja organisasi atau perusahaan, hal ini juga berlaku bagi pegawai negeri yang bekerja di Pemerintah Pusat, Pemerintah Kota, maupun Pemerintah Kabupaten.

Kabupaten Batu Bara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia yang memiliki beberapa dinas-dinas sebagai pelaksana kebijakan pemerintah di antaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum. Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara bekerja di berbagai bagian atau sub dinas, dimana bagian bagian tersebut saling berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan dari pendapatan, gaji, kondisi kerja, mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup dalam kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan Maslow, di mana perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan bidang pekerjaan suatu individu pegawai/pegawai tersebut.


(24)

Fenomena melatarbelakangi penelitian ini adalah tingginya beban kerja di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara menimbulkan job stressor dan konflik kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja pegawai. Job stressor yang paling nyata adalah stressor yang datang dari individu dan stressor yang datang dari lingkungan kerja, maupun stressor yang bersumber dari teknis maupun non-teknis, misalnya perbedaan nilai kompensasi di luar gaji yang berbeda antara seorang pegawai dengan pegawai lain di mana banyak pegawai merasa banyak melakukan pekerjaan tetapi kompensasi yang mereka terima lebih kecil dari pegawai yang sedikit pekerjaannya, demikian pula dari segi promosi dimana banyak pegawai merasa pengangkatan pimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara baik sebagai kepala seksi, kepala bagian dan lain lain, bukan dinilai dari kinerja tetapi dikarenakan pegawai tersebut mempunyai kedekatan hubungan dengan pimpinan. Kinerja pegawai dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara juga sangat rendah hal ini ditunjukkan dengan waktu penyelesaian pekerjaan yang cukup lama khususnya apabila pekerjaan tersebut berhubungan dengan administrasi, Dinas PU Kabupaten Batu Bara harus membuat laporan mingguan dan laporan bulanan untuk setiap proyek yang sedang berjalan, laporan mingguan ini sering baru selesai setelah dua minggu demikian juga dengan laporan bulanan tidak pernah selesai pada waktu yang telah ditetapkan, pada umumnya rendahnya kinerja ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan sumber daya manusia yang bekerja di kantor ini, khususnya apabila berhubungan dengan komputer dan penyusunan anggaran keuangan ataupun pembukuan.


(25)

Konflik yang timbul terjadi antara unit kerja dan antar seksi (intergroup conflict), karena beranggapan bahwa seksi atau bagian kerja merekalah yang paling memiliki target yang terlalu besar dan beranggapan seksi lain memiliki target yang terlalu kecil. Hal ini dapat menimbulkan kecumburuan dan rasa ketidakadilan oleh pegawai.

Adanya berbagai bentuk stres pekerjaan, konflik kerja, perbedaan tanggapan atau pengelolaan konflik individu dan akibatnya terhadap kinerja pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh job stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara secara simultan maupun parsial.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, sebagai masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan, strategi dan program kerja dalam meningkatkan kinerja pegawai di instansi tersebut

2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan, membuka cakrawala berpikir dan menambah wawasan mengenai job stressor, konflik kerja dan kinerja pegawai. 3. Peneliti selanjutnya, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sama


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Murtiningrum (2006) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress pekerjaan dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Bank BCA Cabang Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh stress pekerjaan dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan, dan untuk mengetahui faktor mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang Semarang. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stress pekerjaan dan konflik kerja memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang Semarang dengan job stressor memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang Semarang.

Diansyah (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Job stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Surakarta”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh job stressor terhadap kinerja karyawan. 2). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh konflik kerja terhadap


(28)

kinerja karyawan. 3). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama antara job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Data penelitian diolah dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan 1). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job stressor terhadap kinerja karyawan. 2). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari konflik kerja terhadap kinerja karyawan. 3) job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori tentang Kinerja Pegawai 2.2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika, (Sentono, 2001).

Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Sejauhmana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut level of performance. Pada umumnya kinerja atau performance diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (Nurhayati, 2003).


(29)

Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).

Sedangkan menurut Malthis dan Jackson dalam Tobing (2007) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.

Selanjutnya definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2002) bahwa ”Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2002) terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:

1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan

2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan 3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan

4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan 2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,

3. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan


(30)

2.2.1.2. Evaluasi Kinerja

Menurut Glueck dalam Tobing (2007) evaluasi kinerja adalah kegiatan penentu sampai pada tingkat mana seorang karyawan melakukan tugasnya secara efektif. Sedang menurut Beach dalam Tobing (2007) tujuan dan kegunaan evaluasi kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

1. Hasil evaluasi kinerja karyawan dapat menjadi sarana untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja karyawan.

2. Hasil evaluasi kinerja dapat menunjukkan kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan.

3. Evaluasi formal dan berkala akan mendorong penyelia untuk selalu mengobservasi perilaku bawahan.

4. Evaluasi kinerja dapat membantu pihak manajemen dalam pengambilan keputusan tentang promosi, pengalihan tugas, dan PHK untuk pegawai yang senantiasa menampilkan kinerja yang buruk.

5. Banyak organisasi yang menghubungkan besar dan kenaikan imbalan dengan hasil penilaian dan evaluasi kinerja.

2.2.1.3. Sistem Pengukuran Kinerja

Sistem pengukuran kinerja suatu organisasi/perusahaan adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu pimpinan menilai pencapaian suatu strategi, bisa


(31)

melalui alat ukur finansial maupun non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi/perusahaan karena pegukuran kinerja dapat diperkuat dengan menetapkan sistem reward dan punishment.

Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal. Pertama pengukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja dimana ukuran kinerja ini nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi/perusahaan fokus pada tujuan dan sasaran program kerja, hal ini nantinya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Kedua, ukuran kinerja suatu perusahaan digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuat keputusan. Ketiga, ukuran kinerja suatu perusahaan dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban kepada atasan dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Secara umum tujuan pengukuran kinerja adalah:

1. Menetapkan target target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakteristikkan oleh komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan tindakan 2. Menggunakan ukuran ukuran prestasi yang dapat diandalakan, terbuka dan

objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan, dan menyediakan umpan balik bagi orang yang menilai.

3. Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya, timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian kepada kebutuhan pelatihan dan pengembangan pribadi.


(32)

4. Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan untuk meningkatkan ketrampilan) yang mengikuti proses penilaian

5. Menjanjikan hasil hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan karyawan, pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan pencapaian sasaranorganisasi dalam kondisi dimana keharmonisan anstara sasaran individu dan organisasi. (Tobing, 2007)

2.2.1.3.1. Dasar Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja

Terdapat tujuh kriteria yang sebaiknya dipenuhi oleh organisasi dalam merancang sistem pengukuran kinerja yang baru agar dapat menjadi organisasi yang bagus, yaitu:

1. Sistem Pengukuran kinerja yang dirancang hendaknya berkaitan langsung dengan strategi yang diterapkan perusahaan.

2. Variabel-variabel sebaiknya diukur menggunakan ukuran ukuran non finansial 3. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus fleksibel dan bervariasi

tergantung dari lokasi organisasi.

4. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus bersifat dinamis, selalu diperbaharui seing dengan perubahan waktu

5. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus sederhana dan mudah dioperasikan

6. Pengukuran harus memungkinkan adanya umpan balik (feedback) yang cepat bagi operator dan manajer yang bertanggung jawab, agar dapat diambil tindakan sesegara mungkin dalam melaksanakan proses perbaikan


(33)

7. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus ditujukan pada proses perbaikan bukan sekedar pemantauan. (Maskell, 2001)

Globerson dalam Stoop (2004) memberikan beberapa kriteria yang hampir sama dan menambahkan kriteria lain yang lebih lengkap, yaitu:

1. Kriteria kinerja yang akan diukur dalam setiap level organisasi harus berasal dari tujuan perusahaan.

2. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus memungkinkan untuk digunakan sebagai alat membandingkan anatar perusahaan sejenis (benchmarking)

3. Tujuan perancangan sistem pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas sejak awal

4. Metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan digunakan dalam sistem pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas.

5. Dalam penentuan besaran variabel, penggunaan rasio variabel lebih disukai dibandingkan dengan penggunaan angka absolut

6. Kriteria kinerja yang dirancang harus di bawah kendali unit organisasi yang berhak mengevaluasi

7. Kriteria kinerja kuantitatif lebih disukai daripada kualitatif

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus dapat mengakomodasikan sistem operasi dari sebuah perusahaan. Dengan mengetahui sistem operasi perusahaan tersebut diharapkan perancangan sistem pengukuran kinerja dapat selalu mutakhir terhadap perkembangan zaman.


(34)

2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja

Perancangan sistem pengukuran kinerja dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu:

1. Tahap fondasi, yaitu pemahaman atas pedoman prinsip yang harus dijadikan sebagai fondasi bagi rancangan sistem pengukuran kinerja, tahap fondasi ini terbagi atas: 1) mudah dimengerti 2) berorientasi jangka panjang 3) berdasarkan atas basis waktu 4) fokus pada perbaikan berkelanjutan 5) menggunakan pendekatan kuantitatif

2. Tahap Informasi Dasar, yaitu informasi dasar yang diperlukan sebagai masukan dalam perancangan pengukuran kinerja menyangkut lingkungan usaha yang saat ini sedang digeluti, yang terdiri dari informasi tentang industri, pemerintah dan masyarakat, pasar, produk, dan pesaing.

3. Tahap Perancangan, yaitu langkah perancangan sistem pengukuran kinerja yang terdiri atas penentuan visi, misi, strategi, dan kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar penentuan variabel kinerj, keterkaitan antar variabel, dan kaji banding (benchmarking) yang akan diambil

4. Tahap penerapan, pada tahap ini merupakan tahap penerapan rancangan yang meliputi display yang akan didukung, laporan yang akan dirancang, sosialisasi sistem pengukuran kinerja kepada seluruh karyawan, analisis manfaat / biaya bagi penerapan sistem pengukuran kinerja, modifikasi proses jika diperlukan, pelatihan


(35)

yang harus disertakan, sumber daya yang akan terlibat dalam penerapan, dan kedudukan sistem pengkuran kinerja saat ini terhadap sistem pengukuran kinerja yang baru. Pada saat penerapan, harus diuji apakah sistem pengukuran kinerja tersebut telah dapat mengakomodasikan empat hal utama, yaitu: 1) pengukuran 2) evaluasi 3) diagnosis 4) dan tindak lanjut yang diperlukan jika kinerja perusahaan menyimpang dari standar yang ditetapkan.

5. Tahap penyegaran. Tahap ini merupakan langkah evaluasi terhadap kemutakhiran sistem pengukuran kinerja yang dirancang dengan mempertimbangkan informasi dan perkembangan pengetahuan terkini. (Wibisono, 2006)

2.2.2. Teori tentang Job Stressor

2.2.2.1. Pengertian Job Stressor

Stres adalah tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Ada beberapa alasan mengapa masalah stress yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini, yaitu: 1. Masalah stress adalah masalah yang akhir akhir ini hangat dibicarakan dan

posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas karyawan

2. Selain dipengaruhi oleh faktor faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari dalam organisasi. 3. Pemahaman akan sumber sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap

cara cara mengatasinya adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif.


(36)

4. Banyak diantara kita hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stress meskipun dalam taraf yang rendah

5. Kemajuan zaman disegala bidang memberikan beban kerja yang lebih besar bagi karyawan atau pegawai, dan ini menuntut pegawai agar lebih banyak mengeluarkan energinya dari sebelumnya, sebagai akibatnya timbul stress di kalangan pegawai/karyawan. (Nimran, 2000)

Stressor adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya stress, sementara job stressor adalah faktor faktor yang sering menimbulkan stres di tempat kerja (Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:

1. Beban kerja yang berlebihan (work overload) 2. Tekanan atau desakan waktu (time pressure)

3. Kualitas supervisi yang jelek (poor quality of supervision) 4. Iklim politis yang tidak aman (insecure political climate)

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai (lack of recognition/reward)

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab (inadequate authority to match responsibilities)

7. Kemenduaan peranan (role ambiguity and conflict) 8. Frustasi (frustation)


(37)

10.Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (differences between company and employee value)

11.Berbagai bentuk perubahan (change of anytipe).

Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah masalah di luar tempat kerja. Stressor dari kategori off the job ini antara lain (Newstroom dan Davis, 2001):

1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal 6. Masalah-masalah pribadi lainnya

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada karyawan, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap orang atau karyawan pada sebuah perusahaan dalam semua kondisi pekerjaan.


(38)

2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor

Faktor-faktor di pekerjaan yang bisa menimbulkan stres (job stressor) dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori (Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:

1) Stressor Lingkungan Fisik

Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal. Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselematan kerja seorang tenaga kerja. Menurut Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap kenyamanan karyawan dalam bekerja.

2) Stressor Individu

a) Konflik peran (role conflict) : konflik peran dirasakan seseorang/individu ketika memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan dengan memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 2002). Konflik peran dapat timbul jika seeorang atau individu mengalami adanya pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, dan pertentangan nilai-nilai dengan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas atau pekerjaannya (Munandar, 2001). Menurut


(39)

Miles dan Perreault dalam Tobing (2007) membedakan empat jenis konflik peran, yaitu:

1) Konflik peran pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda yang disarankan dalam uraian pekerjannya.

2) Konflik intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki sumber daya yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.

3) Konflik intersender : tenaga kerja diminta berperilaku sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak.

4) Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ditangani dengan efektif.

b) Ambiguitas peran (role ambiguity), adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak-hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Gibson, 2002). Ambiguitas peran merupakan kondisi ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti dan memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang diterapkan organisasi kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly dan Girdano dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan ambiguitas peran adalah:

1) Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran atau tujuan kerja 2) Kesamaran tentang tanggung jawab


(40)

3) Ketidakjelasan tentang prosedur kerja

4) Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain / perusahaan 5) Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang

penilaian pekerjaan.

Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunnya penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan (Gibson, 2002).

c) Beban kerja berlebih (work overload), situasi yang menunjukkan tingkat dimana tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan organisasi kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja berlebih memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif terjadi jika pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan. Beban berlebih secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap menurunya kualitas pengambilan keputusan, merusak hubungan antar pribadi dan meningkatnya angka kecelakaan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih rendahnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya absensi (Gibson, 2002).


(41)

d) Tidak ada control, stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri, dan kendali jadwal adalah penting (Gibson, 2002).

e) Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab bagi orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Perawat bagian UGD, ahli bedah syaraf, dan pengatur lalu lintas udara memiliki tanggung jawab yang tinggi bagi orang. Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung jawab bagi orang menyumbang stres yang berhubungan dengan kerja (Gibson, 2002).

3) Stressor Kelompok

Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik (antar sesama rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001).

4) Stressor Organisasional

Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan. Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk didalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil keputusan dapat memberi sumbangan pada stres. Peningkatan peluang untuk berperan


(42)

serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2001).

2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja 2.2.3.1. Pengertian Konflik

Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus membentuk hubungan kerja dalam lingkungan batas organisasi. Untuk memperoleh informasi, bantuan, atau tindakan yang terkoordinasi, ketergantungan, semacam dapat membantu perkembangan kerjasama dan konflik.

Menurut Robbins (2002) mendefenisikan konflik sebagai situasi yang mana individu (seseorang) dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan. Jadi, konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu dibingungkan oleh tuntutan kerja atau keharusan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang diinginkannya atau yang tid ak merupakan bagian dari bidang kerjanya. Greenberg dan Baron (2003) mengutarakan bahwa konflik terjadi sebagai suatu proses bahwa satu pihak atau satu kelompok merasakan ada pihak atau kelompok lain yang telah mengambil atau akan mengambil tindakan negatif yang akan berpengaruh pada tujuan utama kelompoknya. Menurut Mangkunegara (2001) Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan kenyataan apa yang diharapkan.


(43)

Konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak (Winardi, 2004).

Kemungkinan timbulnya konflik besar sekali dalam kerangka-kerangka keorganisasian. Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut, pandang, yaitu :

1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.

2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat (konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional). 3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang

tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.

1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.


(44)

2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat (konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional). 3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang

tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi (Munandar, 2001).

Kreitner dan Kinicki (2001) membedakan empat tipe konflik, yaitu :

1. Personality conflict yaitu konflik antar personal yang didorong oleh ketidak

senangan atau ketidak cocokan pribadi.

2. Value conflict adalah konflik karena perbedaan pandangan atas tata nilai tertentu.

3. Intergroup conflict merupakan pertentangan antar kelompok kerja, team dan

departemen.

4. Cross-Cultural conflict merupakan pertentangan yang terjadi antar budaya yang berbeda.

2.2.3.2. Tingkatan Konflik

Ada 5 macam tingkatan konflik, yaitu : 1. Konflik Antarpribadi

Konflik antarpribadi ini penting karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan


(45)

memenuhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. Konflik antarpribadi terjadi jika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain dalam melaksanakan pekerjaan. Konflik tujuan terdapat bagi seorang individu, apabila perilaku individu tersebut akan menyebabkan timbulnya hasil-hasil yang:

a) Bersifat eksklusif satu sama lain

b) Memiliki elemen-elemen yang tidak sesuai satu sama lain (yang menunjukkan hasil-hasil positif dan negatif).

2. Konflik Antar Perorangan

Konflik antar perorangan meliputi 2 pihak. Salah satu sifat dari konflik antar perorangan adalah perlu diperhatikannya hasil-hasil bersama kedua belah pihak maupun hasil-hasil individual masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang bersangkutan.

3. Konflik Intra Kelompok

Konflik intrakelompok dianggap sebagai sesuatu hal yang melebihi jumlah dari konflik intrapersonal dan interpersonal. Konflik didalam sebuah kelompok tertentu dapat melibatkan kelompok tersebut secara keseluruhan, maupun para anggota individunya.

4. Konflik Interkelompok

Konflik interkelompok menunjukkan bahwa persaingan interkelompok dapat merangsang kelompok-kelompok untuk menunjukkan performa lebih baik.


(46)

5. Konflik Intra Keorganisasian

Konflik organisasi ini sebenarnya adalah konflik antarpribadi dan konflik dalam pribadi yang mengambil tempat dalam suatu organisasi tertentu. Secara konsepsial, ada empat sumber dari konflik organisasi itu, yakni:

a) Suatu situasi yang tidak menunjukkan keseimbangan tujuan-tujuan yang ingin dicapai

b) Terdapatnya sarana-sarana yang tidak seimbang, atau timbulnya proses alokasi sumber-sumber yang tidak seimbang

c) Terdapatnya suatu persoalan status yang tidak selaras d) Timbulnya persepsi yang berbeda.

Konflik dalam suatu organisasi seharusnya dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang sehat. Dengan kata lain, timbulnya konflik dalam organisasi haruslah dipandang sebagai suatu gejala organisasi yang sehat. Dengan demikian, setiap konflik yang timbul akan dapat diatasi dengan semangat kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. (Winardi, 2004).

2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik

Faktor penyebab konflik dapat dikelompokkan dalam tiga kategori (Winardi, 2004), yaitu :

1. Karakteristik Individual

Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik.


(47)

a. Nilai, Sikap, dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs). Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan diantara individual dan group dalam suatu organisasi.

b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality). Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.

c. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences). Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut.

2. Faktor Situasi

Kondisi umum yang memungkinkan memicu konflik pada suatu organisasi diantaranya:

a. Kesempatan dan Kebutuhan berinteraksi (Opportunity and Need to Interact). Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan


(48)

bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.

b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus). Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan consensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul.

c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul. d. Perbedaan Status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam

cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu konstruksi.


(49)

e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers). Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit.

f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous responsibilites and Jurisdictions). Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja.

Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu : 1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan


(50)

3. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan) 4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan

5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi 6. Perbedaan persepsi

7. Sistem kompetensi insentif (reward)

8. Strategi pemotivasian tidak tepat (Mangkunegara, 2001).

2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik

Adapun tiga macam metode penyelesaian konflik yang paling banyak dimanfaatkan, yaitu :

1. Dominasi dan Penekanan. Metode-metode dominasi dan penekanan biasanya mempunyai persamaan sebagai berikut:

a. Mereka menekan konflik, dan bukan menyelesaikannya, karena konflik yang muncul ke permukaan kembali ditekan ”kebawah”.

b. Mereka menciptakan suatu situasi ”menang-kalah” dimana pihak yang kalah terpaksa mengalah terhadap pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi, atau memiliki kekuasaan lebih besar, yang biasanya menyebabkan timbulnya sikap tidak puas dan bermusuhan.

2. Meratakan (Smoothing). Meratakan merupakan suatu cara lebih diplomatik untuk menyelesaikan konflik dimana sang manajer meminimasi tingkat dan pentingnya ketidaksepakatan dan ia mencoba membujuk salah satu pihak untuk ”mengalah”. Andaikata sang manajer tersebut mempunyai lebih banyak informasi di bandingkan dengan pihak-pihak yang berkonflik, dan ia mengajukan suatu saran


(51)

yang dapat diterima, maka metode tersebut dapat menjadi efektif. Tetapi, apabila sang manajer terkesan ”memihak” pada salah satu kelompok, atau ia tidak memahami persoalan yang ada, maka pihak yang kalah kiranya akan menentangnya.

3. Menghindari (Avoidance). Pura-pura tidak mengetahui adanya suatu konflik merupakan suatu bentuk menghindari yang sering kali terlihat dalam praktik. Bentuk lain adalah keengganan untuk menghadapi konflik dengan jalan mengulur-ulur waktu dan memberikan alasan ”tunggu” dibandingkan dengan situasi sesungguhnya.

4. Suara Terbanyak (Majority Rule). Berupaya untuk menyelesaikan konflik kelompok dengan suara terbanyak dapat merupakan cara efektif, andaikata para anggota-anggota kelompok-kelompok yang ada menganggapnya sebagai cara yang layak. Tetapi, apabila kelompok tertentu terus menerus menang dengan suara terbanyak, maka pihak yang terus menerus kalah akan merasa frustasi dan tak berdaya.

5. Kompromis. Melalui tindakan kompromis, para manajer berupaya menyelesaikan konflik dengan meyakinkan masing-masing pihak dalam perundingan bahwa mereka perlu mengorbankan sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang dicapai melalui kompromis, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yang berkonflik merasa frustasi atau bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandangan organisatoris, kompromis merupakan sebuah metode penyelesaiaan konflik yang lemah, karena ia biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu


(52)

pemecahan yang paling baik membentu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. (Winardi, 2004).

Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan bahwa menstimulasi functional conflict dapat dilakukan dengan menggunakan “Programmed Conflict”, yaitu proses penyelesaian konflik dengan cara mengangkat perbedaan-perbedaan pendapat atau pandangan dengan mengabaikan perasaan pribadi, melalui keikut sertaan dan masukan-masukan baik dari pihak yang mempertahankan gagasan maupun yang mengkritik gagasan berdasarkan fakta-fakta yang relevan dan mengesampingkan pandangan pribadi atau kepentingan politis.

Dua teknik Programmed Conflict yang banyak dimanfaatkan adalah :

1. Devil’s Advocacy, di mana seseorang ditunjuk untuk “menelanjangi”

kelemahan-kelemahan dari sebuah gagasan tertentu sehingga dapat disempurnakan bersama. Devil’s Advocacy yang dilakukan secara periodik merupakan latihan yang bagus untuk mengembangkan kemampuan analitis dan komunikasi.

2. Dialectic method dilaksanakan dengan cara membuka forum perdebatan di antara

pandangan-pandangan yang berbeda untuk memahami issue tertentu secara lebih baik.


(53)

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu penelitian agar penelitian dapat berjalan pada lingkup yang telah ditetapkan. Pada penelitian yang menjadi variabel-variabel adalah job stressor, konflik kerja, dan kinerja.

Job stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada pegawai, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian pegawai dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap orang atau pegawai (Newstroom dan Davis, 2001). Konflik kerja adalah situasi yang mana pegawai dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan (Robbins, 2002). Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, di mana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).

Apabila dilihat hubungan antar variabel bahwa job stressor yang tinggi dalam suatu instansi akan mudah mengakibatkan timbulnya konflik di instansi tersebut, dan apabila konflik ini terus berlangsung maka akan mengganggu kinerja intansi tersebut. Sehingga secara sederhana dapat dibuat menjadi kerangka konseptual penelitian ini menjadi sebagai berikut:


(54)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Job stressor dan Konflik Menurut Gilboa et al. (2008) bahwa semakin tinggi tingkat job stressor dan konflik kerja, maka akan berdampak pada kinerja karyawan yang semakin rendah.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian adalah: job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

Sumber: Gilboa et al. (2008)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

JOB STRESSOR

KONFLIK KERJA

KINERJA KARYAWAN


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah sensus, Singarimbun dan Effendy (2005), menyatakan bahwa: sensus merupakan penelitian yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel karena populasinya kecil dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum menggunakan metode statistik.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005), menyatakan bahwa: penelitian deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan Arikunto (2006), menyatakan bahwa: penelitian kuantitatif memiliki kejelasan unsur yang dirinci sejak awal, langkah penelitian yang sistematis, menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data serta analisis data yang dilakukan setelah semua data terkumpul.


(56)

Penelitian ini bersifat deskriptif eksplanatori. Sugiyono (2004), menyatakan bahwa: penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan yang lain.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, yang berada di Jalan Sudirman No 2. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April 2011 sampai dengan Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara pada tahun 2011, sebanyak 56 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sensus, di mana yang menjadi sampel adalah seluruh pegawai PNS, yaitu sebanyak 56 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara (interview) kepada pegawai yang menjadi responden di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara yang menjadi responden.


(57)

3. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara berupa data struktur organisasi, dan jumlah pegawai.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada penelitian adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (questionaire) pada responden di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

2. Data sekunder, yaitu struktur organisasi maupun data pegawai yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah Job stressor (X1) dan Konflik Kerja (X2

2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Kinerja Pegawai (Y)


(58)

Untuk menjelaskan variabel penelitian dan pengukurannya maka perlu dibuat definisi operasional variabel penelitian seperti berikut ini:

1. Job stressor yang dimaksud di sini adalah faktor yang menimbulkan stres pada pegawai, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian pegawai dengan pekerjaan maupun lingkungannya, dan variabel ini diukur dengan skala Likert.

2. Konflik adalah situasi yang mana pegawai dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan, dan diukur dengan skala Likert.

3. Kinerja adalah tingkat keberhasilan seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, di mana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan kesuksesan pegawai lain, dan diukur dengan skala Likert.

Seluruh variabel penelitian di identifikasikan dan definisikan operasionalnya pada Tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian: Variabel, Definisi Operasional, Indikator, dan Skala Ukuran

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala

Ukuran Job Stressor

(X1

Faktor yang menimbulkan stres pada pegawai, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian pegawai dengan pekerjaan maupun lingkungannya.

)

1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Umpan balik tentang pelaksanaan

kerja yang tidak memadai 5. Kurang wewenang 6. Kondisi tempat kerja 7. Kemenduaan peran

Skala Likert

Konflik Kerja (X2

Konflik adalah situasi yang mana pegawai dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan.

)

1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan

2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas

3. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan)

4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan, memahami tujuan

Skala Likert


(59)

organisasi, dan persepsi

5. Sistem kompetensi insentif (reward) 6. Strategi pemotivasian tidak tepat Kinerja

Pegawai (Y)

Tingkat keberhasilan seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, di mana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan kesuksesan pegawai lain

1. Kesesuaian Pekerjaan atau tugas dengan proses kerja dan kondisi pekerjaan

Kuantitatif

2. Pekerjaan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan 3. Jumlah pekerjaan diselesaikan sesuai

dengan target unit kerja

1. Ketepatan kerja

Kualitatif

2. Tingkat kemampuan dalam bekerja

3. Kemampuan menganalisis

data/informasi, kemampuan/kegagalan

menggunakan mesin/peralatan, dan 4. Jenis pemberian pelayanan dalam

bekerja.

Skala Likert

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument 3.7.1. Uji Validitas

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat terlebih dahulu dilakukan uji validitas internal, yaitu menguji validitas setiap butir pertanyaan (content validity). Pengujian validitas dalam penelitian ini dengan mengambil 30 responden yang tidak termasuk dalam sampel penelitian dalam hal ini adalah pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Asahan.

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.


(60)

Dalam bidang ilmu sosial, alat ukur tersebut dapat berupa angket (kuesioner) maupun seperangkat alat tes. Menurut Sugiyono (2004), bahwa “jika nilai validitas (nilai pada kolom Corrected Item–Total Correlation setiap pernyataan) lebih besar dari 0,30 maka butir pertanyaan dianggap sudah valid”.

Untuk mengetahui validitas variabel dependen dan variabel independen dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2. Uji Validitas Variabel Penelitian

Variabel Indikator Corrected Item–Total

Correlation

Keterangan

Job 1. Beban kerja yang berlebihan 0,480 valid

Stressor 2. Tekanan atau desakan waktu 0,498 valid

3. Kualitas supervisi yang jelek 0,441 valid 4. Umpan balik tentang pelaksanaan

kerja yang tidak memadai

0,539 valid 5. kurang wewenang 0,425 valid 6. kondisi tempat kerja 0,684 valid 7. kemenduaan peran 0,681 valid Konflik

Kerja

1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan

0,420 valid 2. Ketergantungan dalam pelaksanaan

tugas

0,419 valid 3. Tugas yang tidak jelas (tidak ada

deskripsi jabatan)

0,537 valid 4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan,

memahami tujuan organisasi, dan persepsi

0,566 valid

5. Sistem kompetensi insentif (reward) 0,601 valid 6. Strategi pemotivasian tidak tepat 0,544 valid


(61)

Kinerja Kuantitatif

pegawai 1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan 0,391 valid 2. Lamanya melaksanakan pekerjaan 0,489 valid 3. Jumlah hasil kerja 0,421 valid

Kualitatif

1. Ketepatan kerja 0,463 valid 2. Tingkat kemampuan dalam bekerja, 0,540 valid 3. Kemampuan menganalisis

data/informasi, kemampuan/

kegagalan menggunakan mesin/peralatan, dan

0,458 valid

4. Jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

0,426 valid

Sumber : data primer penelitian 2011

3.7.2. Uji Reliabilitas

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil sebuah jawaban tentang jawaban responden. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai cronbach alpa reliabilitas yang baik adalah yang makin mendekati 1. Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja dan uji statistik yang digunakan yang dipakai adalah alpha Cronbach’s, di mana suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai alpha Cronbach’s > 0,60 (Ghozali 2002).


(62)

Untuk mengetahui reliabilitas variabel dependen dan variabel independen dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3. Uji Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel Cronbach's Alpha Keterangan

Job stressor 0,737 Reliabel

Konflik kerja 0,813 Reliabel Kinerja pegawai 0,709 Reliabel

Sumber : data primer penelitian 2011

3.8. Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah regresi linear berganda, dengan formulasi sebagai berikut:

Y = b0 + b1 X1 + b2 X2

Di mana :

+ e

Y = Kinerja pegawai X1

X

= Job stressor

2

b

= Konflik kerja

0

b

= konstanta

1, b2

e = error term


(63)

Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan cara sebagai berikut:

1. Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F).

Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95 % (α = 5 %).

H0 : b1, b2

H

= 0; secara simultan variabel job stressor dan konflik kerja tidak berpengaruh negatip dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

1

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah dengan uji statistik F, dengan ketentuan: H

: minimal satu bi ≠ 0, secara simultan variabel variabel job stressor dan konflik kerja berpengaruh negatip dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

0 diterima jika Fhitung ≤ Ftabel, H 0

) 1 ( ) 1 ( 2 2 R m m N R F − − − =

ditolak jika Fhitung ≥ Ftabel. Rumus uji F adalah sebagai berikut:

Keterangan : N = banyak sampel m = banyak prediktor


(64)

2. Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial (individual) terhadap variabel terikat dengan tingkat keyakinan 95% (5 %).

Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah dengan uji statistik t, dengan ketentuan: H0 di terima jika t-hitung < t-tabel; H0

Rumus uji t adalah sebagai berikut:

di tolak jika t-hitung > t-tabel.

     

− Χ =

N SD

t µ

Di mana: x = rata rata sampel

µ = nilai parameter SD = standar deviasi N = jumlah sampel 3. Koefisien Determinasi (R2

Koefisien determinasi adalah untuk mengukur kemampuan variabel independen menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen. Untuk mempertimbangkan kenyataan bahwa besaran derajat kebebasan menurun sehubungan dengan bertambahnya variabel bebas atau variabel penjelas di dalam regresi.


(65)

Tidak ada ukuran yang pasti berapa besarnya Koefisien determinasi (R2 ) untuk mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat. Jika R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model makin tepat. Untuk data survai yang berarti bersifat cross section data yang diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai R2

Semakin besar n (ukuran sampel) maka nilai R = 0,2 atau 0,3 sudah cukup baik.

2

cenderung makin kecil. Sebaliknya dalam data runtun waktu (time series) di mana peneliti mengamati hubungan dari beberapa variabel pada satu unit analisis pada beberapa tahun maka R2

Rumus r-square adalah sebagai berikut:

akan cenderung besar. Hal ini disebabkan variasi data yang relatif kecil pada data runtun waktu yang terdiri dari satu unit analisis saja.

SST SSR R2 =

Di mana: SSR = sum square regression SST = total sum square

3.9. Uji Asumsi Klasik 3.9.1. Uji Normalitas

Menurut Santoso (2002), Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal P Plot, uji Chi Square, Skewness dan Kurtosis atau uji


(66)

Kolmogorov Smirnov. Pada penelitian ini, untuk menganalisis apakah residual berdistribusi normal atau tidak, digunakan uji Kolmogorov Smirnov.

3.9.2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2002), multikolinearitas adalah keadaan di mana variabel- variabel independen dalam persamaan regresi mempunyai korelasi (hubungan) yang erat satu sama lain. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi bebas (independen). Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi satu sama lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 5 berarti tidak terdapat multikolinieritas.

3.9.3. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dalam regresi berganda adalah uji heteroskedastisitas. Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.

Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi adalah bahwa varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tidak memiliki pola tertentu. Pola yang tidak sama ini ditunjukkan dengan nilai yang tidak sama antar satu varians dari residual, yang disebut dengan heteroskedastisitas, sedangkan adanya gejala varians residual yang sama dari satu pengamatan ke pengamatan lain disebut dengan homokedastisitas.


(67)

Menurut Gujarati dalam Ghozali (2002), bahwa salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedasititas adalah dengan melakukan uji Glesjer yaitu dengan meregress nilai absolut residual terhadap variabel independen. Uji Glesjer dengan menggunakan SPSS, apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut UT (Abs Ut), maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.


(68)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian

4.1.1.1. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara adalah salah satu dinas yang beru berdiri di karenakan kabupaten Batu Bara merupakan Hasil Pemekaran dari Kabupaten Asahan dan beribukota di Kecamatan Lima Puluh.

Kabupaten Batu Bara merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan dimana tujuh kecamatan di Kabupaten Asahan dikurangi dan dipindahkan wilayahnya menjadi wilayah Kabupaten Batu Bara.Kabupaten ini terletak di tepi pantai Selat Malaka,sekitar 175 Km selatan ibukota Medan.

Kabupaten Batu Bara sangat membutuhkan pembangunan-pembangunan infrastruktur dan sarana penunjang untuk kesahatan,sehingga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu dinas yang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang sangat besar demi kemajuan lingkungan dan pembangunan bagi masyarakat Batu Bara.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, memiliki tugas pokok berupa: 1. Melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah di bidang pekerjaan umum

yang menjadi tanggungan jawabnya.


(69)

3. Melaksanakan tugas-tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah dan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara adalah:

1. Merencanakan, merumuskan, melaksanakan, mengawasi, memelihara segala usaha kegiatan pembangunan daerah meliputi jalan – jalan dan jembatan yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah.

2. Melakukan urusan Tata Usaha.

3. Menyusun rencana progam kerja yang berhubungan dengan tugas Dinas Pekerjaan Umum, mengadakan monitoring progam serta penelitian dan pengembangan teknis.

4. Merencanakan dan melaksanakan segala usaha dan kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, perbaikan pengawasan, pemeliharaan jalan dan bangunan turutannya serta pembuatan pemasangan, perbaikan, pengawasan, pemeliharaan rambu-rambu lalu lintas dan papan nama jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Melaksanakan pembuatan, perbaikan, pemeliharaan, pengawasan dan pembongkaran bangunan yang tidak layak pakai (Bouwvaling) serta memberikan pelayanan pengawasan atas bangunan gedung dan perumahan yang dikuasai/dimiliki Pemerintah Daerah


(1)

Lampiran 3. Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Penelitian

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

x1.1 21.9643 2.908 .480 .190

x1.2 22.0000 2.509 .498 .218

x1.3 21.8750 2.730 .441 .326

x1.4 21.9107 3.392 .539 .244

x1.5 22.0893 3.574 .425 .103

x1.6 21.8393 3.083 .684 .292

x1.7 23.0357 1.817 .681 .589

Reliability Statistics

Cronbach's

Alphaa N of Items

.737 7

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

x2.1 12.3393 3.756 .420 .136

x2.2 11.6786 3.058 .419 .137

x2.3 12.4464 3.233 .537 .208

x2.4 11.7679 4.072 .566 .202

x2.5 11.6429 3.906 .601 .325

x2.6 11.7321 3.400 .544 .234


(2)

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

y.1 23.6429 1.797 .391 .283

y.2 23.5357 2.144 .489 .123

y.3 23.4643 2.544 .421 .120

y.4 23.4821 2.909 .463 .323

y.5 23.6071 2.097 .540 .203

y.6 23.4643 2.471 .458 .177

y.7 23.5893 2.137 .426 .118

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(3)

Lampiran 4. Hasil Regresi Penelitian

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 x2, x1a . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .749a .561 .535 .23999

a. Predictors: (Constant), x2, x1 b. Dependent Variable: Y

ANOVA

Model

b

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .007 2 .004 4.063 .003a

Residual 3.053 53 .058

Total 3.060 55

a. Predictors: (Constant), x2, x1 b. Dependent Variable: Y

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta


(4)

Lampiran 5 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 56

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .23559042 Most Extreme Differences Absolute .144

Positive .072

Negative -.144

Kolmogorov-Smirnov Z 1.074

Asymp. Sig. (2-tailed) .199

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

Lampiran 6. Uji Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .025 .314 .079 .937

x1 .032 .078 .056 .405 .687

x2 .018 .058 .043 .314 .755


(6)

Lampiran 7. Nilai t-Tabel Dan F-Tabel Penelitian

R

1

2.006

t-tabel 5%

R

2

1.674

t-tabel 2,5%