Pengaruh Stressor Kerja terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

SUZAN FHITRIANA PAKPAHAN 127032217/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUZAN FHITRIANA PAKPAHAN 127032217/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Suzan Fhitriana Pakpahan Nomor Induk Mahasiswa : 127032217

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Masyarakat

Mengetahui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. H.M. Joesof Simbolon, Sp.KJ(K) Ketua

(Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S) Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 14 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. H.M. Joesof Simbolon, Sp.KJ(K) Anggota : Dra. Lina Tarigan, Apt.M.S

Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

Suzan Fhitriana Pakpahan 127032217/IKM


(6)

ABSTRAK

Stressor kerja merupakan salah satu masalah yang timbul pada pegawai SAR Medan di Kantor Badan SAR Medan yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya job stressor dapat mempengaruhi kinerja pegawai SAR Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, yaitu menganalisis pengaruh stressor kerja terhadap kinerja pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014 dengan menggunakan analisis Multivariat dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 80 responden yang dipilih secara total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan Ada pengaruh signifikan secara parsial antara ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan. Variabel job stressor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan adalah tanggungjawab dengan orang lain.

Kantor SAR Medan sebagai instansi harus memperhatikan faktor-faktor yang penyebab stress atau stressor kerja karena apabila stressor kerja dikelola dengan baik maka kinerja pegawai akan meningkat.


(7)

ABSTRACT

Job stressor is one of the problems that arise in the SAR field personnel in the Office of Search and Rescue Agency field caused by excessive workload, stress or time pressure, poor quality of supervision, the political climate of insecurity, inadequate authority to responsibilities, the difference between the value of the company and employees, frustrated and so forth so that in the end the job stressors can affect performance of SAR Medan employee.

This study aims to determine the effect of job stressors to employee performance in Badan SAR Medan 2014. This study is an analytical survey of the types of explanatory research approach that aims to explain the influence of these variables through hypothesis testing, which analyzes the effect of work stressors on employee performance Rescue Agency field 2014 using multivariate analysis with interviews using questionnaires to 80 respondents who selected a total sampling.

There results showed a significant influence partially between role ambiguity, role conflict, career development, quantitative excessive workload, qualitative excessive workload and responsibilities with others on the performance of employees in SAR Medan office. Job stressor variables that most affect the performance of employees in SAR Medan office is the responsibility with others.

SAR Medan Office as the agency must consider the factors that cause stress or stressors from work because of work stressors if managed properly, the performance of employees will increase.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Stressor Kerja terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. HM. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K), selaku dosen pembimbing I serta Dra. Lina Tarigan Apt. M.S selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi perhatian, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tesis ini.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku dosen penguji I serta dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.


(9)

4. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Bapak Rochmali, S.E, selaku Kepala Kantor Badan SAR Medan yang telah mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.

9. Teristimewa buat keluargaku beserta anakku Safira Raudha Nur yang selalu memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil kepada penulis.

10. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Drs. H. Thamrin Pakpahan dan Ibunda Almh. Hj. Khadijah Pohan yang telah memberikan kasih sayang selama ini.

11. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).


(10)

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2014 Penulis

Suzan Fhitriana Pakpahan 127032217/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Suzan Fhitriana Pakpahan dilahirkan pada tanggal 13 September 1978 di Balimbingan Sumatera Utara beragama Islam. Anak ke 4 (empat) dari 5 (lima) bersaudara, dari pasangan ayahanda Drs. H. Thamrin Pakpahan dan ibunda Almh. Hj. Hadijah Pohan. Menikah dan dikaruniai 1 (Satu) orang putri, yaitu Safira Raudha Nur.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1985–1990 di SD Muhammadiyah 03 Medan, tahun 1990–1993 pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Al-Kaustar Al-Akbar Medan, tahun 1993–1996 pendidikan di Madrasah Muallimat Muhammadiyah Jogjakarta, tahun 1996–2003 pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan.

Tahun 2004–2009 bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Rumkit Tingkat 1 Medan dan tahun 2006-sekarang bekerja sebagai pegawai di RS. H. Adam Malik Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Stressor Kerja ... 11

2.1.1 Definisi Stressor Kerja ... 11

2.1.2 Kategori-kategori Stres Kerja ... 16

2.1.3 Sumber Stres (Stresor) Kerja ... 19

2.1.4 Aspel-Aspek Stres Kerja ... 27

2.1.5 Gejala Stres Kerja ... 34

2.1.6 Dampak Stres Kerja ... 37

2.1.7 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres ... 42

2.2 Kinerja ... 46

2.2.1. Definisi Kinerja ... 46

2.2.2. Kinerja Individu dan Kinerja Organisasi (Individual and Organization Performance)... 51

2.2.3. Penilaian Kinerja Karyawan ... 52

2.2.4. Faktor-faktor Kinerja yang dinilai ... 52

2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan ... 54

2.3 Pengaruh Stessor terhadap Kinerja ... 55

2.4 Landasan Teori ... 56

2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 59

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 61

3.1 Jenis Penelitian ... 61


(13)

3.2.1. Lokasi Penelitan... 61

3.2.2. Waktu Penelitian ... 61

3.3 Populasi dan Sampel ... 62

3.3.1 Populasi ... 62

3.3.2 Sampel ... 62

3.4 Metode Pengumpulan Data... 62

3.4.1. Data Primer ... 62

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 64

3.5.1. Variabel Penelitian ... 64

3.5.2. Definisi Operasional ... 64

3.6. Metode Pengukuran ... 66

3.7. Metode Analisis Data ... 68

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 71

4.1.1 Sejarah ... 71

4.1.2 Visi dan Misi ... 72

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi... 72

4.1.4 Sasaran dan Pengembangan BASARNAS ... 73

4.2 Hasil Penelitian ... 74

4.2.1 Analisis Univariat ... 74

4.2.2 Analisis Bivariat ... 86

4.2.3 Analisis Multivariat ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 96

5.1 Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai ... 96

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

6.1. Kesimpulan ... 104

6.1. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Penanggulangan Stres Secara Individual dan Organisasi ... 43

4.1. Identitas Responden ... 75

4.2. Data Kuesioner Stressor Kerja (X) ... 76

4.3. Data Kuesioner Kinerja Pegawai (Y) ... 83

4.4. Hubungan Stressor Kerja dengan Kinerja Pegawai ... 87

4.5. Rgresi Linier Berganda ... 88

4.6. Hasil Uji Multikolinearitas ... 90

4.7. Hasil Uji T Ketaksaan Peran Terhadap Kinerja ... 92

4.8. Hasil Uji T Konflik Peran Terhadap Kinerja ... 92

4.9. Hasil Uji T Pengembangan Karir Terhadap Kinerja ... 92

4.10. Hasil Uji T Beban Kerja Berlebih Kuantitatif Terhadap Kinerja ... 93

4.11. Hasil Uji T Beban Kerja Berlebih Kualitatif Terhadap Kinerja ... 93

4.12. Hasil Uji T Tanggung Jawab dengan Orang Lain Terhadap Kinerja ... 94

4.13. Hasil Uji F Konflik Peran dan Tanggungjawab dengan Orang Lain Terhadap Kinerja ... 94


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Penyebab, Type dan Akibat dari Stres ... 12

2.2 Model Stres ... 31

2.3 Model Hubungan Stress dengan Kinerja ... 56

2.4 Teori Model Stresor dan Hasil ... 58

2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 59

4.1 Hasil Uji Normalitas ... 89


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 109 2. Tabel Master Data Penelitian ... 114 3. Output Hasil Penelitian ... 135 4. Dokumentasi Gambar Lingkungan Kerja Pegawai Kantor SAR Medan .... 172 5. Daftar Pegawai Kantor SAR Medan ... 176 6. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 107 7. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 108


(17)

ABSTRAK

Stressor kerja merupakan salah satu masalah yang timbul pada pegawai SAR Medan di Kantor Badan SAR Medan yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya job stressor dapat mempengaruhi kinerja pegawai SAR Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, yaitu menganalisis pengaruh stressor kerja terhadap kinerja pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014 dengan menggunakan analisis Multivariat dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 80 responden yang dipilih secara total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan Ada pengaruh signifikan secara parsial antara ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan. Variabel job stressor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan adalah tanggungjawab dengan orang lain.

Kantor SAR Medan sebagai instansi harus memperhatikan faktor-faktor yang penyebab stress atau stressor kerja karena apabila stressor kerja dikelola dengan baik maka kinerja pegawai akan meningkat.


(18)

ABSTRACT

Job stressor is one of the problems that arise in the SAR field personnel in the Office of Search and Rescue Agency field caused by excessive workload, stress or time pressure, poor quality of supervision, the political climate of insecurity, inadequate authority to responsibilities, the difference between the value of the company and employees, frustrated and so forth so that in the end the job stressors can affect performance of SAR Medan employee.

This study aims to determine the effect of job stressors to employee performance in Badan SAR Medan 2014. This study is an analytical survey of the types of explanatory research approach that aims to explain the influence of these variables through hypothesis testing, which analyzes the effect of work stressors on employee performance Rescue Agency field 2014 using multivariate analysis with interviews using questionnaires to 80 respondents who selected a total sampling.

There results showed a significant influence partially between role ambiguity, role conflict, career development, quantitative excessive workload, qualitative excessive workload and responsibilities with others on the performance of employees in SAR Medan office. Job stressor variables that most affect the performance of employees in SAR Medan office is the responsibility with others.

SAR Medan Office as the agency must consider the factors that cause stress or stressors from work because of work stressors if managed properly, the performance of employees will increase.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk telah lama diketahui, juga telah pula dipahami bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak memadai seperti kecepatan dan beban kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik tetapi disertai juga unsur psikologis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan angka kejadian penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja-pekerja “kerah biru” (blue collar) dan “kerah putih” (white collar). Hal ini membuktikan bahwa jenis pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan yang berbeda. (Fingret A,

2000).

Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat potensial menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berlangsung terus menerus


(20)

berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya disebut stres. Stres merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan. Stres terhadap kinerja dapat berperan eustress dan distress, seperti dijelaskan pada ”hukum Yerkes Podson (1904) yang menyatakan hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik” artinya semangat kerja diperlukan dalam pencapaian kinerja atau peningkatan kinerja pegawai. (Mas’ud, 2002)

Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menunjukkan 182.700 kasus stres akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995 Survey Of Self

Reported Workrelated Ill Health (SWI) di Inggris menyatakan 500.000 individu yang

percaya bahwa dirinya menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya, tetapi dari sejumlah ini hanya 216.000 yang sungguh-sungguh sakit. Dengan mempertimbangkan perbedaan perbedaan metode penelitian, diperkirakan dari tahun 1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat kerja kira-kira sebesar 30%. (Smith A. The Scale of Perceived Occupational Stress. Occup Med J 2000;

50:294-8). Penelitian lain pada tahun 1985 ditemukan kasus tuntutan hak asuransi

gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja sebesar 15% dari seluruh kasus gangguan kesehatan akibat kerja dibandingkan hanya ditemukan 5% saja pada tahun 1979. (Marchand A, Demers A, Durand F., 2005)

Lebih menakjubkan lagi dari hasil “Survei Statistik Kesehatan di Australia Barat” yang menemukan peningkatan kasus stres akibat kerja yang fantastis, yaitu


(21)

dari ditemukannya sebanyak 380 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja pada kurun waktu 1994 sampai 1995 dibandingkan dengan ditemukan hanya 205 kasus pada kurun waktu 1993 sampai 1994. Pada survei ini juga diyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja setiap kasus tuntutan hak asuransi, sedang pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari kerja. Dengan demikian harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah kesehatan kerja yang penting, yang secara bermakna akan menyebabkan penurunan produktivitas kerja. (Work Safe Western Australia and Work Cover WA, 1996).

Berdasarkan Job Stress Model dari National Institute For Occupational Safety

and Health (NIOSH), berbagai stresor di lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi

psikis, behavior dan fisiolgis yang dapat mempengaruhi kesehatan. Beberapa reaksi psikis ringan yang dapat timbul akibat stres antara lain cemas, tegang, marah-marah, gelisah, depresi dan menurunnya konsentrasi. Apabila hal ini terus dialami oleh pekerja maka akan berdampak pada produktivitas pekerja dan kinerja perusahaan.

Stres kerja didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu. Stres sebagai respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat fisiologis, psikologik terhadap stresor yang berasal dari lingkungan (Gibson,dkk.,2006), sehingga mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif ditengahi oleh perbedaan individual dan/atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang


(22)

membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang (Gibson,dkk.,2006).

Stres merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam perusahaan. Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan karyawan terhadap apa yang diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di luar lingkungan kerja karyawan. Menurut Newstroom dan Davis (1993) stress bisa terjadi karena faktor-faktor yang menyebabkannya, atau bisa juga disebut stressor. Menurut Handoko (2001), stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi mental seseorang. Menurut Robbins (2003), ada sejumlah kondisi yang menyebabkan stres bagi para karyawan yaitu beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya. Sumber stres yang dapat mempengaruhi kinerja yang terkait dengan faktor organisasi antara lain tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan pribadi.

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.


(23)

Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.

Stressor kerja merupakan suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara potensial membahayakan seseorang (Ivancevich, dkk, 2006). Selain itu stresor juga merupakan penyebab stres dimana stres merupakan kondisi lingkungan tempat tuntutan fisik dan emosional pada pekerja (Sopiah, 2008). Stresor kerja dapat timbul dari lingkungan kerja ataupun dari luar lingkungan kerja. Stresor yang timbul dari lingkungan kerja meliputi lingkungan fisik, stres karena peran atau tugas, penyebab stres antar pribadi dan organisasi sedangkan stresor yang berasal dari luar lingkungan kerja seperti keadaan ekonomi dan keluarga. Stresor yang terjadi dalam durasi yang panjang akan mengakibatkan gangguan fisik dan emosional pada pekerja yang mengarah kepada stres kerja (Ivancevich, dkk, 2006).

Pegawai di Kantor SAR Medan terdiri dari beberapa bagian yang saling berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan yang ada dalam tempat kerja mulai dari pendapatan atau gaji, kondisi kerja, mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup dalam kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan menurut Teori

Maslow, dimana perbedaan-perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya


(24)

Stressor kerja (Job stressor) merupakan salah satu masalah yang timbul pada Pegawai di Kantor SAR Medan. Masalah yang dihadapi pegawai bisa bersifat sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat, tergantung seberapa besar kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya. Apabila setiap persoalan yang ada di tempat kerja dapat terselesaikan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan dapat menimbulkan dampak positif bagi Kantor SAR Medan dalam mengembangkan kinerjanya. Sebaliknya apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan kinerja pegawai, karena masalah yang terjadi secara terus menerus dan dihadapi oleh pegawai dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan sehingga akan dapat menimbulkan dampak yang negatif. Bagi Pegawai SAR Medan di Kantor SAR Medan, stressor merupakan variabel yang dominan menghambat kinerja para pegawai.

Stressor dapat berupa faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak mendukung menyebabkan turunnya kinerja para pegawai, baik itu lingkungan dalam tempat kerja (kantor) yaitu suasana kerja yang membosankan, lingkungan kerja yang tidak nyaman, dan lingkungan kerja yang tidak mendukung pekerjaan sehari-hari pegawai. Selain hal tersebut, lingkungan dari luar tempat kerja yaitu adanya desakan atau tekanan dari luar yang tidak mendukung tujuan dan target kerja pegawai SAR Medan di Kantor SAR Medan. Faktor-faktor penyebab stres (stressor) akan mengakibatkan stres yang membebani tuntutan psikologis salah satunya akan berdampak pada kinerja.


(25)

Sejalan dengan kondisi tersebut, maka Pegawai sebagai salah satu Lembaga Non Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pencarian dan pertolongan search and rescue (SAR) yang memiliki tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional dituntut untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dalam bekerja, salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor tenaga kerja. Permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja diantaranya stres kerja, penurunan semangat kerja dan penurunan kinerja.

Pegawai/karyawan memiliki stressor kerja berupa beban kerja yang berlebihan, keterdesakan waktu, bekerja lebih lama jika terjadi bencana alam, kondisi lingkungan fisik yang kurang mendukung, pekerjaan yang menantang dan berisiko terhadap keselamatan pekerja, hal ini memungkinkan pegawai terserang stres kerja. Stres kerja yang dialami oleh pegawai seperti ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain yang tidak sesuai ditakutkan berdampak buruk bukan berdampak positif terhadap kinerja sehingga usaha pencapaian kinerja pegawai di Kantor bisa terganggu.

Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya dalam upaya


(26)

pencarian dan pertolongan saat terjadinya bmusibah. Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan

(rescue). Dalam melaksanakan tugas penanganan musibah pelayaran dan

penerbangan harus sejalan dengan International Maritim Organization (IMO) dan International Civil Association Organization (ICAO). Kondisi Kantor SAR Medan melalui pengamatan langsung diperoleh bahwa pegawai SAR pada kegiatan operasi mengalami banyak adaptasi terhadap peraturan organisasi serta iklim kerja. Karyawan dituntut untuk mampu melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan serta mampu mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Tekanan pada kondisi dan iklim kerja dapat menimbulkan stres kerja pegawai yang berdampak pada menurunnya produktivitas kerja pegawai.

Perusahaan atau organisasi harus memiliki kinerja. Kinerja yang baik/tinggi dapat membantu perusahaan atau organisasi memperoleh keuntungan sebaliknya, bila kinerja turun dapat merugikan instansi/organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai perlu memperoleh perhatian antara lain dengan jalan melaksanakan kajian berkaitan dengan variabel stres kerja. Kinerja menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan dalam rangka tata pemerintah yang baik. Menurut Handoko (2001) kinerja adalah prestasi kerja, yaitu proses yang dilalui dalam organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai. Penilaian kinerja berhubungan dengan pelaksanaan kerja personel.

Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu instansi yang dimana memiliki pegawai


(27)

yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja instansi tersebut juga baik, sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja pegawai dengan kinerja diKantor SAR Medan. Berdasarkan fenomena yang ditemukan dimasyarakat yang merasakan langsung dampak kinerja pegawai SAR yang dilihat kurang baik yaitu masyarakat menyatakan bahwa pegawai atau petugas SAR selalu datang terlambat dalam melakukan tindakan pertolongan terhadap bencana sehingga masyarakat merasa tidak puas terhadap kinerja pegawai SAR. Namun berdasarkan pengakuan salah seorang pegawai yang dimintai keterangan mengenai komplain masyarakat tersebut pegawai SAR tersebut mengatakan bahwa banyak kendala yang terjadi di dalam kantor SAR Medan maupun dilapangan yang tidak dimengerti oleh masyarakat misalnya adanya tumpang tindih pekerjaan terhadap pegawai sehingga adanya beban kerja yang berlebihan yang tidak sesuai bagi masing-masing pegawai dan adanya pembagian tugas yang kurang jelas sebelum turun ke lokasi bencana. Selain itu waktu kerja yang tidak teratur karena pekerjaan sebagai pegawai SAR Medan terutama pegawai tim rescue yang bekerja langsung menangani bencana yang tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan selalu mendadak dan lama bekerja dilapangan yang tidak bisa dipastikan kapan selesainya tergantung besar kecilnya keadaan bencana yang membuat para pegawai yang bekerja harus terpisah lama dengan keluarga. Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa pekerjaan pegawai SAR Medan bahwa keselamatan dan kesehatan baik fisik maupun mental mereka dalam bekerja, hal ini merupakan penyebab stres yang sering dialamai selama bekerja sehingga tidak menutup kemungkinan berdampak terhadap kinerja pegawai SAR Medan seperti halnya yang dikeluhkan oleh banyak masyarakat selama ini. Dengan demikian, berdasarkan uraian permasalahan diatas dan setelah melakukan survei


(28)

pendahuluan di Kantor SAR Medan maka peneliti tertarik untuk penelitian dengan judul : “Pengaruh Stressor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SAR Di Kantor SAR Medan Tahun 2014”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai di Kantor SAR Medan Tahun 2014?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Stressor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Stressor kerja yaitu ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain berpengaruh terhadap kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi masyarakat untuk menambah wawasan dalam upaya mengetahui stressor kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja.

2. Menjadi masukan bagi Kantor SAR untuk mengetahui dan meminimal stressor kerja dalam upaya menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stressor Kerja

2.1.1. Definisi Stressor Kerja

Menurut Newstroom dan Davis (2003) stressor adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres. Job stressor atau faktor-faktor yang sering menimbulkan stres di tempat kerja antara lain:

1) Beban kerja yang berlebihan (work overload) 2) Tekanan atau desakan waktu (time pressure)

3) Kualitas supervisi yang jelek (poor quality of supervision) 4) Iklim politis yang tidak aman (insecure political climate)

5) Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai (lock of

recognition/reward)

6) Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab (inadequate authority to match responsibilities)

7) Kemenduaan peranan (role ambiguity and conflict) 8) Frustasi (frustation)

9) Konflik antar pribadi dan antar kelompok (interpersonal conflict)

10) Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (differences between

company and employee value)


(30)

Penyebab Tipe Akibat

Gambar 2.1. Penyebab, Tipe dan Akibat dari Stres menurut Randall S. Schuler diacu Davis dan Newstrom (1985)

Stressor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat tuntutan fisik dan emosional pada seseorang (Sopiah, 2008). Menurut Gibson, dkk (2000) Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu ‘stringere’, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan sebuah kondisi susah atau penderitaan yang menunjukkan paksaan, tekanan, ketegangan atau usaha yang kuat, diutamakan ditunjukkan pada individual, organ individual atau kekuatan mental seseorang.

Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah di luar tempat kerja. Stressor dari kategori off the job ini antara lain:

Stresor organisasional

Stresor nonpekerjaan

Karyawan

Akibat dari organisasional dan personal yang kontruktif :

a. Jangka pendek b. Jangka panjang

Stres Negatif Stres Positif

Akibat dari organisasional dan personal yang destruktif :

a. Jangka pendek b. Jangka panjang


(31)

1) Kekuatiran finansial

2) Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak 3) Masalah-masalah fisik

4) Masalah-masalah perkawinan

5) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal 6) Masalah-masalah pribadi lainnya

Menurut Ivancevich, dkk (2006) stresor yang diakibatkan peran seseorang dalam menjalani suatu profesi tertentu. seperti kelebihan beban kerja, tanggung jawab atas orang lain, perkembangan karier, kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi, wilayah dalam organisasi, karakteristik tugas, pengaruh kepemimpinan.

Menurut Dessler (1997) ada dua sumber utama dari stres pekerjaan yaitu lingkungan dan personal. Faktor-faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stres pekerjaan mencakup jadwal kerja, irama kerja, jaminan pekerjaan, rute perjalanan kerja, jumlah dan sifat pelanggan atau klien, kebisingan tempat kerja. Faktor-faktor personal yang dapat mempengaruhi stres kerja yaitu tipe dari kepribadian seseorang. Selain stres yang berasal dari pekerjaan stres juga dapat disebabkan oleh masalah non-pekerjaan seperti perceraian.

Menurut Mangkunegara (2001) penyebab stres kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan


(32)

dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja. Menurut Handoko (2001) kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors. Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on-thejob dan

off-the-job.

Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah:

1) Tuntutan tugas 2) Tuntutan peran

3) Tuntutan hubungan interpersonal, 4) Struktur organisasi

5) Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.

Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang. Terdapat faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah ekonomi dan kepribadian seseorang.


(33)

Menurut Siagian (2005) stres bersumber dari pekerjaan dan luar pekerjaan seseorang. Berbagai hal yang dapat menjadi sumber stres yang berasal dari pekerjaan dapat beraneka ragam seperti beban tugas yang terlalu berat, desakan waktu, penyeliaan yang kurang baik, iklim kerja yang menimbulkan rasa tidak aman, kurangnya informasi dari umpan balik tentang prestasi kerja seseorang, ketidakseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab, ketidakjelasan peranan karyawan dalam keseluruhan kegiatan organisasi, frustasi yang ditimbulkan oleh intervensi pihak lain yang terlalu sering sehingga seseorang merasa terganggu konsentrasinya, konflik antara karyawan dengan pihak lain di dalam dan di luar kelompok kerjanya, perbedaan sistem nilai yang dianut oleh karyawan dan yang dianut oleh organisasi dan perubahan yang terjadi, sehingga pada umumnya dapat menimbulkan rasa ketidakpastian. Stres yang berasal dari lingkungan luar yang dihadapi oleh seseorang, seperti masalah keuangan, perilaku negatif anak-anak, kehidupan keluarga yang tidak atau kurang harmonis, pindah tempat tinggal, ada anggota keluarga yang meninggal, kecelakaan, penyakit gawat dan perkembangan teknologi adalah beberapa contoh penyebab stres

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada karyawan, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap orang atau karyawan pada sebuah perusahaan dalam semua kondisi pekerjaan.


(34)

2.1.2. Kategori-kategori Stressor Kerja (Job Stressor)

Faktor-faktor di pekerjaan yang bisa menimbulkan stres (job stressor) dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:

1) Stressor Lingkungan Fisik

Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal. Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselematan kerja seorang tenaga kerja. Menurut Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap kenyamanan karyawan dalam bekerja (Jacinta, 2001).

2) Stressor Individu

A. Konflik peran (role conflict) : konflik peran dirasakan seseorang / individu ketika memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan dengan memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 1992). Konflik peran dapat timbul jika seseorang atau individu mengalami adanya pertentangan antara tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, dan pertentangan nilai-nilai dengan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas atau pekerjaannya


(35)

(Munandar, 2001). Menurut Miles dan Perreault dalam Tobing (2007) membedakan empat jenis konflik peran, yaitu:

a. Konflik peran pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda yang disarankan dalam uraian pekerjannya.

b. Konflik intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki sumber daya yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. c. Konflik intersender : tenaga kerja diminta berperilaku sedemikian rupa

sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak. d. Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang

terlalu banyak dan tidak dapat ditangani dengan efektif.

B. Ambiguitas peran (role ambiguity), adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak-hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam mengerjakan suatu pekerjaan (Gibson, 1992). Ambiguitas peran merupakan kondisi ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti dan memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang diterapkan organisasi kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly dan Girdano dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan ambiguitas peran adalah:

a. Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran atau tujuan kerja b. Kesamaran tentang tanggung jawab

c. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja


(36)

e. Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang penilaian pekerjaan.

Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunnya penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan (Gibson, 1992).

C. Beban kerja berlebih (work overload), situasi yang menunjukkan tingkat dimana tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan organisasi kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja berlebih memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif terjadi jika pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan (Jacinta, 2001). Beban berlebih secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap menurunya kualitas pengambilan keputusan, merusak hubungan antar pribadi dan meningkatnya angka kecelakaan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih rendahnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya absensi (Gibson, 1992).

D. Tidak ada control, stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri, dan kendali jadwal adalah penting (Gibson, 1992).


(37)

E. Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab bagi orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Perawat bagian UGD, ahli bedah syaraf, dan pengatur lalu lintas udara memiliki tanggung jawab yang tinggi bagi orang. Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung jawab bagi orang menyumbang stres yang berhubungan dengan kerja (Gibson, 1992).

3) Stressor Kelompok

Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik (antar sesama rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001). .

4) Stressor Organisasional

Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan. Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk didalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil keputusan dapat memberi sumbangan pada stres. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2001).

2.1.3. Sumber Stres (Stressor) Pekerjaan

Stressor adalah peristiwa eksternal atau situasi yang secara potensial membahayakan seseorang (Ivancevich, dkk., 2006). Sebagian besar dari waktu


(38)

manusia digunakan untuk bekerja, oleh karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Sumber stres yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dalam lingkup pekerjaannya dapat lebih dari satu macam stresor.

1. Peran Individu Dalam Organisasi

Setiap pekerja bekerja dengan perannya masing-masing, artinya setiap pekerja mempunyai tugas-tugas yang ia lakukan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan tempat ia bekerja. Walaupun demikian, pekerja tidak selalu berhasil dalam menjalankannya. Kurang berfungsinya peran adalah merupakan salah satu pembangkit stres yaitu berupa konflik peran (role conflict) dan ketaksaan peran (role

ambiguity) (Ivancevich, dkk., 2006).

a. Ketaksaan Peran (Role Ambiguity)

Terjadi bila tidak ada informasi yang jelas mengenai prosedur yang harus dilakukan seseorang, termasuk kertidakjelasan tujuan objektif pekerjaan dan ruang lingkup tanggungjawab seseorang. Stres timbul karena ketidakjelasan itu sendiri atau ketidakmampuan individu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat.

b. Konflik Peran (Role Conflict)

Terjadi bila terdapat dua atau lebih harapan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan pemuasan secara berrsamaan tidak dapat terpenuhi. Konflik dapat terjadi apabila seseorang mempunyai beberapa peran sekaligus namun tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi keduanya. Sehingga individu tersebut mengalami stres.


(39)

c. Pengembangan Karir

Merupakan pembangkit stres yang sangat potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (job insecurity), promosi yang berlebihan (over promotion) dan promosi yang kurang (under promotion) (Sopiah, 2008).

d. Hubungan di Dalam Pekerjaan

Komunikasi dengan orang lain adalah hal yang dibutuhkan oleh setiap orang, namun hal tersebut dapat menjadi sumber stres. Kondisi hubungan kerja antara sesama rekan kerja atau atasan dapat mempengaruhi kondisi stres pekerja. Penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat dukungan sosial dari teman kerja maupun atasan dapat menghilangkan stres.

e. Struktur dan Iklim Organisasi

Beberapa faktor seperti kebijakan perusahaan, komunikasi yang tidak efektif, tidak disertakan dalam pengambilan keputusan dan pembatasan perilaku diduga menjadi penyebab timbulnya stres. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari perusahaan kepada pekerja dapat meningkatkan produktivitas, kepercayaan diri serta menurunkan tingkat gangguan fisik dan mental.

2. Beban Kerja

Beban kerja dibedakan atas beban kerja berlebih (work overload) dan beban kerja terlalu sedikit (work underload). Dibedakan lagi atas beban kerja berlebih kuantitatif dan beban kerja berlebih kualitatif.


(40)

a. Beban Kerja Berlebih Kuantitatif

Beban kerja berlebih secara kuantitatif terutama berhubungan dengan desakan waktu. Setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Berdasarkan kondisi ini, orang harus bekerja berkejaran dengan waktu. Sampai taraf tertentu, adanya batas waktu (deadline) dapat meningkatkan motivasi. Namun bila desakan waktu melebihi kemampuan individu maka dapat menimbulkan banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang.

b. Beban Kerja Kuantitatif Terlalu Sedikit

Dengan adanya penggunaan mesin di dunia kerja akan berdampak pada pekerja dikarenakan sering terjadi efisiensi kerja. Pada pekerjaan sederhana yang banyak melakukan pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan yang dapat menjadi sumber stres.

c. Beban Kerja Berlebih Kualitatif

Dengan kemajuan tekhnologi membuat pekerjaan yang menggunakan tangan menjadi berkurang sehingga lama kelamaan titik berat pekerjaan beralih ke pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk dan mengakibatkan adanya beban berlebih kualitatif. Semakin tinggi tingkat stres apabila kemajemukannya memerlukan teknik dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pekerja. Sampai pada titik tertentu, hal ini dapat menjadi tantangan kerja dan motivasi. Namun apabila melebihi kemampuan individu maka akan timbul kelelahan mental, reaksi emosional, juga reaksi fisik yang merupakan respon dari stres.


(41)

d. Beban Kerja Kuantitatif dan Kualitatif Berlebih

Proses pengambilan keputusan merupakan suatu kombinasi yang unik dari kondisi beban kuantitatif dan kualitatif berlebih. Faktor – faktor yang dapat menentukan besarnya stres dalam mengambil keputusan adalah akibat dari suatu keputusan, derajat kemajemukan keputusan, siapa yang bertanggungjawab dan lain sebagainya.

3. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Yang dimaksud dalam faktor intrinsic ialah kondisi pekerjaan yang buruk, kerja gilir (shift), beban kerja berlebih, beban kerja terlalu sedikit dan hubungan antar karyawan.

a. Kondisi Fisik Pekerjaan

Beberapa stresor fisik yang biasa dijumpai pada lingkungan kerja yang dapat memperburuk stres di tempat kerja adalah bising, suhu, pencahayaan, masalah ergonomi, getaran, sanitasi lingkungan, dan tata ruang (Munandar, 2001)

1) Bising

Selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, juga dapat merupakan stresor kerja yang menyebabkan penurunan kewaspadaan. Hal ini dapat memudahkan timbulnya kecelakaan kerja. Pajanan terhadap bising dapat menimbulkan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan tersebut dalam bentuk perilaku misalnya akan terjadi penurunan produktivitas kerja, terjadinya kecelakaan


(42)

kerja, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap oranglain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi.

Tingkat kebisingan yang nyaman pada umumnya diharapkan antara 40 – 60 dB. Pengukuran kebisingan ini dilakukan dengan Sound Level Meter (SLM).

2) Panas

Kondisi suhu suatu lingkungan kerja berhubungan dengan iklim dan lokasi kerja. Efek dari kondisi suhu selama melakukan pekerjaan tergantung pada jenis pakaian yang digunakan, lama terpajan, temperatur, arus angin, jumlah panas radiasi, dan status kesehatan tenaga kerja yang terpajan. Fungsi mental dapat terganggu karena heat stress, yang ditandai dengan gejala awal berupa perubahan pada tingkat aktivitas seseorang.

Untuk Indonesia, suhu nyaman adalah 24oC - 28 oC. Perbedaan suhu di dalam dan di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 5 oC. Sehingga dapat diketahui bahwa suhu di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 33 o

3) Pencahayaan

C.

Tiap-tiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan tersendiri. Biasanya untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi akan diberikan tambahan pencahayaan disamping pencahayaan umum. Sistim pencahayaan yang buruk dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan kelelahan mata sehingga dapat menimbulkan stres kerja.


(43)

4) Faktor Ergonomi

Dapat menimbulkan masalah seperti ketidaknyamanan, kelelahan dan meningkatkan stres kerja apabila tidak disesuaikan dengan kondisi tuntutan pekerjaan.

5) Sanitasi Lingkungan Kerja

Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan salah satu stresor kerja. Pada pekerja industri / pabrik sering menggambarkan kondisi kotor, akomodasi pada waktu istirahat yang kurang baik, juga toilet yang kurang memadai. Hal ini dinilai oleh pekerja sebagai faktor penyebab stres.

b. Kerja Gilir (Shift)

Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber yang berpotensi untuk terjadinya stres kerja bagi pekerja di pabrik (Monk & Tepas, 2001). Menurut Cooper (dalam Munandar, 2001) shift kerja merupakan tuntutan tugas yang dapat menyebabkan stres kerja. Pengaruhnya adalah emosional dan biologis karena gangguan ritme circadian dari tidur / daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin. Sharpe (dalam Maurits & Widodo, 2008) menyatakan bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28 % lebih tinggi mengalami cidera atau kecelakaan.

Ditambahkan pula oleh Wijono (2006), pekerja yang mengalami stres rendah mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 37 hingga 40 jam, sedangkan pekerja yang mengalami stres kerja sedang mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 61


(44)

hingga 71 jam. Sebaliknya, pekerja yang mengalami stres kerja tinggi mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 41 hingga 60 jam.

4. Faktor Individu

Kepekaan individu dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain ciri kepribadian dan pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan, usia dan kecakapan (intelegensia, pendidikan, pelatihan dan pembelajaran). Faktor-faktor inilah yang menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap stres potensial.

a. Kepribadian

Kepribadian merupakan faktor predisposisi dalam menentukan respon tubuh terhadap stres. Kepribadian tipe A dan B merupakan jenis-jenis kepribadian yang terdapat pada individu. Kepribadian tipe A bercirikan perilaku yang agresif, tak sabaran, cenderung berkompetisi, tergesa-gesa, sering menelantarkan aspek-aspek kehidupan seperti keluarga dan sosial. Sedangkan keperibadian tipe B, digambarkan sebagai individu easy going dan santai.

b. Kecakapan

Kecakapan meliputi intelegensia, pendidikan, latihan dan keahlian. Individu yang tidak mampu memecahkan masalah namun situasi tersebut merupakan ancaman bagi dirinya dan ia mengalami stres dan menimbulkan ketidakberdayaan, disebut

distress. Sebaliknya, jika merasa mampu, dan merasa ditantang dan motivasinya


(45)

maka semakin banyak target yang dibuat. Hal ini akan berpotensi menimbulkan stres apabila individu tersebut tidak dapat mencapainya.

c. Umur

Umur merupakan faktor yang sangat rentan untuk terjadinya gangguan mental emosional. Seiring bertambahnya umur, maka semakin rentan individu mengalami gangguan mental emosional. Walaupun demikian, orang yang berumur sangat muda dan sangat tua lebih mudah mengalami gangguan mental emosional apabila menghadapi stres.

d. Jenis Kelamin

Faktor perbedaan jenis kelamin berpengaruh untuk beradaptasi terhadap stres. Banyak penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara pria dan wanita. Secara biologis, pekerja wanita dan pria berbeda terutama untuk pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik berlebih. Dalam kondisi ini wanita cenderung lebih mudah mengalami stres daripada pria.

2.1.4. Aspek-aspek Stres Kerja

Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) mendefinisikan stres kerja sebagai tuntutan pekerjaan yang berlebihan melebihi kemampuan pekerja meliputi interaksi antara kondisi pekerjaan dengan sikap individu yang mengubah kondisi normal dan fungsi psikologis pekerja sehingga menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu. Ditambahkan pula oleh International Department of Labour dalam bukunya yang berjudul Stress and Fatigue (1998) yang mendefinisikan stres dalam istilah interaksi


(46)

antara seseorang dengan lingkungannya dan kesadaran pada ketidakmampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut yang terealisasi pada individu disertai dengan respons emosional.

Stres kerja oleh Riggio (2003) didefinisikan sebagai interaksi antara seseorang dan situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan reaksi pada fisiologis maupun psikologis pekerja. Selain itu Rice (1999) juga menyatakan bahwa stres kerja yang terjadi pada individu meliputi gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Selain itu, pekerja yang mengalami stres tidak hanya dikarenakan di dalam perusahaan, mungkin saja karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah tangga (Rice, 1999). Oleh karena itu, perusahaan harus bisa melihat stresor yang terdapat di lingkungan tempat kerja yang dapat mengganggu keseimbangan fisiologi dan psikologis.

Menurut Siagian (2005) stres merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional, dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan teknologi. Menurut Szilagyi yang diacu Gitosudarmono dan Sudita (2000) stres adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri


(47)

seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain. Menurut Mangkunegara (2001) stres kerja juga dapat berarti perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.

Menurut Handoko (2001) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka yang menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental.

Menurut Arep dan Tanjung (2003) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Orang yang mengalami stres menjadi tegang dan merasakan kekhawatiran kronis sehingga mereka sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif.

Menurut Robbins (2003) stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints) atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres dengan tidak sendirinya harus buruk, walupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga


(48)

memiliki nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial.

Menurut Siagian (2005) salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang dalam kehidupan berkarya adalah stres yang harus diatasi, baik oleh karyawan sendiri tanpa bantuan orang lain, maupun dengan bantuan pihak lain seperti para spesialis yang disediakan oleh organisasi dimana karyawan bekerja. Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif terhadap lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun diluarnya. Menurut Rivai (2006) Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja.

Pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa ada tiga komponen utama dari stres yaitu komponen stimulus, komponen respon, dan komponen interaksi. Pertama, komponen stimulus meliputi kekuatankekuatan yang menyebabkan adanya ketegangan atau stres, stimulus stres dapat berasal dari lingkungan ekternal, organisasi dan individu. Kedua, komponen respon meliputi reaksi fisik, psikis atau perilaku terhadap stres. Paling tidak ada dua respon terhadap stres yang paling sering


(49)

diidentifikasi yaitu frustasi dan gelisah. Ketiga, komponen interaksi dari stres yaitu interaksi antara faktor stimulus dengan faktor respon dari stres.

Sumber Potensial Konsekuensi

Gambar 2.2. Model Stres (Robbins, 2003)

Stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan

biochemical, fisiologis, kognitif, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dan

secara langsung berubah atau terakomodasi karena adanya situasi yang menekan

(stressful event) (Baum, dalam Taylor, 2006). Begitu pula dengan Brousseau dan

Faktor Lingkungan : a. Ketidakpastian

ekonomi b. Ketidakpastian

politis

c. Ketidakpastian teknologis

Faktor Organisasi : a. Tuntutan tugas b. Tuntutan peran c. Tuntutan antar

pribadi

d. Struktur organisasi e. Kepemimpinan

organisasi f. Tahap hidup

organisasi

Faktor Individual : a. Masalah keluarga b. Masalah ekonomi c. Kepribadiaan

Perbedaan Individu : a. Persepsi

b. Pengalaman pekerjaan

c. Dukungan moral d. Keyakinan akan

tempat kedudukan kendali

e. Sikap bermusuhan

Pengalaman Stres

Gejala Fisiologis : a. Sakit kepala

b. Tekanan darah tinggi

c. Penyakit jantung, hati

Gejala Psikologis : a. Murung

b. Berkurangnya c. Kepuasaan kerja d. Kecemasan

Gejala Perilaku : a. Produktivitas b. Kemangkiran c. Tingkat keluarnya


(50)

Prince (dalam Rahayu, 2000) mengatakan bahwa stres kerja dipandang sebagai kondisi psikologik yang tidak menyenangkan yang timbul karena pekerja merasa terancam dalam bekerja. Perasaan terancam ini disebabkan hasil persepsi dan penilaian pekerja yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara karakteristik tuntuntan-tuntutan pekerjaan dengan kemampuan dan kepribadian pekerja.

Pernyataan lainnya dikemukakan oleh Beehr dan Franz (dikutip dari Bambang Tarupolo, 2002) menyatakan bahwa stres kerja adalah respons penyesuaian terhadap situasi eksternal dalam perkerjaan yang menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis, dan perilaku pada orang-orang yang berpartisipasi dalam organisasi (dalam Rice,1999). Shinn (dalam Rahayu, 2000) juga menyatakan bahwa adalah kondisi lingkungan kerja yang bersifat negatif yang dihadapi oleh karyawan dan menimbulkan respons pekerja terhadap kondisi tersebut, baik respons yang bersifat patologik maupun fisiologik, namun timbul atau tidaknya stres kerja ini tergantung persepsi serta reaksi individu terhadap kondisi tersebut.

Pernyataan yang telah dikemukakan diatas dikategorikan menjadi beberapa kategori menurut Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) yaitu :

a. Aspek Fisiologis

Stres kerja sering ditunjukkan pada simptoms fisiologis. Penelitian dan fakta oleh ahli-ahli kesehatan dan kedokteran menunjukkan bahwa stres kerja dapat mengubah metabolisme tubuh, menaikkan detak jantung, mengubah cara bernafas,


(51)

menyebabkan sakit kepala, dan serangan jantung. Beberapa yang teridentifikasi sebagai simptoms fisiologis adalah:

1) Meningkatnya detak jantung, tekanan darah,dan risiko potensial terkena gangguan kardiovaskuler.

2) Mudah lelah fisik

3) Kepala pusing, sakit kepala 4) Ketegangan otot

5) Gangguan pernapasan, termasuk akibat dari sering marah (jengkel). 6) Sulit tidur, gangguan tidur

7) Sering berkeringat, telapak tangan berkeringat 8) Meningkatnya kadar gula dan tekanan darah b. Aspek Psikologis

Stres kerja dan gangguan gangguan psikologis adalah hubungan yang erat dalam kondisi kerja. Simptoms yang terjadi pada aspek psikologis akibat dari stres adalah :

1) Kecemasan, ketegangan

2) Mudah marah, sensitif dan jengkel 3) Kebingungan, gelisah

4) Depresi, mengalami ketertekanan perasaan 5) Kebosanan

6) Tidak puas terhadap pekerjaan 7) Menurunnya fungsi intelektual


(52)

8) Kehilangan konsentrasi. 9) Hilangnya kreativitas.

10) Tidak bergairah untuk bekerja 11) Merasa tidak berdaya

12) Merasa gagal 13) Mudah lupa

14) Rasa percaya diri menurun 2.1.5. Gejala-gejala Stres

Menurut Siagian (2004) gejala-gejala stres kerja dapat timbul dalam berbagai bentuk yang tampak pada diri seseorang. Bentuk-bentuk tersebut dapat digolongkan pada tiga kategori antara lain:

1. Kategori fisiologis antara lain adalah perubahan yang terjadi pada metabolisme seseorang, gangguan pada cara bekerja jantung, gangguan pada pernafasan, tekanan darah tinggi, pusing dan serangan jantung.

2. Kategori psikologis antara lain adalah ketegangan, resah, mudah tersinggung, kebosanan dan bersikap suka menunda sesuatu tugas atau pekerjaan.

3. Kategori perilaku antara lain adalah menurunnya produktivitas kerja, tingkat kemangkiran tinggi, keinginan pindah organisasi, cara bicara yang berubah, gelisah, sukar tidur, merokok dan minum-minum.

Menurut Siagian (2005) gejala-gejala stres dapat dilihat pada perilaku yang tidak normal seperti gugup, tegang, selalu cemas, adanya gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Hal ini berpengaruh pada kondisi mental tertentu


(53)

seperti minum-minuman keras, merokok secara berlebihan, sukar tidur, tidak bersahabat, putus asa, mudah marah, sukar mengendalikan diri dan bersifat agresif. Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan suatu tantangan bagi yang bersangkutan.

Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi (Bambang Tarupolo, 2002). Menurut Munandar (2001) gejala- gejala stres di tempat kerja sebagai berikut:

a. Tanda- tanda Suasana Hati (Mood )

Individu menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.

b. Tanda- tanda Otot Kerangka (Musculoskeletal)

Jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku.


(54)

c. Tanda- tanda Organ- organ Dalam Badan (Viseral)

Perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping. Carry Cooper dan Alison Straw (2000) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu :

a. Gejala Fisik

Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret-mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

b. Gejala - gejala Dalam Wujud Perilaku

Gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup:

1) Perasaan, berupa bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat. 2) Kesulitan dalam berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan.

3) Hilangnya kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain. c. Gejala - gejala Di Tempat Kerja

Sebagian besar waktu bagi pekerja berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain: 1) Kepuasan kerja rendah


(55)

3) Semangat dan energi hilang 4) Komunikasi tidak lancar 5) Pengambilan keputusan jelek 6) Kreatifitas dan inovasi berkurang

7) Bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif. 2.1.6. Dampak Stres

Stres kerja tidak hanya berpengaruh pada individu, namun juga terhadap biaya organisasi dan industri. Begitu besar dampak dari stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi (Yun Iswanto, 1999 dan Gabriel & Marjo, 2001). Menurut Gibson dkk (2006), dampak dari stres kerja banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres kerja diantaranya motifasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Cox (dalam Gibson, dkk., 2000), membagi menjadi 5 (lima) kategori efek dari stres kerja yaitu :

a. Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, gangguan emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.

b. Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup.


(56)

c. Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitiv terhadap kritik, hambatan mental.

d. Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin.

e. Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

Selain efek tersebut terdapat juga efek stres yang lain yaitu perilaku tidak produktif dan menarik diri seperti lekas marah, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, dan tindakan legal (hukum) secara khusus mengganggu dalam bentuk hilangnya produktivitas. Menurut Tarupolo (2002), pekerja yang tidak mampu bereaksi secara baik terhadap stres yang dialami, kesehatan jiwanya akan terganggu dan karenanya kualitas hidup dan produktivitasnya menjadi rendah. pekerja tersebut akan menunjukkan:

1) Sering mengeluh sakit dan berobat 2) Malas dan sering mangkir

3) Sering membuat kesalahan dalam pekerjaan dan cenderung mengalami kecelakaan kerja

4) Sering marah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik 5) Tidak peduli dengan lingkungan, bingung dan pelupa


(57)

7) Terlibat penyalahgunaan narkoba

8) Terlibat tindak sabotase di lingkungan kerja.

Stres kerja dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:

a. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual, muntah, dan sebagainya.

b. Kecelakaan kerja: terutama pada pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi, bekerja bergiliran (shift), penyalahgunaan zat aditif

c. Absen: pegawai yang sulit menyelesaikan pekerjaan sebab tidak hadir karena pilek, sakit kepala.

d. Lesu kerja: pegawai kehilangan motivasi bekerja

e. Gangguan jiwa: mulai dari gangguan yang mempunyai efek yang ringan dalam kehidupan sehari-hari sampai pada gangguan yang mengakibatkan ketidakmampuan yang berat. Gangguan jiwa ringan seperti mudah gugup, tegang, marah- marah, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, apatis dan depresi. Perubahan perilaku berupa kurang partisipasi dalam pekerjaan, mudah bertengkar, terlalu mudah mengambil resiko. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan cemas (Laurentius Panggabean, 2003).

Jacinta (2002) juga menyatakan bahwa stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai berikut:


(58)

a. Dampak terhadap Perusahaan

1) Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja

2) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3) Menurunnya tingkat produktivitas

4) Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stress yang dihadapi pekerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara pekerja di tempat kerja mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.

b. Dampak terhadap Individu

Munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan:

1) Kesehatan, dimana banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya.

2) Psikologis, apabila stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerigoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan- lahan.

Interaksi interpersonal, dimana orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itu sering salah


(59)

persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.

Menurut Robbins (2003) konsekuensi yang timbul dari penyebab stres dapat dibagi dalam tiga kategori umum:

1. Gejala Fisiologis

Perhatian utama atas stres diarahkan pada gejala fisiologis, stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung. Hubungan antara stres dan gejala fisiologi sulit diukur secara objektif, ada sedikit hubungan yang konsisten yaitu pada perilaku dan sikap.

2. Gejala Psikologis

Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Tetapi stres dapat muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda.

3. Gejala Perilaku

Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluar-masuknya karyawan, juga perubahan dalam


(60)

kebiasaan makan, meningkatnya merokok, konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

2.1.7. Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres

Menurut Davis dan Newstrom (1985) ada beberapa cara untuk mengurangi stres, melalui tiga pendekatan yaitu:

1. Meditasi

Meditasi mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stres duniawi secara temporer dan mengurangi gejala-gejala stres. Jenis meditasi yang populer adalah meditasi transendental. Pada umumnya meditasi memerlukan unsur berikut:

a) Lingkungan yang relatif tenang b) Posisi yang nyaman

c) Rangsangan mental yang repetitif d) Sikap yang pasif

2. Biofeedback

Suatu pendekatan yang berbeda terhadap suasana kerja yang mengandung stres. Dengan biofeedback orang di bawah bimbingan medis belajar dari umpan balik instrumen untuk mempengaruhi gejala stres, sehingga dapat membantu dalam mengurangi efek stres yang tidak diinginkan.

3. Personal Wellness

Program pembinaan preventif bagi personal wellness lebih baik dalam mengurangi penyebab stres dengan metode-metode penanggulangan membantu seseorang menghadapi stressor yang berada di bawah pengendalian langsung.


(61)

Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2000) cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan organisasi. Bagi individu penting dilakukannya penanggulangan stres karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan penghasilan. Sedangkan bagi organisasi bukan karena alasan kemanusiaan tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari organisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan. Perbedaan penanggulangan stres antara pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu organisasi maupun kedua duanya. Tabel berikut menyajikan dua pendekatan dalam menanggulangi stres.

Tabel 2.1 Penanggulangan Stres secara Individual dan Organisasi

Secara Individual Secara Organisasi

1) Meningkatkan keimanan 2) Melakukan meditasi dan

pernapasan

3) Melakukan kegiatan olah raga 4) Melakukan rileksasi

5) Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

6) Menghindari kebiasan rutin yang Membosankan

1) Melakukan perbaikan iklim organisasi

2) Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik

3) Menyediakan sarana olah raga 4) Melakukan analisis dan kejelasan

tugas

5) Mengubah struktur dan proses organisasi

6) Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 7) Melakukan restrukturisasi tugas 8) Menerapkan konsep manajemen

berbasis sasaran.

Sumber : (Gitosudarmo dan Sudita, 2000)

Menurut Handoko (2001) cara terbaik untuk mengurangi stres adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh, departemen personalia dapat


(62)

membantu karyawan untuk mengurangi stres dengan memindahkan (transfer) ke pekerjaan lain, mengganti penyelia yang berbeda dan menyediakan lingkungan kerja yang baru. Latihan dan pengembangan karir dapat diberikan untuk membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan baru. Cara lain untuk mengurangi stres adalah merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Desain pekerjaan dapat mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran. Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap situasi-situasi stres.

Menurut Siagian (2005) strategi penanganan stres yang dapat ditempuh dapat diklasifikasikan pada dua kategori, yaitu pendekatan oleh karyawan itu sendiri dan pendekatan organisasional. Pendekatan individu dapat dikatakan bahwa orang pertama dan yang paling bertanggung jawab dalam menghadapi dan mengatasi stres adalah yang bersangkutan sendiri, strategi yang efektif untuk ditempuh meliputi manajemen waktu, olah raga yang teratur, pelatihan rileks dan memperluas jaringan dukungan sosial.

Adapun strategi yang dilakukan melalui pendekatan organisasional yang dikendalikan oleh manajemen harus dilakukan langkah-langkah tertentu seperti: 1) Perbaikan proses seleksi dan penempatan,

2) Penggunaan prinsip-prinsip penentuan tujuan secara realistik, 3) Rancang bangun ulang pekerjaan,


(63)

5) Proses komunikasi, 6) Program kebugaran.

Menurut Siagian (2005) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:

1) Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres,

2) Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres,

3) Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya,

4) Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stres,

5) Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya,

6) Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini,

7) Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat diletakkan, 8) Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat


(64)

2.2. Kinerja

2.2.1. Definisi Kinerja

Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik/material maupun non fisik/non material (H. Hadari Nawawi, 2005). Menurut Cokroaminoto (2007) pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Tingkatannya dapat bermacam istilah. Kinerja karyawan dapat dikelompokkan ke dalam: tingkatan kinerja tinggi, menengah atau rendah. Dapat juga dikelompokkan melampaui target, sesuai target atau di bawah target. Berangkat dari hal-hal tersebut, kinerja dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari seorang karyawan.

Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2005) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Byars (1984, dalam Suharto dan Cahyono, 2005), kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Sedangkan menurut Mas’ud (2004) kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu.

Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi


(1)

(2)

Va ria b le s Ente re d/Re mo ve da

Ko nflik Tot .

St epwise (Criter ia: Pr obab ilit y-o

f-F- to-en ter <= .05 0, Pr obab ilit y-o

f-F- to-re mo ve >= . 10 0).

tan ggu ngj

awabTot .

St epwise (Criter ia: Pr obab ilit y-o

f-F- to-en ter <= .05 0, Pr obab ilit y-o

f-F- to-re mo ve >= . 10 0). Mo del

1

2

Va riab les En tere d

Va riab les

Re moved Me tho d

De pen den t Va riabl e: K iner jaTo t a.

Model Summ aryc

.662a .438 .431 1.783

.701b .492 .479 1.707 1.941

Model 1 2

R R Square

Adjust ed R Square

St d. E rror of the Es timate

Durbin-W atson

Predic tors: (Constant), KonflikTot a.

Predic tors: (Constant), KonflikTot, t anggungjawabTot b.

Dependent Variable: Ki nerjaTot c.


(3)

ANOV Ac

193.670 1 193.670 60.908 .000a

248.017 78 3.180

441.688 79

217.343 2 108.671 37.298 .000b

224.345 77 2.914

441.688 79

Regres sion Residual Total Regres sion Residual Total Model 1

2

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

Predic tors: (Constant), KonflikTot a.

Predic tors: (Constant), KonflikTot, tanggungj awabTot b.

Dependent Variable: KinerjaTot c.

Coefficientsa

5.781 .291 19.851 .000

.789 .101 .662 7.804 .000 1.000 1.000

4.256 .603 7.057 .000

.576 .122 .484 4.720 .000 .628 1.593

.677 .237 .292 2.850 .006 .628 1.593

(Constant) KonflikTot (Constant) KonflikTot tanggungjawabTot Model

1 2

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: KinerjaTot a.


(4)

Ex cluded Variablesc

.195a 1.451 .151 .163 .395 2.533 .395 .122a 1.077 .285 .122 .561 1.782 .561 .060a .424 .673 .048 .366 2.734 .366 .105a 1.190 .238 .134 .924 1.083 .924 .292a 2.850 .006 .309 .628 1.593 .628 .060b .428 .670 .049 .335 2.984 .335 .057b .510 .612 .058 .534 1.872 .469 .030b .220 .827 .025 .364 2.751 .314 .064b .742 .461 .085 .894 1.118 .608 KetaksaanTot PengembanganTot KuantitatifTot KualitatifTot tanggungjawabTot KetaksaanTot PengembanganTot KuantitatifTot KualitatifTot Model 1 2

Beta In t Sig.

Partial

Correlation Tolerance VIF

Minimum Tolerance Collinearity Statistics

Predictors in the Model: (Constant), KonflikTot a.

Predictors in the Model: (Constant), KonflikTot, tanggungjawabTot b.

Dependent Variable: KinerjaTot c.

Collineari ty Diagnosticsa

1.729 1.000 .14 .14

.271 2.525 .86 .86

2.669 1.000 .01 .03 .01

.290 3.036 .10 .67 .01

.041 8.049 .88 .30 .98

Dimension 1 2 1 2 3 Model 1 2 Eigenvalue Condit ion

Index (Const ant) Konflik Tot

tanggungj awabTot Variance P roportions

Dependent Variable: KinerjaTot a.

Residuals Statisticsa

4.83 10.52 7.44 1.659 80

-4.439 3.561 .000 1.685 80

-1.570 1.859 .000 1.000 80

-2.601 2.086 .000 .987 80

Predicted Value Residual

Std. Predicted Value Std. Residual

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: KinerjaTot a.


(5)

Charts

Regression Standardized Residual

3 2

1 0

-1 -2

-3

F

re

q

u

en

cy

20

15

10

5

0

Histogram Dependent Variable: KinerjaTot

Mean =1.51E-16฀ Std. Dev. =0.987฀ N =80


(6)

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

E

x

p

e

c

te

d

C

u

m

P

ro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Regression Standardized Predicted Value

2 1

0 -1

-2

R

e

g

re

s

s

io

n

S

ta

n

d

a

rd

iz

e

d

R

e

s

id

u

a

l

3

2

1

0

-1

-2

-3