Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPOSIT
Material komposit adalah material yang terdiri dari dua atau lebih fasa yang
berbeda baik secara fisika ataupun kimia dan memiliki karakteristik yang lebih
unggul dari masing-masing komponen penyusunnya [21]. Kekuatan sifat dari
komposit merupakan fungsi dari fasa penyusunnya, komposisinya serta geometri
dari fasa penguat. Geometri fasa penguat disini adalah bentuk dan ukuran partikel,
distribusi dan orientasinya [22].
Pada umumnya komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu :
1. Penguat (reinforcement)
Fasa penguat atau fasa tersebar merupakan bahan yang bersifat lengai dalam
bentuk serat, partikel, kepingan dan lamina yang ditambahkan untuk
meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik komposit seperti meningkatkan
sifat kekuatan, kekakuan, keliatan dan sebagainya [23].
2. Matriks
Matriks berfungsi untuk memelihara arah dan jarak antar serat atau partikel,
meneruskan dan membagi gaya kepada serat atau partikel [24].
3. Interface
Interface antara matriks dan penguat dalam pembuatan komposit akan sangat


berpengaruh terhadap sifat akhir dari komposit yang terbentuk, baik sifat fisik
maupun mekanik. Interface adalah suatu fasa atau media yang terdapat pada
komposit yang berfungsi untuk mentransfer beban dari penguat-matrikspenguat [22].

2.2 BIOKOMPOSIT
Biokomposit adalah jenis komposit yang salah satu penyusunnya, yaitu
reinforcement atau matriksnya, terbuat dari bahan alam [25]. Untuk pengisi, bahan
yang digunakan dapat berupa serat tumbuhan seperti kapas, lenan, rami dan
lainnya, atau dapat berupa serat yang berasal dari kayu daur ulang atau limbah
kertas, atau bahkan serat hasil samping pemotongan kayu. Matriks dapat berupa
7
Universitas Sumatera Utara

polimer, yang berasal dari sumber yang dapat diperbaharui seperti minyak sayur
dan pati [26].
Sifat biokomposit sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh
bahan pengisinya. Karena itu, struktur dan sifat fungsional biokomposit dapat
dibuat sesuai dengan keinginan dengan memilih bahan pengisinya [27]. Hal yang
paling penting dalam produksi biokomposit adalah memilih komposisi optimum
dari kombinasi yang sesuai. Yang dimaksud dengan kombinasi yang sesuai adalah

proses pencampuran dimana dua atau lebih komponen larut satu sama lain
sehingga muncul interaksi antar komponennya [28].

2.3 BIOPLASTIK
Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan seperti layaknya
plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme
menjadi air dan karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan
[29].
Bioplastik tidak hanya terdiri dari satu zat tetapi meliputi beberapa material
dengan sifat dan aplikasi yang berbeda. Menurut European bioplastics, material
plastik didefinisikan sebagai bioplastik jika material tersebut berbasis bio, bersifat
biodegradable atau mencakup keduanya. Maksud dari berbasis bio atau biobased

adalah material atau produk yang berasal dari biomassa (tumbuhan). Biomassa
yang digunakan pada bioplastik dapat berupa jagung, tebu dan selulosa.
Sedangkan biodegradable adalah proses kimia yang mana mikroorganisme yang
terdapat di lingkungan mengkonversi material-material menjadi bentuk zat-zat
alam seperti air, karbon dioksida, dan kompos. Proses dari biodegradasi
tergantung pada kondisi lingkungan sekitar (contohnya lokasi atau temperatur),
bahan material dan pengaplikasiannya [30].


2.4 PATI KULIT SINGKONG (Manihot esculenta)
Pati ialah karbohidrat penyimpan energi bagi tumbuhan. Pati tergolong
dalam polisakarida. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu
amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Pati
merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glukosidik [31]. Amilosa

8
Universitas Sumatera Utara

adalah komponen utama dalam pati yang berperan dalam peristiwa gelatinasi
yaitu pengelompokan molekul-molekul pati melalui pembentukan ikatan-ikatan
hidrogen pada gugus hidroksil intermolekuler antar rantai molekul amilosa.
Sedangkan amilopektin sebaliknya, dapat menghalangi terjadinya gelatinasi
karena

adanya

percabangan


dalam

molekulnya

yang

dapat

mencegah

pengelompokan tersebut [32].
Dengan menambahkan pati ke dalam polimer sintesis maka diharapkan
plastik yang dihasilkan dapat terdegradasi secara alami. Plastik biodegradable
berbahan dasar pati dapat didegradasi oleh bakteri dengan cara memutus rantai
polimer menjadi monomer-monomernya [5]. Komposit atau campuran plastik
berbasiskan pati memiliki sifat mekanis yang lemah seperti kekuatan tarik,
kekuatan mulur, kekakuan, perpanjangan putus, stabilitas kelembaban yang
rendah serta melepaskan molekul pemlastis dalam jumlah kecil dari matriks pati.
Modifikasi pati, penggunaan compatibilizer, reinforcement, serta perbaikan
kondisi proses, diharapkan mampu menjadikan pati sebagai material subtitusi

plastik konvensional [33].
Kulit singkong (Manihot esculenta ) merupakan limbah dari singkong yang
memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Persentase jumlah limbah kulit bagian
luar sebesar 0,5 – 2 % dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian
dalam sebesar 8 – 15 % [34]. Kulit Singkong memiliki komposisi seperti
ditunjukkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Komponen Kimia Kulit Singkong [35]
Komponen

Devendra (1977)

Adegbola (1980)

Protein

4,8

6,5

Serat


21,1

10,0

Ekstrak eter

1,2

1,0

NFE

68,6

62,5

Abu

4,2


6,5

Ca

0,312

n.a.

Mg

0,215

n.a.

9
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan pada pati kulit singkong terdapat beberapa parameter analisa
yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.2 Analisa Pati Kulit Singkong [6]
Parameter

Kadar(%)

Analisa
Humiditas
Keasaman

14,17
0,64

Abu

0,7458

Lemak

0,44


Protein

2,3

Amilosa

17-20

Amino-pektin

80-83

Almidon

64-72

Dari tabel diatas pati kulit singkong mengandung amilosa sekitar 17-20%
dan amilopektin 80-83% [6]. Amilopektin mempunyai peranan dalam
meningkatkan kerenyahan sedangkan amilosa berperan dalam meningkatkan
kekerasan [36].


2.5 MIKROKRISTALIN SELULOSA PH 101
Selulosa memiliki struktur polisakarida dan merupakan polimer alam yang
paling melimpah [37]. Rumus molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa
merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman yaitu senyawa
polimer glukosa yang tersusun dari unit-unit

-1,4-glukosa yang dihubungkan

dengan ikatan -1,4-D-glikosida [38].

Gambar 2.1 Struktur Molekul Selulosa [39]

10
Universitas Sumatera Utara

Dengan melarutkan selulosa dalam larutan alkali kuat maka akan diperoleh
selulosa yang hampir murni yang disebut α selulosa dan dengan merendam dalam
asam pada suhu tinggi, kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapatkan
mikrokristalin selulosa [40].

Mikrokristalin selulosa adalah produk yang sangat penting dalam industri
farmasi, makanan, kosmetik dan industri lainnya. Mikrokristalin selulosa dapat
diperoleh melalui berbagai proses seperti proses ekstrusi reaktif, proses mediasi
enzim, proses ledakan uap, proses hidrolisis asam dan lain-lain [41].
Mikrokristalin selulosa berguna sebagai filler atau pengikat dan menghasilkan
potensi pengenceran yang lebih tinggi [42].
Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer yang
komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa digunakan
sebagai adsorben, agen pensuspensi, pengisi tablet atau kapsul, dan dapat juga
bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan tablet, Avicel tidak hanya berfungsi
sebagai bahan pengisi, namun juga dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler
binder ). Avicel PH 101 dapat digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat.

Avicel kurang menguntungkan dalam segi ekonomis sehingga perlu untuk
mengkombinasikan dengan bahan lain yang lebih murah namun [43]. Avicel PH
101 merupakan bahan pengisi yang mempunyai kemampuan mengembang yang
baik.

Daya

alirnya

dihambat

oleh

pembentukan

jembatan

hidrogen,

kompaktibilitas bagus, sangat stabil, dan mudah dikempa [44]. Avicel PH 101
memiliki ukuran partikel 50 µm dengan kadar air 3,0 sampai 5,0% [45].
Tabel 2.2 Sifat mikrokristalin selulosa PH 101 [46]
Parameter

Kandungan

Kadar air

4.22±0.44

Kadar abu

0.12

Densitas (g/ml)

1.474

Indeks kekristalan

72

Carr’s index

23.73

Porositas (%)

66.9

11
Universitas Sumatera Utara

2.6 SORBITOL
Komponen utama dari film biodegradable adalah palstisizer dan juga
komponen pembentuk film atau polimer [47]. Plastisizer didefinisikan sebagai
bahan non volatil, bertitik didih tinggi jika ditambahkan pada material lain
sehingga dapat merubah sifat material tersebut [48]. Penambahan agen pemlastis
atau plastisizer ke dalam campuran film biodegradable sangatlah diperlukan
untuk mengatasi kerapuhan film yang disebabkan oleh kekuatan intermolekular
yang tinggi. Plastisizer umumnya berupa molekul kecil seperti poliol contohnya
sorbitol, gliserol dan polietilen glikol (PEG) yang menyebar dan masuk diantara
rantai polimer, kemudian merusak ikatan hidrogen dan memisahkan rantairantainya, yang mana tidak hanya meningkatkan fleksibilitas tetapi juga
permeabilitas terhadap uap air dan gas [47].
Sorbitol atau D-sorbite adalah monosakarida poliol dengan rumus kimia
C6H14O6. Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal putih
dengan titik leleh berkisar antara 89 – 101 oC, higroskopis dan berasa manis.
Struktur molekul sorbitol mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehid pada
glukosa diganti menjadi gugus alcohol [49]. Sorbitol diperoleh melalui reduksi
glukosa dengan mengganti gugus aldehida ke gugus tambahan hidroksil. Sorbitol
memiliki massa molar 182,17 g/mol dan densitas 1,489 g/cm3 [50].

Gambar 2.2 Struktur Kimia Sorbitol [50]
Sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kelebihan
mampu untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler
sehingga baik untuk menghambat penguapan air dari produk, dapat larut dalam
tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer,
tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah dan bersifat non toksik [51].

12
Universitas Sumatera Utara

2.7 GELATINISASI PATI
Pati memiliki struktur yang sangat teratur yang disebut juga dengan
granula pati. Ketika dipanaskan dalam air, pati mengalami proses transisi, dimana
butiran pati terurai menjadi larutan polimer yang disebut juga dengan gelatinisasi.
Gelatinisasi pati adalah proses pemecahan ikatan antarmolekul pati dengan
bantuan air dan panas yang memungkinkan ikatan hidrogen (hidrogen hidroksil
dan oksigen) mengikat lebih banyak air [52].
Pada saat cairan dipanaskan, ikatan hidrogen pada pati melemah. Hal ini
memungkinkan

air masuk

ke dalam molekul

pati

dan menyebabkan

pembengkakkan dan peningkatan ukuran pati hingga tercapai ketebalan
maksimum. Amilosa akan semaking berkurang dari granula pati sedangkan ikatan
hidrogen antara air dan amilopektin meningkat. Kandungan air akan semakin
berkurang sehingga menyebabkan campuran menjadi lebih tebal dan kental [53].
Perubahan viskositas sebagai akibat dari pembengkakan granul dan
pelarutan makromolekul memungkinkan karakterisasi dalam proses gelatinisasi.
Biasanya, analisa viskositas dimulai pada temperatur antara 30 sampai 50 °C di
bawah suhu gelatinisasi pati. Pada gambar di bawah dideskripsikan pengukuran
viskositas berdasarkan profil temperatur pemanasan dan pendinginan. Ketika
digunakan suhu yang melebihi suhu gelatinisasi pati, pembengkakan dan
pecahnya sebagian butiran ditunjukkan dengan adanya peningkatan viskositas.
Dengan demikian suhu mula-mula gelatinisasi (Tp) dan intensitas gelatinisasi
(PV) merupakan titik yang pening dalam gelatinisasi pati [54].

Gambar 2.3 Pengaruh Temperatur Gelatinisasi Terhadap Viskositas Pati
[54]
13
Universitas Sumatera Utara

Keterangan gambar :
(1) Suhu awal gelatinisasi (Tp, pasting temperature)
(2) Hidrasi granula pati
(3) Intensitas maksimal gelatinisasi (PV, peak viscosity)
(4) Kerusakan enzimatis dan regangan granula pati
(5) Viskositas minimum
(6) Berkurangnya viskositas (B, breakdown)
(7) Viskositas akhir
(8) Pengerasan (S, setback)
Proses yang melibatkan air dan pemanasan tersebut mengakibatkan
pecahnya sebagian atau seluruh granulanya. Pecahnya granula ini terjadi pada
suhu gelatinisasi, pati singkong memiliki suhu gelatinisasi 68-92 oC. Hasil dari
proses gelatinisasi bersifat irreversible [55].

2.8 RETROGRADASI
Proses gelatinisasi juga erat kaitannya dengan retrogradasi. Retrogradasi
adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Pasta
pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang
membengkak yang tersuspensi ke dalam air panas dan molekul-molekul amilosa
yang terdispersi ke dalam air. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi
kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul
amilosa untuk bersatu kembali [56]. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali
satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir
luar granula, dengan demikian mereka menggambungkan butir-butir pati yang
bengkak tersebut menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan
mengendap [57].
Menurut Swinkels (1985), retrogradasi pasta pati atau larutan pati
memiliki beberapa efek sebagai berikut: (1) peningkatan viskositas; (2)
terbentuknya kekeruhan; (3) terbentuknya lapisan tidak larut dalam pasta panas;
(4) terjadi presipitasi pada partikel pati yang tidak larut; (5) terbentuknya gel; dan
(6) terjadinya sineresis pada pasta pati. Retrogradasi adalah proses yang kompleks
dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan konsentrasi pati,

14
Universitas Sumatera Utara

prosedur pemasakan, suhu, waktu peyimpanan, prosedur pendinginan, pH, dan
keberadaan komponen lain [58].

Gambar 2.4 Perubahan Granula Pati Selama Proses Gelatinisasi dan Retrogradasi
[57]
Kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi juga dapat dilihat
Viskositas setback pati. Viskositas setback menunjukkan kecenderungan pati
untuk mengalami retrogradasi yang dihitung sebagai selisih antara cold paste
viscosity (CPV) dengan hot paste viscosity (HPV) [59].

2.9 ULTRASONIKASI
Dalam pembuatan bioplastik dengan menggunakan penguat MCC diperlukan
perlakuan fisik dalam proses pencampuran material bioplastik. Salah satu proses
fisik yang efektif adalah ultrasonikasi. Ultrasonik mempunyai keunikan dan
keunggulan tersendiri, yaitu memiliki energi yang cukup tinggi yang dapat
diberikan kepada zat lain dalam waktu yang singkat.
Ketika gelombang ultrasonik digunakan untuk pendispersian MCC, kavitasi
ultrasonik dapat memberikan dua fungsi pada partikel MCC. Yang pertama
adalah efek pendispersian (homogenisasi) yang dihasilkan dari pancaran cairan
(liquid jet) gelombang ultrasonik, serta kerusakan pada permukaan MCC (terjadi
pemecahan partikel) yang disebabkan oleh gelombang kejut yang kuat. Dengan
meningkatnya daya ultrasonik, intensitas juga ikut menurun. Hal ini menunjukkan
bahwa ikatan hidrogen dalam partikel MCC rusak dan derajat kristalinitas MCC
menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh kavitasi ultrasonik yang memutuskan
struktur molekul di daerah amorf dan daerah kristal [60].
Proses ultrasonikasi pada MCC bekerja dengan menghasilkan gelombang
pada tekanan sonik yang intens dalam medium cair. Gelombang tersebut
mengakibatkan terbentuknya aliran dalam medium cair dan kemudian
15
Universitas Sumatera Utara

menghasilkan gelembung mikro (micro-bubbles) yang akhirnya pecah. Fenomena
ini disebut kavitasi [61]. Kavitasi adalah pengembangan dan pemecahan
gelembung di dalam cairan yang disebabkan oleh gelombang suara. Kavitasi dapat
memecah partikel padat menjadi lebih kecil dikarenakan ketidaksempurnaan
permukaan partikel yang berperan sebagai inti bagi pembentukan gelembung
kavitasi pada permukaan yang selanjutnya saat pecah menjadi gelombang kejut
yang dapat memecah partikel menjadi lebih kecil [62].
Selama terjadinya kavitasi, energi potensial dari gelembung dikonversikan
menjadi energi kinetik dalam bentuk pancaran cairan (liquid jet) yang bergerak
menuju ke bagian dalam gelembung dan menembus dinding gelembung lainnya
hingga menubruk permukaan MCC [63]. Proses penubrukan ini menyebabkan
pembelahan melintang pada aksis longitudinal dari struktur mikrofibril selulosa
yang mana menghasilkan serat atau fibril yang panjang [64]. Selain menyebabkan
penguraian serat pada mikrokristalin selulosa, proses ultrasonikasi juga
menyebabkan pengurangan ukuran serat selulosa yang diperoleh melalui adanya
gaya antar partikel yang saing bertubrukan dan gaya geser pada partikel [39].
Proses ultrasonikasi ini dapat diaplikasikan dalam pendispersian bahan
penguat. Pemanfaatan ultrasonikasi dalam pendispersian filler ZnO dan Selulosa
dalam sintesis bioplastik dilaporkan oleh Marbun (2012). Selain itu, pendisperian
filler selulosa dalam produksi bioplastik juga dilaporkan oleh Darni, dkk., (2014).

Gambar 2.5 Diagram skematik dari proses ultrasonikasi MCC [63]
16
Universitas Sumatera Utara

2.10 METODE PEMBUATAN BIOPLASTIK
Berbagai metode pembuatan biokomposit untuk produksi bioplastik dapat
dijelaskan sebagai berikut :
2.10.1 Eksfoliasi/Adsorpsi
Pertama-tama,

sekumpulan

lapisan

(layered

host)

mengalami

pengelupasan dalam pelarut (air, toluena, dan lain-lain) yang polimernya dapat
larut pada learut tersebut [16]. Polimer kemudian diserap kedalam lapisan dan
melapisinya ketika pelarut diuapkan, dan lembaran disusun seperti susunan
sandwich. Kerugian proses ini adalah penggunaan pelarut dalam jumlah yang
besar [65].

2.10.2 Polimerisasi In Situ Interkalatif
Polimerisasi in situ merupakan proses konvensional untuk sintesa
nanokomposit untuk thermoset dan thermoplastik. Dengan menggunakan teknik
ini pembentukan polimer dapat terjadi dalam lembaran yang terinterkalasi [65].
Reaksi polimerisasi ini dapat terjadi dengan proses pemanasan, radiasi, atau
menggunakan inisiator [66].

2.10.3 Interkalasi Larutan/Interkalasi Prepolimer Dari Larutan
Metode interkalasi dalam larutan melibatkan polimer yang terlarut dalam
pelarut organik. Selanjutnya pelarut tersebut diuapkan atau polimer diendapkan.
Metode ini membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak. Semakin banyak pelarut
yang digunakan maka akan membuat lapisan dispersi filler lebih baik. Teknik ini
banyak digunakan dalam kasus polimer yang larut dalam air [67].
Proses akhir metode ini adalah penghilangan pelarut, baik dengan cara
penguapan maupun pengendapan. Keuntungan dari metode ini adalah
nanokomposit terinterkalasi dapat disintesis dengan menggunakan polimer dengan
polaritas rendah atau tanpa polaritas [68].

2.10.4 Melt Intercalation
Metode melt intercalation pertama kali dilaporkan oleh Vaia et al. Proses
pembuatan biokomposit pada metode ini tidak memerlukan penambahan pelarut

17
Universitas Sumatera Utara

[16]. Rantai polimer di interkalasi atau di eksfoliasi untuk membentuk
nanokomposit. Proses pembuatan dengan metode interkalasi ini biasa untuk
membuat nanokomposit dari thermoplastik atau bagi polimer yang tidak sesuai
untuk dibuat dengan teknik adsorpsi atau in situ polimerisasi [65]. Pada kondisi
tertentu, jika permukaan lapisan cukup kompatibel atau sesuai dengan polimer,
maka polimer dapat masuk ke ruang interlayer dan membentuk nanokomposit
terinterkalasi atau exfoliasi [68]. Pada penelitian ini digunakan metode melt
intercalation dimana tidak diperlukan pelarut dalam menghasilkan bioplastik,

serta digunakan proses mekanik ultrasonikasi untuk mendispersikan pengisi
mikrokristalin selulosa.

2.11 KARAKTERISASI PATI
Beberapa analisa/karakterisasi yang dilakukan pada bioplastik adalah
sebagai berikut.
2.11.1 Analisa Kadar Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi
yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin
menyebabkan sifat lengket [56]. Kadar pati merupakan banyaknya pati yang
terkandung dalam bahan kering yang dinyatakan dalam persen. Kadar pati
dianalisa dengan metode hidrolisis dengan asam. Berdasarkan standar mutu pati
menurut Standar Industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimal 75
% [69].

2.11.2 Analisa Kadar Amilosa Dan Amilopektin
Kadar amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula
pati. Amilosa sangat berperan pada saat proses gelatinisasi dan lebih menentukan
karakteristik pasta pati. Pati yang memiliki amilosa yang tinggi mempunyai
kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar. Sedangkan amilopektin memiliki
rantai cabang yang panjang memiliki kecenderungan yang kuat untuk membentuk
gel. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin
tidak bereaksi [56]. Kadar amilosa pada pati dianalisa dengan menggunakan

18
Universitas Sumatera Utara

metode AOAC (Official Methods of Analysis) 1998. Umumnya pati mengandung
15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara [70]. Pada
umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai berat molekul yang lebih besar
dibandingkan dengan berat molekul amilosa serealia, dengan rantai polimer lebih
panjang daripada rantai polimer amilosa serealia [71].

2.11.3 Analisa Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah atau berdasarkan berat kering. Kadar air
merupakan pemegang peranan penting, dimana aktivitas air mempunyai tempat
tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kandungan air dalam bahan
ikut menentukan daya tahan bahan itu sendiri [72]. Standar Industri Indonesia
untuk nilai kadar air maksimum 14% [73]. Dalam penelitian ini menggunakan
metode AOAC (Official Methods of Analysis) 1998 berdasarkan basis kering [56].
Kadar air yang tinggi pada tepung atau pati dapat menimbulkan gumpalan,
perubahan warna dan bau akibat timbulnya jamur [74].

2.11.4 Analisa Kadar Abu
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan, dan mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik. Kadar abu merupakan ukuran umum kualitas. Bila
diperoleh nilai abu yang lebih besar dari nilai standar, maka di dalam bahan
tersebut terkandung zat pengotor asing [75]. Berdasarkan standar mutu pati
menurut Standar Industri Indonesia, kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 15
% [73]. Kadar abu dianalisa dengan metode AOAC (OfficialMethods of Analysis)
1998. Kadar abu akan mempengaruhi mutu pati yang dihasilkan terutama warna
dan kandungan mineral. Kandungan abu yang terlalu tinggi dapat menghasilkan
warna yang kurang baik pada pati. Selain itu, proporsi kadar abu dalam suatu
bahan dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti spesies, keadaan unsur
hara tanah, keadaan kematangan tanaman, iklim, daerah tempat tumbuh, dan
perlakuan penanaman [76].

19
Universitas Sumatera Utara

2.11.5 Analisa Kadar Lemak
Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak. Lemak yang
terdapat pada jaringan baik hewan maupun tumbuhan juga disertai dengan
senyawa lain seperti fosfolipida, sterol, dan beberapa pigmen [77]. Kadar lemak di
dalam pati dapat mengganggu proses gelatinisasi karena lemak dapat membentuk
kompleks dengan amilosa sehingga dapat menghambat keluarnya amilosa dari
granula pati. Lemak juga akan diabsorbsi oleh permukaan granula hingga
terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekitar granula. Lapisan
tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati, sehingga kekentalan
dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air untuk terjadinya pengembangan
granula berkurang [78]. Sebaliknya kadar lemak yang tinggi dapat menyebabkan
rendahnya absorbsi air, karena komponen tersebut akan menutupi partikel pati,
sehingga penyerapan air menjadi terhambat [79]. Dalam penelitian ini diterapkan
metode soxhlet menggunakan heksana sebagai pelarut [80].

2.11.6 Analisa Kadar Protein
Protein merupakan makromolekul yang tersusun oleh asam-asam amino
yang mengandung unsur utama C, O, H dan N. Molekul protein juga mengandung
belerang, fosfor, besi dan tembaga [77]. Pada analisa kadar protein pada pati
dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl. Kandungan protein pada pati
dapat mempengaruhi viskositas pati dimana protein dan pati akan membentuk
kompleks dengan permukaan granula dan menyebabkan viskositas pati menjadi
turun, dan berakibat pada rendahnya kekuatan gel [80]. Pengurangan atau
penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas
lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang
masuk ke granula lebih banyak yang mengakibatkan peningkatan pengembangan
granula. Semakin kecil kadar protein semakin besar pengembangan granula yang
meningkatkan viskositas pada pemanasan. Selain itu, pati yang diperoleh dengan
cara ekstraksi mampu menurunkan kadar protein dan lemak sehingga tidak
berpengaruh terhadap sifat emulsi [79].

20
Universitas Sumatera Utara

2.11.7 Analisa Sifat Pasting
Sifat pemasakan dari pati dapat diamati dengan menggunakan alat Rapid
Visco analyzer (RVA) untuk mengevaluasi sifat-sifat gelatinisasi pati selama

proses pemasakan. Pati ditimbang sebanyak 3 g, kemudian ditambahkan air
sebanyak 25 g. Sampel diperlakukan sesuai program suhu dan waktu yang telah
diatur. Program ini ditujukan untuk meniru kondisi pemasakan yang banyak
dijumpai pada proses sehari-hari [81].
RVA mengukur apparent viscosity berdasarkan rasio antara shear stress
dan shear rate (τ/ ). Apparent viscosity berubah seiring dengan fungsi temperatur,
gesekan, waktu dan jenis sampel. Data apparent viscosity diperoleh pada tingkat
gesekan yang berbeda, berupa jumlah putaran per menit (rpm). Kurva yang
dihasilkan oleh RVA memiliki karakteristik yang sangat khas. Sumbu x pada
kurva ini adalah waktu, sedangkan sumbu y adalah viskositas (mPas). Selama
pengukuran, cairan dipanaskan sambil diaduk. Gaya tahan cairan terhadap balingbaling pemutar diukur sebagai viskositas [82].

2.12 UJI BIOPLASTIK
Beberapa pengujian yang dilakukan pada bioplastik yaitu :
2.12.1 Penentuan Rapat Massa (Densitas)
Massa jenis (densitas) adalah pengukuran massa setiap satuan volume
benda. Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa
setiap volumenya. Satuan SI massa jenis adalah kg/m3, sedangkan satuan lainnya
adalah g/cm3 [10].
Berat jenis merupakan ukuran kepadatan molekul dalam bahan, sehingga
terkait berat dan volume plastik. Cara pengukuran berat jenis adalah dengan
mengukur perbandingan antara berat dan volume plastik [33]. Metode sederhana
dalam penentuan massa jenis relatif suatu bahan adalah dengan menimbang
sampel baik pada udara dan air (ASTM D-792). Metode lain yang digunakan
adalah ASTM D-1505, yaitu pengukuran kolom gradien densitas [83].
Rumus untuk menentukan massa jenis adalah:
�=

Dimana :



(2.1)



21
Universitas Sumatera Utara

� = rapat massa/densitas (g/cm3)
m = massa sampel (g)

v = volume sampel (cm3)
[10]

2.12.2 Sifat Kuat Tarik
Kekuatan tarik adalah ukuran kekuatan suatu bahan ketika bahan tersebut
menerima beban yang cenderung merenggangkan atau memperpanjang bahan
tersebut. Kekuatan tarik umumnya ditentukan dengan meletakkan suatu bahan
berbentuk panjang, kawat atau bentuk dumbbell terhadap gaya tarik (uji tarik satu
sumbu) [84].
Pengujian tarik merupakan pengujian mekanis berupa gaya tarik untuk
melihat perilaku inheren dari material terhadap pembebanan tersebut. Prinsip
pengujian tarik yaitu dengan memberikan tegangan aksial berupa tarikan pada
kedua ujung atau salah satu ujung spesimen tarik hingga putus [85]. Pengujian ini
sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di
Amerika dengan ASTM E8, di Jepang dengan JIS 2241 dan di Indonesia dengan
ASTM D 638 [86]. Pada uji kuat tarik bioplastik ini digunakan standar ASTM
D638-02a.
Kuat tarik (tensile strength) dihitung dengan cara membagi tekanan
maksimum dengan luas penampang minimum dari spesimen, dan dapat dalam
satuan psi atau Pascal (lbf/in2) [87]. Pengukuran tensile strength secara sistematis
dapat ditulis sebagai berikut :
�=

Dimana :

�����

(2.2)

�0



= tegangan atau kekuatan tarik (kgf/mm2)

A0

= luas penampang awal (mm2)

Fmaks = beban maksimum (kgf)

[88]

22
Universitas Sumatera Utara

2.12.3 Pemanjangan pada saat Putus
Elongasi merupakan salah satu jenis deformasi. Deformasi merupakan
perubahan ukuran yang terjadi saat material di beri gaya. Elongation-to-break
(ultimate elongation) adalah regangan pada sampel pada saat sampel patah [89].
Perpanjangan putus adalah parameter yang menunjukkan bahwa bahan
polimer tersebut mempunyai sifat elastis, dimana besarnya tergantung dari
komposisi dan perlakuan dengan tujuan tertentu [90]. Pengujian sifat mekanik
juga menghasilkan nilai persentase perpanjangan putus yang menunjukkan
persentase mulurnya yaitu besarnya perpanjangan (pemuluran) sebelum akhirnya
putus [91]. Pada uji perpanjangan putus bioplastik ini digunakan standar yang
sama denggan kuat tarik yaitu ASTM D638-02a.
Persentase perpanjangan dapat dihitung dengan persamaan :
�= [

Dimana :

(�� −��
��

]x 100 %

(2.3)

Lf = panjang akhir benda uji
Lfo = panjang awal benda uji
[85]

2.12.4 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah alat yang dapat membentuk

bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan
diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Teknik SEM pada hakikatnya
merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang
diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20
μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi
segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan [92].
Hasil analisa uji SEM. dapat memberikan informasi tentang bentuk dan
perubahan dari suatu bahan yang diuji dimana pada prinsipnya perubahan patahan,
lekukan dan perubahan struktur dari bahan cenderung mengalami perubahan
energi. Energi yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan, dan diserap
serta diubah menjadi gelombang elektron yang dapat ditangkap dan dibaca
hasilnya pada foto SEM [93].
23
Universitas Sumatera Utara

2.12.5 Fourier Transform InfraRed (FT-IR)
Prinsip kerja fourier transform infrared (FT-IR) adalah mengenali
komponen dalam suatu senyawa. Selanjutnya setiap kelompok komponen akan
dideteksi pada panjang gelombang dan nilai absorbansi yang berbeda [94].
FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroscopy) digunakan untuk
menganalisa gugus-gugus fungsi penyusun bioplastik [10]. Analisa gugus fungsi
dengan FTIR bertujuan untuk mengetahui proses yang terjadi pada pencampuran
apakah secara fisik atau kimia karena itu sampel pada tiap proses pembuatan
edible film dianalisa dengan FTIR. Sampel ditempatkan ke dalam set holder ,

kemudian dicari spektrum yang sesuai. Hasilnya akan didapatkan difraktogram
hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas. Spektrum FTIR direkam
menggunakan spektrofotometer pada suhu ruang [95].

2.12.6 Ketahanan terhadap Air
Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta
tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui
prosentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses
terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang
menggembung. Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji
swelling, yaitu presentase penggembungan film oleh adanya air [33]. Pada uji

ketahanan air pada bioplastik ini digunakan standar ASTM D570-98, 2005.
Ketahanan terhadap air sampel dihitung melalui persamaan:
Air % =
Dimana :

�− ��
��



%

(2.4)

Wo = berat edible film kering
W = berat edible film basah
[95]

24
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

23 122 122

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

8 26 116

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 3 21

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

1 1 2

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 2 6

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

2 10 10

Pembuatan Bioplastik dari Pati Kulit Singkong (Manihot esculenta) Berpengisi Mikrokristalin Selulosa AvicelPH-101 (Wood pulp) dengan Plastisizer Sorbitol

0 0 17

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 23

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

0 0 2

HIDROLISIS ASAM KLORIDA TEPUNG PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) DALAM PEMBUATAN GULA CAIR

1 10 9