KOMUNIKASI KELOMPOK PADA KOMUNITAS MUSIK INDIE (Fungsi Komunikasi Kelompok pada Komunitas Musik Indie Kirana di Jalan Darussalam kota Medan)

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian
Penelitian ini menggunakan paradigma kontruktivis. Paradigma konstruktivis
dalam penelitian sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut
paradigma konstruktivis, realitas sosial yang di amati oleh seseorang tidak dapat di
generalisasikan pada semua orang seperti yang di lakukan oleh kaum positivis.
Paradigma positivis yang di telusuri oleh pemikiran Weber, menilai perilaku manusia
secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai
agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian
makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri.
Kajian

pokok

dalam

paradigma

konstruktivisme


menurut

Webber,

menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat
dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul
dari alasan alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan
memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan beberapa catatan, dimana
tindakan sosial yang di lakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan
rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman
(interpretive understanding).
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan
sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan di teliti.
Paradigma konstruktivis merupakan respon terhadap paradigma postivis dan memiliki
sifat yang sama dengan positivis, dimana yang membedakan keduaya adalah objek
kajiannya sebagai start – awal dalam memandang realitas sosial. Positivis berangkat
dari sistem dan struktur sosial, sedangkan konstruktivisme berangkat dari subjek yang
bermakna dan memberikan makna dalam realitas tersebut.

Sebagai sebuah pemikiran, konstruktivisme sudah dimulai sejak Giambatista
Vico, seorang epistemolog Italia pada tahun 1710. Vico mengungkapkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

“mengetahui” berarti mengetahui bagaimana mengkonstruksi sesuatu. Bagi Vico,
pengetahuan akan mengacu pada struktur konsep yang dibentuk. Pengetahuan juga
tak dapat dipisahkan dari subjek yang memiliki pengetahuan itu (Suparno, 1997:24).
Suatu ilmu pengetahuan setelah mengalami proses yang cukup lama menjadi sebuah
ilmu pengetahuan yang lazim bagi manusia untuk dijadikan landasan dalam
menjalani kehidupan keseharian. Sebelum dilazimkan oleh manusia sebuah
pengetahuan mengalami penyempurnaan akibat bertambahnya pengalaman baru
manusia yang disebut proses reorganisasi ilmu pengetahuan yang berupa
pendefinisian kembali, pemantapan konsep dan ilmu pengetahuan yang relatif baku.
Paradigma konstruktivis bertujuan melihat rekonstruksi realitas sosial secara
dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang di teliti melalui metode kualitatif
seperti observasi partisipan serta wawancara mendalam
2.1.1

Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga

orang bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka
satu sama lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan di antara mereka
merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang orang dalam kelompok
tersebut. Kelompok memiliki tujuan dan aturan aturan yang dibuat sendiri dan
merupakan kontribusi arus informasi di antara mereka sehingga mampu menciptakan
atribut kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok
itu.
Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap
muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan
mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan
sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka.
Kelompok dalam perspektif interaksional yang dikemukakan Marvin Shaw
sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan suatu cara
tertentu, di mana masing masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya
(Sendjaja, 2002: 3.27). Clovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan

Universitas Sumatera Utara


suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial
(Sendjaja, 2002: 3.27).
Definisi kelompok menurut Ronald adler dan George Rodman dalam
bukunya: Understanding Human Communication , menjelaskan bahwa kelompok atau
group merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap
muka dalam waktu yang lama guna mencapai tujuan tertentu (Sendjaja, 2002: 3.5).
Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga
orang bahkan lebih. Kelompok memiliki hubungan yang intensif di antara mereka
satu sama lainnya, terutama kelompok primer, intensitas hubungan di antara mereka
merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang orang dalam kelompok
tersebut. Kelompok memiliki tujuan dan aturan aturan yang dibuat sendiri dan
merupakan kontribusi arus informasi di antara mereka sehingga mampu menciptakan
atribut kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok
itu.
Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap
muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan
mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan
sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka.
Kelompok dalam perspektif interaksional yang dikemukakan Marvin Shaw
sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan suatu cara

tertentu, di mana masing masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya
(Sendjaja, 2002: 3.27). Clovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan
suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial
(Sendjaja, 2002: 3.27).
Ronald adler dan George Rodman dalam bukunya: Understanding Human
Communication, menjelaskan bahwa kelompok atau group merupakan sekumpulan

kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang lama
guna mencapai tujuan tertentu (Sendjaja, 2002: 3.5).

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya :
1. Kelompok Primer (Primary Group)
Charles Horton Cooley pada tahun 1909, dalam bukunya Social Organization
menjelaskan bahwa kelompok primer adalah :


Kelompok primer (primary group) yaitu pengelompokan anggotaanggota masyarakat yang terorganisir secara adat, baik berdasarkan
ikatan kedaerahan maupun hubungan darah. Sebagai contoh,

Pemakaian marga di Sumatera Utara, dan suku di Papua. Di dalam
kelompok primer terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih
erat di antara mereka dari pada kelompok sekunder. Dalam kelompok
primer juga terjadi hubungan yang face to face, dimana para anggota
nya saling terlibat tatap muka antara satu dengan yang lainnya dan
saling mengenal dekat, sehingga antara satu anggota dan anggota yang
lainnya mempunyai hubungan yang erat. Peranan kelompok primer
dalam kehidupan individu besar sekali karena di dalam kelompok
inilah individu berkembang dan dididik sebagai makhluk sosial. Di
dalam kelomopk inilah individu mengembangkan sifat-sifat sosial
seperti mengindahkan norma norma, melepaskan kepentingan dirinya
sendiri demi kepentingan kelompok, belajar bekerja sama dengan
individu lain, dan mengembangkan kecakapannya guna kepentingan
kelompoknya. Sifat interaksi dalam kelompok primer ini lebih
bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Contoh
kelompok primer yang bisa kita lihat adalah, keluarga, rukun tetangga,
kelompok kawan sepermainan, kelompok belajar, dsb.

Sedangkan menurut George Homans :



Kelompok primer adalah sekumpulan orang yang terdiri dari beberapa
orang yang sering berkomunikasi dengan lainnya sehingga setiap
orang mampu berkomunikasi secara langsung (tatap muka) tanpa
melalui perantar. Misalnya : Keluarga, rukun tetangga (RT), kawan
sepermainan, kelompok agama, dan lain lain.

Universitas Sumatera Utara

Ferdinand

Tonnies

menjelaskan

kelompok

primer

dengan


sebutan

Geimeninschaft, yang mana :



Geimenschaft atau paguyuban dapat disamakan dengan kelompok

primer, yaitu bentuk kehidupan bersama di mana anggota anggotanya
diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta
bersifat kekal. Bentuk paguyuban dapat di jumpai di dalam keluarga,
kelompok kekerabatanm, rukun tetangga dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat pendapat ahli mengenai kelompok primer di atas,
penulis menarik kesimpulan bahwa, kelompok primer adalah kelompok yang
terbentuk di dasarkan hubungan yang erat antara anggotanya, memiliki intensitas
komunikasi yang bagus sehingga antara anggota saling mengenal baik eksternal
maupun internal dari kawan sekelompoknya, dan sifatnya sangat kekeluargaan.
Sebagai contoh : Keluarga merupakan salah satu dari kelompok primer, ini
tentu saja di karenakan kita sudah menjadi anggota kelompok primer tersebut

semenjak kita lahir, proses interaksi yang intens antara orang tua dan anak, maupun
anggota keluarga yang lain, serta adanya rasa saling memiliki satu sama lain dapat
kita jadikan faktor untuk mengkategorikan keluarga sebagai kelompok primer.

2. Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Lalu, kelompok sekunder menurut Charles Horton Cooley, dalam bukunya
Social Organization :



Kelompok sekunder (secondary group) yaitu pengelompokan anggotaanggota masyarakat yang terorganisir secara sistematis untuk tujuantujuan tertentu. Berbeda dengan kelompok primer yang para
anggotanya mempunyai hubungan yang intens, dalam kelompok
sekunder, para anggotanya tidak terlibat interaksi intens antara satu
dengan yang lainnya sehingga hubungan yang lebih erat antara
anggotanya tidak muncul. Contoh kelompok sekunder antara lain,
koperasi, teman kantor atau rekan kerja, organisasi besar dan
terstruktur.

Universitas Sumatera Utara


Ferdinand Tonnies juga menjelaskan kelompok sekunder dengan sebutan
Gesellschaft, yang mana :



Gesellschaft atau patembayan dapat disamakan dengan kelompok

sekunder, yaitu merupakan ikatan secara lahir yang bersifat pokok
untuk jangka waktu yang pendek. Bentuk patembayan terdapat
didalam hubungan perjanjian yang bersifat hubungan timbal balik
seperti, ikatan antar pedagang, atau organisasi dalam suatu perusahaan.
Sedangkan kelompok sekunder, penulis menyimpulkan berdasarkan pendapat
pendapat ahli di atas, bahwa kelompok sekunder mempunyai struktur kedudukan atau
jabatan yang lebih jelas dan tertulis, adanya jarak antara pemimpin dan anggota, lebih
bersifat saling memanfaatkan antara anggota yang satu dengan anggota yang lain,
dimana komunikasi dan interaksi yang terjalin juga tidak se intens kelompok primer,
dikarenakan apabila si anggota kelompok merasa tidak diuntungkan dengan
bergabung di dalam kelompok itu, maka dia bebas meninggalkan kelompok karena
tidak adanya rasa saling memiliki dengan kelompoknya tersebut.
Sebagai contoh : Organisasi kepemudaan yang merupakan organisasi besar

dengan banyak anggota, mempunyai struktur yang jelas membedakan ketua dengan
anggota yang biasa, anggota bertemu dikarenakan adanya keperluan seperti rapat
kerja tahunan, ataupun kongres.
Jalaludin Rakhmat membedakan 2 jenis kelompok ini berdasarkan
karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita
tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali
kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada
kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.

Universitas Sumatera Utara

3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.

3. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore

Newcomb

(1930)

melahirkan

istilah

kelompok

keanggotaan

(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan
fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok
yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk
membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif,
fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok
rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi
komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap
yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus
menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga
memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi,
mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek,
peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif).
Kelompok rujukan juga berpengaruh terhadap perubahan dan memperteguh sikap
dan perilaku seseorang. Erwin P. Bestinghaus (1973 : 95-96) menyebutkan cara cara
menggunakan kelompok rujukan dalam persuasi :
a. Jika kita mengetahui kelompok rujukan kita, hubungkanlah pesan kita dengan
kelompok rujukan itu, dan fokuskanlah perhatian mereka kepadanya.
b. Kelompok kelompok itu mempunyai nilai yang bermacam macam sebagai
kelompok rujukan. Dalam merencanakan pesannya, komunikator harus

Universitas Sumatera Utara

memperhitungkan relevansi dan nilai kelompok rujukan yang lebih tepat bagi
kelompok tertentu.
c. Kelompok keanggotaan jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku
bagi anggota anggotanya. Standar perilaku ini dapat digunakan untuk
menambah peluang diterimanya pesan kita.
d. Suasana fisik komunikasi dapat menunjukkan kemungkinan satu kelompok
rujukan didahulukan dari kelompok rujukan yang lain. Sebagai contoh bagi
para penonton bioskop, kelompok artis lebih baik ditonjolkan daripada
kelompok para kiai, sebaliknya, para pemain musik rock tidak baik dijadikan
rujukan di mesjid.
e. Kadang kadang kelompok rujukan yang positif dapat dikutip langsung dalam
pesan, untuk mendorong respon positif dari khalayak. Contohnya seperti
dalam iklan televisi ” Juara makan so nice”, yang menggambarkan kelompok
peraih medali sea games yang memakan sosis tersebut sehingga memberikan
kesan positif bagi produk makanan itu.
4. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua:
deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok
dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran,
dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a . kelompok
tugas, b. kelompok pertemuan, dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan
memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye
politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka
sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak
tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok
pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial
politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal, (di AS) pada tahun 1960-an
menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok deskriptif juga dapat dikelompokkan berdasarkan tujuannya. Barlund
dan Haimann (1960) menjejerkan kelompok kelompok itu dari tujuan yang bersifat

Universitas Sumatera Utara

interpersonal sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas kelompok. Mereka
menyusunnya dengan rentangan kontinuum seperti berikut :

Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan
Kelompok
Sepintas

Kelompok
Katartis

Kelompok

Kelompok

Kelompok

Pembuat

Belajar

Aksi

Kebijaksanaan
Sumber : Rakhmat, 2005 : 147
Kelompok sepintas (casual group) dibentuk hanya semata mata untuk ”membina
hubungan manusiawi yang hangat”. Kelompok katartis dimaksudkan untuk
melepaskan tekanan batin atau frustasi anggota anggotanya. Kelompok belajar tentu
dibentuk untuk menambah informasi. Kelompok pembuat kebijaksanaan dan
kelompok aksi keduanya dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan
kebijaksanaan atau tindakan.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh
anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright
mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar,
simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer. Format
kelompok preskriptif ini didasarkan atas susunan tempat duduk, urutan siapa yang
berbicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan untuk berbicara. Berikut uraian
nya :

 Diskusi meja bundar
Mempunyai susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi
yang bebas diantara anggota anggota kelompok. Digunakan untuk diskusi yang
sifatnya terbatas, terjadi jaringan komunikasi semua saluran, dan adanya
hubungan sosial

yang demokratis di

antara anggotanya. Format ini

memungkinkan individu berbicara kapan saja, tanpa ada agenda yang tetap, meja

Universitas Sumatera Utara

bundar juga mengisyaratkan waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi serta terasa lebih informal.

 Simposium

Serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik
atau posisi yang pro atau kontra terhadap masalah yang kontroversial, dalam
format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya. Segala arus acara di atur oleh
seorang moderator. Simposium dimaksudkan untuk menyajikan informasi
informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak dalam mengambil keputusan
pada waktu yang akan datang. Informasi diklasifikasikan berdasarkan urutan
logis, perbedaan titik pandang, atau pemecahan alternatif.

 Diskusi Panel

Format khusus yang anggota anggota kelompoknya berinteraksi, baik berhadap
hadapan maupun melalui seorang mediator, diantara mereka sendiri dan dengan
hadirin, tentang masalah yang kontroversial. Susunan tempat duduk diskusi
panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang menghadap
khalayak, dengan moderator yang duduk di tengah tengah, diantara kedua pihak
yang berdiskusi. Diskusi panel tidak sepenuhnya dikendalikan oleh moderator,
karena peserta diskusi dapat berinteraksi secara langsung dan spontan, suasana
yang terbentuk juga bisa secara formal maupun informal.


Forum
Terbagi menjadi lima jenis, yaitu : forum ceramah, forum debat, forum dialog,
forum panel, dan forum simposium. Forum ceramah adalah format diskusi yang
dilakukan terutama sekali untuk saling berbagi informasi. Forum debat
dimaksudkan untuk menyajikan pro dan kontra terhadap proposisi yang
kontroversial. Forum dialog menggunakan kombinasi antara dukungan dan
pertanyaan sehingga menjadi struktur diadik atau triadik yang melahirkan
dialog. Forum panel mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan diskusi
panel, begitu juga dengan forum simposium.

Universitas Sumatera Utara



Kolokium
Kolokium adalah sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan kepada
wakil wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan
kepada seseorang (atau beberapa orang) ahli. Bersifat agak formal, dan diskusi



diatur secara ketat oleh seorang moderator.
Prosedur Parlementer
Prosedur parlementer adalah format diskusi yang secara ketat mengatur peserta
diskusi yang besar pada periode waktu yang tertentu ketika sejumlah keputusan
harus dibuat. Para peserta harus mengikuti peraturan tata tertib yang telah
ditetapkan secara eksplisit. Disebut prosedur parlementer karena berasal dari
tata tertib sidang di parlemen atau majelis permusyawaratan rakyat yang
dirancang untuk memenuhi beberapa tujuan pokok.

5.

In-group dan Out-group

In-group adalah kelompok kita dan Out-group adalah kelompok mereka. In-group

dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluarga kita adalah in-group
kelompok primer. Fakultas adalah in-group kelompok sekunder. Perasaan in-group
diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama.
Untuk mebedakan in-group dan out-group, kita membuat batas (boundaries) yang
menentukan siapa yang masuk orang dalam dan siapa yang masuk orang luar. Batasbatas ini dapat berupa lokasi geografis (Indonesia, Thailand, dan sebagainya), suku
bangsa (Jawa, Batak Minang), pandangan atau ideologi (Muslim, Kristen), profesi
(pedagang, dosen), bahasa (Inggris, Cina), status sosial (elite, menengah, bawah) dan
kekerabatan (keluarga, clans). Terdapat semangat “kekitaan” (we-ness) dengan
mereka yang termasuk kedalam lingkaran in-group, yang mana lazim disebut dengan
kohesi kelompo (cohesiveness).
2.1.2 Faktor faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota

kelompok

bekerja

sama

untuk

mencapai

dua

tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi

Universitas Sumatera Utara

(performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila
kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar),
maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh
anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam
kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu:
1. Faktor situasional karakteristik kelompok :


Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok

bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas
kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif.
Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain,
tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok
berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan,
atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota
berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota
makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat
memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh
orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila
mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan
berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran
kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan
kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya
diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang
dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang
terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan
gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang
lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat,
2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang
kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas
optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih
dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap
menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.


Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah

sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan
dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat
dan terorganisir.


Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong

anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat,
2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai
berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain;
ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana
anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota
kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota
kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan
terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih
sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas.
Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada
norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

Universitas Sumatera Utara



Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi

kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah
faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi
gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960).
Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis;
dan laissez faire.
Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang
seluruhnya

ditentukan

oleh

pemimpin.

Kepemimpinan

demokratis

menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok
untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan
laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil
keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang
minimal.

2. Faktor faktor personal karakteristik kelompok :

a. Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental
Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota

 Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
 Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
 Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang

kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

lain.

Universitas Sumatera Utara

b. Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap
anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal
maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori

untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai
Interaction Process Analysis (IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara
suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan
individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal,
Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini perananperanan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:


Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi



kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan
dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota



kelompok.
Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas
kelompok.

2.1.3

Komunitas

Istilah kata Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berasal dari
kata dasar communis yang artinya masyarakat, public atau banyak orang. Masyarakat
sebagai objek sosiologi, beberapa pengertian dibuat oleh Ralph Linton (Soekanto
(2003) dalam Bungin, 2006: 29) masyarakat merupakan sekelompok manusia yang

Universitas Sumatera Utara

telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri
mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batasbatas yang dirumuskan dengan jelas.
Pengertian manusia yang hidup bersama dalam ilmu sosial tidak mutlak
jumlahnya, bisa saja dua orang atau lebih. Hubungan antara manusia itu, kemudian
melahirkan keinginan, kepentingan, perasaan, kesan, penilaian dan sebagainya.
Keseluruhan itu kemudian mewujudkan adanya system komunikasi dan peraturanperaturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut.
Dalam sistem hidup tersebut, maka muncullah budaya yang mengikat antara satu
manusia dengan lainnya
Bagi kebanyakan orang, kata komunitas akan memasukkan sebentuk
perasaan memiliki atau perasaan diterima dan dihargai dalam lingkup kelompok
tersebut. Hal ini disebabkan adanya penamaan anggota komunitas. Konsep
keanggotaan artinya memiliki, penerimaan oleh yang lain dan kesetiaan kepada
tujuan-tujuan kelompok. Karena itu, komunitas adalah lebih dari sekedar suatu
kelompok

yang

dibentuk

untuk kemudahan

administratif,

tetapi

memiliki

beberapa ciri dari sebuah perkumpulan atau perhimpunan terhadap orang yang
termasuk sebagai anggota dan dimana perasaan memiliki ini penting dan dengan
jelas diakui.
Jadi, termasuk ke dalam suatu komunitas memberikan rasa identitas
kepada seseorang. Komunitas tersebut dapat menjadi bagian dari konsep diri
seseorang, dan merupakan sebuah aspek penting dari bagaimana seseorang
memandang tempatnya di dunia.
2.1.3.1 Latar Belakang Timbulnya Suatu Komunitas
Suatu komunitas dapat terbentuk karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnnya suatu community, antara lain
sebagai berikut :
1. Adanya suatu interaksi yang lebih besar di antara anggota yang bertempat
tinggal di satu daerah dengan batas-batas tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2. Adanya norma sosial manusia di dalam masyarakat, diantaranya
kebudayaan masyarakat sebagai suatu ketergantungan yang normatif,
norma kemasyarakatan yang historis, perbedaan sosial budaya anatara
lembaga kemasyarakatan dan organisasi masyarakat.
3. Adanya ketergantungan antara kebudayaan dan masyarakat yang bersifat
normatif. Demikian juga norma yang ada dalam masyarakat akan
memberikan batas-batas pada kelakuan anggotanya dan dapat berfungsi
sebagai

pedoman

bagi

kelompok

untuk

menyumbangkan

sikap

kebersamaannya di mana mereka berada (Santosa, 2009: 83).
Komunitas sangat berbeda-beda dalam berbagai hal, misalnya ada komunitas
yang hanya terdiri dari 2/3 keluarga yang saling tergantung. Beberapa komunitas
sangat dispesialisasi, artinya para anggota bergerak di dalam lapangan yang terbatas
dari aktivitas produktif. Sebaliknya ada juga yang bergerak lebih luas dari aktivitas
produktif.

2.1.4 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa
orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan
sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga
orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi,
menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan
kelompok.
Komunikasi kelompok mengacu kepada informasi yang berhubungan dengan
satu atau lebih pertemuan oleh sekelompok kecil orang yang melakukan komunikasi
tatap muka untuk memenuhi tujuan bersama dan mencapai tujuan kelompok
(Bormann, 1990: 25). Dalam komunikasi kelompok sendiri, terdapat dua hal yang

Universitas Sumatera Utara

menentukan karakteristik komunikasi dalam kelompok tersebut, yaitu norma dan
peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang

dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan yang lainnya
(Bungin, 2008: 269). Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status), dimana di
peroleh apabila seseorang telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya (Soekanto, 2002: 242).
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy
Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi,
kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk
mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan
masyarakat secara dialektis dan eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi.
Eksternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun
mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan
membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk – produk aktifitas
suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya sendiri. Internalisasi adalah
peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya sekali lagi
struktur struktur dunia obyektif ke dalam struktur struktur kesadaran obyektif (Peter
L. Berger, 1991). Carl E. Larson dan Alvina A. Goldberg ( Lubis, 2007 : 118 – 119 ),
menjelaskan bahwa Komunikasi Kelompok adalah salah satu dari sejumlah kecil
disiplin ilmu yang mempunyai penerapan dan kritik sebelum mempunyai suatu
lingkup yang jelas, teori maupun metodologi riset.
Ada 4 (empat) elemen yang tercakup dalam defenisi yang disampaikan oleh
Michael burgoon tersebut, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Interaksi Tatap Muka
Terminologi tatap muka ( face to face )

mempunyai makna bahwa setiap

anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga
harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun non verbal dari setiap
anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang
sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian,
makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua
anggota kelompok.
2. Jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi
Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20
orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang
memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi dimana setiap anggota kelompok
mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenanya kurang tepat
untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
3. Maksud dan tujuan yang dikehendaki
Maksud dan tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas,
bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe
identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi,
maka

komunikasi

yang

dilakukan

dimaksudkan

untuk

menanamkan

pengetahuan. Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri ( self
– maintenance ), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok
atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan
adalah kepuasan kebutuhan pribadi, keputusan kebutuhan kolektif/kelompok
bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan
kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya
melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitankesulitan yang dihadapi.
4. Kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota
lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Elemen ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak
langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah
terdefinisikan dengan jelas, disamping itu identifikasi setiap anggotadengan
kelompoknya relative stabil dan permanen.
2.1.4.1 Pengaruh kelompok pada perilaku Komunikasi Kelompok


Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi,
k-alau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda
untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota,
usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan
seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.


Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau
peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi
pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa
kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku
individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang
yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan
dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita
kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi.
Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk
pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu,
peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.


Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum
diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu,

Universitas Sumatera Utara

setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila
sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah
diskusi mereka akan menentang lebih keras.
2.1.4.2 Fungsi fungsi Komunikasi Kelompok
Menurut Sendjaja (2008: 3.8), keberadaan suatu kelompok dalam suatu
masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya.
Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah, fungsi hubungan sosial, pendidikan,
persuasi, pemecahan masalah dan pembuat keputusan, serta terapi. Semua fungsi ini
di manfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok
itu sendiri.
1. Fungsi pertama adalah menjalin hubungan sosial dalam artian bagaimana
kelompok tersebut dapat membentuk dan memelihara hubungan antara para
anggotanya dengan memberikan kesempatan melakukan berbagai aktivitas
rutin yang informal, santai, dan menghibur.
2. Fungsi kedua adalah pendidikan yang mana mempunyai makna bagaimana
sebuah kelompok baik secara formal maupun informal berinteraksi untuk
saling bertukar pengetahuan. Fungsi pendidikan ini sendiri sangat bergantung
pada 3 faktor, yang pertama adalah jumlah informasi yang di kontribusikan
oleh setiap anggota, yang kedua adalah jumlah partisipan yang ikut di dalam
kelompok tersebut, dan yang terakhir adalah berapa banyak interaksi yang
terjadi di dalam kelompok tersebut. Fungsi ini juga akan efektif jika setiap
anggota juga dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna
bagi anggotanya.
3. Fungsi ketiga adalah persuasi, dalam fungsi ini, seorang anggota berusaha
mempersuasikan anggota kelompok lainnya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di inginkannya. Seseorang yang
terlibat dalam usaha usaha persuasif didalam kelompoknya memiliki resiko
untuk tidak diterima oleh anggota kelompok nya yang lain, apabila hal yang
di usulkannya tersebut bertentangan dengan norma norma kelompoknya,

Universitas Sumatera Utara

maka justru dia dapat menyebabkan konflik di dalam kelompok dan dapat
membahayakan posisinya di dalam kelompok tersebut.
4. Fungsi keempat adalah pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, disini
kelompok berguna untuk mencari solusi dari permasalahan permasalahan
yang tidak dapat di selesaikan oleh anggotanya, serta mencari alternatif untuk
menyelasaikan, sedangkan pembuatan keputusan bertujuan untuk memilih
salah satu dari banyak nya alternatif solusi yang keluar dari proses pemecahan
masalah tersebut.
5. Fungsi kelima adalah terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan
kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari
kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan
persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota
kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah
membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus.
John Dewey dalam littlejohn menjelaskan bahwa fungsi komunikasi
kelompok itu terbagi menjadi 6, antara lain :
1. Mengungkapkan kesulitan.
2. Menjelaskan permasalahan.
3. Menganalisis masalah.
4. Menyarankan solusi.
5. Membandingkan alternatif dan menguji mereka dengan tujuan dan kritertia
berlawanan.
6. Mengamalkan solusi yang terbaik.
Sedangkan Randy Y. Hirokawa dalam Morissan (2009: 142), mengatakan
bahwa kelompok harus mampu melaksanakan empat fungsi untuk dapat
menghasilkan keputusan yang efektif yang terdiri atas :
1. Analisis Masalah
Kelompok biasanya memulai proses pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi dan menilai suatu masalah (identifying and assessing a
problem).

Universitas Sumatera Utara

2. Penentuan Tujuan
Kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gathers and
evaluates information) terkait dengan masalah yang tengah dihadapi.

3. Identifikasi Alternatif
Pada tahap ini, kelompok membuat berbagai usulan alternative (alternative
proposal) untuk mengatasi masalah.

4. Evaluasi Konsekuensi
Berbagai solusi alternatif yang tersedia kemudian di evaluasi dengan tujuan
akhirnya adalah untuk mengambil keputusan.

2.2 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti
buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals,
dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal. Semua referensi
yang tertulis dalam kajian pustaka harus dirujuk di dalam skripsi

.

Kajian Pustaka yang terdapat didalam penelitian ini penulis ambil dari
beberapa penelitian penelitian terdahulu yang penulis anggap relevan dengan
penelitian yang akan penulis lakukan :
MUHAMMAD KRISTA, ATOROSYADI (2012) “STRATEGI KOMUNIKASI
PADA

KOMUNITAS

SKATEBOARD

DALAM

MEMPERTAHANKAN

EKSISTENSI”
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas Gedung Pusat Skateboarding Yogyakarta).

Keberadaan olahraga skateboard di Indonesia berkembang sangat pesat, hal
ini dapat dilihat dari dukungan pemerintah setiap kota dalam memberikan fasilitas
yang memadai. Namun hal tersebut tidak berlaku di Kota Yogyakarta yang memiliki
banyak komunitas skateboard tapi tidak memiliki fasilitas yang memadai. Komunitas
Gedung Pusat Skateboarding merupakan komunitas pertama dan tertua di
Yogyakarta.

Komunitas

ini

memiliki

peran

yang

sangat

penting

dalam

mempertahankan keberadaan dan perkembangan olahraga skateboard di Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara

Pasalnya selain merupakan komunitas yang tertua, komunitas ini juga
memiliki beberapa faktor yang dapat mendukung perkembangan skateboard di Kota
Pelajar ini. Untuk itu dibutuhkan suatu eksistensi dalam mempertahankan
kelangsungan hidup komunitas dengan menggunakan beberapa strategi komunikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi
kelompok

yang

digunakan,

strategi

komunikasi

yang

diterapkan

dalam

mempertahankan eksistensi, serta hambatan dan faktor pendukung apa yang dihadapi
oleh Komunitas Gedung Pusat Skateboarding. Penelitian dengan tipe kualitatif
eksploratif ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Sumber data utama diperoleh dari wawancara beberapa anggota senior dan anggota
junior Komunitas Gedung Pusat Skateboarding, serta menggunakan observasi
partisipasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditemukan, mendapatkan data bahwa
Komunitas Gedung Pusat Skateboarding menggunakan pola komunikasi vertikal,
pola komunikasi horisontal, dan pola komunikasi informal. Sedangkan dalam
mempertahankan

eksistensi,

Komunitas

Gedung Pusat

Skateboarding

telah

menerapkan tiga bentuk strategi komunikasi yang dikaitkan dengan tahapan planning,
implementation, dan evaluation. Pada tahap planning, Komunitas Gedung Pusat
Skateboarding secara non-formal menentukan dan merencanakan beberapa unsur

yang dapat menunjang kegiatan komunikasi yang akan dilakukan. Selanjutnya tahap
implementation mengacu pada bagaimana melaksanakan kegiatan komunikasi yang

telah direncanakan. Tahap terakhir yaitu evaluation yang merupakan tahap yang tidak
begitu diterapkan karena sistem kerja Komunitas Gedung Pusat Skateboarding
bersifat mengalir dan apa adanya tanpa menghiraukan visi misi secara formal.
Pada pelaksanaan strategi komunikasi tersebut, Komunitas Gedung Pusat
Skateboarding juga menghadapi beberapa hambatan yang berasal dari dalam maupun

luar komunitas yang dapat dihadapi karena adanya beberapa faktor pendukung dari
setiap anggota. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh Komunitas Gedung Pusat
Skateboarding dalam mempertahankan eksistensi sudah bisa dikatakan cukup sukses,

Universitas Sumatera Utara

hal ini dapat dilihat dari bertahannya komunitas ini selama kurang lebih 21 tahun dan
respon positif yang diberikan oleh beberapa pihak di luar komunitas.

ELLIN

DANARIANSARI,

“STRATEGI

(2011)

KOMUNIKASI

PADA

KOMUNITAS SEPEDA FIXED GEAR DALAM MEMPEROLEH ANGGOTA”
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas Cyclebandidos Yogyakarta)

Penelitian yang berjudul “Strategi Komunikasi Pada Komunitas Sepeda Fixed
Gear

Dalam Memperoleh Anggota (Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas

Cyclebandidos)”, bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi kelompok yang
digunakan Komunitas Cyclebandidos, untuk mengetahui strategi komunikasi yang
dilakukan Komunitas Cyclebandidos dalam memperoleh anggota, untuk mengetahui
faktor

pendukung

dan

hambatan

komunikasi

kelompok

pada

komunitas

Cyclebandidos.
Tipe penelitian adalah kualitatif eksploratif. Sumber data yang digunakan
adalah sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi, dan penelusuran data online. Data diperoleh
dari hasil wawancara kepada Pemimpin, Admin, dan 3 anggota dari Komunitas
Cyclebandidos. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara dengan
semua nara sumber, menunjukkan bahwa pola komunikasi yang digunakan
Komunitas Cyclebandidos ada tiga yaitu pola komunikasi vertikal, pola komunikasi
horisontal, dan pola komunikasi informal. Sedangkan dalam memperoleh anggota,
Komunitas Cyclebandidos telah menerapkan strategi komunikasi melalui tahapan
planning, implementation, dan evaluations.

Pada tahap planning, Komunitas Cyclebandidos menentukan siapa yang
menjadi komunikator dan pesan seperti apa yang disampaikan, menentukan target
audience, serta rancangan kegiatan komunikasi yang akan dilakukan, dan media apa
saja yang akan digunakan. Tahap implementation, pada tahap ini Komunitas
Cyclebandidos melaksanakan kegiatan komunikasi yang telah direncanakan yaitu
bersepeda, mengadakan dan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan sepeda

Universitas Sumatera Utara

fixed gear , dan publikasi online terhadap segala bentuk kegiatan Komunitas

Cyclebandidos. Tahap terakhir yaitu evaluations.
Pada tahap ini Komunitas Cyclebandidos melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan semua kegiatan komunikasi Komunitas Cyclebandidos melalui
pertemuan. Saat pelaksanaan tahapan strategi komunikasi Komunitas Cyclebandidos
tidak menemui hambatan yang berarti karena selama pelaksanaan semua kegiatan,
Komunitas Cyclebandidos memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak. Dari
hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa strategi komunikasi yang
dilakukan Komunitas Cyclebandidos dalam memperoleh anggota sudah cukup
efektif, hal ini dapat dilihat dari jumlah anggota yang semakin bertambah dan respon
positif yang diberikan oleh masyarakat luas terhadap kehadiran dari Komunitas
Cyclebandidos.

AGNESI

TAMPUBOLON,

(2011)

KOMUNIKASI

KELOMPOK

DAN

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (STUDI KASUS MENGENAI KOMUNIKASI
KELOMPOK TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DI KOMUNITAS

GAME ONLINE “PERANG KAUM”)
Penelitian ini mengambil tema Komunikasi Kelompok dan Pembentukan
Konsep Diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
bagaimana komunikasi kelompok yang terjalin diantara sesama anggota kaum dalam
komunitas games online Perang Kaum, mengetahui bagaimana konsep diri pemain
selama ini, dan bagaimana komunikasi kelompok yang terjadi pada komunitas games
online Perang Kaum dalam membentuk konsep diri para pemainnya dengan
kualifikasi telah bermain game ini lebih kurang 1 tahun, dengan status masih
bersekolah, kuliah, sudah bekerja dan telah menikah atau berkeluarga.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus,
dimana memusatkan diri secara intensif kepada suatu objek tertentu, dengan
mempelajari sebagai suatu kasus. Teori yang digunakan adalah komunikasi kelompok
kecil, komunikasi antar pribadi, dan Self Disclosure atau sering disebut teori Johari
Window, yang terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai menjelaskan

Universitas Sumatera Utara

bagaimana tiap individu mengunggapkan dan memahami diri sendiri dalam kaitannya
dengan orang lain.
Subjek penelitian ini adalah pemain yang telah bermain game ini selama lebih
kurang 1 tahun, dengan kasus malas sekolah, lupa waktu, lupa status, egois dan kasar.
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulan
data dari 6 responden. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Purposive
Sampling yaitu teknik yang mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteriakriteria tertentu yang dibuat peneliti yaitu lama bermain lebih kurang 1 tahun, tingkat
pendidikan (SD/SMP/SMA/Kuliah), pekerjaan atau status pemain, dan dengan kasus
malas sekolah lupa waktu, lupa status, egois, dan kasar.
Melalui penelitian terhadap para p