Metafora Cinta Dalam Bahasa Simalungun

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, cinta,
kategorisasi, ranah sumber dan ranah sasaran, dan makna. Konsep-konsep tersebut perlu
dibatasi dengan ketat untuk menghindari terjadinya salah tafsir bagi pembaca.
Konsep metafora pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Lakoff (1993: 13)
yang menyatakan bahwa metafora dan metonimi konseptual melibatkan pemetaan
konseptual. Pada metafora, pemetaan konseptual terjadi antar-ranah konseptual yang
berbeda sedangkan pada metonimi, pemetaan terjadi di antar-ranah yang masih
berhubungan. Metafora dan metonimi konseptual merupakan sistem metafora atau
metonimi yang menata konseptual sehari-hari penutur bahasa dalam penggunaan bahasa
sehari-hari. Metafora akan mudah dipahami jika tidak dibaca secara harfiah, melainkan
secara figuratif, sebab metafora akan dinilai melanggar pemberian kesan dan
mengahasilkan penyimpangan semantik sebab kalimat haruslah relevan dengan konteks.
Konsep cinta mengacu pada jenis emosi baik yang menyenangkan maupun yang
menyakitkan (Izard dalam Sarwono dan Meinarno 2009: 71). Dalam penelitian ini hanya
fokus pada cinta hubungan asmara anak muda yang belum menikah.
Kategorisasi adalah suatu wadah abstrak, dan benda-benda terletak di dalam atau
di luar kategori (Lakoff 1987: 6 dalam Siregar 2013). Benda-benda dianggap sebagai

kategori yang sama jika hanya memiliki ciri-ciri tertentu secara umum, ciri-ciri yang
umum itu digunakan untuk membatasi kategori tersebut.

7

Universitas Sumatera Utara

Ranah ialah elemen atau unsur, ranah terdiri atas ranah sumber dan ranah sasaran.
Ranah sumber adalah jenis ranah yang lebih konkret, sedangkan ranah sasaran adalah
jenis ranah yang lebih abstrak (K฀vecses, 2006: 117). Ranah sumber yang lebih
kongkrit digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.
Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna konotatif. Chaer (1993)
memberikan pengertian bahwa makna konotatif ialah aspek makna sebuah atau
sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau
ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)

2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini diterapkan teori Metafora Konseptual. Lakoff (1987)
memperkenalkan metafora konseptual yang berpandangan bahwa kognisi merupakan
hasil dari konstruksi mental, dan metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah

konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora.
Metafora bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada
prinsipnya penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra.
Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.
Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai prinsip
analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur
konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang sama, yang menata sistem
konseptual sehari-hari penutur bahasa simalungun, termasuk konsep yang paling abstrak
yang terdapat di balik penggunaan bahasa simalungun. Lakoff (1996 dalam Croft dan
Cruse, 2004:194) mengatakan bahwa setiap konsep dari ranah sumber mengacu pada

8

Universitas Sumatera Utara

makna ekspresi literal dan dapat dipakai untuk mendeskripsikan konsep pada ranah
sasaran tentang kalimat tersebut. Maka, metafora konseptual adalah pemetaan konseptual
di antara dua ranah. Pemetaan bersifat asimetris, yaitu struktur konseptual tertuju pada
ranah sasaran, bukan pada ranah sumber. Metafora dianggap sebagai bagian terpadu dari
bahasa dan pikiran dalam dunia nyata.

Lakoff dan Johnson (1980: 3) menyatakan bahwa metafora yang meresap dalam
kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam bahasa tetapi dalam pikiran dan tindakan.
Metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan
pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara seseorang
berpikir dan bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis.
Selanjutnya, Lakoff dan Johnson (1980: 5) berpendapat bahwa inti dari metafora
adalah memahami dan mengalami salah satu jenis hal dalam hal lain. Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sesorang dapat memahami sesuatu hal
melalui proses pemahamannya akan hal lain yang telah dikenal dan dipahami
sebelummya dari pengalamannya sehari-hari.
Metafora mengorganisasi hubungan antar objek dan menciptakan pemahaman
mengenai objek tertentu melalui pemahaman mengenai objek lain. Dengan kata lain,
ranah sumber digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.
Sebagai contoh, DESIRE IS FIRE (HASRAT ADALAH API) menurut Lakoff dan
Johnson (1980), penggunaan huruf kapital digunakan untuk menunjukkan ranah sumber
dan ranah sasaran. Konsep DESIRE (HASRAT) merupakan ranah sasaran atau topic dan
FIRE (API) sebagai vehicle atau ranah sumber. Jadi, dapat dipahami bahwa DESIRE
(HASRAT) memiliki ciri dan sifat seperti API, yaitu, panas, bergelora, dan membakar.

9


Universitas Sumatera Utara

Jika seseorang memiliki hasrat berarti dalam dirinya terdapat suasana hati yang
menggelora.
Metafora adalah bahasa nonliteral atau figuratif yang mengungkapkan
perbandingan antara dua hal secara implisit (Knowles dan Moon 2006: 5 dalam Aisah
2010). Knowles dan Moon menyatakan bahwa ada dua jenis metafora. Pertama, metafora
kreatif adalah metafora yang digunakan penulis atau penutur untuk mengekspresikan ide
dan perasaannya ke dalam sebuah tulisan sehingga tulisan tersebut menjadi mudah
dipahami oleh pembaca. Metafora ini menampilkan suatu ungkapan yang baru
berdasarkan realitas yang ada dan biasanya terdapat di dalam karya sastra. Kedua,
metafora konvensional adalah metafora yang sudah tidak lagi bersifat baru dan jenis
metafora ini telah kehilangan cirinya sebagai sebuah metafora, karena metafora ini sering
digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam kosakata sehari-hari. Misalnya untuk
menunjukkan emosi marah (anger) digunakan ungkapan He exploded (kemarahannya
meledak). Metafora konvensional juga sering disebut dengan metafora mati atau dead
metaphor (Knowles dan Moon 2006: 6 dalam Aisah 2010).
Dalam metafora ini, metafora CINTA dianalisis dengan menggunakan skemacitra. Johnson (1987 dalam Saeed, 1997: 308) mengusulkan skema-citra sebagai suatu
level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan

hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranh kognitif yang lebih tinggi
seperti bahasa.

10

Universitas Sumatera Utara

2.3 Tinjauan Pustaka
Bagian ini meninjau secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian ini.
Pertama, Siregar (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Metafora Cinta
dalam Bahasa Angkola”. Siregar membahas kategorisasi semantik dari metafora cinta,
dan pemetaan konseptual metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran. Teori
yang diterapkannya teori Metafora Konseptual. Data dikumpulkannya dengan cara
metode simak dan metode cakap.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kategorisasi metafora cinta dalam
bahasa Angkola terdiri atas sembilan kategorisasi, yaitu (1) cinta sebagai cairan dalam
wadah, (2) cinta sebagai daya, (3) cinta sebagai binatang buas, (4) cinta sebagai pasien,
(5) cinta sebagai perjalanan, (6) cinta sebagai perang, (7) cinta sebagai benda, (8) cinta
sebagai kesatuan, dan (9) cinta sebagai permainan. Hasil pemetaan konseptual metafora

cinta dalam bahasa Angkola menunjukkan 5 skema, yaitu (1) skema wadah, (2) skema
daya, (3) skema sumber-jalur-tujuan, (4) skema ruang, dan (5) skema hubungan.
Kontribusi penelitian Siregar terletak pada metode analisis dan konsep metafora
cinta dalam kerangka semantik kognitif, dengan menggunakan teori Metafora
Konseptual. Data dan hasil penelitiannya juga diterapkan dan dikembangkan dalam
penelitian ini untuk mengkaji metafora cinta dalam bahasa Simalungun.
Kedua, Rajeg (2009), dalam artikelnya yang berjudul “Cintanya Bertepuk
Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of LOVE in
Indonesian”. Rajeg membahas tipe-tipe metafora dan metonimi konseptual yang
membangun struktur konsep cinta dalam bahasa Indonesia, dan kaitan metafora dan

11

Universitas Sumatera Utara

metonimi pada konsep cinta. Ia menggunakan teori Metafora Konseptual yang
bersumber dari linguistik kognitif.
Hasil kajiannya mengemukakan metafora konseptual yang membangun struktur
konsep cinta terdiri atas 14 tipe, yaitu (1) cinta adalah cairan pada suatu wadah, (2) cinta
adalah kesatuan bagian, (3) cinta adalah ikatan, (4) cinta adalah api, (5) cinta adalah

kegilaan, (6) cinta adalah mabuk, (7) cinta adalah kekuatan, (8) cinta adalah atasan
sosial, (9) cinta adalah lawan, (10) cinta adalah perjalanan, (11) objek cinta adalah
dewa/dewi, (12) objek cinta adalah kepemilikan, (13) rasional adalah (ke) atas,
emosional adalah (ke) bawah, dan (14) sadar adalah (ke) atas, tidak sadar adalah (ke)
bawah.
Penelitian Rajeg memberi inspirasi pada penelitian ini sebab menganalisis tipetipe metafora cinta secara mendalam, walaupun dia tidak menggunakan pemetaan
metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran. tipe-tipe metaforanya dapat
dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis metafora cinta dalam bahasa Simalungun.
Ketiga, Mulyadi (2010a), dalam artikelnya yang berjudul “Metafora Emosi dalam
Bahasa Indonesia”, membahas masalah tipe-tipe metafora emosi dalam bahsa Indonesia
yang dihasilkan dari operasi verba gerakan, dan pemetaan elemen emosi dan elemen
gerakan. Mulyadi menggunakan teori Metafora Konseptual, yang datanya diperoleh dari
surat kabar dan majalah.
Berdasarkan hasil penelitian, konseptualisasi emosi dalam bahasa Indonesia pada
dasarnya bersumber dari sembilan citra metaforis, yaitu (1) cairan, (2) benda, (3) lawan,
(4) binatang buas, (5) musuh tersembunyi, (6) beban, (7) tempat, (8) daya alami, dan (9)

12

Universitas Sumatera Utara


daya fisik. Pemetaan elemen emosi dan elemen gerakan pada metafora emosi memiliki 2
skema dasar, yaitu skema wadah dan skema ruang.
Tipe-tipe metafora emosi dan pemetaan metafora emosi yang menjadi objek
penelitiannya sejalan dengan penelitian yang dilakukan. Meskipun, Mulyadi membatasi
kajiannya pada verba gerakan dan hanya mengacu pada lima jenis emosi dasar yaitu
gembira, sedih, marah, takut, dan malu. Penelitiannya memberikan kontribusi model dan
metode analisis yang bermanfaat dalam penelitian metafora cinta ini.
Keempat, Silalahi (2005), dalam artikelnya yang berjudul “Metafora dalam
Bahasa Batak Toba”. Silalahi membahas metafora kata dalam bahasa batak toba. Teori
yang digunakan ialah teori metafora konseptual, Korpus data penelitian silalahi berasal
dari bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli
Utara dan di Kabupaten Toba Samosir.
Hasil penelitiannya menunjukkan delapan tipe semantis metafora KATA dalam
bahasa Batak Toba, yaitu (1) kata sebagai benda, (2) kata sebagai cairan, (3) kata sebagai
hewan, (4) kata sebagai makanan, (5) kata sebagai manusia, (6) kata sebagai perjalanan,
(7) kata sebagai senjata, dan (8) kata sebagai tumbuhan. Kontribusinya ada pada model
,analisis dan konsep metafora dalam kerangka semantik kognitif yang menjadi acuan
pada penelitian ini. Hasil penelitian Silalahi juga bermanfaat untuk memperkaya
wawasan dalam mengkaji metafora cinta dalam bahasa Simalungun.

Kelima, Siregar (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Metafora Kekuasaan
dan Metafora melalui Kekuasaan: Melacak Perubahan Kemasyarakatan melalui Perilaku
Bahasa”. Siregar membahas relasi kekuasaan dan metafora, dengan menggunakan teori

13

Universitas Sumatera Utara

Metafora Konseptual. Korpusnya sangat kaya, luas, dan variatif meskipun data
penelitiannya merupakan data tulis.
Dalam penelitian ini, Siregar mengungkapkan tiga kategorisasi metafora
kekuasaan dalam bahasa Indonesia, yaitu (1) politik sebagai cairan, (2) politik sebagai
api, (3) politik sebagai perang. Kontribusi pada penelitian ini analisisnya yang sangat
mendalam dan tuntas, khususnya dalam penetapan kategorisasi metafora dan
pemetaannya dalam ranah sumber dan ranah sasaran.

14

Universitas Sumatera Utara