Metafora Cinta Dalam Bahasa Simalungun

(1)

LAMPIRAN I

KUESIONER PENELITIAN

1. Apakah jenis kelamin Anda? a. Laki-laki b. Perempuan 2. Berapakah usia Anda saat ini?

a. <25 Tahun b. 25-35 Tahun c. 35-50 Tahun d. >50 Tahun 3. Apakah pekerjaan Anda saat ini?

a. Petani b. Wiraswasta c. PNS d. Dan lain-lain 4. Apakah tingkat pendidikan Anda terakhir?

a. SD b. SMP c. SMA d.S-1 e. Dan lain-lain

5. Selain bahasa Simalungun, apakah bahasa lain yang Anda gunakan dalam pergaulan sehari-hari?

a. Bahasa Indonesia b. Bahasa Karo c. Bahasa Toba d. Bahasa lain (sebutkan……….)

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Mohon memberi tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/Ibu anggap paling sesuai dan mohon mengisi bagian yang membutuhkan jawaban tertulis.

2. Mohon semua pertanyaan dalam kuesioner ini dijawab dengan sejujurnya sesuai dengan pengetahuan Bapak/Ibu.

3. Setelah mengisi kuesioner ini mohon Bapak/Ibu dapat memberikan kembali kepada yang menyerahkan kuesioner ini pertama kali.


(2)

LAMPIRAN II

DATA KLAUSA

No Bahasa Indonesia Bahasa Simalungun

1 Tiur meluapkan rasa cintanya I pataridahkon ma banggal ni holong tiur 2 Perasaanku dipenuhi oleh cintamu Uhurhu igoki holongmu

3 Perhatian kamu mengisi hari-hariku Holongmu manggoki ari-aringhu 4 Kesibukannya hanya tercurah pada

kekasihnya

Bani haholongan ni do ondos ganup panorangni 5 Lama-lama hubungan kami padam

juga

Lambin dokah mitop mittop ma holong name 6 Meski sudah 5 tahun pacaran, tapi

cinta mereka terus membara

Hansi pe domma lima tahun marhasoman, sai gok malas ni uhur do holong ni sidea

7 Baru pacaran 5 bulan tapi perasaanku terancam redup

Ai lima bulan pe marhasoman, tapi songon na mittop ma pangahaphu

8 Mereka sering bertengkar karena terbakar cemburu

Gatti do sidea martinggili halani itutung apuy simburu

9 Cintaku mulai menyala untuknya Domma gara apuy ni holonghu 10 Tidak lama bertemu cinta kami

berkobar kembali

Gajak ma use holong nami, dob honsi dokah ma lang pajumpah

11 Aku merasakan kehangatan dalam cintamu

Domma hu ahapkon mohop ni holongmu 12 Rayuannya membuat semua wanita

tenggelam

Jenges ni hata ni in mambaen munop ganup naboru

13 Rasa sayangku tidak bisa dibendung lagi

Lang tarharom ahu be sukkun-sukkun ni holonghu ai

14 Hubungan sejoli itu hanyut dalam percintaan

Mayub do parhasomanon ni sidea na marsihaholongan

15 Cintanya surut setelah 2 tahun berpacaran

Moru do holongni dob honsi dua tahun marhasoman

16 Hubungan mereka dilanda masalah besar

Parhasomanon ni sidea itompas si pangambati 17 Percintaan mereka terseret sampai

ke kantor polisi

Isarat do parhasomanon ni sidea das hu kantor polisi

18 Hubungan mereka sudah berjalan 1 tahun

Domma mardalan satahun parhasomanon ni sidea 19 Pasangan itu sudah melewati masa

sulit

Domma ilopusi sidea ganup si pangambati 20 Hubungan kalian di jalur yang salah Bai dalan na lepak do parhasomanon nassiam in 21 kami membuat jarak karena kami di

larang pacaran

Rodop do hanami halani lang ibere hanami marhasoman


(3)

23 Cintaku telah di ujung jalan Holonghu domma I ujungni langkahu 24 Sudah sejauh apa hubungan kalian? Ai domma sonaha daoh ni parhasomanon

nassiam? 25 Kami siap melangkah ke jenjang

pernikahan

Domma siap manlangka hanami marhajabuan 26 Hubungan kami sudah kandas

setahun lalu

Domma munop parhasomanon name satahun na salpu

27 Aku tertarik dengan pacar orang lain

Marosuh do ahu mangidah hinahaholongan ni halak ai

28 Aku sudah berusaha membunuh perasaanku padanya

Domma hu pamatei holonghu hubani 29 Pria itu membuat aku gila manggila ma ahu ibaen dalahi ai

30 Perasaanku lagi dimabuk asmara Tenggen do paruhuranhu ibahen holongni 31 Cinta kami disatukan dalam

pernikahan

Ipadomu do holong name bani panrumahtanggaon 32 Meski sering ribut, namun kami

tidak akan terpisahkan

Gatti pe hanami martinggili, ai seng boi siranghonon hanami

33 Selama ini cintaku bertepuk sebelah tangan

Martopak sada tangan do holonghu na sadokah on 34 Aku tak mampu kalau kehilangan

cintamu

Lang hubotoh be anggo magouan holong ahu 35 Pria itu akan jadi milikku sebentar

lagi

Parbagiananhu ma kinari garama ai 36 Aku selalu gugup setiap abang itu

memandangku

Sengeh do tong ahu asal ipardiatei garama ai 37 Hatiku belum sembuh oleh

sikapnya

Lape malum uhurhu bani pambahenan ni ai 38 Hubungan ini jadi melelahkan

semenjak adanya perbedaan

Loja ma ahu na marhasoman on ibahen na legan pangahapta

39 Hatiku sakit karena dia selingkuh Borit do uhurhu, ibahen na mardua holong ia 40 Hanya perasaan perih yang

kurasakan selama ini

Pusok ni uhur do na hu ahapkon sadokah on 41 Hubungan kita sudah kurang sehat Lang madear be parhasomanon nami on 42 Pria itu curi pandang padamu Ai manangko pangidah do garama ai bamu 43 Dia mencium gadis itu Isummah ni do anak boru ai


(4)

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aisah, Siti. 2010. “Metafora dalam Lagu”. (Tesis) Sekolah Pascasarjana Universitas Indonesia.

Aslinda, 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Jakarta: Rafika Atma.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Chaer, Abdul. 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta: Bineka Cipta.

Croft, William. dan D. Allan Cruse. 2004. Cognitive Linguistic. Cambridge: Cambridge University Press.

Hasyim, M. 1985. Kamus Simalungun-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, G. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

K฀vecses, Zoltan. 2006. Language, Mind, and Culture. Oxford: Oxford University Press.

Lakoff, George dan Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By. Chicago: University of Chicago Press.

Lakoff, George. 1993. “The Contemporary Theory of Metaphor”. Logat, 2: 202-251. Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyadi. 2009. “Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa Indonesia”. Logat, 1

(1): 56-65.

Mulyadi. 2010a. “Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia”. Makalah pada The 5th International Seminar on Austronesian Language and Literature, Udayana, Denpasar, 19-20 Juli.

Rajeg, I Made. 2009. “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of LOVE in Indonesian”. Makalah pada International Conference of Linguistic Society of Indonesian, Malang, 5-7 November.


(6)

Saragih, Kadirman. 2004. Marsikam: Cerita Rakyat Batak Simalungun. Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Sarwono,Sarlito dan Eko A. Meinarno. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Siregar, Rumnasari. 2013. “Metafora Cinta dalam Bahasa Angkola”. (Tesis) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Silalahi, Roswita. 2005. “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”. Logat, 2: 96-100.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Siregar, Bahren Umar. 2004. “Metafora Kekuasaan dan Metafora melalui Kekuasaan: Melacak Perubahan Kemasyarakatan melalui Perilaku Bahasa”. Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed.). 2004. PELBBA 17. Jakarta: UNIKA Atmajaya.

Wierzbicka, Anna. 1999. Emotions Across Languages and Cultures: Diversity and Universals. Cambridge: Cambridge University Press.


(7)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dalam proses penelitian dilakukan pendekatan sosial kepada masyarakat dan beberapa narasumber untuk pengumpulan data maupun dalam pengelompokkan data. Data MCBS diperoleh dari warga di Desa Nagori Purbatua Etek, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Etnik Batak Simalungun yang menggunakan bahasa Simalungun berada di Kabupaten Simalungun dan sebagian wilayah Deli Serdang.

Kabupaten Simalungun yang merupakan pusat populasi penutur bahasa Simalungun berbatasan dengan empat Kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Asahan. Penutur bahasa ini sekitar 3 juta orang (Badan Pusat Statistik 2014). Luas wilayah Kabupaten Simalungun 4.386,6 Km2 atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara dan terdiri dari 31 Kecamatan, 17 Kelurahan, dan 334 Desa.

Penelitian ini dilakukan di Desa Nagori Purbatua Etek, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Di desa ini pekerjaan utama penduduknya ialah bercocok tanam (bertani). Jarak antara Desa Nagori Purbatua Etek ke Ibukota Kecamatan sekitar 7 km, dengan waktu tempuh 60 menit (Badan Pusat Statistik 2014). Perjalanan dari Ibukota Kecamatan ke Desa Nagori Purbatua Etek dapat ditempuh dengan transportasi darat, seperti angkutan umum, mobil, dan sepeda motor.


(8)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian(Sumber: http://www.kompasiana.com/)

Penduduk Desa Nagori Purbatua Etek berjumlah 521 orang, dan terdiri atas 276 laki- laki dan 245 perempuan. Pekerjaan Desa Nagori Purbatua Etek dapat dilihat dalam table berikut (Badan Pusat Statistik 2014).

Tabel 3.1 Pekerjaan Penduduk Pekerjaan Jumlah/jiwa

Petani 211

PNS 22

Wiraswasta 19

Pensiunan 7

(Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2015)

Perlu diketahui bahwa Desa Nagori Purbatua Etek belum termasuk desa yang maju. Desa ini memang sudah menggunakan listrik, tetapi belum menggunakan air


(9)

bersih (PAM). Desa Nagori Purbatua Etek didiami oleh suku Batak Simalungun, oleh karena itu bahasa yang digunakan penduduk Desa Nagori Purbatua Etek adalah bahasa Batak Simalungun.

Gambar 3.2 Desa Nagori Purbatua Etek

Gambar di atas ialah Los di Desa Nagori Purbatua Etek, los adalah tempat untuk membuat acara adat istiadat di Desa, seperti acara kematian, acara panen, acara pertemuan pemuda/i antar Desa, dan acara pernikahan. Biasanya saat ada acara di los kaum muda banyak yang hadir di tempat ini, untuk dapat melihat dan berkenalan dengan lawan jenis. Tempat ini memudahkan peneliti supaya dapat langsung berkomunikasi dengan pemuda/i tanpa harus mendatangi kediaman warga.

Pemilihan Desa Purbatua Etek sebagai lokasi penelitian berdasarkan dua alasan. Pertama, warga di Desa Purbatua Etek adalah suku Simalungun dan menggunakan bahasa Simalungun sebagai sarana berkomunikasi dalam sehari-hari. Kedua, warga di


(10)

Purbatua Etek masih penutur asli sehingga memudahkan peneliti mengumpulkan data dari warga termasuk dari narasumber.

3.2 Sumber Data

Data penelitian ini terdiri atas, data lisan dan data tulis. Data lisan diperoleh dari penutur bahasa Simalungun yang ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini.

1. Berusia 18-40,

2. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, 3. Bekerja, sekolah, dan pengangguran,

4. Dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya, 5. Menguasai bahasa Simalungun dengan baik,

6. Sehat jasmani dan rohani (Mahsun, 1995: 106).

Informan penelitian ini direncanakan berjumlah tiga orang, terdiri atas dua perempuan dan satu laki-laki. Dari ketiga informan itu satu orang merupakan informan kunci dapat dilihat pada gambar berikut.


(11)

Gambar 3.3 Informan Kunci

. Wawancara dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 – 14.00 WIB dan pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Wawancara dilakukan di rumah dan di ladang. Ada beberapa hambatan pada saat penelitian, yaitu

1. Waktu untuk melakukan wawancara terbatas. Sebab informan sulit menyesuaikan waktu karena biasanya memasak di pagi hari setelah itu bekerja di ladang sampai sore hari.

2. Masyarakat memandang peneliti negatif. Hal ini terjadi karena tingginya intensitas penelitian ke rumah informan.


(12)

Data tulis diperoleh dari Kamus Simalungun - Indonesia(Hasyim dkk, 1985) dan buku Marsikam : Cerita Rakyat Batak Simalungun (Saragih, 2004). Data intuitif juga digunakan sebagai data pelengkap. Tujuannya untuk melengkapi data yang sudah ada dan data intuisi juga digunakan untuk menguji keberterimaan yang disediakan oleh narasumber.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1993: 133-137). Data lisan dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap, yaitu peneliti terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber. Teknik simak bebas libat cakap didukung dengan teknik rekam dan teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133-135).

Selanjutnya, metode cakap dengan teknik dasar teknik pancing. Pada metode cakap digunakan untuk menggali informasi tentang pengalaman cinta narasumber. Penerapan teknik pancing didukung teknik cakap semuka, teknik cakap tansemuka, teknik rekam, dan teknik catat. Dengan teknik pancing, peneliti memancing narasumber untuk memunculkan data yang diinginkan. Teknik cakap tansemuka juga diterapkan untuk mengumpulkan data dengan menyediakan kuesioner yang berisi daftar kalimat yang mengandung metafora cinta yang akan diterjemahkan oleh informan ke dalam bahasa Simalungun pada kolom yang disediakan.


(13)

Data metafora cinta yang telah dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan kategori, temporal, dan objeknya. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Dalam kuesioner, daftar kalimat bahasa Indonesia yang mengandung metafora cinta disusun sedemikian rupa dan daftar itu berguna sebagai acuan atau pedoman bagi responden untuk mengisinya.

2. Pengamatan terhadap pemakaian bahasa Simalungun sehari-hari. Pasar, warung, dan sekolah dijadikan sebagai objek pengamatan. Pada lagu-lagu Simalungun yang mengandung metafora cinta juga dijadikan objek pengamatan

3. Pengelompokan data MCBS diselidiki lebih jauh dengan mewawancarai narasumber, yaitu data yang bersumber dari pengalaman emosi penutur bahasa Simalungun sehari-hari. Data kuesioner yang mengandung kekeliruan direvisi dan disempurnakan

4. Semua ekspresi metaforis yang bermakna ‘cinta’ pada sumber data dicatat. Selain ditandai oleh penggunaan kata holong ‘cinta/kasih sayang’, makna ‘cinta’ juga ditafsirkan dari pemakaian kata-kata lain secara metaforis.

3.3.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan menggunakan pendekatan kualitatif berguna untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena MCBS yang sulit diungkapkan oleh pendekatan kuantitatif. Bungin (2007:5) mengatakan dalam pendekatan kualitatif, makna bahasa dipahami bukan sesuatu yang lahir di luar dari pengalaman peneliti, melainkan menjadi bagian terbesar dari kehidupan


(14)

peneliti. Jenis pendekatan ini sering mencakup pengamatan jangka panjang, pembacaan data yang sangat terperinci dan teliti, dan jumlah subjek penelitian yang terbatas. Selain itu, keluasan dan kedalaman data menjadi prioritas utama dalam penelitian kualitatif.

Ciri-ciri penelitian kualitatif, menurut Moleong (1995:16) ialah bahwa hasil pengolahan data disajikan dengan menggunakan kata-kata, bukan angka dan tidak diperlukan penghitungan sesederhana apa pun. Penelitian kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis/lisan dari objek yang diamati/diteliti.

Data dianalisis dengan menggunakan metode padan. Alat penentunya adalah di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Teknik analisis yang digunakan ialah teknik hubung banding sama dan teknik ganti untuk menguji perilaku fungsi direktif di dalam kalimat, teknik sisip, dan beberapa teknik agih lainnya yang disesuaikan dengan data yang dikaji. Tujuannya untuk membandingkan suatu peristiwa konkret pada ranah sumber dan peristiwa emosi pada ranah sasaran sesuai dengan kesamaan sifat referensialnya.

Misalnya, pada kalimat (5a) verba magila ‘gila’ dimasukkan pada ranah sumber dan emosi cinta dimasukkan pada ranah sasaran. Untuk menetapkan kategori metafora pada (5a) diidentifikasi ranah pengalaman dasar pada ranah sumber.

(5) a.Magila ahu ibahen dalahi i.

gila 1Tg PAS.buat pria DEM ‘Pria itu membuat aku gila.’


(15)

b.Domma manggila hasomanai.

sudah AKT.gila teman.3 Tg.itu ‘Temannya itu sudah gila.’

Untuk itu, verba magila ‘gila’ ditempatkan pada sebuah kalimat lain dalam konteks nonmetaforis, seperti pada kalimat (5b). Tampak pada kalimat tersebut verba

magila mempunyai relasi semantik dengan ‘penyakit yang membuat gila’, kalimat (5b) dikonseptualisasikan sebagai PENYAKIT GILA. Konsep “cinta” dipahami dari konsep “penyakit gila”, Dengan demikian, kategori metafora pada (5a) adalah CINTA sebagai KEGILAAN.

Secara skematis, kategori semantik MCBS pada kalimat (5a) dideskripsikan sebagai berikut.

Ranah sumber : gila KEGILAAN Ranah sasaran : cinta CINTA

(6) Domma daoh nasida marhasoman.

sudah jauh 3Jm hubungan ‘Hubungan mereka sudah jauh.’

(7) Holonghu tarpatudu hu dalahi i.

cinta.1Tg tertuju pada pria DEM ‘Cintaku tertuju pada pria itu.’

Penutur bahasa Simalungun umumnya mempersepsi konsep “cinta” melalui konsep “perjalanan”. Konsep “perjalanan” itu dinyatakan dengan jelas pada kata daoh


(16)

yang sama. Pemetaan dasar untuk membatasi metafora konseptual di atas diilustrasikan pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Model PEMETAAN KonseptualCINTA sebagai PERJALANAN

RANAH SUMBER RANAH SASARAN

Pejalan Pecinta

Tempat perjalanan Hubungan cinta Tujuan perjalanan Tujuan hubungan

Jarak yang ditempuh Kemajuan dalam hubungan Rintangan dalam perjalanan Kendala dalam hubungan

Pada tabel 3.2 di atas, elemen semantik tertentu dari ranah PERJALANAN berhubungan secara simetris dengan elemen Semantis tertentu dari ranah CINTA. Dalam pemetaan konseptual ini, tidak semua elemen Semantis yang menggambarkan korelasi di antara kedua konsep itu harus dibandingkan. Penetapan atau pemilihan elemen-elemen Semantisnya dibatasi pada aspek-aspek tertentu yang dianggap berperan pada metafora, baik pada ranah sumber maupun pada ranah sasaran.

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian data disajikan dengan metode informal dan formal (Sudaryanto, 1993: 145). Metode penyajian informal adalah perumusan hasil analisis dengan uraian atau kata-kata biasa, sedangkan metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda-tanda atau lambang-lambang. Tanda yang dimaksud di antaranya: tanda tambah(+), tanda kurang (-), tanda kurung biasa (( )), tanda bintang (*), tanda tanya (?), tanda kurung kurawal ({ }), dan tanda kurung siku ([ ]). Untuk menyampaikan hasil kajian dalam penelitian ini akan dimanfaatkan kedua metode tersebut.


(17)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengantar

Bab ini hanya membahas temuan penelitian, yaitu kategorisasi semantis dan pemetaan konseptual MCBS. Pembahasan mengenai kategorisasi MCBS bertumpu pada kesamaan acuan dari kata-kata atau frasa yang membentuk metafora lalu ditentukan ranah sumber dan ranah sasarannya.

4.2 Kategorisasi MCBS

Kategori Metafora Cinta dalam Bahasa Simalungun memiliki delapan kategori, berikut contoh serta penjelasannya.

4.2.1 KategoriCINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH

Konsep CINTA dipahami oleh penutur bahasa Simalungun sebagai suatu zat cair dan tubuh manusia digunakan sebagai wadahnya. Dalam hal ini, cinta terletak di dalam tubuh manusia. Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH merupakan suatu kategori dasar yang terdapat juga pada emosi marah, gembira, takut, dan sedih.

Pada kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH, tubuh pengalam yang dikonseptualisasikan sebagai wadah untuk cinta mengalami beberapa proses internal yang terjadi karena cinta ditafsirkan mengandung suatu daya.

(8) Tiur mampartaridahkon baggal ni holongna.

3Tg AKT.luap.kan PART cinta.3Tg ‘Tiur meluapkan rasa cintanya.’


(18)

(9) Paruhuranhu igoki holongmu

perasaan.1Tg PREP.penuh.DEM cinta.2Tg. ‘Perasaanku dipenuhi oleh cintamu.’

Dalam bahasa Simalungun, kata mampartaridahkon ‘meluapkan’ pada contoh contoh (8), dan kata igoki ‘dipenuhi’ pada contoh (9), mengalami peningkatan skala cairan dalam wadah. Pada kedua contoh itu terlihat adanya daya pada cinta yaitu bahwa pengalam berusaha menjaga kestabilan cairan dalam wadah, bisa dikatakan bahwa ini merupakan usaha mental pengalam untuk mengendalikan perasaan cintanya. Untuk lebih jelas, metafora CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai PANASdan CINTA sebagai API.

4.2.1.1 Subkategori CINTA sebagai PANAS

CINTA sebagai PANAS dapat menggambarkan cairan suatu wadah tidak stabil karena temperatur. Dalam kategori ini menunjukkan adanya tekanan internal dari emosi cinta, dimana proses internalnya pengalam gagal menjaga kestabilan perasaan cinta yang sedang bergelora di dalam hatinya.

(10) Ahu merasahon mohop ni holongmu.

1Tg AKT.rasa.kan hangat PART cinta.2Tg ‘Saya merasakan kehangatan dalam cintamu.’

Pada contoh (10) terjadi peralihan makna harfiah dari kata mohop‘hangat’ pada frasa aek na mohop‘air hangat’ dengan makna figuratif pada frasa mohop ni holongmu


(19)

‘kehangatan dalam cintamu’. Terlihat jelas pengalam mengalami kegagalan dalam menjaga kestabilan perasaan cintanya.

4.2.1.2 Subkategori CINTA sebagai API

Kategori ini hanya berfokus fungsi api pada suatu wadah, yang mengutamakan cahaya yang bersinar atau api yang bisa padam atau redup untuk menyatakan keadaan cinta pengalam. Berikut contoh kategori CINTA sebagai APIdalam bahasa Simalungun.

(11) Sidea gatti martinggili halani tartutung apuy simburu.

3Jm sering bertengkar karena PAS.bakar api cemburu ‘Mereka sering bertengkar karena terbakar cemburu.’

(12) Dokah lang pajumpah, holong nami gajag ma use.

Lama tidak AKT.temu , cinta 1Jm berkobar kembali ‘Lama tidak bertemu, cinta kami berkobar kembali.’

(13) Domma lima bulan marhasoman, tapi holonghu tor mittop.

Sudah lima bulan AKT.teman , tapi cinta.1Tg telah redup ‘Sudah pacaran lima bulan, tapi cintaku telah redup.’

Kata tartutung ‘terbakar’ pada contoh (11), kata gajag ‘berkobar’ pada contoh (12), dan kata mittop ‘redup/padam’ pada contoh (13), memiliki medan makna yang sama, karena api dapat membakar, berkobar. Api juga dapat redup/padam sejalan dengan berkurangnya perasaan cinta dalam hati pengalam, yang disebabkan kejenuhan dan kebosanan seseorang terhadap pasangan.


(20)

4.2.2 Kategori CINTA sebagai BINATANG BUAS

Pada metafora BINATANG BUAS, sipemburu mengalami pertarungan dengan binatang buas. Sipemburu mengeluarkan tenaganya untuk menangkap binatang buas dan binatang buas berupaya melepaskan diri dari usaha penangkapan sipemburu. Dalam pengertian ini, sipemburu menganggap binatang buas adalah “lawan” yang harus ditundukkan, dan binatang buas menganggap sipemburu adalah “lawan” yang harus dihindari.

Pertarungan dari si pemburu dan binatang buas bertujuan mengendalikan perasaan cintanya. Pengalam berusaha mempertahankan cinta dengan menangkap binatang buas, sedangkan binatang buas yang dipahami sebagai cinta berusaha meloloskan diri dengan melawan pengalam. Dalam pertarungan akan ada kalah dan menang, pihak yang berhasil menguasai dengan baik dinyatakan sebagai pemenang. Contoh kategori CINTA sebagai BINATANG BUASsebagai berikut.

(14) Hubungan on tarancam sirang.

Hubungan PART PAS.ancam putus ‘Hubungan ini terancam putus.’

(15) Bana tartakkap halani mardua holong.

3Tg PAS.tangkap karena selingkuh ‘Dia tertangkap karena selingkuh.’

Binatang buas mengancam keselamatan manusia. Maka, orang-orang membuat perangkap untuk menangkap dan menjerat binatang buas tersebut, seperti kata tarancam


(21)

Pengalam merasa butuh pertarungan untuk mempertahankan hubungan cintanya dengan pasangan, meskipun ada dua kemungkinan yaitu kalah atau menang.

4.2.3 Kategori CINTA sebagai DAYA

Metafora DAYA pada ranah CINTA memiliki daya emosional pada cinta dan daya rasional pada pengalam. Metafora CINTA sebagai DAYA dibagi atas dua subkategori, yaitu (1) CINTA sebagai DAYA FISIK dan (2) CINTA sebagai DAYA ALAMI.

4.2.3.1 Subkategori CINTA sebagai DAYA FISIK

Daya fisik ialah fenomena fisik, daya tarik tubuh, kontak fisik yang kasar di antara tubuh, dan sejenisnya (Rajeg, 2009: 9). Yang artinya daya fisik pada ranah CINTA meliputi faktor internal yaitu perubahan mekanis yang terjadi di dalam tubuh, dan faktor eksternal yaitu perubahan mekanis yang terjadi di luar tubuh. Beberapa contoh metafora CINTA sebagai DAYA FISIKdalam bahasa Angkola.

(16) Ahu merasahon dosaran holong.

1Tg AKT.rasa getaran cinta ‘Saya merasakan getaran cinta.’

(17) Ahu tarpikat tumang tu boru ai.

1Tg PAS.pikat sangat PREP perempuan DEM ‘Saya sangat terpikat dengan gadis itu.’


(22)

Dengan contoh di atas dapat dikatakan bahwa perasaan cinta berhubungan dengan getaran di dalam tubuh atau keterpikatan terhadap pesona lawan jenis. Pada kalimat di atas terlihat pada kata dosaran‘getaran’ pada (16) dan kata tarpikat‘terpikat’ pada (17).

4.2.3.2 Subkategori CINTA sebagai DAYA ALAMI

Rajeg (2009: 8) berpendapat bahwa citra daya alami umumnya hadir pada konseptualisasi emosi yang kuat. Cinta dipahami sebagai pelaku alamiah yang mengerahkan dayanya kepada orang-orang yang dipengaruhi cinta. Konsep DAYA ALAMI seperti banjir, badai, atau angina dapat dijadikan contoh dalam menjalin hubungan. Berikut contohnya dalam bahasa Simalungun.

(18) Holonghu lang boi tarhorom bei.

Cinta.1Tg NEG bisa PAS.bendung lagi ‘Cintaku tidak bisa terbendung lagi.’ (19) Hubungan nasida iambati gok abat.

Hubungan 3jm dilanda masalah besar ‘Hubungan mereka dilanda masalah besar.’

Kata tarhorom ‘terbendung’pada (18) dan kata iambati ‘dilanda’ pada (19), memiliki hubungan erat dengan DAYA ALAMI. Seperti pada (18) hubungan yang sulit untuk dibendung (dalam banjir), dan seperti pada (19) percintaan yang sedang mengalami masalah (dalam angina).


(23)

4.2.4 Kategori CINTA sebagai PASIEN

Pada metafora PASIEN adalah orang yang menderita sakit, pasien harus dirawat dirumah sakit secara intensif untuk mendapatkan perawatan. Beberapa ekspresi metaforis dalam kategori CINTA sebagai PASIEN.

(20) Hubungan hita lang martondui.

Hubungan 1Jm tidak sehat ‘Hubungan kami tidak sehat.’

(21) Borit uhurhu halani ia mardua holong.

Sakit hati.1Tg karena 3Tg selingkuh ‘Sakit hatiku harena dia selingkuh.’

(22) Uhurhu lape malum bani pambahenan ia.

hati.1Tg belum sembuh oleh sikap 3Tg ‘Hatiku belum sembuh oleh sikapnya.’

Kata lang martondui ‘tidak sehat’ pada contoh (16), kata borit ‘sakit’ pada contoh (17), dan lape malum ‘belum sembuh’ pada contoh (18) memiliki konsep yang sama yakni sebagai pasien.

4.2.5 Kategori CINTA sebagai PERJALANAN

Lakoff dan Johnson (1980) mengatakan salah satu metafora konvensional yang paling umum untuk cinta meliputi pemahaman terhadap satu ranah pengalaman, yaitu CINTA, berdasarkan ranah pengalaman yang berbeda, yaitu PERJALANAN. Berikut contoh dari metafora CINTA sebagai PERJALANANdalam bahasa Simalungun.


(24)

(23) Hanami siap manlangkah hu marhajabuan.

1Jm siap AKT.langkah PREP rumah tangga ‘kami siap melangkah ke jenjang pernikahan.’

(24) Domma sonaha daoh hubungan nassiam?

Sudah PAS.berapa jauh hubungan 2Jm ‘Sudah seberapa jauh hubungan kalian?’

Pada kata manlangkah“melangkah’ pada contoh (19) dan kata daoh‘jauh’ pada contoh (20), memiliki medan makna yang sama yaitu perjalanan. Menjalin hubungan dengan pasangan dianggap suatu perjalanan sampai ke pernikahan, seperti kapal yang berlayar di tengah lautan.

(25) Hubungan hanami domma munop satahun na salpu.

hubungan 1Jm sudah kandas PAS.tahun yang lalu ‘Hubungan kami sudah kandas setahun yang lalu.’

(26) Holonghu domma i ujungni langkahu.

cinta.1Tg telah PREP ujung jalan ‘Cintaku telah di ujung jalan.’

Kata munop ‘kandas’ pada contoh (20) dan ujungni langkahu ‘ujung jalan’ pada contoh (21). Dalam menempuh perjalanan kapal sering mengalami hambatan, begitu juga hubungan percintaan walapun sudah lama sering berakhir dengan perselisihan, akibatnya hubungan tersebut tidak dapat berlanjut ke jenjang pernikahan ataupun bercerai seperti pada kata


(25)

4.2.6 Kategori CINTA sebagai PERANG

Konsep perang dipahami sebagai konflik fisik. Dalam hal ini ada dua pihak yang saling berperang untuk meraih kekuasaan. Di dalam menyerang, pengalam kadang-kadang membutuhkan bantuan seseorang untuk merancang rencana dan strategi yang matang. Seandainya rencana tidak tepat akan berakibat kekalahan maka pengalam akan menerima penolakan cinta. Contoh metafora CINTA sebagai PERANG dalam bahasa Simalungun.

(27) Ahu domma pamatei paruhuranhu hubani.

1Tg sudah AKT.bunuh perasaan.1Tg pada3Tg ‘Saya sudah membunuh perasaanku padanya.’

(28) Bana mambalos cintaki.

3Tg AKT.balas cinta1Tg ‘Dia membalas cintaku.’

Dalam kata pamatei ‘membunuh’ pada contoh (23) dan kata mambalos

‘membalas’ pada contoh (24), memiliki tujuan dendam sehingga pengalam mempunyai sasaran untuk membalas dendam. Keduanya sama-sama mengalami pertarungan untuk menaklukkan musuh.

(29) Ahu domma mambuat paruhuranna.

1Tg sudah AKT.rebut hati.3Tg ‘Saya telah merebut hatinya.’


(26)

(30) Holongna manusuk pusu-pusuhu.

Cinta.3Tg AKT.tusuk jantung.1Tg ‘Cintanya menusuk jantungku.’

Ekspresi metafora CINTA sebagai PERANGjuga terlihat pada contoh diatas. Pada kata mambuat ‘merebut’ dan kata manusuk ‘menusuk’, terlihat cara pengalam dalam meyerang objek cinta. Jika dibandingkan antara metafora CINTA sebagai PERANG dan metafora CINTA sebagai BINATANG BUAS, keduanya memiliki kemiripan, yaitu sama-sama melobatkan pertarungan.

4.2.7 Kategori CINTA sebagai BENDA

Suatu benda mempunyai bentuk dan manfaat yang berbeda-beda. Orang akan menjaga benda yang dirasanya berbentuk unik dan sangat bermanfat untuknya, benda tersebut akan dijaga dan dirawat dengan baik. Namun jika bendanya sudah tua dan tidak lagi berguna maka benda akan disimpan atau dibuang. Itu berarti pengalam harus bisa mengelola dan menjaga dengan baik objek cinta. Metafora CINTA sebagai BENDA

dibagi atas dua subkategori, yaitu (1) CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA, (2)

CINTA sebagai BANGUNAN.

4.2.7.1 Subkategori CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA

Konsep KOMODITAS BERHARGA sama halnya dengan orang yang sudah mendapatkan suatu benda yang diiinginkan sehingga perlu dirawat dan dijaga. Cinta juga harus dirawat dan di lindungi, supaya pasangannya tidak bosan, merasa tidak dihargai, dan hubungan tetap berlangsung ke jenjang pernikahan.


(27)

Beberapa contoh dalam bahasa Simalungun.

(31) Ham maharga tumang hubakku.

2Tg AKT.harga sangat untuk.1Tg ‘Kamu sangat berharga untukku.’

(32) Bana lalap mandarami holongna na mago.

3Tg terus AKT.cari cinta.3tg yang hilang ‘Dia terus mencari cintanya yang hilang.’

(33) Bana mapabuni paruhuranna.

3Tg AKT.simpan hati.3Tg ‘Dia menyimpan perasaannya.’

Kata maharga ‘berharga’ pada (27), kata mandarami ‘mencari’ pada (28), dan kata mapabuni ‘menyimpan’ pada (29). Ekspresi contoh-contoh ini sangat lazim terdengar, bahkan dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan baik dan sangat konvensional. Ekspresi ini sering digunakan penutur bahasa Simalungun dalam membicarakan tentang orang yang dicintai.

4.2.7.2 Subkategori CINTA sebagai BANGUNAN

Konsep BANGUNAN memiliki arti struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat. Maksud dan tujuan pembuatan bangunan adalah untuk mengetahui secara jelas bagaimana cara merencanakan, melaksanakan pembuatan bangunan dan memperbaikinya agar bangunan


(28)

siap ditempati akan diresmikan sesuai dengan tradisi budaya yang berlaku. Berikut contoh-contoh ekspresi metafora CINTA sebagai BANGUNAN.

(34) Kaluargana domma seda.

Keluarga.3Tg sudah hancur ‘Keluarganya sudah hancur.’

(35) Hita padeari hubungan on.

1Jm perbaiki hubungan DEM ‘Kita perbaiki hubungan ini.’

(36) Nasida mangingati sada taun marup.

3Jm memperingati NOM tahun AKT.sama ‘Mereka memperingati satu tahun bersama.’

Pada contoh-contoh diatas, konsep bangunan dicirikan oleh pemakaian kata seda

‘hancur’ pada (30), kata padeari‘perbaiki’ pada (31), kata memperingati‘memperingati’ pada (32). Ciri-ciri semantik ini bukti kuat bahwa CINTA sebagai BANGUNAN.

4.2.8 Kategori CINTA sebagai KESATUAN

Konsep KESATUAN diambil dari kata satu yang berarti tunggal. Seperti dua pecinta yang dipertemukan menjadi satu kesatuan untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama. Dalam bahasa Simalungun terdapat beberapa ekspresi metaforis konseptual kesatuan. Misalnya,


(29)

(37) Hanami lang daot marsirang.

1Jm NEG akan PAS.pisah ‘Kami tidak akan terpisah.’

(38) Dalahihu aima bolahan uhurhu.

Lelaki.1Tg adalah belahan jiwa.1Tg ‘Suamiku adalah belahan jiwaku.’

(39) Nasida mandalani hubungan dua taun.

3Jm AKT.jalin hubungan NOM taun ‘Mereka menjalin hubungan dua tahun.’

Kata marsirang‘terpisah’ pada (27), kata bolahan uhur‘belahan jiwa’ pada (28), kata mandalani ‘menjalin’ pada (29) adalah pelengkap dua pecinta yang mengacu pada metafora KESATUAN sebagai suatu cara dalam mengonseptualisasikan cinta.

4.3 Pemetaan Konseptual MCBS

Pemetaan pada MCBS diawali dari ranah sumber ke ranah sasaran dengan membandingkan ciri-ciri semantik yang sama. Ranah sumber memuat konsep konkret dan ranah sasaran memuat CINTA. Dalam pemetaan MCBS, makna figuratif terletak pada ranah sumber dan makna harfiah pada ranah sasaran.

Terkait dengan MCBS, ada lima skema citra dasar yang terlibat, yaitu skema WADAH, skema DAYA, skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, skema RUANG, dan skema HUBUNGAN.


(30)

4.3.1 Skema WADAH

Skema WADAH secara khas menerangkan pemetaan metafora konseptual

CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH dan kedua subkategorinya, yakni CINTA sebagai PANASdan CINTA sebagai API.

Untuk metafora CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAHdan CINTA sebagai PANAS dapat dibuat lebih sederhana, yaitu CINTA sebagai CAIRAN PANAS DALAM WADAH, karena wadah dapat menghantarkan panas ke zat cair dalam suatu wadah. Berikut contoh bahasa Simalungun.

(40) Holonghu manggobu-gobu hubana.

Cinta.1Tg AKT.luap kepada.3Tg ‘Cintaku meluap-luap kepadanya.’

Pada ekspresi metaforis di atas manggobu-gobu‘meluap-luap’ mengandung ciri-ciri semantis tekanan internal pada wadah, cairan (panas), dan tingkat panas cairan. Tekanan internal pada wadah menggambarkan usaha mental pengalam dalam mencari cinta.

Tabel 4.1

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Cairan Panas dalam Wadah Ranah Sumber

CAIRAN PANAS DALAM WADAH

Ranah Sasaran CINTA Cairan panas dalam wadah Cinta

Wadah fisik Tubuh pengalam

Tekanan internal pada wadah Tekanan internal pada tubuh Penyebab panas cairan Penyebab cinta

Tingkat panas cairan Intensitas cinta

Metafora CINTA sebagai API, skenarionya menggambarkan apa yang terjadi terlalu hebat hingga mampu mengendalikan pengalam. Diibaratkan jika cinta terlalu


(31)

hebat (korespondensi dengan terbakarnya wadah pada ranah sumber) dapat membuat orang yang sedang menjalin cinta dapat meledak.

Tabel 4.2

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Api Ranah Sumber

API

Ranah Sasaran CINTA

Api dalam wadah Cinta

Wadah fisik Tubuh pengalam

Tekanan internal pada wadah Tekanan internal pada tubuh

Penyebab api Penyebab cinta

Ledakan pada wadah Cinta yang tak terkendali

4.3.2 Skema DAYA

Skema Daya menerangkan tiga kategori metafora, yakni CINTA sebagai DAYA,

CINTA sebagai BINATANG BUAS, danCINTA sebagai PASIEN.

Metafora konseptual CINTA sebagai DAYA merupakan upaya mengendalikan cinta. Cinta sebagai daya berusaha agar pengalam memberikan dayanya, tetapi pengalam bertahan menjaga cintanya di bawah kendali, yang terjadi adalah suatu upaya pengendalian cinta. Berikut contohnya dalam bahasa Simalungun.

(41) Jengesna mambahen ahu tarcongang.

Cantik.3Tg AKT.buat 1Tg PAS.pesona ‘Kecantikannya membuat aku terpesona.’

Cinta dapat dikonseptualisasikan sebagai daya eksternal yang memengaruhi pengalam seperti pada tarcongang ‘terpesona’, menerangkan tingkat pengaruh daya fisik yang berkorespondensi dengan intensitas cinta.


(32)

Tabel 4.3

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Daya Fisik Ranah Sumber

DAYA FISIK

Ranah Sasaran CINTA

Ruang fisik Tubuh pengalam

Daya fisik Cinta

Kekuatan daya fisik Kekuatan cinta

Tingkat pengaruh daya fisik Intensitas cinta

Penyebab daya fisik Penyebab cinta

Metafora DAYA ALAMI memiliki entitas yang kuat seperti angin, badai, banjir, dan lain-lain. Pada metafora DAYA ALAMI, kekuatan daya alami menyatakan

hilangnya kendali, dan bukan menyatakan intensitas cinta

Tabel 4.4

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Daya Alami Ranah Sumber

DAYA ALAMI

Ranah Sasaran CINTA

Ruang alami Tubuh pengalam

Daya alami Cinta

Tingkat pengaruh daya alami Intensitas cinta

Penyebab daya alami Penyebab cinta

Kekuatan daya alami Hilangnya kendali

Metafora BINATANG BUAS berhubungan dengan hilangnya kendali atas cinta pada diri pengalam. BINATANG BUAS adalah cinta yang membutuhkan daya untuk dapat mengendalikan diri.


(33)

Tabel 4.5

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Binatang Buas Ranah Sumber

BINATANG BUAS

Ranah Sasaran CINTA

ruang fisik tubuh pengaJam

binatang buas Cinta

kekuatan binatang buas intensitas cinta penyebab serangan binatang buas penyebab cinta penangkapan binatang buas pengendalian cinta lolosnya binatang buas hilangnya kendali

Metafora PASIEN menyatakan hubungan yang sedang sakit, sehingga

membutuhkan seseorang untuk menjaga dan merawat sampai sehat. Pengalam merasa ada yang perlu dirawat dari hubungannya supaya bisa bertahan.

Tabel 4.6

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Pasien Ranah Sumber

PASIEN

Ranah Sasaran CINTA

Ruang fisik Tubuh pengalam

Pasien pada ruang Cinta

Munculnya tenaga/energy Kemajuan hubungan

Hilangnya energy Kemunduran hubungan

Penyebab sakit Penyebab cinta

4.3.3 Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN

Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN menjelaskan pemetaan metafora konseptual

CINTA sebagai PERJALANAN. Siregar (2013: 96) mengatakan manusia dapat berpindah dari satu tempat (sumber) ke tempat lain (tujuan) sepanjang urutan tempat yang terus-menerus (jalur). Berikut contohnya dalam bahasa Simalungun.


(34)

(42) Parhasomanan hanami domma mardalan tolu taun.

Pertemanan 3Jm sudah AKT.jalan NOM tahun ‘Hubungan mereka sudah berjalan tiga tahun.’

Secara sistematis terlihat pada ranah perjalanan bertalian dengan ranah cinta. Metafora PERJALANAN merupakan khusus dari metafora yang lebih umum hidup dengan maksud tertentu sebagai perjalanan dan maksud sebagai tujuan.

Tabel 4.7

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Perjalanan Ranah Sumber

PERJALANAN

Ranah Sasaran CINTA

Pejalan Pecinta

Tempat perjalanan Cinta

Tujuan perjalanan Tujuan hubungan

Jarak yang ditempuh Kemajuan dalam hubungan

Rintangan dalam perjalanan Kendala dalam hubungan

4.3.4 Skema RUANG

Skema RUANG menjelaskan dua pemetaan, yaituCINTA sebagai PERANG dan CINTA sebagai BENDA. Konsep perang merupakan menang dan kalah, berusaha, mempertahankan. Dalam percintaan, orang akan berjuang untuk mendapatkan cinta sejatinya. Walaupun harus menyerang dan bertahan dengan menggunakan cara verbal. Jika berhasil meraih cintanya, maka ia dianggap sebagai pemenang.


(35)

Tabel 4.8

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Perang Ranah Sumber

PERANG

Ranah Sasaran CINTA

Orang yang berperang Pecinta

Sasaran perang Objek Cinta

Tujuan perang Tujuan hubungan

Kemenangan perang Cinta

Lama Perang Kendala dalam hubungan

Skema BENDA berhubungan dengan RUANG. Ruang adalah tempat peletakan benda, tempat untuk menata benda.

Table 4.9

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Benda Ranah Sumber

BENDA

Ranah Sasaran CINTA

ruang fisik tubuh pengalam

benda pada ruang Cinta

manfaat benda kekuatan cinta

penjagaan benda pengendalian cinta

pengabaian benda hilangnya kendali

4.3.5 Skema HUBUNGAN

Skema HUBUNGAN adalah dasar dari pemetaan metafora CINTA sebagai KESATUAN.Berikut ini contoh bahasa Simalungun.

(43) Ahu pakon bana saroha.

1Jm dan 3Tg sehati ‘Aku dan dia sehati.’


(36)

Konsep KESATUAN disandingkan dengan konsep ‘tali’, pengalam memerlukan ikatan untuk menyatukan perasaan, terlihat pada kata saroha‘sehati’. Jika cinta tidak menyatu maka dapat dikatakan penolakan cinta atau yang sering dikatakan bertepuk sebelah tangan.

Table 4.10

Pemetaan Konseptual Cinta sebagai Kesatuan Ranah Sumber

KESATUAN

Ranah Sasaran CINTA

Dua entitas Dua orang yang bercinta

Penyatuan dua entitas Penyatuan pecinta


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun dibentuk oleh delapan kategori semantis, yaitu (1) CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH, (2) CINTA sebagai BINATANG BUAS, (3) CINTA sebagai DAYA, (4) CINTA sebagai PASIEN, (5)

CINTA sebagai PERJALANAN, (6) CINTA sebagai PERANG, (7) CINTA sebagai BENDA, (8) CINTA sebagai KESATUAN.

Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH terdiri atas dua subkategori, yaitu Subkategori CINTA sebagai PANAS dan Subkategori CINTA sebagai API. Kategori CINTA sebagai DAYA terdiri dari dua subkategori, yaitu Subkategori

CINTA sebagai DAYA FISIK dan Subkategori CINTA sebagai DAYA ALAMI. Kategori

CINTA sebagai BENDA terdiri dari dua subkategori, yaitu Subkategori CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGAdan Subkategori CINTA sebagai BANGUNAN.

Pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Simalungun memiliki lima skema, yaitu, Skema WADAH, Skema RUANG, Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN, Skema DAYA, Skema HUBUNGAN


(38)

5.2 Saran

Kajian ini terbatas karena hanya membahas khusus kategori dari segi objek, cara, alat dan waktu, dan kategori cinta saja. Aspek semantik lain yang belum diselidiki adalah mengkaji metafora yang lain dalam bahasa-bahasa lain, terutama bahasa-bahasa di daerah Sumatera Utara.


(39)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, cinta, kategorisasi, ranah sumber dan ranah sasaran, dan makna. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi dengan ketat untuk menghindari terjadinya salah tafsir bagi pembaca.

Konsep metafora pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Lakoff (1993: 13) yang menyatakan bahwa metafora dan metonimi konseptual melibatkan pemetaan konseptual. Pada metafora, pemetaan konseptual terjadi antar-ranah konseptual yang berbeda sedangkan pada metonimi, pemetaan terjadi di antar-ranah yang masih berhubungan. Metafora dan metonimi konseptual merupakan sistem metafora atau metonimi yang menata konseptual sehari-hari penutur bahasa dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Metafora akan mudah dipahami jika tidak dibaca secara harfiah, melainkan secara figuratif, sebab metafora akan dinilai melanggar pemberian kesan dan mengahasilkan penyimpangan semantik sebab kalimat haruslah relevan dengan konteks.

Konsep cinta mengacu pada jenis emosi baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan (Izard dalam Sarwono dan Meinarno 2009: 71). Dalam penelitian ini hanya fokus pada cinta hubungan asmara anak muda yang belum menikah.

Kategorisasi adalah suatu wadah abstrak, dan benda-benda terletak di dalam atau di luar kategori (Lakoff 1987: 6 dalam Siregar 2013). Benda-benda dianggap sebagai kategori yang sama jika hanya memiliki ciri-ciri tertentu secara umum, ciri-ciri yang umum itu digunakan untuk membatasi kategori tersebut.


(40)

Ranah ialah elemen atau unsur, ranah terdiri atas ranah sumber dan ranah sasaran. Ranah sumber adalah jenis ranah yang lebih konkret, sedangkan ranah sasaran adalah jenis ranah yang lebih abstrak (K฀vecses, 2006: 117). Ranah sumber yang lebih kongkrit digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.

Makna yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna konotatif. Chaer (1993) memberikan pengertian bahwa makna konotatif ialah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)

2.2 Landasan Teori

Dalam penelitian ini diterapkan teori Metafora Konseptual. Lakoff (1987) memperkenalkan metafora konseptual yang berpandangan bahwa kognisi merupakan hasil dari konstruksi mental, dan metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Metafora bukanlah perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada prinsipnya penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra. Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.

Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang sama, yang menata sistem konseptual sehari-hari penutur bahasa simalungun, termasuk konsep yang paling abstrak yang terdapat di balik penggunaan bahasa simalungun. Lakoff (1996 dalam Croft dan Cruse, 2004:194) mengatakan bahwa setiap konsep dari ranah sumber mengacu pada


(41)

makna ekspresi literal dan dapat dipakai untuk mendeskripsikan konsep pada ranah sasaran tentang kalimat tersebut. Maka, metafora konseptual adalah pemetaan konseptual di antara dua ranah. Pemetaan bersifat asimetris, yaitu struktur konseptual tertuju pada ranah sasaran, bukan pada ranah sumber. Metafora dianggap sebagai bagian terpadu dari bahasa dan pikiran dalam dunia nyata.

Lakoff dan Johnson (1980: 3) menyatakan bahwa metafora yang meresap dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam bahasa tetapi dalam pikiran dan tindakan. Metafora diperoleh dan dimengerti secara kognitif oleh manusia berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan melalui bahasa mereka. Cara seseorang berpikir dan bertindak sehari-hari sebenarnya bersifat metaforis.

Selanjutnya, Lakoff dan Johnson (1980: 5) berpendapat bahwa inti dari metafora adalah memahami dan mengalami salah satu jenis hal dalam hal lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sesorang dapat memahami sesuatu hal melalui proses pemahamannya akan hal lain yang telah dikenal dan dipahami sebelummya dari pengalamannya sehari-hari.

Metafora mengorganisasi hubungan antar objek dan menciptakan pemahaman mengenai objek tertentu melalui pemahaman mengenai objek lain. Dengan kata lain, ranah sumber digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran. Sebagai contoh, DESIRE IS FIRE (HASRAT ADALAH API) menurut Lakoff dan Johnson (1980), penggunaan huruf kapital digunakan untuk menunjukkan ranah sumber dan ranah sasaran. Konsep DESIRE(HASRAT) merupakan ranah sasaran atau topic dan

FIRE (API) sebagai vehicle atau ranah sumber. Jadi, dapat dipahami bahwa DESIRE


(42)

Jika seseorang memiliki hasrat berarti dalam dirinya terdapat suasana hati yang menggelora.

Metafora adalah bahasa nonliteral atau figuratif yang mengungkapkan perbandingan antara dua hal secara implisit (Knowles dan Moon 2006: 5 dalam Aisah 2010). Knowles dan Moon menyatakan bahwa ada dua jenis metafora. Pertama, metafora kreatif adalah metafora yang digunakan penulis atau penutur untuk mengekspresikan ide dan perasaannya ke dalam sebuah tulisan sehingga tulisan tersebut menjadi mudah dipahami oleh pembaca. Metafora ini menampilkan suatu ungkapan yang baru berdasarkan realitas yang ada dan biasanya terdapat di dalam karya sastra. Kedua, metafora konvensional adalah metafora yang sudah tidak lagi bersifat baru dan jenis metafora ini telah kehilangan cirinya sebagai sebuah metafora, karena metafora ini sering digunakan dan kemudian dimasukkan ke dalam kosakata sehari-hari. Misalnya untuk menunjukkan emosi marah (anger) digunakan ungkapan He exploded (kemarahannya meledak). Metafora konvensional juga sering disebut dengan metafora mati atau dead metaphor(Knowles dan Moon 2006: 6 dalam Aisah 2010).

Dalam metafora ini, metafora CINTA dianalisis dengan menggunakan skema-citra. Johnson (1987 dalam Saeed, 1997: 308) mengusulkan skema-citra sebagai suatu level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranh kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa.


(43)

2.3 Tinjauan Pustaka

Bagian ini meninjau secara ringkas hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

Pertama, Siregar (2013), dalam penelitiannya yang berjudul “Metafora Cinta dalam Bahasa Angkola”. Siregar membahas kategorisasi semantik dari metafora cinta, dan pemetaan konseptual metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran. Teori yang diterapkannya teori Metafora Konseptual. Data dikumpulkannya dengan cara metode simak dan metode cakap.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Angkola terdiri atas sembilan kategorisasi, yaitu (1) cinta sebagai cairan dalam wadah, (2) cinta sebagai daya, (3) cinta sebagai binatang buas, (4) cinta sebagai pasien, (5) cinta sebagai perjalanan, (6) cinta sebagai perang, (7) cinta sebagai benda, (8) cinta sebagai kesatuan, dan (9) cinta sebagai permainan. Hasil pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Angkola menunjukkan 5 skema, yaitu (1) skema wadah, (2) skema daya, (3) skema sumber-jalur-tujuan, (4) skema ruang, dan (5) skema hubungan.

Kontribusi penelitian Siregar terletak pada metode analisis dan konsep metafora cinta dalam kerangka semantik kognitif, dengan menggunakan teori Metafora Konseptual. Data dan hasil penelitiannya juga diterapkan dan dikembangkan dalam penelitian ini untuk mengkaji metafora cinta dalam bahasa Simalungun.

Kedua, Rajeg (2009), dalam artikelnya yang berjudul “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan: Metaphoric and Metonymic Conceptualisation of LOVE in Indonesian”. Rajeg membahas tipe-tipe metafora dan metonimi konseptual yang membangun struktur konsep cinta dalam bahasa Indonesia, dan kaitan metafora dan


(44)

metonimi pada konsep cinta. Ia menggunakan teori Metafora Konseptual yang bersumber dari linguistik kognitif.

Hasil kajiannya mengemukakan metafora konseptual yang membangun struktur konsep cinta terdiri atas 14 tipe, yaitu (1) cinta adalah cairan pada suatu wadah, (2) cinta adalah kesatuan bagian, (3) cinta adalah ikatan, (4) cinta adalah api, (5) cinta adalah kegilaan, (6) cinta adalah mabuk, (7) cinta adalah kekuatan, (8) cinta adalah atasan sosial, (9) cinta adalah lawan, (10) cinta adalah perjalanan, (11) objek cinta adalah dewa/dewi, (12) objek cinta adalah kepemilikan, (13) rasional adalah (ke) atas, emosional adalah (ke) bawah, dan (14) sadar adalah (ke) atas, tidak sadar adalah (ke) bawah.

Penelitian Rajeg memberi inspirasi pada penelitian ini sebab menganalisis tipe-tipe metafora cinta secara mendalam, walaupun dia tidak menggunakan pemetaan metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran. tipe-tipe metaforanya dapat dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis metafora cinta dalam bahasa Simalungun.

Ketiga, Mulyadi (2010a), dalam artikelnya yang berjudul “Metafora Emosi dalam Bahasa Indonesia”, membahas masalah tipe-tipe metafora emosi dalam bahsa Indonesia yang dihasilkan dari operasi verba gerakan, dan pemetaan elemen emosi dan elemen gerakan. Mulyadi menggunakan teori Metafora Konseptual, yang datanya diperoleh dari surat kabar dan majalah.

Berdasarkan hasil penelitian, konseptualisasi emosi dalam bahasa Indonesia pada dasarnya bersumber dari sembilan citra metaforis, yaitu (1) cairan, (2) benda, (3) lawan, (4) binatang buas, (5) musuh tersembunyi, (6) beban, (7) tempat, (8) daya alami, dan (9)


(45)

daya fisik. Pemetaan elemen emosi dan elemen gerakan pada metafora emosi memiliki 2 skema dasar, yaitu skema wadah dan skema ruang.

Tipe-tipe metafora emosi dan pemetaan metafora emosi yang menjadi objek penelitiannya sejalan dengan penelitian yang dilakukan. Meskipun, Mulyadi membatasi kajiannya pada verba gerakan dan hanya mengacu pada lima jenis emosi dasar yaitu gembira, sedih, marah, takut, dan malu. Penelitiannya memberikan kontribusi model dan metode analisis yang bermanfaat dalam penelitian metafora cinta ini.

Keempat, Silalahi (2005), dalam artikelnya yang berjudul “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”. Silalahi membahas metafora kata dalam bahasa batak toba. Teori yang digunakan ialah teori metafora konseptual, Korpus data penelitian silalahi berasal dari bahasa lisan yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di Kabupaten Tapanuli Utara dan di Kabupaten Toba Samosir.

Hasil penelitiannya menunjukkan delapan tipe semantis metafora KATA dalam bahasa Batak Toba, yaitu (1) kata sebagai benda, (2) kata sebagai cairan, (3) kata sebagai hewan, (4) kata sebagai makanan, (5) kata sebagai manusia, (6) kata sebagai perjalanan, (7) kata sebagai senjata, dan (8) kata sebagai tumbuhan. Kontribusinya ada pada model ,analisis dan konsep metafora dalam kerangka semantik kognitif yang menjadi acuan pada penelitian ini. Hasil penelitian Silalahi juga bermanfaat untuk memperkaya wawasan dalam mengkaji metafora cinta dalam bahasa Simalungun.

Kelima, Siregar (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Metafora Kekuasaan dan Metafora melalui Kekuasaan: Melacak Perubahan Kemasyarakatan melalui Perilaku Bahasa”. Siregar membahas relasi kekuasaan dan metafora, dengan menggunakan teori


(46)

Metafora Konseptual. Korpusnya sangat kaya, luas, dan variatif meskipun data penelitiannya merupakan data tulis.

Dalam penelitian ini, Siregar mengungkapkan tiga kategorisasi metafora kekuasaan dalam bahasa Indonesia, yaitu (1) politik sebagai cairan, (2) politik sebagai api, (3) politik sebagai perang. Kontribusi pada penelitian ini analisisnya yang sangat mendalam dan tuntas, khususnya dalam penetapan kategorisasi metafora dan pemetaannya dalam ranah sumber dan ranah sasaran.


(47)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan, bergantung kepada cara berpikir manusia atau masyarakat penuturnya. Menurut Ohoiwutun (2002 dalam Aslinda, 2007: 4), pola-pola komunikasi yang dipengaruhi oleh kebudayaan dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungan-kecenderungan berbahasa. Dalam pengertian lain, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa.

Sering sekali ditemukan bahwa pemakai bahasa dalam berkomunikasi menggunakan bahasa dalam makna figuratif/kias. Akibatnya, pendengar sulit memahami makna yang disampaikan. Menurut Keraf (2004: 136), gaya bahasa kiasan adalah membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba untuk menemukan ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau dalam arti makna denotasinya dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan atau dalam arti makna konotasi.

Keraf (2004: 124) membagi bahasa kiasan yang merupakan bagian dari gaya bahasa yaitu metafora. Metafora merupakan dasar mutlak dari pikiran manusia yang terungkap dalam berbahasa. Lakoff dan Johnson (1980: 3), menyatakan bahwa metafora meresap di dalam kehidupan sehari-hari manusia, tidak hanya di dalam bahasa, tetapi juga dalam pikiran dan tingkah laku. Hal ini menunjukkan bahwa penutur bahasa sering melanggar aturan bahasa terhadap kaidah makna karena bertujuan dalam percakapan


(48)

sehari-hari dapat melontarkan bahasa secara spontan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran seseorang. Penutur bahasa menganggap bahwa ekspresi dalam makna secara harfiah sulit dipahami dengan baik, kecuali menggunakan ekspresi metaforis. Misalnya, ekspresi metaforis seperti tangisnya meledak, hidup terus berjalan, ditimpa musibah, melangkah jauh, sambutan hangat, hancur hatinya, cinta ini membunuhku merupakan fenomena metafora yang sering terdengar dalam bahasa Indonesia sehari-hari.

Metafora dianggap sebagai unsur penting dalam pengategorisasian duniawi dan proses berpikir manusia, yaitu sebagai gejala yang merembesi bahasa dan pikiran. Menurut Lakoff dan Johnson (1980: 3), sistem konseptual manusia pada hakikatnya adalah metafora. Metafora dianggap sebagai jenis konseptualisasi pengalaman manusia, yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Silalahi, 2005: 96).

Kategori metafora yang menyatakan keadaan emosional di antaranya ialah metafora cinta. Rajeg (2009: 7) menjelaskan bahwa cinta tergolong konsep emosi yang “bermetafora” tinggi sebab cinta selain dapat dianggap sebagai suatu hubungan, juga dianggap sebagai emosi. Cinta dipahami sebagai sebuah konsep emosi universal, dapat diartikan bahwa ekspresi metaforis untuk konsep cinta ditemukan pada bahasa-bahasa di dunia meskipun cara-cara yang digunakan penutur dalam mengonseptualisasikan emosi cinta itu berbeda-beda.

Ekspresi metafora cinta dalam bahasa Simalungun terlihat dari konsep holong yang dapat diterjemahkan sebagai ‘cinta dan kasih sayang’. Konsep holongbertalian erat dengan konsep domu ‘kesatuan’, yang terdapat pada ungkapan holong nami ipadomu ‘cinta kami dipersatukan’ dan ipadomu halani holong ‘dipersatukan karena cinta’. Dari


(49)

kenyataan ini ditafsirkan bahwa konsep cinta merupakan ekspresi metafora cinta pada masyarakat Simalungun.

Perlu diketahui bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun memiliki penggolongan emosi cinta yang dibentuk oleh pemetaan pada ranah sumber (source domain)dan ranah sasaran (target domain).Makna yang baru, atau makna figuratif, pada ranah sumber dapat dipahami dengan baik karena makna ini dipetakan ke dalam ranah sasaran (Lakoff dan Johnson 1980: 31).

Dalam tulisan ini dibicarakan metafora cinta dalam bahasa Simalungun (selanjutnya disingkat MCBS). Ada tiga alasan utama pemilihannya. Pertama ialah bahasa Simalungun memiliki banyak ekspresi metaforis yang khususnya menyatakan cinta. Ekspresi metaforis biasanya adalah usaha penutur untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosinya dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap tepat. Misalnya, mangasak uhurna mengisi hatinya, igoki holong‘dipenuhi cinta’, iguit pakon holongna ‘tersentuh oleh cintanya’, mambunuh uhur‘membunuh perasaan’, atau pamatei holong‘cinta mati’.

Pada contoh (1) terlihat bahwa ekspresi cinta diungkapkan langsung dengan kata holong ‘cinta’, sehingga terbentuk ekspresi cinta sebagai kesatuan, kesatuan yang ditandai oleh penggunaan kata ipadomu ‘disatukan’. Sebaliknya, pada contoh (2) ekspresi cinta diungkapkan secara tidak langsung pada kata parhasomanon‘hubungan’, yang membentuk ekspresi cinta sebagai perjalanan, perjalanan yang ditandai oleh penggunaan kata mardalan‘berjalan’.


(50)

(1) Holong nami ipadomu bani panrumahtanggaon. cinta 1Jm PAS.satukan dalam pernikahan

‘Cinta kami disatukan dalam pernikahan.’

(2) Parhasomanon sidea domma mardalan satahun. hubungan 3Jm sudah AKT.jalan setahun ‘Hubungan mereka sudah berjalan setahun.’

Alasan yang kedua ialah bahwa makna cinta pada bahasa Simalungun tidak selalu mudah ditafsirkan sebab cinta berbentuk abstrak. Konsep cinta terkadang bertumpang tindih dengan ciri-ciri semantik pada konsep emosi lain (misalnya bersedih). Hal ini tampak pada contoh di bawah ini.

(3) Matana tangis marbalur-balur. mata.3Tg nangis AKT.berderai-derai ‘Matanya nangis berderai-derai.’

(4) Matana nagerger. mata.3Tg AKT. merah ‘Matanya memerah.’

Pada contoh (3) dan (4) terlihat dua keadaan emosional, yaitu cinta dan sedih, contoh ini cenderung ditafsirkan di masyarakat sebagai metafora sedih. Dalam hal ini ditunjukkan bahwa MCBS mengandung potensi ketaksaan yang tinggi dengan kategori metafora emosi sehingga tingkat analisisnya dianggap lebih rumit.


(51)

Alasan yang ketiga ialah dalam bahasa daerah penelitian metafora sangat terbatas. Terkait dengan hal ini Silalahi (2005) dan Siregar (2013) telah mengkaji metafora dalam bahasa daerah secara mendalam, dengan korpus data yang luas.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik metafora cinta pada bahasa Simalungun belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik metafora cinta pada bahasa Simalungun mencakup kategorisasi dan maknanya.

1.2 Perumusan Masalah

(1) Bagaimanakah kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun?

(2) Bagaimanakah pemetaan konseptual metafora cinta pada ranah sumber dan ranah sasaran dalam bahasa Simalungun?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(1) Mendeskripsikan pola-pola berbahasa Simalungun yang khususnya menyatakan ekspresi cinta.

(2) Menjelaskan konsepsi dan persepsi penutur bahasa simalungun mengenai ekspresi cinta.

1.3.2 Tujuan Khusus

(1) Mendeskripsikan kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun.

(2) Menerangkan pemetaan ranah sumber dan ranah sasaran pada metafora cinta dalam bahasa Simalungun.


(52)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.2 Manfaat Teoretis

(1) Menambah bahan referensi para mahasiswa di bidang semantik khususnya metafora.

(2) Memperkaya penelitian semantik khusunya dalam penerapan teori metafora konseptual.

1.4.3 Manfaat Praktis

(1) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam bahasa simalungun.

(2) Memberikan pemahaman penutur bahasa dari daerah lain tentang budaya Simalungun.


(53)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun dan pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Simalungun. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori Metafora Konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun mempunyai delapan kategori, yaitu CAIRAN DALAM WADAH, BINATANG BUAS, DAYA, PASIEN, PERJALANAN, PERANG, BENDA, KESATUAN. Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai PANAS dan CINTA sebagai API. Kategori CINTA sebagai DAYA memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai DAYA FISIK dan CINTA sebagai DAYA ALAMI. Kategori CINTA sebagai BENDA memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA dan CINTA sebagai BANGUNAN. Selanjutnya, pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Simalungun dijelaskan melalui lima skema citra, yaitu WADAH, DAYA, SUMBER-JALUR-TUJUAN, RUANG, HUBUNGAN.


(54)

METAFORA CINTA DALAM

BAHASA SIMALUNGUN

SKRIPSI

Oleh :

RUPERLA PURBA

100701052

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(55)

(56)

PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang penulis peroleh.

Medan, Januari 2016

Ruperla Purba NIM 100701052


(57)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi metafora cinta dalam bahasa Simalungun dan pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Simalungun. Data yang digunakan adalah data lisan, data tulis, dan data intuitif. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap dan metode simak. Kemudian, data dianalisis dengan metode agih dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori Metafora Konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metafora cinta dalam bahasa Simalungun mempunyai delapan kategori, yaitu CAIRAN DALAM WADAH, BINATANG BUAS, DAYA, PASIEN, PERJALANAN, PERANG, BENDA, KESATUAN. Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai PANAS dan CINTA sebagai API. Kategori CINTA sebagai DAYA memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai DAYA FISIK dan CINTA sebagai DAYA ALAMI. Kategori CINTA sebagai BENDA memiliki dua subkategori, yaitu CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA dan CINTA sebagai BANGUNAN. Selanjutnya, pemetaan konseptual metafora cinta dalam bahasa Simalungun dijelaskan melalui lima skema citra, yaitu WADAH, DAYA, SUMBER-JALUR-TUJUAN, RUANG, HUBUNGAN.


(58)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan kemurahan-Nya sehingga penulis diberi kesehatan dan hikmat untuk meyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah menyediakan fasilitas pendidikan bagi penulis.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah mengarahkan penulis dalam menjalani perkuliahan dan membantu penulis dalam hal administrasi.

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.

4. Dr. Mulyadi, M.Hum., Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh tanggung jawab, memberikan nasihat dan motivasi serta membentuk karakter penulis untuk tidak gampang putus asa, belajar keras, dan menghargai waktu, serta mengarahkan penulis dan memberi ide dan saran dalam proses penulisan skripsi. Bersedia memeriksa keseluruhan skripsi ini sampai bagian-bagian terkecil dan telah meminjamkan buku dan referensi lainnya kepada penulis. Terima kasih juga telah menjadi orang tua, dan teman curhat disaat penulis membutuhkan dukungan moral.


(59)

5. Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Drs. Pertampilan Sembiring, M.Si., Dosen Penasihat Akademik, yang telah memberikan bimbingan serta perhatian kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis menjalani perkuliahan.

8. Pak Selamat yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Mungkin Linus Purba dan Ibunda Rapiah Sipayung, yang telah memberikan dukungan moral, material, dan kasih sayang tanpa batas kepada penulis dan doa yang tidak pernah berhenti untuk penulis. Tanpa mengingat nasihat ayahanda mungkin penulis tak akan berhasil menyelesaikan skripsi ini, nasihat-nasihat itu akan saya ingat sampai selamanya.

10. Adik penulis yang terkasih Megahati Purba dan abang-abang penulis (Juliaman Purba, Jamesdin Purba, Handa Purba, Hendra Purba) yang memotivasi dan mendoakan penulis selama mengikuti perkuliahan.


(60)

11. Namboru Peninna Simanjuntak, yang selalu memberikan motivasi dan saran untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

12. Teman suka dan duka alias pacar Echo Sibarani yang tidak pernah bosan memotivasi penulis, meskipun sulit namun tetap berjuang. Terima kasih buat kesabarannya serta dukungan selama 6 tahun.

13. Teman seperjuangan (Manna, Neni, Gledis, Cynthia, Gio) yang telah memotivasi penulis, dan selalu memberi semangat.

14. Bapak kepala Desa Rajimson Purba dan para informan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis menyediakan data penelitian.

15. Teman-teman stambuk 2010 terima kasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin sangat baik.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut mambantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.

Medan, Januari 2016

Ruperla Purba NIM 100701052


(61)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN--- iii

ABSTRAK --- iv

PRAKATA --- v

DAFTAR ISI --- viii

DAFTAR TABEL --- xi

DAFTAR GAMBAR--- xii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN --- xiii

BAB I PENDAHULUAN --- 1

1.1 Latar Belakang--- 1

1.2 Perumusan Masalah--- 5

1.3 Tujuan Penelitian--- 5

1.3.1 Tujuan Umum --- 5

1.3.2 Tujuan Khusus --- 5

1.4 Manfaat Penelitian --- 6

1.4.1 Manfaat Teoretis --- 6

1.4.2 Manfaat Praktis --- 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA --- 7

2.1 Konsep --- 7

2.2 Landasan Teori --- 8

2.3 Tinjauan Pustaka --- 11

BAB III METODE PENELITIAN --- 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian --- 15

3.2 Sumber Data --- 18


(62)

3.3.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data.--- 21

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data --- 24

BAB IV PEMBAHASAN --- 25

4.1 Pengantar --- 25

4.2 Kategorisasi MCBS --- 25

4.2.1 Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH --- 25

4.2.1.1 Subkategori CINTA sebagai PANAS --- 26

4.2.1.2 Subategori CINTA sebagai API--- 27

4.2.2 Kategori CINTA sebagai BINATANG BUAS --- 28

4.2.3 Kategori CINTA sebagai DAYA--- 29

4.2.3.1 Subkategori CINTA sebagai DAYA FISIK --- 29

4.2.3.2 Subkategori CINTA sebagai DAYA ALAMI--- 30

4.2.4 Kategori CINTA sebagai PASIEN --- 31

4.2.5 Kategori CINTA sebagai PERJALANAN --- 31

4.2.6 Kategori CINTA sebagai PERANG --- 33

4.2.7 Kategori CINTA sebagai BENDA --- 34

4.2.7.1 Subkategori CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA--- 34

4.2.7.2 Subkategori CINTA sebagai BANGUNAN--- 35

4.2.8 Kategori CINTA sebagai KESATUAN --- 36

4.3 Pemetaan Konseptual MCBS--- 37

4.3.1 Skema WADAH --- 38

4.3.2 Skema DAYA --- 39

4.3.3 Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN --- 41

4.3.4 Skema RUANG --- 42

4.3.5 Skema HUBUNGAN --- 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN --- 45

5.1 Simpulan. --- 45


(63)

DAFTAR PUSTAKA --- 47

LAMPIRAN I : KUESIONER PENELITIAN--- 49

LAMPIRAN II : DATA KLAUSA --- 50


(64)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Pekerjaan Penduduk………16

3.2 Model PEMETAAN Konseptual CINTA sebagai PERJALANAN..……….24

4.1 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai CAIRAN PANAS DALAM WADAH.……38

4.2 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai API………39

4.3 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai DAYA FISIK………40

4.4 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai DAYA ALAMI……….40

4.5 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai BINATANG BUAS………..41

4.6 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PASIEN……….41

4.7 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PERJALANAN……….42

4.8 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PERANG………...43

4.9 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai BENDA………..………...43


(65)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Peta Kabupaten Simalungun……….………..16 3.2 Desa Nagori Purbatua Etek……….…………17 3.3 Informan Kunci...19


(66)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. DAFTAR LAMBANG

‘ ’ Makna atau Terjemahan

“ ” Penegasan bentuk atau makna khusus

X Seorang Pengalam

 Mengacu pada/berkorespondensi

( ) (1) Pengapit nomor data/kalimat

(2) Pengapit keterangan tambahan B. DAFTAR SINGKATAN

MCBS Metafora Cinta dalam Bahasa Simalungun

AKT Aktif

DEM Demonstrativa

dkk dan kawan-kawan

KONJ Konjungsi

PART Partikel

PAS Pasif

PREP Preposisi

1Jm orang pertama jamak

2Jm orang kedua jamak

3Jm orang ketiga jamak

1Tg orang pertama tunggal

2Tg orang kedua tunggal


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN--- iii

ABSTRAK --- iv

PRAKATA --- v

DAFTAR ISI --- viii

DAFTAR TABEL --- xi

DAFTAR GAMBAR--- xii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN --- xiii

BAB I PENDAHULUAN --- 1

1.1 Latar Belakang--- 1

1.2 Perumusan Masalah--- 5

1.3 Tujuan Penelitian--- 5

1.3.1 Tujuan Umum --- 5

1.3.2 Tujuan Khusus --- 5

1.4 Manfaat Penelitian --- 6

1.4.1 Manfaat Teoretis --- 6

1.4.2 Manfaat Praktis --- 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA --- 7

2.1 Konsep --- 7

2.2 Landasan Teori --- 8

2.3 Tinjauan Pustaka --- 11

BAB III METODE PENELITIAN --- 15

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian --- 15

3.2 Sumber Data --- 18


(2)

ix

3.3.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data.--- 21

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data --- 24

BAB IV PEMBAHASAN --- 25

4.1 Pengantar --- 25

4.2 Kategorisasi MCBS --- 25

4.2.1 Kategori CINTA sebagai CAIRAN DALAM WADAH --- 25

4.2.1.1 Subkategori CINTA sebagai PANAS --- 26

4.2.1.2 Subategori CINTA sebagai API--- 27

4.2.2 Kategori CINTA sebagai BINATANG BUAS --- 28

4.2.3 Kategori CINTA sebagai DAYA--- 29

4.2.3.1 Subkategori CINTA sebagai DAYA FISIK --- 29

4.2.3.2 Subkategori CINTA sebagai DAYA ALAMI--- 30

4.2.4 Kategori CINTA sebagai PASIEN --- 31

4.2.5 Kategori CINTA sebagai PERJALANAN --- 31

4.2.6 Kategori CINTA sebagai PERANG --- 33

4.2.7 Kategori CINTA sebagai BENDA --- 34

4.2.7.1 Subkategori CINTA sebagai KOMODITAS BERHARGA--- 34

4.2.7.2 Subkategori CINTA sebagai BANGUNAN--- 35

4.2.8 Kategori CINTA sebagai KESATUAN --- 36

4.3 Pemetaan Konseptual MCBS--- 37

4.3.1 Skema WADAH --- 38

4.3.2 Skema DAYA --- 39

4.3.3 Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN --- 41

4.3.4 Skema RUANG --- 42

4.3.5 Skema HUBUNGAN --- 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN --- 45

5.1 Simpulan. --- 45

5.2 Saran --- 46


(3)

DAFTAR PUSTAKA --- 47

LAMPIRAN I : KUESIONER PENELITIAN--- 49

LAMPIRAN II : DATA KLAUSA --- 50


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Pekerjaan Penduduk………16

3.2 Model PEMETAAN Konseptual CINTA sebagai PERJALANAN..……….24

4.1 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai CAIRAN PANAS DALAM WADAH.……38

4.2 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai API………39

4.3 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai DAYA FISIK………40

4.4 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai DAYA ALAMI……….40

4.5 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai BINATANG BUAS………..41

4.6 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PASIEN……….41

4.7 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PERJALANAN……….42

4.8 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai PERANG………...43

4.9 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai BENDA………..………...43

4.10 Pemetaan Konseptual CINTA sebagai KESATUAN………...44


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Peta Kabupaten Simalungun……….………..16 3.2 Desa Nagori Purbatua Etek……….…………17 3.3 Informan Kunci...19


(6)

xiii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. DAFTAR LAMBANG

‘ ’ Makna atau Terjemahan

“ ” Penegasan bentuk atau makna khusus X Seorang Pengalam

 Mengacu pada/berkorespondensi ( ) (1) Pengapit nomor data/kalimat

(2) Pengapit keterangan tambahan B. DAFTAR SINGKATAN

MCBS Metafora Cinta dalam Bahasa Simalungun

AKT Aktif

DEM Demonstrativa

dkk dan kawan-kawan

KONJ Konjungsi

PART Partikel

PAS Pasif

PREP Preposisi

1Jm orang pertama jamak 2Jm orang kedua jamak 3Jm orang ketiga jamak 1Tg orang pertama tunggal 2Tg orang kedua tunggal 3Tg orang ketiga tunggal