Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun) Chapter III VII

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia
dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain atau perancangan 1.
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk
merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem
itu dengan baik secara EASNE (Efektif, Aman, Sehat, Nyaman, dan Efisien).
(Iftikar Z.Sutalaksana,2006)

3.2.

Postur Kerja
Beberapa metode telah dikembangkan untuk secara sistematis menilai


postur pekerja saat melakukan pekerjaan. Postur adalah sebuah refleksi
pengamatan dari aktivitas muskuloskeletal, dan metode ini memungkinkan semua
ergonomis untuk menilai risiko dengan pengamatan yang sistematis saja 2. Ini
berarti bahwa analisis ergonomis dapat dilakukan pada rekaman visual dari tempat

1

Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi II (Cet. I;

Surabaya: Guna Widya, 2004), h. 1.
2

Neville A. Stanton, dkk, Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods
(Cet. I; New York: CRC PRESS, 2004), h. 2.2.

Universitas Sumatera Utara

kerja, seperti rekaman video atau foto. Diasumsikan bahwa setiap segmen tubuh
bergerak melalui berbagai gerakan, yang diistilahkan sebagai "zona netral," di

mana tekanan anatomi dan strain/ketegangan tidak cukup untuk memulai suatu
proses cedera. Pekerja membuat pergerakan jauh dari zona netral, risiko cedera
lebih besar, terutama ketika pergerakan tersebut sering diulang dan/atau
berkelanjutan untuk waktu yang lama. Metode observasi postural juga
menawarkan keuntungan yang memudahkan pengidentifikasian resiko postur
yang tinggi untuk tindakan korektif, bahkan sebelum pekerja telah terkena selama
waktu

cukup

untuk

mengembangkan

signifikan

ketidaknyamanan

muskuloskeletal.
Empat metode ergonomis menyediakan alat evaluasi postural yang sangat

baik. Quick Exposure Checklist memiliki tingkat kegunaan tinggi dan sensitivitas,
dan memungkinkan untuk penilaian cepat dari risiko exposure untuk pekerjaan
yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal. Metode ini memiliki
keuntungan bahwa metode itu dapat digunakan untuk menganalisis interaksi
antara berbagai risiko kerja bahkan oleh penilai yang relatif tidak berpengalaman.
Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh
ditentukan oleh ukuran tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang
digunakan pada saat bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh
dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama.
Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi oleh luas dasar penyangga atau lantai
dan tinggi dari titik gaya berat. (Grieve and Pheasant, 1982).

Universitas Sumatera Utara

3.3.Gangguan Musculoskeletal
Gangguan musculoskeletal yang sering juga disebut Work-related
Musculoskeletal Disorder (WMSD) adalah rasa sakit yang mempengaruhi tulang,
otot,

dan


persendian

tubuh

yang

diderita

oleh

seseorang.

Gangguan

musculoskeletal pada umumnya disebabkan pemberian beban kerja yang melebihi
kemampuan tubuh (overuse) untuk melakukan pemulihan, pada proses kerja yang
berulang, dan dalam waktu yang lama 3.

3.3.1. Penyebab Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal memiliki banyak penyebab, pekerjaan yang
repetitive, yang paling sering menjadi penyebab gangguan ini, adalah salah satu
faktor dari faktor risiko (risk factor) yang dimiliki oleh stasiun kerja. Faktor risiko
dapat menjadi penyebab langsung dari masalah kesehatan, adanya faktor risiko
bukan berarti merupakan salah satu faktor penyebab. Faktor risiko merupakan
suatu kondisi yang menunjukkan tingkat risiko yang dimiliki suatu pekerjaan
terhadap masalah kesehatan yang mungkin muncul di stasiun kerja.
Faktor risiko yang dapat menjadi penyebab gangguan muskuloskeletal
diantaranya:
1. Pekerjaan repetitif
Pekerjaan repetitif memberikan beban kerja pada bagian tubuh secara konstan.
Apabila pekerjaan ini dilakukan dalam waktu yang lama dan melebihi

3

Serge, simoneau,”Work related musculoskeletal disorders (WMSDs): A better understanding for
more effective prevention”. Ch 1 pg 3.

Universitas Sumatera Utara


kemampuan bagian tubuh untuk melakukan pemulihan, maka risiko terjadi
gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
2. Postur tubuh
Berdasarkan karakteristik stasiun kerja dan metode kerja yang digunakan,
pekerja sering menggunakan postur yang tidak baik. Postur tubuh yang tidak
baik biasanya terjadi saat otot yang digunakan berada pada posisi yang sulit
sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik dan menyebabkan rasa rasa sakit,
seperti pada saat peregangan maksimum.Apabila postur tubuh yang tidak baik
ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka resiko terjadi
gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
3. Tingkat kekuatan pekerjaan akan membutuhkan tingkat kekuatan (force) saat
menggunakan peralatan atau saat mendorong dan menahan. Tingkat kekuatan
akan memberikan beban kerja berlebih pada bagian tubuh. Kemampuan
bagian tubuh untuk dapat menahan beban kerja dalam waktu tertentu sangat
menentukan tingkat kekuatan yang dikeluarkan, risiko terjadi gangguan
muskuloskeletal semakin tinggi.
4. Kerja otot statis
Kerja otot statis adalah pada saat otot berkontraksi tanpa adanya jeda/imtrupsi.
Otot membutuhkan darah yang lebih banyak saat berkotraksi daripada saat
relaksasi. Pada saat otot dalam kondisi kerja statis, otot memberikan tekanan

yang konstan pada saluran darah sehingga darah yang dibutuhkan dalam
jumlah besar terhambat, akibat otot cepat lelah dan akan merasakan rasa sakit.

Universitas Sumatera Utara

Apabila kerja otot statis ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama,
maka risiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.
5. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja seperti suhu yang dingin mempengaruhi kekuatan otot
sehingga memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar dalam melakukan
pekerjaan. Penggunaan sarung tangan yang tidak baik dapat menguarangi
kemampuan tangan dalam memegang peralatna atau bahan, sehingga
memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar. Peralatan yang bergetar
memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar untuk digunakan, getaran juga
dapat mengganggu peredaran darah pada bagian otot.

3.4.Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur
yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan otot.
Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang

mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai
sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti Gambar 3.1.
maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh
pekerja.
Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard
Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan
untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya.
Standard Nordic Questionnaire bersifat subjektif, karena rasa sakit yang

Universitas Sumatera Utara

dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa
sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang
dengan orang lain 4.

Gambar 3.1. Peta Tubuh
Keterangan:

0. leher bagian atas
1. leher bagian bawah

2. bahu kiri
3. bahu kanan
4. lengan atas kiri
5. punggung
6. lengan atas kanan
7. pinggang
8. bokong
9. pantat
10. siku kiri
11. siku kanan
12. lengan bawah kiri
13. lengan bawah kanan
14. pergelangan tangan kiri
15. pergelangan tangan kanan

16. tangan kiri
17. Tangan Kanan
18. Paha Kiri
19. Paha Kanan
20. Lutut Kiri

21. Lutut Kiri
22. Betis Kiri
23. Betis Kanan
24. Pergelangan Kaki Kiri
25. Pergelangan Kaki Kanan
26. Kaki Kiri
27. Kaki Kanan

4

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., Andersson,
G., Jorgensen, K, Standardised Nordic Questionnaores (Applied Ergonomics, 1987).

Universitas Sumatera Utara

REBA (Rapid Entire Body Assesment)

3.5.

REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai

sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh
secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh,
kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau
peregangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi
tingkat risiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil 5.
Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian
pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup, yaitu:
1.

2.

Grup A, terdiri atas:
a.

Batang tubuh (trunk)

b.

Leher (neck)

c.

Kaki (legs)

Grup B, terdiri atas:
a. Lengan atas (upper arm)
b. Lengan bawah (lower arm)
c. Pergelangan tangan (wrist)
Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan

suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban atau kekuatan dan
coupling.
REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dalam
sebuah pekerjaan:

5

Stanton, Naville, Handbook of Human Factors,Op.cit., h. 76-85.

Universitas Sumatera Utara

1.

Keseluruhan bagian badan digunakan.

2.

Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3.

Melakukan sebuah pembebanan seperti: mengangkat benda baik secara rutin
ataupun sesekali.

4.

Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang
dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA.

1. Grup A, terdiri dari :
a.

Batang tubuh (trunk)

Gambar 3.2. Postur Batang Tubuh (Trunk)

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.2 dapat dilihat pada Tabel

3.1

sebagai berikut.
Tabel 3.1. Penilaian Batang Tubuh (Trunk)
Pergerakan
Posisi normal

Skor

Skor Perubahan

1

0 - 200 (ke depan dan belakang)

2

+1 jika batang tubuh

600

4

0

0

Universitas Sumatera Utara

b.

Leher (neck)

Gambar 3.3. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)
Penilaian skor REBA dari Gambar 3.3 dapat dilihat pada Tabel

3.2

sebagai berikut.
Tabel 3.2. Penilaian Leher (Neck)
Pergerakan

Skor

0 - 200

1

>200- ekstensi

2

c.

Skor Perubahan
+1 jika leher berputar/bengkok

Kaki (legs)

Gambar 3.4. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)
Penilaian skor REBA dari Gambar 3.4 dapat dilihat pada Tabel

3.3

sebagai berikut.
Tabel 3.3. Penilaian Kaki (Legs)
Pergerakan
Posisi normal/seimbang
(berjalan/duduk)
Bertumpu pada satu kaki lurus

Skor

Skor Perubahan

1

+1 jika lutut antara 30-600

2

+2 jika lutut >600

Universitas Sumatera Utara

d.

Beban (load)

1

2

3

Gambar 3.5. Ukuran Beban (Load)
Penilaian skor REBA dari Gambar 3.5 dapat dilihat pada Tabel

3.4

sebagai berikut.
Tabel 3.4. Penilaian Beban (Load)
Pergerakan

Skor

10 kg

2

Skor Pergerakan
+1 jika kekuatan cepat

2.

Grup B, terdiri dari:
a.

Lengan atas (upper arm)

Gambar 3.6. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)
Tabel 3.5. Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)
Pergerakan

Skor

Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang)

1

+1 jika bahu naik

>200 (ke belakang) atau 20 - 450

2

+1 jika lengan berputar/bengkok

45 - 900

3

-1 miring, menyangga berat

>900

4

lengan

Universitas Sumatera Utara

b.

Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.7. Postur Lengan Bawah
Penilaian skor REBA dari Gambar 3.7 dapat dilihat pada Tabel

3.6

sebagai berikut.
Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah

c.

Pergerakan

Skor

60 - 1000

1

1000

2

Pergelangan tangan (wrist)

Gambar 3.8. Postur Pergelangan Tangan
Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan
Pergerakan

Skor

0-150 (ke atas dan bawah)

1

>150 (ke atas dan bawah)

2

Skor Perubahan
+1 jika pergelangan tangan
putaran menjauhi sisi tengah

Universitas Sumatera Utara

d.

Coupling
Tabel 3.8. Coupling
Coupling

Skor

Baik

0

Sedang

1

Kurang baik

2

Keterangan
Kekuatan pegangan baik
Pegangan bagus tapi tidak ideal atau
kopling cocok dengan bagian tubuh
Pegangan tangan tidak sesuai walaupun
mungkin
Kaku, pegangan tangan tidak nyaman,

Tidak dapat diterima

3

tidak ada pegangan atau kopling tidak
sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.9. Skor Aktivitas
Aktivitas

Skor

Keterangan

Postur statik

+1

1 atau lebih bagian tubuh statis/diam

Pengulangan

+1

Tindakan berulang-ulang
Tindakan menyebabkan jarak yang

Ketidakstabilan

+1

besar dan cepat pada postur (tidak
stabil)

3.6. Antropometri
3.6.1. Defenisi Antropometri
Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropomeetri
menurut Sevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data

Universitas Sumatera Utara

numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran,
bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah
desain 6.

3.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran
tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
1. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah
besar,seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu seejak awal kelahiranya
sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan
olehA.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa
laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun,
sedangkan wanita 17,3 tahun;meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus
bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita).
Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cendrung berubah
menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
2. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.

6

Eko Nurmianto.2008, Op.cit.,.Hal:54

Universitas Sumatera Utara

3. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan
memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.
4. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya
persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Sepertinya misalnya: buruh
dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi
dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.
5. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk
perancaangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu,
dan lain-lain).
6. Tebal/tipisnya pakain yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda
akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun
akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
7. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi
bentuk daan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan
perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi
seperti ini 7.

3.6.3. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar
7

Sritomo Wignjosoebroto.2008.Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu.Hal:61

Universitas Sumatera Utara

rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang
akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam
aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti
diuraikan berikut ini:
1.

Prinsip perancangaan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.
Di sini rancaangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk,
yaitu: bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rataratanya dan tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada). Agar bisa memenuhi sasaran pokok
tersebut maka ukuran yang diaplikasikaan ditetapkan dengan cara: untuk
memenuhi yang harus ditetapkan ddari suatu rancangan produk umumnya
didaasarkaan pada nilai percentile yang tersebar seperti 90-th, 95-th, atau 99th percentile.contoh konkrit pada kasus ini dapat dilihat pada penetapan
ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat. Untuk dimensi
maksimum yang harus ditetapkan diaambil berdasarkan nilai percentile yang
paling rendah (1-th, 5-th, 10-th percentile) dari distribusi data antropometri
yang ada. Sebagai contoh penetapan jarak jangkauan dari suatu mekaanisme
kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2.

Prinsip perancaangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran
tertentu.
Di sini rancaangan bisa dirubah-ubah ukuranya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancaangan kursi mobil yang
mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandaranya
pun bisaa berbah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya
untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacaam ini maka data
antropoometri yang umum diaplikasikan adalah daalam rentang niali 5-th
sampai dengan 95-th percentile.
3.

Prinsip perancaangan produk dengan ukuran rata-rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan pada rata-rata ukuran manusia.
Problem pokok yag dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang
berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk
mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang
memilki ukuran ekstrim akan dibuat rancangan tersendiri.

3.6.4. Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri
Berikut ini adalah beberapa dimensi tubuh yang umum diukur dalam
antropometri:
1.

Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala)

2.

Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3.

Tinggi bahu posisi berdiri tegak

4.

Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5.

Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam dalam posisi berdiri tegak

6.

Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari atas tempat duduk/pantat
sampai dengan kepala

Universitas Sumatera Utara

7.

Tinggi mata dalam posisi duduk

8.

Tinggi bahu dalam posisi duduk

9.

Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)

10. Tebal atau lebar paha
11. Panjang paha yang diukur dari ujung pantat sampai dengan ujung lutut
12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari
lutut/betis
13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk
14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantaisampai dengan paha
15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)
16. Lebar pinggang/pantat
17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung
18. Lebar perut
19. Panjang siku yang diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari
dalam posisi tegak
20. Lebar kepala
21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari dalam
posisi tegak
22. Lebar telapak tangan
23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kana
24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau harus keatas (vertikal)

Universitas Sumatera Utara

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti no.24
tetapi dalam posisi duduk
26. Jarak tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri
Data anthropometri sangat diperlukan agar rancangan suatu produk dapat
sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang
diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara
individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan
pesanan (job order).
Situasi menjadi berubah jika lebih banyak lagi produk standar yang harus
dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah
ukuran siapakah yang digunakan sebagai acuan untuk mewakili populasi yang
ada. Karena pastinya ukuran setiap individu akan bervariasi satu dengan populasi
yang menjadi target sasaran produk yang akan dirancang.
Agar permasalahan yang terdapat adanya variasi ukuran sebenarnya akan
lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas
dan adjustabel dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 3.9. menjelaskan
dalam anthropometi, angka 95 th akan menggambarkan ukuran tubuh manusia
yang terbesar dan 5 th menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terkecil.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Tabel 3.9. menunjukkan pemakaian nilai-nilai persentil yang diaplikasikan
dalam perhitungan data antropometri.
Tabel 3.10. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
Persentil
1-st
2.5-th
5-th
10-th
50-th
90-th
95-th
97.5-th
99-th

Perhitungan
Χ - 2.325 σX
Χ - 1.96 σX
Χ - 1.645 σX
Χ - 1.28 σX
Χ
Χ + 1.28 σX
Χ + 1.645 σX
Χ + 1.96 σX
Χ + 2.325 σX

3.6.6. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk
Antropometri menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh
manusia dalam percentiler tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat
tertentu dalam merancang suatu produk. Agar rancangan tersebut nantinya bisa
disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikan, maka

Universitas Sumatera Utara

prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri
tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :
1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individual Dengan Ukuran Yang Ekstrim.
Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk,
yaitu :
a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan
rata-ratanya.
b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas
dari ada).
Agar bisa digunakan untuk memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran
tubuh yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :
a. Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk
umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95th atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasusu ini bisa dilihat pada
penetapan ukuran miinimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dll.
b. Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai
percentile yang paling rendah (1-th, 5-th atau 10-th percentile) dari
distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan untuk sebagai
contoh dalam penerapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang
harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

Universitas Sumatera Utara

Aplikasi data antropometri umumnya digunakan untuk perancangan
produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk
dimensi maksimum dan 95-th percentile untuk dimensi minimumnya.
2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Di antara Rentang
Ukuran Tertentu.
Rancangan

bisa

dirubah-rubah

ukurannya

sehingga

cukup

fleksibel

dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang
mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju atau mundur dan sudut
sandarannya pun bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam
kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksible, semacam ini maka
data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th
s/d 95-th percentile.
3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-Rata.
Rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem
pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda
dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka
yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki
ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.
Aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk
ataupun fasilitas kerja. Maka adapun beberapa saran/rekomendasi yang bisa
diberikan sesuai dengan langkah - langkah seperti berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tububh yang mana
yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan
tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh mana yang penting dalam proses perancangan
tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan
data structural body dimension ataukah functional body dimension.
c. Selanjutnya

tentukan

populasi

terbesar

yang

harus

diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk
tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “Market Segmentation” seperti
produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll.
d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
terebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang
fleksible (adjustabel) atau ukuran rata-rata.
e. Pilih presentase populasi yang harus diikuti: 90-th, 95-th, 99-th ataukah
nilai percentile yang lain yang dikehendaki.
Untuk setiap dimensi tubuh yang telah didefinisikan selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai.
Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktir kelonggaran (allowance)
bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya
pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan
(gloves), dan lain lain.

Universitas Sumatera Utara

3.6.7. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dimaksudkan untuk menentukan bahwa populasi
data sampel yang digunakan memiliki penyeimbangan yang normal dari rataratanya pada tingkat kepercayaan/signifikansi tertentu. Pengujian terhadap
keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh
telah berada dalam keadaan yang terkendali atau belum. Suatu data yang berada di
dalam batas kendali yaitu BKA (Batas Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali
Bawah) dapat dikatakan dalam keadaan terkendali, sebaliknya jika suatu data
berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan berada dalam
keadaan tidak terkendali 8.
Nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dapat dihitung apabila
nilai standar deviasi telah diketahui. Berikut ini merupakan rumus untuk
menghitung standar deviasi dari suatu kumpulan data.
σ=�

∑(Xi -x)2
N

Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung BKA dan
BKB dari suatu kumpulan data.

BKA = x + kσ
BKB = x − kσ
dimana :
σ

= standar deviasi

Xi = Data pengamatan
8

http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2850-m_sritomo-ie-akalahRancanganVulkanisi
Ban A.Pawennari.pdf

Universitas Sumatera Utara



N

= Nilai rata-rata data
= banyak data

BKA = batas kendali atas
BKB = batas kendali bawah
k

= tingkat kepercayaan
Setelah nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah diketahui, maka

data harus diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh nilai data berada di antara
BKB dan BKA. Apabila terdapat data yang lebih kecil dari BKB ataupun data
yang lebih besar dari BKA, maka data tersebut tidak boleh diikut sertakan dalam
proses perhitungan (dieliminasi).

3.6.8. Uji Kecukupan Data
Perhitungan uji kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan sampel
minimum yang dapat diolah untuk proses selanjutnya. Uji kecukupan data ini
dimaksudkan untuk menentukan apakah sampel data yang dikumpulkan sudah
cukup atau belum. Uji ini memiliki lambang N dan N’.
Rumus umum :

dimana :


���∑ �� 2 � − (∑ �� )2


�’ = ⎛
∑ ��



N’

= Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan

N

= Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan

Xi

= Data pengamatan ( hasil pengukuran )

2

Universitas Sumatera Utara

k

= Tingkat kepercayaan

s

= Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)
Jika N (jumlah data yang telah diperoleh) lebih kecil jumlahnya

dibandingkan dengan jumlah data yang dibutuhkan (N’) berarti data tidak cukup
sehingga diperlukan penambahan data sebanyak N’-N buah. Sebaliknya apabila N
lebih besar daripada N’ berarti data telah cukup.

3.7.

Perancangan Produk
Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha

menciptakan sesuatu baik alat atau benda lainnya untuk membantu kehidupan
mereka. Untuk mewujudakn benda tersebut diperlukan suatu rancangan atau
desain. Pada saat sekarang, pada masyarakat industri khususnya kegiatan
merancang dan pembuatan benda merupakan kegiatan yang terpisah. Proses
pembuatan tidak akan berjalan baik sebelum kegiatan perancangan diselesaikan.
Dari hasil perancangan akan diketahui deskripsi dari benda yang akan dibuat. Hal
ini akan sangat memudahkan proses pembuatannya, maka dari itu kegiatan
perancangan adalah hal yang penting dan mutlak dilakukan sebelum proses
produksi suatu benda.
Menghasilkan produk sesuai dengan yang dibutuhkan manusia adalah hal
yang ingin dicapai dari proses perancangan. Salah satunya adalah dengan
merancang dengan berorientasi terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Keinginan setiap manusia tersebut dibuat dalam perancangan produk melalui
pengembangan secara komputer dan analisis teknik yang dapat diproses secara

Universitas Sumatera Utara

teratur, penentuan waktu untuk mengkonsumsikannya dan termasuk dalam
memasarkannya. Perancangan produk berarti sudah termasuk di dalamnya setiap
aspek teknikal dari produk mulai dari pertukaran atau penggantian komponen
dalam pembuatan, perakitan, pelayanan sampai pada kekurangannya.
Perancangan atau pengembangan produk dibutuhkan oleh produsen dalam
rangka mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar dengan cara
menidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan

konsumen

akan

manfaat

produk,

mendesainnya sampai ke tingkat perencanaan pembuatan produk tersebut 9.

3.7.1. Fase-fase Dalam Proses Perancangan Produk
Perancangan produk itu sendiri terdiri dari serangkaian kegiatan yang
berurutan, karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses perancangan
yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam perancangan tersebut.
Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan dinamakan sebagai fase. Salah satu
deskripsi perancangan terdiri dari fase-fase sebagai berikut:
1. Langkah pra perancangan produk
a. Penetapan asumsi perancangan
b. Orientasi produk yang meliputi:
1) Analisa kelayakan produk.
2) Uraian kegiatan perancangan produk.
3) Jaringan kerja perancangan produk.
4) Perhitungan maju mundur waktu kegiatan.
9

Nurmianto Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Op.,cit.

Universitas Sumatera Utara

5) Penentuan jalur kritis.
6) Perhitungan waktu penyelesaian proyek.
2. Langkah perancangan produk
a. Fase informasi
Fase ini bertujuan untuk memahami seluruh aspek yang berkaitan dengan
produk yang hendak dikembangkan dengan cara mengumpulkan
informasi-informasi yang dibutuhkan secara akurat. Informasi-informasi
yang dilakukan antara lain :
1) Gambar produk awal dan spesifikasi.
2) Kriteria keinginan konsumen terhadap produk.
3) Kriteria kepentingan relatif konsumen.
4) Kriteria manufaktur yang mencakup diagram mekanime pembuatan
dan struktur fungsi.
5) Kriteria buying.
6) Kriteria finance produk awal.
b. Fase kreatif
Fase ini bertujuan dalam menampilkan alternatif yang dapat memenuhi
fungsi yang dibutuhkan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1) Penentuan kriteria atribut produk dengan diagram pohon.
2) Penentuan prioritas perancangan dengan menggunakan QFD.
3) Pembuatan alternatif model produk.
4) Perhitungan biaya alternatif model.
c. Fase analisa

Universitas Sumatera Utara

Fase ini bertujuan dalam menganalisa alternatif-alternatif yang dihasilkan
pada fase kreatif dan memberikan rekomendasi terhadap alternatifalternatif terbaik. Analisa yang dilakukan antara lain :
1) Analisa kriteria atribut yang akan dikembangkan.
2) Penilaian kriteria atribut antar model.
3) Pembobotan kriteria atribut produk.
4) Matrix combinex.
5) Value analysis.
d. Fase pengembangan
Fase ini bertujuan memilih salah satu alternatif tunggal dari beberapa
alternatif yang ada merupakan alternatif terbaik dan merupakan output dari
fase analisa. Data-data alternatif yang terpilih adalah sebagai berikut :
1) Alternatif terpilih.
2) Gambar produk terpilih dan spesifikasinya,
e. Fase presentasi
Fase ini bertujuan untuk mengkomunikasikan secara baik dan menarik
terhadap hasil pengembangan produk 10.

3.7.2. Metode Perancangan Produk
Metode perancangan produk adalah tiap-tiap prosedur, teknik, dan alat
bantu tertentu yang mempresentasikan sejumlah aktivitas tertentu yang digunakan
oleh perancang dalam proses perancangan.

10

Rosnani Ginting, Perancangan Produk, (Medan, Graha Ilmu , 2009), h. 19-21.

Universitas Sumatera Utara

Ada dua metode yang digunakan dalam perancangan yaitu:
1.

Metode kreatif
Metode perancangan yang bertujuan untuk membantu menstimulasikan
pemikiran kreatif dengan cara meningkatkan produksi gagasan, menyisihkan
hambatan mental terhadap kreatifitas, atau dengan cara memperluas area
pencarian solusi. Metode kreatif terbagi lagi atas dua metode, yakni:
a. Brainstorming
Bertujuan untuk menstimulasikan sekelompok orang untuk menghasilkan
sejumlah besar gagasan dengan cepat. Orang terlibat langsung dan tidak
homogen mengenai persoalan aturan, yaitu:
1) Kelompok haruslah bersifat non-hirarki.
2) Pemimpin kelompok berperan sebagai fasilitator.
3) Kelompok diharapkan menghasilkan sebanyak mungkin gagasan.
4) Gagasan yang kelihatan aneh tetap diterima.
5) Usahakan semua gagasan dinyatakan secara singkat.
6) Suasana selama brainstorming berlangsung rileks dan bebas.
7) Kegiatan selama brainstorming sebaiknya dilakukan dalam waktu
tidak lebih dari 20- 30 menit.
Kegiatan yang dilakukan selama brainstorming, yaitu:
1) Membentuk kelompok dan menetapkan pimpinan.
2) Menginformasikan aturan-aturan dalam brainstorming.
3) Pemimpin kelompok melontarkan pertanyaan permasalahan awal.

Universitas Sumatera Utara

4) Masing-masing anggota diberi waktu tenang beberapa menit untuk
menggali gagasannya.
5) Setiap anggota diminta untuk menuliskan gagasannya pada kartu-kartu
tersendiri.
6) Antar anggota saling bertukar satu sama lain.
7) Berikan waktu istirahat sejenak agar masing-masing anggota memiliki
kesempatan untuk berefleksi dan mencari gagasan-gagasan baru
mengacu pada gagasan rekannya, kemudian dituliskan dalam bentuk
kartu yang jelas.
8) Kumpulkan kartu-kartu dan setelah periode tertentu dilakukan
evaluasi.
b. Sinektik
Bertujuan untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas spontan pemikiran ke
arah eksplorasi dan transormasi masalah perancangan. Sinektik adalah
suatu aktivitas kelompok yang mencoba membangun, mengkombinasikan
dan mengembangkan gagasan-gagasan untuk memberikan solusi kreatif
terhadap

permasalahan

dalam

perancangan.

Metode

ini

tidak

memperkenalkan adanya kritikan, menghasilkan solusi tunggal, dengan
membangkitkan alternatif analogi secara langsung, personal, simbolik, dan
fantastik. Metode ini bertujuan untuk:
1) Membentuk kelompok yang terdiri dari para anggota yang selektif.
2) Melatih para anggota kelompok dalam menggunakan analogi untuk
membangkitkan aktivitas spontan otak atau pikiran terhadap persoalan

Universitas Sumatera Utara

3) Memaparkan masalah prancangan kepada kelompok yang sama
seperti yang dinyatakan oleh klien atau manajemen perusahaan.
4) Menggunakan analogi-analogi.
2.

Metode Rasional
Metode ini merancang sesuai dengan pikiran logika, sehingga produk

yang dihasilkan dapat sederhana dan setiap anggota kelompok menggunakan
pemikiran yang rasional untuk mendapatkan hasil yang baik dan membentuk hasil
yang sederhana. Perancangan yang baik akan menghasilkan produk unggulan
yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan konsumen. Karenanya perancangan
membutuhkan input dari berbagai sisi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Proses perancangan sangat mempengaruhi produk, sedikitnya dalam tiga hal,
yaitu biaya pembuatan produk, kualitas produk, dan waktu penyelesaian produk
mulai dari diterimanya kebutuhan akan suatu produk sampai produk tersebut
dapat dipasarkan.
Pengaruh tersebut adalah akibat dari keputusan-keputusan yang diambil
pada proses perancangan, seperti produk dan komponen-komponen yang mudah
dibuat karena itu hanya memerlukan mesin perkakas yang sederhana dan murah,
dibuat dari material yang murah tetapi kuat, produk yang mudah dirakit dan
dirawat, pemilihan komponen jadi yang dibeli dari pihak lain yang tepat dan
murah, pemilihan teknologi yang tersedia, dan lain sebagainya. Khusus untuk dua
hal yang terakhir, yaitu pemilihan komponen jadi yang harus dibeli dari pihak
yang lain dan pemilihan teknologi yang tersedia adalah hal yang sangat krusial
untuk kasus perancangan di Indonesia. Jangan sampai perancangan produk

Universitas Sumatera Utara

dikuasai oleh perancang asing, sebab mereka dapat mengambil keputusan dalam
dua hal tersebut sedemikian rupa sehingga Indonesia tidak dapat ikut dalam
partisipasi dalam realisasi pembuatan produk, karena tidak dapat komponen jadi
yang diperlukan produk dan karena tidak mempunyai teknologi yang
diperlukan 11.
Menurut Nigel Cross, dalam melakukan peracangan produk diperlukan prosesproses perancangan produk seperti terlihat pada Gambar 3.11.

PROBLEM
PROBLEM

SOLUTION
SOLUTION

Klasifikasi
Klasifikasi
Tujuan
Tujuan

Peningkatan
Peningkatan
Perincian
Perincian
Evaluasi
Evaluasi
Alternatif
Alternatif

Penetapan
Penetapan
fungsi-fungsi
fungsi-fungsi

Menyusun
Menyusun
Kebutuhan
Kebutuhan

Menentukan
Menentukan
Alternatif
Alternatif
Menentukan
Menentukan
karakteristik
karakteristik

SUB
SUB
PROBLEM
PROBLEM

SUB
SUB
SOLUTION
SOLUTION

Gambar 3.11. Langkah-langkah Perancangan Produk

Tahapan-tahapan dalam proses perancangan dengan Nigel Cross dapat
dilihat pada Tabel 3.11.

11

Ibid., h. 28-32.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.11. Tahap-tahap dalam Proses Perancangan Dengan Nigel Cross
No

1

2

3

4

5

6

Langkah

Metode yang

Perancangan

Relevan

Klasifikasi Tujuan

Penetapan Fungsi

Penetapan Spesifikasi

Penentuan
Karakteristik

Pohon Tujuan
Analisis
Fungsional

Tujuan
Mengklarifikasi

dan

subtujuan

perancangan, serta hubungan satu sama lain.
Menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan
dan batas-batas sistem rancangan produk
yang baru.

Performance

Membuat spesifikasi kinerja yang akurat dari

Specification

suatu solusi rancangan yang diperlukan.

Quality
Function
Development

Menetapkan target apa yang akan dicapai
oleh karakteristik teknis produk sehingga
dapat

memuaskan

Morphological

Membangkitkan

Alternatif

Chart

alternatif.

Weighted
Objectives

kebutuhan-kebutuhan

konsumen.

Pembangkitan

Evaluasi Alternatif

tujuan

solusi-solusi

rancangan

Membandingkan nilai-nilai untilitas dari
berbagai

usulan

alternatif

berdasarkan

kinerjanya terhadap tujuan yang terbobot.
Meningkatkan atau mempertahankan nilai

7

Peningkatan Perincian Value

produk

(Improving Details)

mengurangi biaya bagi pembuat (produsen).

Engineering

bagi

para

pembeli

sementara

3.7.3. Proses-Proses dalam Perancangan Produk
Perancangan produk menurut Nigel Cross terbagi atas tujuh langkah yang
masing-masing mempunyai metode tersendiri. Ketujuh langkah tersebut diuraikan
pada sub bab berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

3.7.3.1. Klarifikasi Tujuan
Klarifikasi tujuan (clarifying objectives) ini dilakukan untuk menentukan
tujuan perancangan. Metode yang digunakan adalah pohon tujuan (objectives
Trees). Dengan pohon tujuan, kita akan dapat mengidentifikasikan tujuan dan sub
tujuan dari perancangan suatu produk beserta hubungan antara keduanya yaitu
dalam bentuk diagram yang menunjukkan hubungan yang hierarki antara tujuan
dengan sub tujuannya. Percabangan pada pohon tujuan merupakan hubungan
yang menunjukkan cara untuk mencapai tujuan tertentu.
Titik awal sebuah rancangan adalah sebuah masalah atau sesuatu yang
masih kabur sangat jarang bagi perancang untuk memberikan pernyataan lengkap
dan jelas tentang objek yang harus dipenuhi. Langkah pertama dalam perencanaan
adalah mencoba mengklasifikasikan tujuan perencanaan. Dalam kenyataannya,
akan sangat membantu pada semua tahap mencapai akhir yang diinginkan. Akhir
ini adalah rangkaian tujuan dimana benda yang dirancang harus dapat dipenuhi.
Metode pohon tujuan memberikan format yang jelas dan bermanfaat bagi
beberapa tujuan. Ini memperlihatkan tujuan dan cara umum untuk mencapainya
dan masih harus dipertimbangkan. Ini akan memperlihatkan bentuk diagramatik
dimana tujuan yang berbeda akan saling berhubungan satu sama lain, dan pola
hirarki tujuan dan sub tujuan. Prosedur untuk pencapaian pohon tujuan ini akan
membantu memperjelas tujuan dan mencapai kesepakatan di antara klien,
manajer, dan anggota tim desain.

Universitas Sumatera Utara

Langkah-langkah yang ditempuh dalam tahap klarifikasi tujuan adalah
sebagai berikut:
1.

Membuat daftar tujuan perancangan.

2.

Susun daftar dalam urutan tujuan dari higher-level kepada lower-level.

3.

Gambarkan sebuah diagram pohon tujuan, untuk menunjukkan hubunganhubungan yang hierarki.
Metode pohon tujuan memberikan bentuk dan penjelasan dari pernyataan

tujuan. Metode ini menunjukkan sasaran yang akan dicapai dengan berbagai
pertimbangan.
1.

Prosedur
Prosedur untuk menggunakan metode pohon tujuan membantu memperjelas
tujuan dan mendapatkan persetujuan dari klien, manajer, dan anggota tim
perancangan. Klien sangat peduli terhadap dengan apa yang diinginkan, atau
mungkin klien berpendapat bahwa pengacara sangat memahami yang
diinginkannya. Alternatif lain adalah berharap klien memberikan kebebasan.
Hal ini kedengarannya seperti keuntungan tersendiri bagi perancang tetapi
bisa juga menjadi bencana kalau klien memutuskan bahwa proposal
rancangan akhir sama sekali tidak sesuai dengan keinginannya. Pada kasus
lain perancang akan sangat membutuhkan pengembangan ide-ide awal
menjadi pernyataan yang jelas tentang tujuan perancangan.
Tujuan perancangan bisa juga disebut persyaratan klien, keinginan pemakai
atau kegunaan produk. Beberapa tujuan perancangan berisi ringkasan yang

Universitas Sumatera Utara

lengkap sementara yang lainnya harus diperoleh dari pernyataan yang
diajukan pada klien atau mendiskusikannya dengan anggota tim yang lainnya.
Salah satu cara untuk membuat pertanyaan yang masih samara-samar
menjadi lebih spesifik adalah melalui literatur, mencoba menspesifikasikan
apa yang dimaksud dengan sasaran antara. Sebagai contoh, suatu tujuan
untuk peralatan mesin adalah harus aman, hal ini dapat diperluas menjadi:
a. Tidak mencederai operator.
b. Mengurangi tingkat kesalahan operator.
c. Mengurangi kerusakan peralatan.
d. Pengurangan beban yang berlebihan.
Daftar ini dapat disimpulkan dengan sederhana dan sembarang hal-hal apa
saja yang dapat dianggap sebagai tujuan atau mendiskusikannya dengan
anggota tim perancang lainnya. Dapat juga dilakukan dengan menanyakan
pada klien secara lebih spesifik tentang tujuan termasuk dalam rancangan
singkat.
Jenis pertanyaan yang dapat digunakan dalam memperluas dan memperjelas
tujuan

adalah

misalnya,

dengan

“Kenapa”,

mengajukan
“Bagaimana”

pertanyaan-pertanyaan
atau

“Apa”.

Untuk

sederhana
singkatnya

mengajukan pertanyaan apa yang ingin kita cari dari tujuan-tujuan ini.
Setelah mengembangkan daftar tujuan menjadi jelas dan menyusun tingkat
yang lebih tinggi dari level yang lainnya. Untuk memperjelas jenis tingkatan
yang muncul, tulis kembali daftar umum sasaran menjadi tersusun.
Kelompokkan tujuan menjadi sekumpulan tujuan dengan memperhatikan

Universitas Sumatera Utara

tingkatan yang paling tinggi dari tujuan tersebut. Misalnya: kelompok
produk yang aman, sementara yang lainnya membutuhkan daya tahan dan
sebagainya. Tiap kelompok, susun sub tujuan dalam susunan menjadi hirarki,
sehingga tingkatan paling bawah

terpisah dengan tingkatan tujuan yang

lainnya, contohnya sebagai berikut:
a. Mesin yang dibuat harus aman,
b. Mengurangi tingkat,
c. Mengurangi kesalahan kesalahan peralatan,
d. Mengurangi beban berlebih.
Daftar kini tersusun menjadi 3 tingkatan hirarki. Terkadang sangat sulit untuk
membedakan antar tingkatan tujuan atau orang lain dalam tim perancangan
tidak setuju dengan tingkatan relatif beberapa tujuan.
Aspek untuk memilih tujuan menjadi beberapa tingkatan membantu
perancang untuk berpikir lebih jelas tujan dan hubungan antar sasaran tujuan
akhir. Gambarkan diagram pohon tujuan untuk menunjukkan hubungan
hirarki dan hubungan diantaranya. Diagram ini menunjukkan hubungan
hirarki diantara beberapa tujuan dan subtujuan; diagram ini merupakan awal
suatu pohon yang menggambarkan pola hubungan diantara tujuan dan
subtujuan.
Orang lain mungkin membuat pohon tujuan yang berbeda untuk persoalan
yang sama atau bahkan dari kumpulan tujuan yang sama. Diagram ini secara
sederhana menyajikan satu persepsi pada struktur persoalan. Diagram pohon
membantu untuk menajamkan dan memperbaiki persepsi perancang tentang

Universitas Sumatera Utara

persoalan atau mencapai kasamaan pandangan tentang tujuan dengan anggota
tim yang lainnya. Bentuk ini merupakan pola sementara yang biasa saja
berubah dalam proses perancangan berikutnya. Melalui suatu proyek tujuan
perancangan harus dinyatakan secara jelas dan transparan dan memuat
informasi yang dibutuhkan, dan pohon tujuan menyediakan kebutuhan ini.
2.

Fungsi Perancangan
Dari metode pohon tujuan kita melihat maksud permasalahan dapat
mempunyai banyak tingkatan-tingkatan yang umum maupun secara rinci.
Dengan nyata, setiap tingkat permasalahan memberi arti sangat penting bagi
perancang. Ada perbedaan besar antara mempertanyakan “Merancang sebuah
telepon gengam” dan “Merancang sebuah telekomunikasi”. Perancang dapat
menyajikan tingkatan pada merancang pintu atau merancang jalan masuk dan
jalan keluar dan menemukan penyelesaian yang tak memerlukan tombol
pintu sama sekali, tetapi hal ini tidak bermamfaat bagi kita yang membuat
tombol pintu. Pilihan lain perancang dapat menurunkan beberapa tingkatan,
menyelidiki hubungan antara manusia dengan lingkungan kerjanya dari
perancangan atau macam-macam gerakan dari pergerakan palang pintu. Jadi
hal ini dapat bermanfaat dalam mempertimbangkan tingkat permasalahan
dimana seseorang perancang atau regu perancang bekerja. Itu sangat
bermanfaat jika kita dilakukan dalam tahap pertimbangan tidak pada jenis
potensi dari penyelesaian, tahap fungsi penting untuk bebas untuk
mengembangkan pilihan perencanaan penyelesaian yang memuaskan.
Metode analisis fungsi menawarkan seperti mempertimbangkan fungsi

Universitas Sumatera Utara

esensial alat, hasil/produk atau system yang dirancang harus memuaskan.
Tidak masalah komponen fisik apa yang seharusnya digunakan. Tingkat
permasalahan diputuskan dengan mendirikan “Perbatasan” disektor peletakan
pengganti yang saling berkaitan dari fungsi.
3.

Metode Analisis Fungsi
Menunjukkan fungsi keseluruhan untuk rancangan masa proses perubahan
dari pemasukan kepada pegeluaran. Titik pangkal untuk metode ini adalah
memusatkan pada apa saja yang diperoleh dengan rancangan baru, dan tidak
mementingkan bagaimana diperolehnya yang paling sederhana dan cara yang
sangat mendasar dari penunjukan penggantian produk atau alat digambarkan
secara sederhana sebagai kotak hitam yang mengubah bentuk khusus
pemasukan kepada pengeluaran yang diinginkan. Kotak hitam meliputi
keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mengubah bentuk permasalahan
kepada pengeluaran.

4.

Perincian fungsi-fungsi keseluruhan kedalam sekumpulan sub-sub fungsi
penting.
Biasanya, perubahan dari kumpulan input dari kumpulan input kedalam
kumpulan output/produk adalah tugas yang kompleks disamping Kotak
hitam. Disini tidak ada sasaran yang pasti, cara yang sistematis untuk
melakukan ini. Pemeriksaan kedalam sub-sub fungsi dapat bergantung pada
faktor-faktor seperti jenis dari komponen-komponen bernilai untuk tugastugas yang spesifik, kepentingan atau keutamaan alokasi dari fungsi-fungsi
mesin atau untuk operatornya, pengalaman desainer dan lain-lain. Dalam

Universitas Sumatera Utara

spesifikasi sub-sub fungsi ini sangat membantu untuk memastikan bahwa
mereka semua dinyatakan dengan dengan cara yang sama. Masing-masing
hanya menjadi pernyataan dan sebuah keterangan kerja tanpa sebuah kata
benda “menjelaskan sinyal” menghitung tujuan-tujuan. Setiap sub-sub fungsi
mempunyai inputnya sendiri dan outputnya, dan kesesuain antara ini
semuanya seharusnya diperiksa. Disana mungkin ada sub fungsi pembantu
yang harus ditambahkan tapi yang tidak dikontribusikan langsung pada fungsi
keseluruhan seperti perpindahan sisa-sisa.
5.

Menggambar sebuah diagaram yang menunjukkan hubungan industri antara
sub- sub fungsi.
Sebuah blok diagram terdiri dari semua sub-sub fungsi yang secara terpisah
diidentifikasikan dengan melampirkan mereka dalam kotak-kotak dan
berhubungan satu sama lain dengan imput-input dan output mereka sehingga
memberi penjelasan fungsi dari produk atau perlengkapan yang sedang
dirancang. Dengan kata lain, keaslian kotak blok dari keseluruhan fungsi
digambar kembali menjadi sebuah kotak transparan yang dalam kepentingan
sub-sub fungsi. Dalam penggambaran diagram ini kita akan dapat
menemukan bagaimana bagian dalam input dan output-output dari sub-sub
fungsi yang dikaitkan bersama sedemikian rupa untuk membuat kemudahan
dalam bekerjanya suatu sistem.

6.

Gambar sistem batas
Dalam penggambaran blok diagram butuh sekali untuk membuat keputusankeputusan tentang luas yang dapat dan lokasi dari system batas, sebagai

Dokumen yang terkait

Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

10 125 85

Aplikasi Kansei Engineering Dan Quality Function Deployment (QFD) Serta Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Pada Instalasi Hemodialisis

9 92 70

Integrasi Aplikasi Metode Quality Function Deployment (QFD) dengan Blue Ocean Strategy (BOS) untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Hotel, Studi Kasus: Hotel Grand Angkasa Internasional Medan

15 91 169

Rancangan Penggiling Buah Kopi Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus di UKM Tani Bersama

4 70 111

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 8 191

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 18

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 9

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 1 5

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 2

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 27