Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

(1)

KUESIONER TERBUKA ”Alat Pencacah Pelepah Sawit”

Tujuan: Untuk mengetahui atribut alat pencacah pelepah kelapa sawit yang diinginkan oleh pekerja pada bagian pembuatan pakan ternak.

DATA RESPONDEN

Nama : ... Umur : ... Jenis kelamin : ... Masa Kerja : ...Tahun

PERTANYAAN

1. Apa bahan kerangka utama alat pencacah pelepah sawit yang anda inginkan? Jawab : ……….. 2. Berapa ketebalan plat besi untuk penutup ruang pencacah yang anda inginkan?

Jawab : ……….. 3. Berapakah dimensi tabung alat pencacah pelepah sawit yang anda inginkan?

(diameter x panjang)

Jawab : ………..

4. Berapakah tinggi alat pencacah pelepah sawit yang anda inginkan?

Jawab : ………..

5. Bagaimana bentuk pisau pemotong yang anda inginkan?

Jawab : ………..

6. Bagaimana bentuk pisau penghancur yang anda inginkan?

Jawab : ………..

7. Berapa putaran mesin yang anda inginkan per menit?

Jawab : ………..

8. Bagaimana cara menghidupkan mesin/motor penggerak yang anda inginkan?

Jawab : ………..

9. Fungsi tambahan apa yang sesuai untuk alat pencacah pelepah sawit yang anda inginkan?

Jawab : ……… 10. Apa warna alat pencacah pelepah sawit yang Anda inginkan?

Jawab : ………


(2)

KUESIONER TERTUTUP ”Alat Pencacah Pelepah Sawit” DATA RESPONDEN

Nama :

Umur : tahun

Masa Kerja : tahun

Kuesioner ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja dan harapan responden terhadap produk pencacah pelepah sawit. Cara pengisian kuesioner ini adalah dengan memberi tanda (X) pada kolom yang telah tersedia sesuai dengan Performansi (Kinerja) dan Harapan anda terhadap produk ini. Bagian I

Untuk Kinerja : Untuk Harapan: Keterangan Kolom:

SB = Sangat Baik = 5 SP = Sangat Penting = 5

B = Baik = 4 P = Penting = 4

CB = Cukup Baik = 3 CP = Cukup Penting = 3 KB = Kurang Baik = 2 KP = Kurang Penting = 2 TB = Tidak Baik = 1 TP = Tidak Penting = 1

Primer Sekunder Tersier Kinerja Harapan

SB B CB KB TB SP P CP KP TP

Bahan

Bahan kerangka Besi U Bahan tabung

pencacah

Plat tebal 3mm

Dimensi

Dimensi tabung Ø=45cm, P=75 cm Tinggi alat

pencacah 100 cm

Desain Desain pisau pemotong Mudah dibuka/ganti Desain penutup tabung Kait pengunci Putaran mesin 2200 rpm Cara

menghidupkan mesin

Elektrik starter Fungsi Fungsi

tambahan

Penarik pelepah otomatis Atribut warna Orange


(3)

KUISIONER TERTUTUP “ Alat Pencacah Pelepah Sawit” Bagian II

Berikan tanda silang (X) pada kolom yang tersedia sesuai dengan pengalaman yang anda ketahui.

Petunjuk Pengisian

Keterangan:Pengisian produk Penggiling Buah Kopi

Kriteria:

A = Sangat Baik Bobot : 5

B = Baik Bobot : 4

C = Cukup Bobot : 3

D = Buruk Bobot : 2

E = Sangat Buruk Bobot : 1

PertanyaanAtribut

Rancangan

Peneliti Alat Aktual A B C D E A B C D E

Bahan kerangka

Bahan tabung pencacah

Dimensi tabung

Tinggi alat pencacah Desain pisau pemotong Desain penutup tabung

Putaran mesin

Cara menghidupkan mesin

Fungsi tambahan

warna

Rancangan Peneliti Alat aktual


(4)

Lampiran Uji Keseragaman Data Antropometri 1. Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Uji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut: k

X

BKA= + σ

k X BKB= − σ

Jika X min > BKB dan Xmaks < BKA maka data seragam

Jika X min < BKB dan Xmaks > BKA maka data tidak seragam

Hasil uji keseragaman data pada tinggi siku berdiri (TSB) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 115,4

X min = 92,6

2

+

= X

BKA σ = 101,20 + 2(5,44) = 112,09 cm 2

= X

BKB σ = 101,21 - 2(5,44) = 90,32 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data tinggi siku berdiri (TSB) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi tinggi siku berdiri dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kontrol Dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB)

0 50 100 150

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52

TSB BKA BKB


(5)

Data tinggi siku berdiri (TSB) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

21 , 101 52 1 53 4 , 103 4 , 95 97 4 , 102 100 104 7 , 105 = = −+ + + + + + +

= ... 5262,7

X

σ 5,45

2 53 ) 21 , 101 4 , 103 ( ) 21 , 101 4 , 95 ( ... ) 21 , 101 105 ( ) 21 , 101 7 , 105

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 101,21 + 2(5,45) = 112,09 cm 2

= X

BKB σ = 101,21 - 2(5,45= 90,31 cm

Peta kontrol revisi I untuk data tinggi siku berdiri (TSB) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Kontrol Revisi I untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa dimensi tubuh tinggi siku berdiri (TSB) masih mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah belum seragam dan perlu dilakukan revisi kedua. Nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB dilakukan perhitungan kembali sebagai berikut :

0 20 40 60 80 100 120

1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951

TSB BKA BKB


(6)

99 , 100 51 1 52 4 , 103 4 , 95 97 4 , 102 100 104 7 , 105 = = −+ + + + + + +

= ... 550,5

X

σ 5,13

2 52 ) 99 , 100 4 , 103 ( ) 99 , 100 4 , 95 ( ... ) 99 , 100 105 ( ) 99 , 100 7 , 105

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 100,99+ 2(5,13) = 111,26 cm 2

= X

BKB σ = 100,99- 2(5,13) = 90,72 cm

Peta kontrol revisi II untuk data tinggi siku berdiri (TSB) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Kontrol Revisi II untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa Tinggi Siku Berdiri (TSB) yang dilakukan revisi kedua tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.

2. Jangkauan Tangan (JT)

Hasil uji keseragaman data pada jangkauan tangan (JT) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 94

0 20 40 60 80 100 120

1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951

TSB BKA BKB


(7)

X min = 63

2

+

= X

BKA σ = 74,32 + 2(6,75) = 87,81 cm 2

= X

BKB σ = 74,32 - 2(6,75) = 60,83 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data jangkauan tangan (JT) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi tinggi siku berdiri dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta Kontrol Jangkauan Tangan (JT)

Data jangkauan tangan (JT) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

94 , 73 52 1 53 75 68 66 82 79 85 = = −+ + + + + +

= ... 3845

X

σ 6,75

2 53 ) 94 , 73 75 ( ) 94 , 73 68 ( ... ) 94 , 73 79 ( ) 94 , 73 85

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 73,94+ 2(6,75) = 87,44 cm 2

= X

BKB σ = 73,94- 2(6,75)= 60,45 cm

Peta kontrol revisi I untuk data jangkauan tangan dapat dilihat pada Gambar 2.

0 20 40 60 80 100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53

JT BKA BKB


(8)

Gambar 5 Peta Kontrol Revisi I Jangkauan Tangan (JT)

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa jangkauan tangan (JT) yang dilakukan revisi tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.

3. Diameter Genggaman (DG)

Hasil uji keseragaman data pada diameter genggaman (DG) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 7,83

X min = 3,2

2

+

= X

BKA σ = 4,28 + 2(0,68) = 87,81 cm 2

= X

BKB σ = 4,28 - 2(0,68) = 60,83 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data diameter genggaman (DG) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi diameter genggaman (DG) dapat dilihat pada Gambar 6.

0 20 40 60 80 100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51

JT BKA BKB


(9)

Gambar 6 Peta Kontrol Diameter Genggaman (DG)

Data diameter genggaman (DG) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

22 , 4 52 1 53 82 , 4 76 , 3 04 , 4 5 , 3 6 , 4 4 , 5 = = − + + + + + +

= ... 219,25

X

σ 0,68

2 53 ) 22 , 4 82 , 4 ( ) 22 , 4 76 , 3 ( ... ) 22 , 4 6 , 4 ( ) 22 , 4 4 , 5

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 4,22 + 2(0,68) =5,58 cm 2

= X

BKB σ = 4,22 - 2(0,68)= 2,85 cm

Peta kontrol revisi I untuk data diameter genggaman (DG) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta Kontrol Revisi I Diameter Genggaman (DG)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53

DG BKA BKB 0 1 2 3 4 5 6

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51

DG BKA BKB


(10)

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa diameter genggaman (DG) yang dilakukan revisi tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.


(11)

Lampiran Uji Keseragaman Data Antropometri 1. Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Uji keseragaman data digunakan peta kontrol dengan persamaan berikut: k

X

BKA= + σ

k X BKB= − σ

Jika X min > BKB dan Xmaks < BKA maka data seragam

Jika X min < BKB dan Xmaks > BKA maka data tidak seragam

Hasil uji keseragaman data pada tinggi siku berdiri (TSB) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 115,4

X min = 92,6

2

+

= X

BKA σ = 101,20 + 2(5,44) = 112,09 cm 2

= X

BKB σ = 101,21 - 2(5,44) = 90,32 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data tinggi siku berdiri (TSB) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi tinggi siku berdiri dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Kontrol Dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB)

0 20 40 60 80 100 120 140

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52

TSB BKA BKB


(12)

Data tinggi siku berdiri (TSB) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

21 , 101 52 1 53 4 , 103 4 , 95 97 4 , 102 100 104 7 , 105 = = −+ + + + + + +

= ... 5262,7

X

σ 5,45

2 53 ) 21 , 101 4 , 103 ( ) 21 , 101 4 , 95 ( ... ) 21 , 101 105 ( ) 21 , 101 7 , 105

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 101,21 + 2(5,45) = 112,09 cm 2

= X

BKB σ = 101,21 - 2(5,45= 90,31 cm

Peta kontrol revisi I untuk data tinggi siku berdiri (TSB) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta Kontrol Revisi I untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa dimensi tubuh tinggi siku berdiri (TSB) masih mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah belum seragam dan perlu dilakukan revisi kedua. Nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB dilakukan perhitungan kembali sebagai berikut :

0 20 40 60 80 100 120

1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951

TSB BKA BKB


(13)

99 , 100 51 1 52 4 , 103 4 , 95 97 4 , 102 100 104 7 , 105 = = −+ + + + + + +

= ... 550,5

X

σ 5,13

2 52 ) 99 , 100 4 , 103 ( ) 99 , 100 4 , 95 ( ... ) 99 , 100 105 ( ) 99 , 100 7 , 105

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 100,99+ 2(5,13) = 111,26 cm 2

= X

BKB σ = 100,99- 2(5,13) = 90,72 cm

Peta kontrol revisi II untuk data tinggi siku berdiri (TSB) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Kontrol Revisi II untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB)

Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa Tinggi Siku Berdiri (TSB) yang dilakukan revisi kedua tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.

2. Jangkauan Tangan (JT)

Hasil uji keseragaman data pada jangkauan tangan (JT) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 94

0 20 40 60 80 100 120

1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951

TSB BKA BKB


(14)

X min = 63

2

+

= X

BKA σ = 74,32 + 2(6,75) = 87,81 cm 2

= X

BKB σ = 74,32 - 2(6,75) = 60,83 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data jangkauan tangan (JT) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi tinggi siku berdiri dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta Kontrol Jangkauan Tangan (JT)

Data jangkauan tangan (JT) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

94 , 73 52 1 53 75 68 66 82 79 85 = = −+ + + + + +

= ... 3845

X

σ 6,75

2 53 ) 94 , 73 75 ( ) 94 , 73 68 ( ... ) 94 , 73 79 ( ) 94 , 73 85

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 73,94+ 2(6,75) = 87,44 cm 2

= X

BKB σ = 73,94- 2(6,75)= 60,45 cm

Peta kontrol revisi I untuk data jangkauan tangan dapat dilihat pada Gambar 2.

0 20 40 60 80 100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53

JT BKA BKB


(15)

Gambar 5 Peta Kontrol Revisi I Jangkauan Tangan (JT)

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa jangkauan tangan (JT) yang dilakukan revisi tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.

3. Diameter Genggaman (DG)

Hasil uji keseragaman data pada diameter genggaman (DG) dengan tingkat kepercayaan yang digunakan 95% diperoleh nilai k = 2 sehingga:

Xmaks= 7,83

X min = 3,2

2

+

= X

BKA σ = 4,28 + 2(0,68) = 87,81 cm 2

= X

BKB σ = 4,28 - 2(0,68) = 60,83 cm

Dari hasil perhitungan di atas didapat kesimpulan bahwa data diameter genggaman (DG) tidak berada pada BKA atau XmaksBKA maka data hasil pengukuran yang dilakukan tidak seragam. Peta kontrol untuk dimensi diameter genggaman (DG) dapat dilihat pada Gambar 6.

0 20 40 60 80 100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51

JT BKA BKB


(16)

Gambar 6 Peta Kontrol Diameter Genggaman (DG)

Data diameter genggaman (DG) terdapat data di luar dari BKA sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali nilai rata-rata, standar deviasi, BKA, dan BKB yaitu sebagai berikut :

22 , 4 52 1 53 82 , 4 76 , 3 04 , 4 5 , 3 6 , 4 4 , 5 = = − + + + + + +

= ... 219,25

X

σ 0,68

2 53 ) 22 , 4 82 , 4 ( ) 22 , 4 76 , 3 ( ... ) 22 , 4 6 , 4 ( ) 22 , 4 4 , 5

( 2 2 2 2

= −+ − + − + − + − = 2 + = X

BKA σ = 4,22 + 2(0,68) =5,58 cm 2

= X

BKB σ = 4,22 - 2(0,68)= 2,85 cm

Peta kontrol revisi I untuk data diameter genggaman (DG) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta Kontrol Revisi I Diameter Genggaman (DG)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53

DG BKA BKB 0 1 2 3 4 5 6

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51

DG BKA BKB


(17)

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa diameter genggaman (DG) yang dilakukan revisi tidak mempunyai data yang out of control hal ini menunjukan bahwa data sudah seragam.


(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

(25)

(26)

(27)

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Artati, Nuning. 2013. Perancangan Alat Perajang Umbi-Umbian Dengan Metode

Quality Function Development (QFD). Jurnal Teknik Industri STT

Wiworotomo. Purwokerto.

Cross, Nigel. 1996. Engineering Design Methods: Strategies for Product Design.

New York: John Wiley dan Sons.

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., AnderssonG.,Jorgensen, K. 1987.Standardised Nordic

Questionnaores(Applied Ergonomics)

Kristanto, Agung. 2015 Perancangan Ulang Alat Perontok Padi yang Ergonomis

untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kebersihan Padi,

Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan

Nurmianto, Eko.2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: GunaWidya

Philips, Chandler Allen. 2000. Human Factors Engineering. New York: John Wiley dan Sons.

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi.Yogyakarta: GrahaIlmu. , 2009. Perancangan Produk. Yogyakarta: GrahaIlmu.

Simoneau, Serge. 1996. Work-Related Musculoskeletal Disorder (MSDs). New York: ASP Metal Melectrique.


(29)

Stanton, Naville. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. New York: CRC Press LLC.

Suhardi, Bambang; Rochman, Taufiq; dan Wiranta, Edy. 2013. Redesain Kursi

Kuliah dengan Pendekatan Antropometri. ISBN: 978-979-3514-66-6.

Wibowo, Deonalt Praharyo; Nasifah, Laila; Berlianty, Intan. 2011. Perancangan

Ulang Desain Kursi Penumpang Mobil Land Rover yang Ergonomis dengan Metode EFD. Yogyakarta: Teknik Industri UPN Veteran.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu. Surabaya : PT. GunaWidya.


(30)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan desain atau perancangan1

Beberapa metode telah dikembangkan untuk secara sistematis menilai postur pekerja saat melakukan pekerjaan. Postur adalah sebuah refleksi pengamatan dari aktivitas muskuloskeletal, dan metode ini memungkinkan semua ergonomis untuk menilai risiko dengan pengamatan yang sistematis saja

.

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik secara EASNE (Efektif, Aman, Sehat, Nyaman, dan Efisien). (Iftikar Z.Sutalaksana,2006)

3.2. Postur Kerja

2

1

Eko Nurmianto, Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi II (Cet. I; Surabaya: Guna Widya, 2004), h. 1.

2

Neville A. Stanton, dkk, Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Cet. I; New York: CRC PRESS, 2004), h. 2.2.

. Ini berarti bahwa analisis ergonomis dapat dilakukan pada rekaman visual dari tempat


(31)

kerja, seperti rekaman video atau foto. Diasumsikan bahwa setiap segmen tubuh bergerak melalui berbagai gerakan, yang diistilahkan sebagai "zona netral," di mana tekanan anatomi dan strain/ketegangan tidak cukup untuk memulai suatu proses cedera. Pekerja membuat pergerakan jauh dari zona netral, risiko cedera lebih besar, terutama ketika pergerakan tersebut sering diulang dan/atau berkelanjutan untuk waktu yang lama. Metode observasi postural juga menawarkan keuntungan yang memudahkan pengidentifikasian resiko postur yang tinggi untuk tindakan korektif, bahkan sebelum pekerja telah terkena selama waktu cukup untuk mengembangkan signifikan ketidaknyamanan muskuloskeletal.

Empat metode ergonomis menyediakan alat evaluasi postural yang sangat baik. Quick Exposure Checklist memiliki tingkat kegunaan tinggi dan sensitivitas, dan memungkinkan untuk penilaian cepat dari risiko exposure untuk pekerjaan yang berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal. Metode ini memiliki keuntungan bahwa metode itu dapat digunakan untuk menganalisis interaksi antara berbagai risiko kerja bahkan oleh penilai yang relatif tidak berpengalaman.

Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan oleh ukuran tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat dipengeruhi oleh luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat. (Grieve and Pheasant, 1982).


(32)

3.3.Gangguan Musculoskeletal

Gangguan musculoskeletal yang sering juga disebut Work-related

Musculoskeletal Disorder (WMSD) adalah rasa sakit yang mempengaruhi tulang,

otot, dan persendian tubuh yang diderita oleh seseorang. Gangguan musculoskeletal pada umumnya disebabkan pemberian beban kerja yang melebihi kemampuan tubuh (overuse) untuk melakukan pemulihan, pada proses kerja yang berulang, dan dalam waktu yang lama3

3.3.1. Penyebab Gangguan Muskuloskeletal .

Gangguan muskuloskeletal memiliki banyak penyebab, pekerjaan yang repetitive, yang paling sering menjadi penyebab gangguan ini, adalah salah satu faktor dari faktor risiko (risk factor) yang dimiliki oleh stasiun kerja. Faktor risiko dapat menjadi penyebab langsung dari masalah kesehatan, adanya faktor risiko bukan berarti merupakan salah satu faktor penyebab. Faktor risiko merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tingkat risiko yang dimiliki suatu pekerjaan terhadap masalah kesehatan yang mungkin muncul di stasiun kerja.

Faktor risiko yang dapat menjadi penyebab gangguan muskuloskeletal diantaranya:

1. Pekerjaan repetitif

Pekerjaan repetitif memberikan beban kerja pada bagian tubuh secara konstan. Apabila pekerjaan ini dilakukan dalam waktu yang lama dan melebihi

3

Serge, simoneau,”Work related musculoskeletal disorders (WMSDs): A better understanding for more effective prevention”. Ch 1 pg 3.


(33)

kemampuan bagian tubuh untuk melakukan pemulihan, maka risiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.

2. Postur tubuh

Berdasarkan karakteristik stasiun kerja dan metode kerja yang digunakan, pekerja sering menggunakan postur yang tidak baik. Postur tubuh yang tidak baik biasanya terjadi saat otot yang digunakan berada pada posisi yang sulit sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik dan menyebabkan rasa rasa sakit, seperti pada saat peregangan maksimum.Apabila postur tubuh yang tidak baik ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka resiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.

3. Tingkat kekuatan pekerjaan akan membutuhkan tingkat kekuatan (force) saat menggunakan peralatan atau saat mendorong dan menahan. Tingkat kekuatan akan memberikan beban kerja berlebih pada bagian tubuh. Kemampuan bagian tubuh untuk dapat menahan beban kerja dalam waktu tertentu sangat menentukan tingkat kekuatan yang dikeluarkan, risiko terjadi gangguan muskuloskeletal semakin tinggi.

4. Kerja otot statis

Kerja otot statis adalah pada saat otot berkontraksi tanpa adanya jeda/imtrupsi. Otot membutuhkan darah yang lebih banyak saat berkotraksi daripada saat relaksasi. Pada saat otot dalam kondisi kerja statis, otot memberikan tekanan yang konstan pada saluran darah sehingga darah yang dibutuhkan dalam jumlah besar terhambat, akibat otot cepat lelah dan akan merasakan rasa sakit.


(34)

Apabila kerja otot statis ini dibiarkan dan dilakukan dalam waktu yang lama, maka risiko terjadi gangguan muskuloskeletal sangat tinggi.

5. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja seperti suhu yang dingin mempengaruhi kekuatan otot sehingga memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar dalam melakukan pekerjaan. Penggunaan sarung tangan yang tidak baik dapat menguarangi kemampuan tangan dalam memegang peralatna atau bahan, sehingga memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar. Peralatan yang bergetar memerlukan tingkat kekuatan yang lebih besar untuk digunakan, getaran juga dapat mengganggu peredaran darah pada bagian otot.

3.4.Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan salah satu alat ukur

yang biasa digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan kelelahan otot. Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti Gambar 3.1. maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard

Nordic Questionnaire. Standard Nordic Questionanire dibuat atau disebarkan

untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaanya.


(35)

dirasakan tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang lain4

Gambar 3.1. Peta Tubuh

Keterangan:

.

0. leher bagian atas 16. tangan kiri 1. leher bagian bawah 17. Tangan Kanan

2. bahu kiri 18. Paha Kiri

3. bahu kanan 19. Paha Kanan

4. lengan atas kiri 20. Lutut Kiri

5. punggung 21. Lutut Kiri

6. lengan atas kanan 22. Betis Kiri

7. pinggang 23. Betis Kanan

8. bokong 24. Pergelangan Kaki Kiri

9. pantat 25. Pergelangan Kaki Kanan

10. siku kiri 26. Kaki Kiri

11. siku kanan 27. Kaki Kanan

12. lengan bawah kiri 13. lengan bawah kanan 14. pergelangan tangan kiri 15. pergelangan tangan kanan

4

Kuorinka, I., Jonsson, B., Kilbom, A., Vinterberg, H., Biering-Sorensen, F., Andersson, G., Jorgensen, K, Standardised Nordic Questionnaores (Applied Ergonomics, 1987).


(36)

3.5. REBA (Rapid Entire Body Assesment)

REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan Sue Hignett (2000) sebagai sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh, kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan atau peregangan. Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat risiko dan tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil5

1. Grup A, terdiri atas:

. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing grup yang terdiri atas dua grup, yaitu:

a. Batang tubuh (trunk) b. Leher (neck)

c. Kaki (legs) 2. Grup B, terdiri atas:

a. Lengan atas (upper arm) b. Lengan bawah (lower arm) c. Pergelangan tangan (wrist)

Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban atau kekuatan dan

coupling.

REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dalam

sebuah pekerjaan:

5


(37)

1. Keseluruhan bagian badan digunakan.

2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.

3. Melakukan sebuah pembebanan seperti: mengangkat benda baik secara rutin ataupun sesekali.

4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dinilai pada metode REBA. 1. Grup A, terdiri dari :

a. Batang tubuh (trunk)

Gambar 3.2. Postur Batang Tubuh (Trunk)

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.2 dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1. Penilaian Batang Tubuh (Trunk)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/bengkok/bungkuk 0 - 200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 20 - 600 3

>600 4


(38)

b. Leher (neck)

Gambar 3.3. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck)

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.3 dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2. Penilaian Leher (Neck)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0 - 200 1

+1 jika leher berputar/bengkok >200- ekstensi 2

c. Kaki (legs)

Gambar 3.4. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs)

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.4 dapat dilihat pada Tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3. Penilaian Kaki (Legs)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal/seimbang

(berjalan/duduk) 1 +1 jika lutut antara 30-60

0

+2 jika lutut >600 Bertumpu pada satu kaki lurus 2


(39)

d. Beban (load)

1 2 3 Gambar 3.5. Ukuran Beban (Load)

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.5 dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.4. Penilaian Beban (Load)

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5 - 10 kg 1

>10 kg 2

2. Grup B, terdiri dari:

a. Lengan atas (upper arm)

Gambar 3.6. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm) Tabel 3.5. Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1 +1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 miring, menyangga berat lengan

>200 (ke belakang) atau 20 - 450 2

45 - 900 3

>900 4


(40)

b. Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.7. Postur Lengan Bawah

Penilaian skor REBA dari Gambar 3.7 dapat dilihat pada Tabel 3.6 sebagai berikut.

Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah

Pergerakan Skor

60 - 1000 1

<600 atau >1000 2

c. Pergelangan tangan (wrist)

Gambar 3.8. Postur Pergelangan Tangan Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1

+1 jika pergelangan tangan putaran menjauhi sisi tengah >150 (ke atas dan bawah) 2


(41)

d. Coupling

Tabel 3.8. Coupling

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun

mungkin

Tidak dapat diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Tabel 3.9. Skor Aktivitas

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 1 atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1

Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

3.6. Antropometri

3.6.1. Defenisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropomeetri menurut Sevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data


(42)

numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain6

3.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri .

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

1. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar,seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu seejak awal kelahiranya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan olehA.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun;meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita). Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cendrung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan. 2. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar

dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

6


(43)

3. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.

4. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Sepertinya misalnya: buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

5. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancaangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

6. Tebal/tipisnya pakain yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

7. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk daan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini7.

3.6.3. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar

7

Sritomo Wignjosoebroto.2008.Ergonomi Studi Gerakan dan Waktu.Hal:61


(44)

rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini:

1. Prinsip perancangaan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Di sini rancaangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk, yaitu: bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya dan tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada). Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikaan ditetapkan dengan cara: untuk memenuhi yang harus ditetapkan ddari suatu rancangan produk umumnya didaasarkaan pada nilai percentile yang tersebar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th percentile.contoh konkrit pada kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diaambil berdasarkan nilai percentile yang paling rendah (1-th, 5-th, 10-th percentile) dari distribusi data antropometri yang ada. Sebagai contoh penetapan jarak jangkauan dari suatu mekaanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip perancaangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.

Di sini rancaangan bisa dirubah-ubah ukuranya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.


(45)

Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancaangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandaranya pun bisaa berbah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacaam ini maka data antropoometri yang umum diaplikasikan adalah daalam rentang niali 5-th sampai dengan 95-th percentile.

3. Prinsip perancaangan produk dengan ukuran rata-rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan pada rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yag dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memilki ukuran ekstrim akan dibuat rancangan tersendiri.

3.6.4. Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri

Berikut ini adalah beberapa dimensi tubuh yang umum diukur dalam antropometri:

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala) 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3. Tinggi bahu posisi berdiri tegak

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam dalam posisi berdiri tegak

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari atas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala


(46)

7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 10. Tebal atau lebar paha

11. Panjang paha yang diukur dari ujung pantat sampai dengan ujung lutut

12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut/betis

13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantaisampai dengan paha 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16. Lebar pinggang/pantat

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung 18. Lebar perut

19. Panjang siku yang diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi tegak

20. Lebar kepala

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi tegak

22. Lebar telapak tangan

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kana 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai


(47)

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti no.24 tetapi dalam posisi duduk

26. Jarak tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

3.6.5. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri Data anthropometri sangat diperlukan agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order).

Situasi menjadi berubah jika lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahan yang timbul adalah ukuran siapakah yang digunakan sebagai acuan untuk mewakili populasi yang ada. Karena pastinya ukuran setiap individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk yang akan dirancang.

Agar permasalahan yang terdapat adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustabel dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 3.9. menjelaskan dalam anthropometi, angka 95 th akan menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terbesar dan 5 th menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terkecil.


(48)

Gambar 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Tabel 3.9. menunjukkan pemakaian nilai-nilai persentil yang diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri.

Tabel 3.10. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal Persentil Perhitungan

1-st - 2.325 σX 2.5-th - 1.96 σX

5-th - 1.645 σX 10-th - 1.28 σX 50-th

90-th + 1.28 σX 95-th + 1.645 σX 97.5-th + 1.96 σX

99-th + 2.325 σX

3.6.6. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk

Antropometri menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam percentiler tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat tertentu dalam merancang suatu produk. Agar rancangan tersebut nantinya bisa disesuaikan dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikan, maka

Χ Χ Χ

Χ Χ Χ Χ Χ


(49)

prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :

1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individual Dengan Ukuran Yang Ekstrim. Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu :

a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari ada).

Agar bisa digunakan untuk memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran tubuh yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :

a. Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar seperti 90-th, 95-th atau 99-95-th persentil. Contoh konkrit pada kasusu ini bisa dilihat pada penetapan ukuran miinimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dll. b. Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai

percentile yang paling rendah (1-th, 5-th atau 10-th percentile) dari distribusi data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan untuk sebagai contoh dalam penerapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.


(50)

Aplikasi data antropometri umumnya digunakan untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum dan 95-th percentile untuk dimensi minimumnya.

2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Di antara Rentang Ukuran Tertentu.

Rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju atau mundur dan sudut sandarannya pun bisa berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksible, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th s/d 95-th percentile.

3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-Rata.

Rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

Aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja. Maka adapun beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah - langkah seperti berikut :


(51)

a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tububh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

b. Tentukan dimensi tubuh mana yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data structural body dimension ataukah functional body dimension.

c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “Market Segmentation” seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan

terebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksible (adjustabel) atau ukuran rata-rata.

e. Pilih presentase populasi yang harus diikuti: 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang dikehendaki.

Untuk setiap dimensi tubuh yang telah didefinisikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktir kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain lain.


(52)

3.6.7. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dimaksudkan untuk menentukan bahwa populasi data sampel yang digunakan memiliki penyeimbangan yang normal dari rata-ratanya pada tingkat kepercayaan/signifikansi tertentu. Pengujian terhadap keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data-data yang diperoleh telah berada dalam keadaan yang terkendali atau belum. Suatu data yang berada di dalam batas kendali yaitu BKA (Batas Kendali Atas) dan BKB (Batas Kendali Bawah) dapat dikatakan dalam keadaan terkendali, sebaliknya jika suatu data berada di luar BKA dan BKB, maka data tersebut dikatakan berada dalam keadaan tidak terkendali8

σ σ

k x BKB

k x BKA

− =

+ =

.

Nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dapat dihitung apabila nilai standar deviasi telah diketahui. Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung standar deviasi dari suatu kumpulan data.

σ=�∑(Xi-x)

2

N

Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung BKA dan BKB dari suatu kumpulan data.

dimana :

σ = standar deviasi Xi = Data pengamatan

8

http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2850-m_sritomo-ie-akalahRancanganVulkanisi Ban A.Pawennari.pdf


(53)

� = Nilai rata-rata data N = banyak data

BKA = batas kendali atas BKB = batas kendali bawah k = tingkat kepercayaan

Setelah nilai batas kontrol atas dan batas kontrol bawah diketahui, maka data harus diperiksa untuk mengetahui apakah seluruh nilai data berada di antara BKB dan BKA. Apabila terdapat data yang lebih kecil dari BKB ataupun data yang lebih besar dari BKA, maka data tersebut tidak boleh diikut sertakan dalam proses perhitungan (dieliminasi).

3.6.8. Uji Kecukupan Data

Perhitungan uji kecukupan data dimaksudkan untuk menentukan sampel minimum yang dapat diolah untuk proses selanjutnya. Uji kecukupan data ini dimaksudkan untuk menentukan apakah sampel data yang dikumpulkan sudah cukup atau belum. Uji ini memiliki lambang N dan N’.

Rumus umum :

�’ =

⎝ ⎛ �

� ���∑ ��2� − (∑ ��)2

∑ ��

⎠ ⎞

2

dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan Xi = Data pengamatan ( hasil pengukuran )


(54)

k = Tingkat kepercayaan

s = Tingkat ketelitian dalam bentuk persen (%)

Jika N (jumlah data yang telah diperoleh) lebih kecil jumlahnya dibandingkan dengan jumlah data yang dibutuhkan (N’) berarti data tidak cukup sehingga diperlukan penambahan data sebanyak N’-N buah. Sebaliknya apabila N lebih besar daripada N’ berarti data telah cukup.

3.7. Perancangan Produk

Salah satu karakteristik manusia adalah mereka selalu berusaha menciptakan sesuatu baik alat atau benda lainnya untuk membantu kehidupan mereka. Untuk mewujudakn benda tersebut diperlukan suatu rancangan atau desain. Pada saat sekarang, pada masyarakat industri khususnya kegiatan merancang dan pembuatan benda merupakan kegiatan yang terpisah. Proses pembuatan tidak akan berjalan baik sebelum kegiatan perancangan diselesaikan. Dari hasil perancangan akan diketahui deskripsi dari benda yang akan dibuat. Hal ini akan sangat memudahkan proses pembuatannya, maka dari itu kegiatan perancangan adalah hal yang penting dan mutlak dilakukan sebelum proses produksi suatu benda.

Menghasilkan produk sesuai dengan yang dibutuhkan manusia adalah hal yang ingin dicapai dari proses perancangan. Salah satunya adalah dengan merancang dengan berorientasi terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan. Keinginan setiap manusia tersebut dibuat dalam perancangan produk melalui pengembangan secara komputer dan analisis teknik yang dapat diproses secara


(55)

teratur, penentuan waktu untuk mengkonsumsikannya dan termasuk dalam memasarkannya. Perancangan produk berarti sudah termasuk di dalamnya setiap aspek teknikal dari produk mulai dari pertukaran atau penggantian komponen dalam pembuatan, perakitan, pelayanan sampai pada kekurangannya.

Perancangan atau pengembangan produk dibutuhkan oleh produsen dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar dengan cara menidentifikasi kebutuhan-kebutuhan konsumen akan manfaat produk, mendesainnya sampai ke tingkat perencanaan pembuatan produk tersebut9.

3.7.1. Fase-fase Dalam Proses Perancangan Produk

Perancangan produk itu sendiri terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses perancangan yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam perancangan tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan dinamakan sebagai fase. Salah satu deskripsi perancangan terdiri dari fase-fase sebagai berikut:

1. Langkah pra perancangan produk a. Penetapan asumsi perancangan b. Orientasi produk yang meliputi:

1) Analisa kelayakan produk.

2) Uraian kegiatan perancangan produk. 3) Jaringan kerja perancangan produk. 4) Perhitungan maju mundur waktu kegiatan.

9

Nurmianto Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Op.,cit.


(56)

5) Penentuan jalur kritis.

6) Perhitungan waktu penyelesaian proyek. 2. Langkah perancangan produk

a. Fase informasi

Fase ini bertujuan untuk memahami seluruh aspek yang berkaitan dengan produk yang hendak dikembangkan dengan cara mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan secara akurat. Informasi-informasi yang dilakukan antara lain :

1) Gambar produk awal dan spesifikasi.

2) Kriteria keinginan konsumen terhadap produk. 3) Kriteria kepentingan relatif konsumen.

4) Kriteria manufaktur yang mencakup diagram mekanime pembuatan dan struktur fungsi.

5) Kriteria buying.

6) Kriteria finance produk awal. b. Fase kreatif

Fase ini bertujuan dalam menampilkan alternatif yang dapat memenuhi fungsi yang dibutuhkan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1) Penentuan kriteria atribut produk dengan diagram pohon. 2) Penentuan prioritas perancangan dengan menggunakan QFD. 3) Pembuatan alternatif model produk.

4) Perhitungan biaya alternatif model. c. Fase analisa


(57)

Fase ini bertujuan dalam menganalisa alternatif-alternatif yang dihasilkan pada fase kreatif dan memberikan rekomendasi terhadap alternatif-alternatif terbaik. Analisa yang dilakukan antara lain :

1) Analisa kriteria atribut yang akan dikembangkan. 2) Penilaian kriteria atribut antar model.

3) Pembobotan kriteria atribut produk.

4) Matrix combinex.

5) Value analysis.

d. Fase pengembangan

Fase ini bertujuan memilih salah satu alternatif tunggal dari beberapa alternatif yang ada merupakan alternatif terbaik dan merupakan output dari fase analisa. Data-data alternatif yang terpilih adalah sebagai berikut :

1) Alternatif terpilih.

2) Gambar produk terpilih dan spesifikasinya, e. Fase presentasi

Fase ini bertujuan untuk mengkomunikasikan secara baik dan menarik terhadap hasil pengembangan produk10

3.7.2. Metode Perancangan Produk

.

Metode perancangan produk adalah tiap-tiap prosedur, teknik, dan alat bantu tertentu yang mempresentasikan sejumlah aktivitas tertentu yang digunakan oleh perancang dalam proses perancangan.

10

Rosnani Ginting, Perancangan Produk, (Medan, Graha Ilmu , 2009), h. 19-21.


(58)

Ada dua metode yang digunakan dalam perancangan yaitu: 1. Metode kreatif

Metode perancangan yang bertujuan untuk membantu menstimulasikan pemikiran kreatif dengan cara meningkatkan produksi gagasan, menyisihkan hambatan mental terhadap kreatifitas, atau dengan cara memperluas area pencarian solusi. Metode kreatif terbagi lagi atas dua metode, yakni:

a. Brainstorming

Bertujuan untuk menstimulasikan sekelompok orang untuk menghasilkan sejumlah besar gagasan dengan cepat. Orang terlibat langsung dan tidak homogen mengenai persoalan aturan, yaitu:

1) Kelompok haruslah bersifat non-hirarki.

2) Pemimpin kelompok berperan sebagai fasilitator.

3) Kelompok diharapkan menghasilkan sebanyak mungkin gagasan. 4) Gagasan yang kelihatan aneh tetap diterima.

5) Usahakan semua gagasan dinyatakan secara singkat.

6) Suasana selama brainstorming berlangsung rileks dan bebas.

7) Kegiatan selama brainstorming sebaiknya dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 20- 30 menit.

Kegiatan yang dilakukan selama brainstorming, yaitu: 1) Membentuk kelompok dan menetapkan pimpinan. 2) Menginformasikan aturan-aturan dalam brainstorming.


(59)

4) Masing-masing anggota diberi waktu tenang beberapa menit untuk menggali gagasannya.

5) Setiap anggota diminta untuk menuliskan gagasannya pada kartu-kartu tersendiri.

6) Antar anggota saling bertukar satu sama lain.

7) Berikan waktu istirahat sejenak agar masing-masing anggota memiliki kesempatan untuk berefleksi dan mencari gagasan-gagasan baru mengacu pada gagasan rekannya, kemudian dituliskan dalam bentuk kartu yang jelas.

8) Kumpulkan kartu-kartu dan setelah periode tertentu dilakukan evaluasi.

b. Sinektik

Bertujuan untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas spontan pemikiran ke arah eksplorasi dan transormasi masalah perancangan. Sinektik adalah suatu aktivitas kelompok yang mencoba membangun, mengkombinasikan dan mengembangkan gagasan-gagasan untuk memberikan solusi kreatif terhadap permasalahan dalam perancangan. Metode ini tidak memperkenalkan adanya kritikan, menghasilkan solusi tunggal, dengan membangkitkan alternatif analogi secara langsung, personal, simbolik, dan fantastik. Metode ini bertujuan untuk:

1) Membentuk kelompok yang terdiri dari para anggota yang selektif. 2) Melatih para anggota kelompok dalam menggunakan analogi untuk

membangkitkan aktivitas spontan otak atau pikiran terhadap persoalan


(60)

3) Memaparkan masalah prancangan kepada kelompok yang sama seperti yang dinyatakan oleh klien atau manajemen perusahaan.

4) Menggunakan analogi-analogi. 2. Metode Rasional

Metode ini merancang sesuai dengan pikiran logika, sehingga produk yang dihasilkan dapat sederhana dan setiap anggota kelompok menggunakan pemikiran yang rasional untuk mendapatkan hasil yang baik dan membentuk hasil yang sederhana. Perancangan yang baik akan menghasilkan produk unggulan yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan konsumen. Karenanya perancangan membutuhkan input dari berbagai sisi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Proses perancangan sangat mempengaruhi produk, sedikitnya dalam tiga hal, yaitu biaya pembuatan produk, kualitas produk, dan waktu penyelesaian produk mulai dari diterimanya kebutuhan akan suatu produk sampai produk tersebut dapat dipasarkan.

Pengaruh tersebut adalah akibat dari keputusan-keputusan yang diambil pada proses perancangan, seperti produk dan komponen-komponen yang mudah dibuat karena itu hanya memerlukan mesin perkakas yang sederhana dan murah, dibuat dari material yang murah tetapi kuat, produk yang mudah dirakit dan dirawat, pemilihan komponen jadi yang dibeli dari pihak lain yang tepat dan murah, pemilihan teknologi yang tersedia, dan lain sebagainya. Khusus untuk dua hal yang terakhir, yaitu pemilihan komponen jadi yang harus dibeli dari pihak yang lain dan pemilihan teknologi yang tersedia adalah hal yang sangat krusial untuk kasus perancangan di Indonesia. Jangan sampai perancangan produk


(61)

dikuasai oleh perancang asing, sebab mereka dapat mengambil keputusan dalam dua hal tersebut sedemikian rupa sehingga Indonesia tidak dapat ikut dalam partisipasi dalam realisasi pembuatan produk, karena tidak dapat komponen jadi yang diperlukan produk dan karena tidak mempunyai teknologi yang diperlukan11 SOLUTION SOLUTION PROBLEM PROBLEM Klasifikasi Tujuan Klasifikasi Tujuan Penetapan fungsi-fungsi Penetapan fungsi-fungsi Menyusun Kebutuhan Menyusun Kebutuhan Menentukan karakteristik Menentukan karakteristik Menentukan Alternatif Menentukan Alternatif Evaluasi Alternatif Evaluasi Alternatif Peningkatan Perincian Peningkatan Perincian SUB SOLUTION SUB SOLUTION SUB PROBLEM SUB PROBLEM .

Menurut Nigel Cross, dalam melakukan peracangan produk diperlukan proses-proses perancangan produk seperti terlihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Langkah-langkah Perancangan Produk

Tahapan-tahapan dalam proses perancangan dengan Nigel Cross dapat dilihat pada Tabel 3.11.

11

Ibid., h. 28-32.


(62)

Tabel 3.11. Tahap-tahap dalam Proses Perancangan Dengan Nigel Cross

No Langkah

Perancangan

Metode yang

Relevan Tujuan

1 Klasifikasi Tujuan Pohon Tujuan Mengklarifikasi tujuan dan subtujuan perancangan, serta hubungan satu sama lain.

2 Penetapan Fungsi Analisis Fungsional

Menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan dan batas-batas sistem rancangan produk yang baru.

3 Penetapan Spesifikasi Performance

Specification

Membuat spesifikasi kinerja yang akurat dari suatu solusi rancangan yang diperlukan.

4 Penentuan Karakteristik

Quality Function Development

Menetapkan target apa yang akan dicapai oleh karakteristik teknis produk sehingga dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen.

5 Pembangkitan Alternatif

Morphological Chart

Membangkitkan solusi-solusi rancangan alternatif.

6 Evaluasi Alternatif Weighted

Objectives

Membandingkan nilai-nilai untilitas dari berbagai usulan alternatif berdasarkan kinerjanya terhadap tujuan yang terbobot.

7 Peningkatan Perincian (Improving Details)

Value Engineering

Meningkatkan atau mempertahankan nilai produk bagi para pembeli sementara mengurangi biaya bagi pembuat (produsen).

3.7.3. Proses-Proses dalam Perancangan Produk

Perancangan produk menurut Nigel Cross terbagi atas tujuh langkah yang masing-masing mempunyai metode tersendiri. Ketujuh langkah tersebut diuraikan pada sub bab berikutnya.


(63)

3.7.3.1. Klarifikasi Tujuan

Klarifikasi tujuan (clarifying objectives) ini dilakukan untuk menentukan tujuan perancangan. Metode yang digunakan adalah pohon tujuan (objectives

Trees). Dengan pohon tujuan, kita akan dapat mengidentifikasikan tujuan dan sub

tujuan dari perancangan suatu produk beserta hubungan antara keduanya yaitu dalam bentuk diagram yang menunjukkan hubungan yang hierarki antara tujuan dengan sub tujuannya. Percabangan pada pohon tujuan merupakan hubungan yang menunjukkan cara untuk mencapai tujuan tertentu.

Titik awal sebuah rancangan adalah sebuah masalah atau sesuatu yang masih kabur sangat jarang bagi perancang untuk memberikan pernyataan lengkap dan jelas tentang objek yang harus dipenuhi. Langkah pertama dalam perencanaan adalah mencoba mengklasifikasikan tujuan perencanaan. Dalam kenyataannya, akan sangat membantu pada semua tahap mencapai akhir yang diinginkan. Akhir ini adalah rangkaian tujuan dimana benda yang dirancang harus dapat dipenuhi.

Metode pohon tujuan memberikan format yang jelas dan bermanfaat bagi beberapa tujuan. Ini memperlihatkan tujuan dan cara umum untuk mencapainya dan masih harus dipertimbangkan. Ini akan memperlihatkan bentuk diagramatik dimana tujuan yang berbeda akan saling berhubungan satu sama lain, dan pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Prosedur untuk pencapaian pohon tujuan ini akan membantu memperjelas tujuan dan mencapai kesepakatan di antara klien, manajer, dan anggota tim desain.


(64)

Langkah-langkah yang ditempuh dalam tahap klarifikasi tujuan adalah sebagai berikut:

1. Membuat daftar tujuan perancangan.

2. Susun daftar dalam urutan tujuan dari higher-level kepada lower-level.

3. Gambarkan sebuah diagram pohon tujuan, untuk menunjukkan hubungan-hubungan yang hierarki.

Metode pohon tujuan memberikan bentuk dan penjelasan dari pernyataan tujuan. Metode ini menunjukkan sasaran yang akan dicapai dengan berbagai pertimbangan.

1. Prosedur

Prosedur untuk menggunakan metode pohon tujuan membantu memperjelas tujuan dan mendapatkan persetujuan dari klien, manajer, dan anggota tim perancangan. Klien sangat peduli terhadap dengan apa yang diinginkan, atau mungkin klien berpendapat bahwa pengacara sangat memahami yang diinginkannya. Alternatif lain adalah berharap klien memberikan kebebasan. Hal ini kedengarannya seperti keuntungan tersendiri bagi perancang tetapi bisa juga menjadi bencana kalau klien memutuskan bahwa proposal rancangan akhir sama sekali tidak sesuai dengan keinginannya. Pada kasus lain perancang akan sangat membutuhkan pengembangan ide-ide awal menjadi pernyataan yang jelas tentang tujuan perancangan.

Tujuan perancangan bisa juga disebut persyaratan klien, keinginan pemakai atau kegunaan produk. Beberapa tujuan perancangan berisi ringkasan yang


(65)

lengkap sementara yang lainnya harus diperoleh dari pernyataan yang diajukan pada klien atau mendiskusikannya dengan anggota tim yang lainnya. Salah satu cara untuk membuat pertanyaan yang masih samara-samar menjadi lebih spesifik adalah melalui literatur, mencoba menspesifikasikan apa yang dimaksud dengan sasaran antara. Sebagai contoh, suatu tujuan untuk peralatan mesin adalah harus aman, hal ini dapat diperluas menjadi: a. Tidak mencederai operator.

b. Mengurangi tingkat kesalahan operator. c. Mengurangi kerusakan peralatan. d. Pengurangan beban yang berlebihan.

Daftar ini dapat disimpulkan dengan sederhana dan sembarang hal-hal apa saja yang dapat dianggap sebagai tujuan atau mendiskusikannya dengan anggota tim perancang lainnya. Dapat juga dilakukan dengan menanyakan pada klien secara lebih spesifik tentang tujuan termasuk dalam rancangan singkat.

Jenis pertanyaan yang dapat digunakan dalam memperluas dan memperjelas tujuan adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana misalnya, “Kenapa”, “Bagaimana” atau “Apa”. Untuk singkatnya mengajukan pertanyaan apa yang ingin kita cari dari tujuan-tujuan ini.

Setelah mengembangkan daftar tujuan menjadi jelas dan menyusun tingkat yang lebih tinggi dari level yang lainnya. Untuk memperjelas jenis tingkatan yang muncul, tulis kembali daftar umum sasaran menjadi tersusun. Kelompokkan tujuan menjadi sekumpulan tujuan dengan memperhatikan


(66)

tingkatan yang paling tinggi dari tujuan tersebut. Misalnya: kelompok produk yang aman, sementara yang lainnya membutuhkan daya tahan dan sebagainya. Tiap kelompok, susun sub tujuan dalam susunan menjadi hirarki, sehingga tingkatan paling bawah terpisah dengan tingkatan tujuan yang lainnya, contohnya sebagai berikut:

a. Mesin yang dibuat harus aman, b. Mengurangi tingkat,

c. Mengurangi kesalahan kesalahan peralatan, d. Mengurangi beban berlebih.

Daftar kini tersusun menjadi 3 tingkatan hirarki. Terkadang sangat sulit untuk membedakan antar tingkatan tujuan atau orang lain dalam tim perancangan tidak setuju dengan tingkatan relatif beberapa tujuan.

Aspek untuk memilih tujuan menjadi beberapa tingkatan membantu perancang untuk berpikir lebih jelas tujan dan hubungan antar sasaran tujuan akhir. Gambarkan diagram pohon tujuan untuk menunjukkan hubungan hirarki dan hubungan diantaranya. Diagram ini menunjukkan hubungan hirarki diantara beberapa tujuan dan subtujuan; diagram ini merupakan awal suatu pohon yang menggambarkan pola hubungan diantara tujuan dan subtujuan.

Orang lain mungkin membuat pohon tujuan yang berbeda untuk persoalan yang sama atau bahkan dari kumpulan tujuan yang sama. Diagram ini secara sederhana menyajikan satu persepsi pada struktur persoalan. Diagram pohon membantu untuk menajamkan dan memperbaiki persepsi perancang tentang


(67)

persoalan atau mencapai kasamaan pandangan tentang tujuan dengan anggota tim yang lainnya. Bentuk ini merupakan pola sementara yang biasa saja berubah dalam proses perancangan berikutnya. Melalui suatu proyek tujuan perancangan harus dinyatakan secara jelas dan transparan dan memuat informasi yang dibutuhkan, dan pohon tujuan menyediakan kebutuhan ini. 2. Fungsi Perancangan

Dari metode pohon tujuan kita melihat maksud permasalahan dapat mempunyai banyak tingkatan-tingkatan yang umum maupun secara rinci. Dengan nyata, setiap tingkat permasalahan memberi arti sangat penting bagi perancang. Ada perbedaan besar antara mempertanyakan “Merancang sebuah telepon gengam” dan “Merancang sebuah telekomunikasi”. Perancang dapat menyajikan tingkatan pada merancang pintu atau merancang jalan masuk dan jalan keluar dan menemukan penyelesaian yang tak memerlukan tombol pintu sama sekali, tetapi hal ini tidak bermamfaat bagi kita yang membuat tombol pintu. Pilihan lain perancang dapat menurunkan beberapa tingkatan, menyelidiki hubungan antara manusia dengan lingkungan kerjanya dari perancangan atau macam-macam gerakan dari pergerakan palang pintu. Jadi hal ini dapat bermanfaat dalam mempertimbangkan tingkat permasalahan dimana seseorang perancang atau regu perancang bekerja. Itu sangat bermanfaat jika kita dilakukan dalam tahap pertimbangan tidak pada jenis potensi dari penyelesaian, tahap fungsi penting untuk bebas untuk mengembangkan pilihan perencanaan penyelesaian yang memuaskan. Metode analisis fungsi menawarkan seperti mempertimbangkan fungsi


(68)

esensial alat, hasil/produk atau system yang dirancang harus memuaskan. Tidak masalah komponen fisik apa yang seharusnya digunakan. Tingkat permasalahan diputuskan dengan mendirikan “Perbatasan” disektor peletakan pengganti yang saling berkaitan dari fungsi.

3. Metode Analisis Fungsi

Menunjukkan fungsi keseluruhan untuk rancangan masa proses perubahan dari pemasukan kepada pegeluaran. Titik pangkal untuk metode ini adalah memusatkan pada apa saja yang diperoleh dengan rancangan baru, dan tidak mementingkan bagaimana diperolehnya yang paling sederhana dan cara yang sangat mendasar dari penunjukan penggantian produk atau alat digambarkan secara sederhana sebagai kotak hitam yang mengubah bentuk khusus pemasukan kepada pengeluaran yang diinginkan. Kotak hitam meliputi keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mengubah bentuk permasalahan kepada pengeluaran.

4. Perincian fungsi-fungsi keseluruhan kedalam sekumpulan sub-sub fungsi penting.

Biasanya, perubahan dari kumpulan input dari kumpulan input kedalam kumpulan output/produk adalah tugas yang kompleks disamping Kotak hitam. Disini tidak ada sasaran yang pasti, cara yang sistematis untuk melakukan ini. Pemeriksaan kedalam sub-sub fungsi dapat bergantung pada faktor-faktor seperti jenis dari komponen-komponen bernilai untuk tugas-tugas yang spesifik, kepentingan atau keutamaan alokasi dari fungsi-fungsi mesin atau untuk operatornya, pengalaman desainer dan lain-lain. Dalam


(69)

spesifikasi sub-sub fungsi ini sangat membantu untuk memastikan bahwa mereka semua dinyatakan dengan dengan cara yang sama. Masing-masing hanya menjadi pernyataan dan sebuah keterangan kerja tanpa sebuah kata benda “menjelaskan sinyal” menghitung tujuan-tujuan. Setiap sub-sub fungsi mempunyai inputnya sendiri dan outputnya, dan kesesuain antara ini semuanya seharusnya diperiksa. Disana mungkin ada sub fungsi pembantu yang harus ditambahkan tapi yang tidak dikontribusikan langsung pada fungsi keseluruhan seperti perpindahan sisa-sisa.

5. Menggambar sebuah diagaram yang menunjukkan hubungan industri antara sub- sub fungsi.

Sebuah blok diagram terdiri dari semua sub-sub fungsi yang secara terpisah diidentifikasikan dengan melampirkan mereka dalam kotak-kotak dan berhubungan satu sama lain dengan imput-input dan output mereka sehingga memberi penjelasan fungsi dari produk atau perlengkapan yang sedang dirancang. Dengan kata lain, keaslian kotak blok dari keseluruhan fungsi digambar kembali menjadi sebuah kotak transparan yang dalam kepentingan sub-sub fungsi. Dalam penggambaran diagram ini kita akan dapat menemukan bagaimana bagian dalam input dan output-output dari sub-sub fungsi yang dikaitkan bersama sedemikian rupa untuk membuat kemudahan dalam bekerjanya suatu sistem.

6. Gambar sistem batas

Dalam penggambaran blok diagram butuh sekali untuk membuat keputusan-keputusan tentang luas yang dapat dan lokasi dari system batas, sebagai


(70)

contoh tidak ada input atau output yang lepas dalam diagram kecuali yang berasal dari sistem dasar12.

3.7.3.2. Penetapan Fungsi

Dari metode pohon tujuan kita melihat maksud permasalahan yang mempunyai banyak tingkatan perbedaan yang umum maupun secara rinci. Perancang selalu mungkin untuk menaikkan dan menurunkan tingkatan dalam permasalahan dan juga dapat menurunkan beberapa tingkatan.

Penetapan fungsi-fungsi (Establishing Functions) ini bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang terjadi dalam suatu rancangan. Metode yang dipakai adalah Analisis Fungsional. Langkah-langkah yang dilalui adalah pembuatan model system “black box” yaitu menyatakan fungsi keseluruhan dari perancangan produk dalam bentuk konversi input menjadi output, kemudian memecahkan fungsi keseluruhan ke dalam serangkaian sub-sub fungsi tersebut ke dalam suatu diagram blok yang menunjukkan interaksi antara sub-sub fungsi tersebut kedalam suatu diagram blok.

Tujuan dari metode analisis fungsi adalah untuk menetapkan fungsi-fungsi yang diperlukan dan batas-batas sistem rancangan produk yang baru. Untuk itu dengan menggunakan Metode Analisis Fungsi (Analysis Function Method) maka kita dapat menggambarkan System input-output dari proses pembuatan produk.

12


(71)

Adapun metode analisa fungsi menawarkan sejumlah pertimbangan fungsi pokok dan level dimana sebuah masalah dialamatkan. Fungsi pokok adalah perlengkapan, produk atau sistem yang didesain harus memuaskan dan menjadi kompenen fisik dari produk yang akan digunakan. Level masalah ditentukan dengan menetapkan sub set fungsi yang secara logis.

Titik pangkal untuk metode ini adalah untuk rancangan masa proses memusatkan pada apa yang diperoleh perubahan dari pemasukan kepada rancangan baru dan tidak mementingkan bagaimana diperolehnya yang paling sederhana dan cara yang sangat mendasar dari perancangan produk, yang digambarkan secara sederhana dalam kotak hitam.

Gambar 3.12. Black Box

Metode analisis fungsi bertujuan untuk menetapkan fungsi-fungsi yang diharapkan dan batas sistem dari rancangan baru. Prosedurnya berupa:

1. Mengekspresikan keseluruhan fungsi.

2. Membagi keseluruhan fungsi menjadi sekumpulan sub-sub fungsi. 3. Gambar blok diagram yang menunjukkan interaksi antar sub-sub fungsi. 4. Menggambarkan batas sistem.

5. Batas sistem menyatakan batas-batas fungsional untuk produk


(72)

6. Penyelidikan untuk komponen yang cocok untuk menunjukkan sub-sub fungsi

Berikut adalah prosedur dalam tahap penetapan fungsi:

1. Perincian fungsi-fungsi keseluruhan ke dalam sekumpulan sub-subfungsi. Cara yang dilakukan adalah: pemeriksaan kedalam sub-sub fungsi dapat bergantung pada faktor seperti jenis dari komponen, kepentingan alokasi dari fungsi mesin, pengalaman desainer dan lain-lain. Setiap sub fungsi mempunyai input sendiri dan kesesuaian antara input dan output harus diperiksa. Disana mungkin ada sub fungsi pembantu yang harus ditambahkan. 2. Menggambarkan sebuah diagram yang menunjukkan hubungan fungsi antara

sub-sub fungsi.

Sebuah blok diagram terdiri dari semua sub fungsi yang secara terpisah diidentifikasikan dengan melampirkan mereka dalam kotak-kotak dan berhubungan satu sama lain dengan input dan output.

3. Gambar sistem batas.

Batasannya harus digambarkan mengelilingi kumpulan sub-sub dari fungsi yang telah diidentifikasi dengan maksud untuk menegakkan sebuah produk yang mudah. Jika sub fungsi telah cukup dijelaskan pada level yang tepat, kemudian itu seharusnya dapat diidentifikasi kesesuaian komponen untuk setiap sub fungsinya.

Pengidentifikasian komponen akan bergantung pada kealamian dari produk. Metode fungsi analisa adalah bantuan yang sangat berguna dalam keadaan itu karena ia berfokus pada fungsi-fungsi dan meninggalkan


(73)

peralatan-peralatan fisik dan pencapaian fungsi pada tingkat berikutnya dari proses perancangan

3.7.3.3. Penetapan Kebutuhan

Setelah penetapan fungsi, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan spesifikasi kebutuhan. Langkah ini bertujuan untuk membuat spesifikasi pembuatan yang akurat bagi desain atau rancangan.

Dalam menetapkan batasan-batasan tentang apa yang harus dicapai seorang perancang, spesifikasi performansi membatasi luasnya solusi yang mungkin diterima. Karena itu, maka seorang perancang harus membuat batasan target yang akan dicapai, tetapi batasan tersebut sebaiknya tidak terlalu sempit. Di lain pihak, spesifikasi yang terlalu luas, dapat memberikan perancang sedikit ide yang sesuai dengan tujuannya. Spesifikasi yang terlalu luas akan mengarah kepada solusi yang tidak tepat13

Performansi suatu metode spesifikasi dimaksudkan untuk membantu dalam mendefinisikan suatu masalah desain, meninggalkan kesesuaian sejumlah kebebasan sehingga perancang mempunyai ruang untuk mengarahkan melewati jalan itu dan berarti pencapaian dari keberhasilan suatu solusi disain yang memuaskan. Spesifikasi berarti suatu performansi yang diperlukan, dan bukan produk yang diperlukan. Oleh karena itu, metode ini menekankan pencapaian performansi suatu solusi desain, dan bukan komponen fisik tertentu manapun dimana itu mungkin berarti menuju pencapaian keberhasilan itu.

.

13

Nigel Cross, Engineering Design Methods: Strategies for Product Design, (1996 )h. 77-82.


(74)

Adapun prosedur dari penentuan performansi yang akurat dari suatu spesifikasi produk adalah:

1. Mempertimbangkan level berbeda yang sifatnya umum dari solusi tersebut yang mungkin dapat diusulkan. Mungkin bisa dipilih satu pilihan diantara level-level berikut yakni:

a) Atribut alternatif,

b) Type jenis produk,

c) Ciri- ciri produk.

2. Menentukan level yang sifatnya umum yang mana akan digunakan dalam operasi. Keputusan ini biasanya dibuat oleh pelanggan.

3. Mengidentifikasi atribut pembuatan yang perlu.

4. Menguraikan syarat-syarat pembuatan secara ringkas dan jelas untuk setiap atribut.

Kemungkinan yang ada, spesifikasi sebaiknya dalam syarat-syarat yang dapat dijangkau, dan mengidentifikasi perbedaan/tingkatan diantara batasan-batasan.masalah perancangan selalu disertai dengan batasan-batasan tertentu. Salah satu batasan yang sangat penting ialah sebagai contoh dalam masalah biaya, apa yang disiapkan oleh klien untuk menghabiskan mesin baru, atau apa yang diharapkan oleh para pelanggan dalam pembayaran sebagai harga pembelian produk. Masalah umum lainnya adalah dapat diterimanya ukuran dan berat dari mesin. Beberapa masalah akan ditampilkan dalam persyaratan, seperti penilaian

power mesin uap, apakah mesin sesuai dengan UU resmi atau persyaratan


(75)

Kumpulan persyaratan ini terdiri dari dari spesifikasi penampilan produk atau mesin. Persyaratan rancangan dari suatu objek atau fungsi kadang-kadang memperlihatkan spesifikasi performance tetapi ini belum tentu benar. Objective dan function adalah persyaratan, apakah sebuah desain harus mencapai sukses atau tidak. Dalam kumpulan batasan bagaimana disain dapat mencapai sukses, spesifikasi performance karena itu dibatasi oleh masalah-masalah yang dapat direrima. Oleh karena itu dikumpulkan target perancangan produk, hal ini hampir tidak dapat dijelaskan, jika itu terjadi. Banyak solusi-solusi yang dapat diterima yang ternyata tidak dibutuhkan. Sebaliknya dengan pengkhususan ini terlalu umum atau sama-sama dapat berubah seorang designer dengan sedikit ide yang pantas untuk disyahkan. Bahan spesifikasi yang dikumpulkan terlalu luas dapat juga menjadi solusi yang tidak sah yang kemudian diubah atau dimodifikasi saat itu dilakukan benar-benar menjadi batasan yang dapat diterima.

Maka terdapatlah banyak alasan yang disertai usaha spesifikasi

performance yang akurat dalam desain proses, hal itu dapat dikumpulkan menjadi solution pace dengan penyelidikan designer. Kemudian dalam proses performance specification biasanya dievaluasi permasalahannya, untuk mengecek

apakah mereka termaksud pada batasan-batasan yang dapat diterima.

3.7.3.4. Penentuan Karakteristik dengan QFD

QFD adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang dan jasa dengan memahami kebutuhan konsumen kemudian menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan suatu barang atau jasa pada setiap tahap


(76)

pembuatan barang dan jasa yang dihasilkan. Penyebaran fungsi mutu (Quality

Function Deployment) adalah alat perencanaan yang dibutuhkan untuk membantu

bisnis memusatkan perhatian pada kebutuhan para pelanggan mereka ketika menyusun spesifikasi desain dan fabrikasi. Manfaat-manfaat utama QFD sebagai berikut :

1. Memusatkan rancangan produk dan jasa baru pada kebutuhan pelanggan. Memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan proses desain didorong oleh kebutuhan pelanggan yang objektif dan teknologi.

2. Mengutamakan kegiatan-kegiatan desain. Hal ini memastikan bahwa proses desain dipusatkan pada kebutuhan pelanggan yang paling berarti.

3. Menganalisis kinerja produk perusahaan yang utama untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan utama.

4. Dengan memfokuskan pada upaya perancangan, hal tersebut akan mengurangi lamanya waktu yang diperlukan untuk daur ulang rancangan secara keseluruhan sehingga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan produk-produk baru.

5. Mengurangi banyaknya perubahan desain setelah dikeluarkan dengan memastikan upaya yang difokuskan pada tahap perancangan.

6. Mendorong terselenggarakannya tim kerja dan menghancurkan rintangan antar bagian dengan melibatkan pemasaran, rencana teknik, dan fabrikasi sejak awal proyek.

7. Menyediakan suatu cara untuk membuat dokumentasi proses dan menyediakan suatu dasar yang kukuh untuk mengambil keputusan rancangan.


(1)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Penilaian Batang Tubuh (Trunk) ... III-8 3.2. Penilaian Leher (Neck) ... III-9 3.3. Penilaian Kaki (Legs) ... III-9 3.4. Penilaian Beban (Load) ... III-10 3.5. Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) ... III-10 3.6. Skor Lengan Bawah ... III-11 3.7. Skor Pergelangan Tangan ... III-11 3.8. Coupling ... III-12 3.9. Skor Aktivitas ... III-12 3.10. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal III-19 3.11. Tahap-tahap dalam Proses Perancangan Dengan Nigel Cross . III-33 5.1. Rakapitulasi Standar Nordic Questioner (SNQ) ... V-3 5.2. Dimensi Tubuh Operator ... V-4 5.3. Rekapitulasi Kuesioner Terbuka ... V-6 5.4. Hasil Kuesioner Tertutup untuk Kinerja Atribut ... V-7 5.5. Hasil Kuesioner Tertutup untuk Harapan Atribut ... V-8 5.6. Persentase Keluhan Operator ... V-10 5.7. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Postur Kerja ... V-15 5.8. Data Dimensi Tubuh Operator ... V-18 5.9. Hasil Pengukuran dengan X, σ, Xmin dan Xmaks ... V-21


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

5.10. Uji Keseragaman Data Setelah Beberapa Kali Dilakukan Revisi

Pada Masing-masing Elemen Pengukuran ... V-25 5.11. Data Dimensi Tubuh OperatorSetelah Revisi ... V-25 5.12. Uji Kecukupan Data ... V-27 5.13. Uji Kenormalan Data dengan Kolmogorov-Smirnov ... V-28 5.14. Perhitungan Persentil 5,50 dan 95 Untuk Seluruh Dimensi An

tropometri ... V-30 5.15. Uji Validitas Kinerja untuk Alat Pencacah Pelepah Kelapa Sawit V-31 5.16. Uji Validitas Harapan untuk Alat Pencacah Pelepah Sawit ... V-32 5.17. Rekapitulasi Uji Validitas pada Kinerja untuk Seluruh Atribut

Alat Pencacah Pelepah Sawit ... V-32 5.18. Rekapitulasi Uji Validitas Harapan untuk Seluruh Atribut Alat

Pencacah Pelepah Sawit ... V-33 5.19. Pengelompokan Data Berdasarkan Pertanyaan Ganjil dan Genap V-35 5.20. DaftarTujuan Perancangan PencacahPelepah Sawit ... V-37 5.21. Spesifikasi Produk Pencacah Pelepah ... V-45 5.22. Evaluasi Harapan Konsumen Produk Pencacah Kelapa Sawit V-47 5.23. Matriks antara Atribut Produk dan Karakteristik Teknik ... V-48 5.24. Matriks Antara Atribut Produk dan Karakteristik Teknik Pencacah


(3)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

6.1. Hasil Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Metode REBA ... VI-2 6.2. Perbandingan Alat Pencacah Aktual dan Alat Pencacah Usulan .... VI-10


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

HALAMAN

1.1. Alat Pencacah Aktual dan Hasil Cacahan ... I-1 2.1. Struktur Organisasi Usaha Tani Sidorukun ... II-2 2.2. Tahapan Proses Pengolahan Pelepah Sawit Menjadi Pakan II-5 3.1. Peta Tubuh ... III-1 3.2. Postur Batang Tubuh (Trunk) ... III-8 3.3. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ... III-9 3.4. Postur Tubuh Bagian Kaki (Legs) ... III-9 3.5. Ukuran Beban (Load) ... III-10 3.6. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm) ... III-10 3.7. Postur Lengan Bawah ... III-11 3.8. Postur Pergelangan Tangan ... III-11 3.9. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th ... III-19 3.10. Langkah-langkah Perancangan Produk ... III-32 3.11. Black Box ... III-42 3.12. House Of Quality ... III-50 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-2 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-4 4.3. Tahapan Pengolahan Data ... IV-7 4.4. Block Diagram Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan


(5)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR

HALAMAN

4.5. Blok Diagram Penilaian Level Resiko Kerjaan dengan

Menggunakan Metode REBA ... IV-9 4.6. Blok Diagram Menentukan Alternatif dengan QFD ... IV-10 5.1. Kegiatan Menghidupkan Alat Pencacah Pelepah Sawit ... V-1 5.2. Kegiatan Memasukkan Pelepah ke Corong Pengumpan ... V-2 5.3. Kegiatan Membuka Baut Pengunci Ruang Pencacah ... V-2 5.4. Pohon Tujuan Alat Pencacah Pelepah Sawit ... V-5 5.5. Keluhan Musculuskeletal Operator I ... V-9 5.6. Persentase Keluhan MsdsOperator Pencacah Pelepah ... V-11 5.7. Penilaian PosturTubuh (kanan) pada Proses Menghidupkan

Mesin ... V-17 5.8. Peilaian Postur Tubuh (Kanan)Operator Pencacah Pelepah V-17 5.9. Peta Kontrol Dimensi Tinggi Siku Berdiri (TSB) ... V-22 5.10. Peta Kontrol Revisi I untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB) ... V-23 5.11. Peta Kontrol Revisi II untuk Tinggi Siku Berdiri (TSB) ... V-24 5.12 Pohon Tujuan Alat Pecacahpelepah Sawit ... V-38 5.13. Sistem Input Output Alat Pencacah Pelepah ... V-41 5.14. Blok Diagram Pembuatan Alat Pencacah Pelepah Sawit .... V-42 5.15. Hubungan Antar Sesama Karakteristik Teknik dan Karakteristik


(6)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR

HALAMAN

5.16. Matriks Target yang Ingin Dicapai ... V-54 5.17. Quality Function Deployment (QFD) Produk Pencacah

Pelepah Sawit ... V-55 6.1. Bentuk Konstruksi Rangka yang akan Dibuat ... VI-4 6.2. Besi Kanal U ... VI-5 6.3. Plat Besi Ms Plate Tebal 3mm ... VI-5 6.4. Pencacah Pelepah Sawit Aktual ... VI-11 6.5. Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit dalam Posisi Terbuka

Tampak Depan ... VI-11 6.6. Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit dalam Posisi Terbuka

Tampak belakang ... VI-12 6.7. Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit ... VI-13 6.8. Rancangan Pengatur Kehalusan Alat Pencacah Pelepah Sawit .. VI-16


Dokumen yang terkait

Aplikasi Integrasi Metode Fuzzy Servqual dan Quality Function Deployment (QFD) Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Layanan Pendidikan (Studi Kasus: SMP Swasta Cinta Rakyat 3 Pematangsiantar)

10 125 85

Aplikasi Kansei Engineering Dan Quality Function Deployment (QFD) Serta Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (TRIZ) Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Pada Instalasi Hemodialisis

9 92 70

Integrasi Aplikasi Metode Quality Function Deployment (QFD) dengan Blue Ocean Strategy (BOS) untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Hotel, Studi Kasus: Hotel Grand Angkasa Internasional Medan

15 91 169

Rancangan Penggiling Buah Kopi Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus di UKM Tani Bersama

4 70 111

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 18

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 9

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 1 5

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun) Chapter III VII

1 1 130

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 2

Rancangan Alat Pencacah Pelepah Sawit Dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) untuk Meningkatkan Kualitas Produksi (Studi Kasus di Ukm Tani Sidorukun)

0 0 27