Analisis Yuridis Tentang Kedudukan Saksi Dalam Pembuatan Akta Notariil Menurut Hukum Islam Dan Undangundang Jabatan Notaris (UUJN)

25

BAB II
KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL MENURUT
PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30
TAHUN 2004 JO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG UNDANG-UNDANG
JABATAN NOTARIS

A. Saksi dalam Hukum Islam
1. Pengertian Saksi
Menurut etimologi (bahasa) kata saksi dalam bahasa arab dikenal dengan
Asy-syahadah adalah bentuk isim masdar dari kata syahida-yasyhadu yang artinya
menghadiri, menyaksikan (dengan mata kepala sendiri) dan mengetahui. Kata
syahadah juga bermakna al-bayinan (bukti), yamin (sumpah) dan iqrar
(pengakuan).36
Secara terminologi (istilah). Al-Jauhari menyatakan bahwa “kesaksian berarti
berita pasti. Musyahadah artinya sesuatu yang nyata, karena saksi adalah orang yang
menyaksikan sesuatu yang orang lain tidak mengetahuinya. Dikatakan juga bahwa
kesaksian berarti seseorang yang memberitahukan secara benar atas apa yang dilihat
dan didengarnya”.37
Saksi adalah sebuah kata benda dalam Bahasa Indonesia yang berarti “orang

yang melihat atau mengetahui”.38 Menurut istilah syar’i saksi adalah orang yang

36

A. Warson Moenawwir, Al-Munawir, Kamus Arab–Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,
2002, Cet. ke-25, hal. 746-747.
37
Ihsanudin, Mohammad Najib, Sri Hidayati (eds), hal. 94
38
WJS Poerdarminta, Kamus umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal.825

25

Universitas Sumatera Utara

26

mempertanggungjawabkan kesaksian dan mengemukakan, karena dia menyaksikan
sesuatu (peristiwa) yang orang lain tidak menyaksikan.
Dalam kamus Istilah fiqih, ”Saksi adalah orang atau orang-orang yang

mengemukakan keterangan untuk menetapkan hak atas orang lain. Dalam pengadilan,
pembuktian dengan saksi adalah penting sekali, apalagi ada kebiasaan di dalam
masyarakat bahwa perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan itu tidak dicatat”.39
Dalam kamus ilmiah populer, kata “saksi berarti orang yang melihat suatu
peristiwa orang yang diturutkan dalam suatu perjanjian”.
Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa saksi
(syahadah) adalah orang yang memberikan keterangan yang benar tentang apa yang
dilihat, dialami, disaksikan dan apa yang didengar tentang suatu peristiwa tertentu yang
disengketakan di depan sidang pengadilan dengan kata khusus yakni dimulai dengan
sumpah terlebih dahulu.
Islam sendiri mengatur masalah persaksian dalam firman Allah yang artinya:
“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang
siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya” (QS Al-Baqarah:283)40
Syarat – syarat saksi dalam Hukum Islam :
a. Islam
b. Laki-laki
c. Dewasa /baligh dan berakal
39


M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafi’ah (eds), Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 1994, hal. 306.
40
Al Quran terjemahan Al karim, (Bandung : PT Al ma’rif 2000) hal. 45

Universitas Sumatera Utara

27

d. Adil
2. Persyaratan saksi menurut Hukum Islam
Untuk dapat diterimanya seorang saksi secara umum ada beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi dan berlaku untuk semua perkara yang memerlukan saksi,
disamping syarat-syarat khusus sebagai tambahan terhadap suatu jenis perkara tertentu,
maka penggolongan saksi dalam hukum Islam adalah:
a. Islam
Prinsip utama yang telah disepakati oleh seluruh ahli Hukum Islam, saksi itu
harus beragama Islam. Prinsip ini berdasarkan firman Allah swt, yang artinya:
“Dan persaksikanlah dua orang saksi dari orang laki-laki (diantara kamu). Jika
tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang

perempuan dari saksi-saksi yang kamu senangi”
Dari ayat diatas dapat diambil ketentuannya bahwa tidak dapat diterima kesaksian
orang kafir terhadap orang islam.
b. Dewasa/Baligh
Salah satu syarat untuk diterimanya kesaksian seseorang karena kedewasaan
yang menjadi ukuran terhadap kemampuan berpikir dan bertindak secara sadar
dan baik. Sebagaimana firman Allah swt, al-Baqarah ayat 282. Pemakaian lafadz
“ar-Rijaalu” menunjukan pengertian orang yang sudah baligh, bukan anak-anak.
c. Berakal
Berakal adalah orang yang gila tidak dapat menjadi saksi, apalagi untuk
menerima kesaksiannya.

Universitas Sumatera Utara

28

d. Adil
Persyaratan adil ini jelas termaktub dalam firman Allah swt, QS.At-Thalaq
ayat 2:
“ Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu”

Pengertian sifat adil dalam hal kesaksian, ada beberapa pendapat antara lain:
1. Menurut Imam Abu Hanifah, adanya sifat adil itu cukup dengan melihat
secara lahiriah bahwa seseorang itu Islam dan sepengetahuan kita, ia tidak
berbuat tindakan pidana.
2. Menurut madzhab Syafi’i, seseorang itu dikatakan adil apabila telah
memenuhi dua persyaratan yaitu:
a) Tidak pernah berbuat dosa besar
b) Tidak selalu berbuat dosa kecil
Dari pendapat diatas yang berbeda-beda tentang adil dapat disimpulkan
bahwa adil itu adalah sifat kejiwaan yang mendorong seseorang untuk selalu
berbuat baik dan menjauhi perbuatan dosa serta selalu menjaga harga dirinya.
e. Dapat berbicara
Seorang saksi seharusnya orang yang dapat berbicara untuk dapat berbicara
untuk dapat menyampaikan dan menerangkan kepada Majelis Hakim tentang apa
yang telah disaksikannya. Oleh sebab itu dapatnya saksi berbicara merupakan hal
yang sangat penting.
f. Baik Ingatan dan Teliti
Kesaksian orang yang kemampuan daya ingatnya sudah tidak normal, pelupa
dan sering salah, jelas tidak dapat diterima karena kesaksian orang seperti ini


Universitas Sumatera Utara

29

diragukan kebenarannya, sebab akan banyak sekali mempengaruhi ketelitiannya
baik dalam mengingat maupun mengemukakan kesaksiannya.
3. Dasar Hukum Surat Al-baqarah ayat 282

Universitas Sumatera Utara

30

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah dengan cara
tidak tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
(Tuhannya) dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”.

jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah
(keadaannya), atau tidak mampu mendikte sendiri, maka hendaklah
walinya mendikte dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang
laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka
(boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang
yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa
maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu
menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan untuk
menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun
besar. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah, lebih dapat menguatkan
kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidak raguan, kecuali
jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya.
Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis
dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah
kepada Allah. Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha
mengetahui segala sesuatu(QS-Al Baqarah:282)
A. Penafsiran surat Al-Baqarah ayat 282
1. Hendaklah Dituliskan Segala Utang Piutang

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, danhendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”
Kata “Dain” atau utang terdapat antara dua orang yang hendak berjual,
karena yang seorang meminta supaya dia tidak membayar tunai melainkan dengan

Universitas Sumatera Utara

31

utang. Muamalah seperti ini diperbolehkan syara` dengan syarat ditangguhkannya
pembayaran itu sampai satu tempo yang ditentukan. Tidak sah menagguhkan
pembayaran itu dengan tidak jelas tempo pembayarannya.
Selanjutnya ayat itu menjelaskan, bahwa orang yang berutang sendiri
hendaklah mengucapkan utangnya dan tempo pembayarannya dengan cara imlak atau
didiktekan maka barulah juru tulis itu menuliskan apa yang telah diimlakkan yaitu,

dengan tidak merusak sedikit jua pun dari perjanjian dan jumlah utang yang telah
dikatakannya.41
Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimim agar memelihara
muamalah utang-utangnya masalah qiradh dan silm yaitu barangnya belakangan
tetapi uangnya dimuka yang menjual barang pada waktu yang telah ditentukan agar
menulis sangkutan tersebut. Juru tulis adalah orang yang adil yang tidak memihak
sebelah pihak saja. Hendaknya yang memberi utang mengutarakan maksudnya agar
ditulis oleh juru tulis dan tidak mengurangi sedikitpun hak orang lain demi
kepentingan pribadi.

2. Jika Yang Berutang Seorang Yang Dungu
“jika yang berhutang itu lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakannya dengan jujur”
Kata “safih” yaitu orang yang dungu, orang bodoh, yang otaknya mengalami
gangguan atau seorang boros dan mubazir yang memboroskan uangnya ketempat
yang tidak berguna. Orang “daif” yaitu orang yang sudah terlalu tua atau anak-anak
41

Abdul Halim Hasan, Tafsir al-ahkam, jakarta, kencana Pranada Group, 2006, hal.168.


Universitas Sumatera Utara

32

yang belum baligh. Dalam keadaan itu wali mereka itulah yang bertindak
mengimlakkan akad maka apabila tidak ada yaitu dengan hakim.
3. Dua Orang Saksi Dalam Utang Piutang
“Jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya”
Ayat ini menerangkan, bahwa orang yang hendak mengadakan utang piutang
hendaklah menghadapkan kepada dua orang saksi laki-laki muslim atau satu orang
laki-laki dan dua orang perempuan. Kesaksian dua orang perempuan sama dengan
kesaksian seorang laki-laki menurut malik dan syafi`i. jika diantaranya terlupa maka
dapat diingatkan oleh orang yang lain yang disyaratkan kepada perempuan karena
perempuan itulah lebih lemah dari laki-laki.
4.

Saksi Janganlah Enggan
“Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka


dipanggil”
Sebagian ulama menerangkan, bahwa saksi-saksi yang dimaksud disini ialah
saksi-saksi yang telah menyaksikan utang piutang itu sejak dari awal. Jika seseorang
diminta akan menyaksikan suatu hal, maka janganlah mereka merasa enggan untuk
menjadi saksi. Maka apabila saksi itu diperlukan, terutama dalam permulaan
mengikat janji dan membuat surat janganlah hendaknya merasa enggan malahan dia
termasuk amalan yang baik yaitu turut memperlancar perjanjian antara dua orang
sesama islam, dia boleh hanya enggan kalau menurut pengetahuannya ada lagi orang

Universitas Sumatera Utara

33

lain yang lebih tahu duduk soal daripada dirinya sendiri. Adapun dikemudian hari
terjadi kekacauan padahal umumnya sudah turut tertulis menjadi saksi sedangkan ia
tidak berhalangan untuk datang tentulah salah buat dirinya sendiri.
5.

Jangan Bosan Mencatat

“Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu,Maka tidak ada dosabagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”
Jangan bosan menuliskan disini dimaksudkan yaitu menuliskan sekalian utang
piutang, baik yang kecil maupun yang besar. Dituliskan jumlahnya dan tempo
pembayarannya. Itulah yang lebih adil karena jika perselisihan tentulah kesaksian
yang tertulis itu lebih adil dan lebih dapat membantu menjelaskan kebenaran.
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa tulisan merupakan bukti
yang dapat diterima apabila sudah memenuhi syarat, dan penulisan ini wajib untuk
urusan kecil maupun besar juga tidak boleh meremehkan hak sehingga tidak hilang.

6. Juru Tulis Janganlah Merugikan
“Jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah
suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah”
Kata “Wala Yudharra” dapat diartikan dengan dua makna yaitu, jangan
memberi mudarat dan jangan menanggung mudarat. Menurut arti yang pertama, juru
tulis atau saksi janganlah berlaku curang dalam menuliskan atau menyaksikannya
baik terhadap orang yang berutang maupun terhadap orang yang berpiutang.

Universitas Sumatera Utara

34

B. Asbabun Nuzul
Pada waktu Rasulullah SAW datang kemadinah pertama kali, orang-orang
penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun.
Oleh sebab itu rosul bersabda:”Barang siapa menyewakan (mengutangkan)sesuatu
hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan dalam jangka waktu
yang tertentu pula”sehubungan dengan itu Allah swt menurunkan ayat 282 sebagai
perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu
tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana untuk
menjaga terjadinya sengketa pada waktu-waktu yang akan datang. (Hr. Bukhori dari
Sofyan Bin Uyainah dari IbnuAbi Najih dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari
ibnu Abbas).42
B. Saksi dalam Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Jo
Nomor 2 Tahun 2014
1. Pengertian Saksi
Suatu peresmian akta notaris mengharuskan adanya dua orang saksi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l jo Pasal 40 ayat (1) UUJN.
Namun pada dasarnya dalam Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur tentang
jenis-jenis saksi yang diharuskan tersebut. Pengertian saksi yang ada di dalam
lembaga Notaris terdapat 2 (dua) jenis yaitu Saksi Attesterend dan Saksi
Instrumentair. Saksi yang diangkat dalam tesis ini adalah saksi Instrumentair.

42

Beny
Sehoputro,
Ayat-Ayat
tentang
Akad
Kontrak,
http://benysehoputro.blogspot.co.id/2014/10/Ayat-ayat-tentang-akadkontrak-mata-html?m=l, diakses
pada tanggal 20 Mei 2016 jam 11.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

35

Saksi Attesterend / saksi pengenal, yakni saksi yang memperkenalkan
penghadap kepada Notaris dikarenakan penghadap tersebut tidak bisa dikenal oleh
notaris atau dikarenakan tidak memiliki identitas atau Notaris meragukan
identitasnya, maka Notaris minta diperkenalkan oleh saksi attesterend. Pengenalan
penghadap tersebut harus dinyatakan dalam akta.43 Untuk seorang penghadap yang
tidak dikenal maka disyaratkan ada satu orang saksi attesterend, sedangkan bila
terdapat lebih dari 2 (dua) orang penghadap, maka mereka dapat saling
memperkenalkan kepada Notaris.
Dengan demikian, dalam salah satu atap verlidjen yaitu pada saat
penandatanganan akta, seorang saksi attesterend tidak diharuskan menandatangani,
namun apabila mereka tetap ingin membubuhkan tandatangannya tidak ada larangan
untuk hal tersebut.
Saksi instrumentair adalah saksi dalam akta Notaris yang merupakan para
saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta.44 Para saksi ikut serta di
dalam pembuatan terjadinya akta (instrument) itu dan itulah sebabnya dinamakan
saksi instrumentair (instrumentaire getuigen) dengan jalan membubuhkan tanda
tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya dilakukan dan dipenuhinya
formalitas-formalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan dalam
akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi.45
Syarat-syarat untuk menjadi saksi instrumentair diatur dalam suatu peraturan
tersendiri, yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan
43
Irenrera Putri, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris sebagai Saksi
dalam Peresmian Akta, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada
tanggal 17 februari 2016
44
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1992), hal.168
45
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

36

Staatblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris tersebut telah jelas diatur
mengenai saksi instrumenter.
Saksi adalah merupakan orang ketiga yang ikut atau turut serta dalam
pembuatan terjadinya akta dan saksi ini disebut juga dengan saksi instrumentair
(instrumenter getugen). Mereka dengan membubuhkan tanda tangan mereka,
memberikan kesaksian tentang kebenaran adanya, dilakukan, dan dipenuhinya
formalitas-formalitas yang diharuskan oleh Undang-Undang, yang disebutkan dalam
akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.
Saksi instrumentair harus cakap bertindak dalam hukum, mengerti bahasa
akta, tidak boleh ada hubungan keluarga dekat dalam arti garis keatas dan kebawah
tanpa batas dan garis kesamping sampai derajat ketiga baik dengan Notaris ataupun
dengan para penghadap.46 Dalam praktek sekarang ini yang menjadi saksi
instrumentair adalah karyawan Notaris sendiri.47
Para saksi instrumentair harus hadir pada pembuatan, yakni pembacaan dan
penandatanganan akta itu. Hanya dengan hadirnya pada pembuatan akta, mereka
dapat memberikan kesaksian, bahwa benar telah dipenuhi formalitas-formalitas yang
ditentukan oleh undang-undang, yakni bahwa akta itu sebelum ditandatangani oleh
para pihak, telah terlebih dahulu dibacakan oleh Notaris kepada para penghadap dan
kemudian ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, hal mana semuanya itu
dilakukan oleh Notaris dan para pihak dihadapan para saksi-saksi.48

46
47

Sutrisno, Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris Buku II, (Medan,2007), hal. 37
Khairulnas, Nilai Keberadaan Saksi Dalam Akta Notaris, majalan Renvoi (Maret 2014),

hal. 89
48

Hasyim Soska, Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Dalam Akta Notaris, diakses dari
http:/www.google.com/hasyimsoska.blogspot.com/2011/11/perlindungan-hukum-terhadap-saksidalam.html, pada tanggal 5 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

37

Peran saksi instrumentair dalam setiap pembuatan akta Notaris tetap
diperlukan. Karena keberadaan saksi instrumenter selain berfungsi sebagai alat bukti
juga dapat membantu posisi seorang Notaris menjadi aman dalam hal akta yang
dibuat oleh Notaris diperkarakan oleh salah satu pihak dalam akta atau pihak ketiga.
49

Sebagai saksi dalam akta Notaris, saksi instrumentair mempunyai tanggung jawab

yang cukup besar, terutama dalam peresmian suatu akta Notaris. Seorang saksi
instrumentair harus hadir dalam peresmian suatu akta Notaris. Dalam hal ini,
tanggung jawab saksi instrumenter adalah menyaksikan apakah suatu akta Notaris
tersebut telah dilakukan penyusunan, pembacaan dan penandatanganan para pihak
dihadapan Notaris, sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang sebagai syarat
otentitas suatu akta.50
Dilihat dari sifat dan kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut
mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan atau
kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan dari kata itu. Para saksi tidak
perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu dan juga bagi mereka tidak ada
kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Para saksi tidak
bertanggung jawab terhadap isi akta itu.
2. Persyaratan Saksi menurut Undang-Undang Jabatan Notaris
Persyaratan saksi terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan saksi
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah
menikah
49
50

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1992), hal.170
Ibid., hal.171

Universitas Sumatera Utara

38

b. Cakap melakukan perbutan hukum
c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta
d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf
e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis kesamping
sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
Menurut Pasal 171 HIR bahwa yang diterangkan oleh saksi adalah apa yang
dilihat, dengan atau rasakan sendiri, lagi pula tiap-tiap kesaksian harus disertai
alasan-alasan apa sebabnya, bagaimana sampai mengetahui hal-hal yang diterangkan
olehnya. Perasaan yang istimewa, yang terjadi karena akal, tidak dipandang sebagai
penyaksian.
Penggolongan Saksi ada 4 (empat), yaitu:51
1. Saksi Mata, merupakan saksi yang melihat langsung suatu kejadian.
2. Saksi yang sengaja dihadirkan, merupakan sengaja saksi yang sengaja
dihadirkan untuk melihat suatu kejadian atau seorang diminta untuk menjadi
atas suatu kejadian yang akan dilakukan.
3. Saksi dengar, merupakan saksi yang tidak melihat suatu kejadian secara
langsung, tapi yang bersangkutan hanya mendengar dari orang lain.
4. Saksi akta, merupakan saksi yang mengetahui, memahami dan mengerti tata
cara dan prosedur suatu akta (akta Notaris) dibuat dan dicantumkan dalam
akta yang bersangkutan/saksi akta (Notaris dan PPAT).

51

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Temantik Terhadap UU No.30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, (Bandung:Refika Aditama, 2009), hal.128.

Universitas Sumatera Utara

39

3. Dasar Hukum
Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut telah jelas diatur
mengenai saksi dalam peresmian dan pembuatan akta notaris yang berupa persyaratan
bagi para saksi. Adapun ketentuan yang diatur dalam Pasal 40 UUJN, untuk menjadi
saksi diantaranya sebagai berikut :
a. Saksi paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
dewasa adalah telah berumur 18 tahun atau telah menikah. Seseorang yang akan
menjadi saksi harus sudah dewasa. Dewasa dalam hal ini adalah sudah berumur
paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah, ketentuan tentang
usia dewasa ini diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf (a) UUJN.
Usia dewasa yang ditentukan dalam UUJN tersebut selaras dengan ketentuan
dalam KUHPerdata. Namun demikian, batas usia menurut KUHPerdata untuk
menjadi saksi harus sudah dewasa dengan usia 15 tahun. Pada intinya kedua
Undang - Undang tersebut memiliki ketentuan yang sama untuk menjadi saksi,
yakni sudah dewasa. Tetapi untuk menjadi saksi dalam peresmian akta, dewasa
diartikan berumur 18 tahun atau lebih atau sudah menikah.
Dengan demikian apabila akta notaris terjadi masalah dan dibawa ke dalam
persidangan, maka saksi yang terdapat didalam akta yang bermasalah tersebut
tidak jadi hambatan untuk menjadi saksi dalam peradilan, oleh karena batas usia
seorang saksi dalam peradilan cukup berusia 15 tahun.

Universitas Sumatera Utara

40

b. Cakap melakukan perbuatan hukum;
Pada dasarnya setiap orang cakap untuk menjadi saksi, kecuali Undang Undang menyatakan orang tersebut tidak cakap untuk menjadi saksi. Dalam hal
peresmian akta untuk menjadi saksi juga harus memiliki kecakapan. Menurut
Pasal 40 ayat (2) huruf b UUJN, untuk menjadi saksi notaris, seseorang harus
memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum dan menurut Pasal 1909
KUHPerdata, saksi tersebut wajib untuk memberi kesaksiannya.
Namun demikian seseorang yang memilliki kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum tersebut tidak dengan sendirinya cakap untuk menjadi saksi.
Perlu diuraikan orang - orang yang tidak cakap menjadi saksi, dalam arti diluar
ketentuan orang - orang yang tidak cakap menjadi saksi adalah cakap menjadi
saksi. Dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN tidak disebutkan dengan tegas para saksi
yang tidak cakap, namun tersirat ketidakcakapan orang menjadi saksi dari Pasal
40 ayat (2) huruf e UUJN tersebut. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan
bahwa orang yang tidak cakap menjadi saksi adalah orang yang mempunyai
hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat
ketiga dengan Notaris atau para pihak.
c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;
Dalam ketentuan Pasal 40 ayat (2) huruf c UUJN menyebutkan bahwa salah
satu syarat untuk menjadi saksi notaris adalah harus mengerti bahasa yang
digunakan dalam akta. Artinya saksi harus mengerti bahasa yang ada dalam akta

Universitas Sumatera Utara

41

agar dapat mengerti juga pembacaan akta yang akan dilakukan oleh notaris yang
berisi kehendak para pihak yang menghadap pada Notaris.
Bahasa dalam pembuatan akta notaris digunakan Bahasa Indonesia. Bahasa
Indonesia yang dimaksud dalam akta adalah Bahasa Indonesia yang tunduk pada
kaedah Bahasa Indonesia yang baku.52 Apabila notaris tidak bisa menjelaskan
atau menterjemahkannya, akta itu diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang
peterjemah resmi. Peterjemah resmi yang dimaksud adalah peterjemah yang
disumpah. Kemudian jika pihak yang berkepentingan menghendaki bahasa lain
dan dipahami oleh Notaris maka akta dapat dibuat dalam bahasa lain tersebut
sepanjang saksi juga memahami bahasa tersebut. Sehingga sewaktu akta
dibacakan, yang merupakan kewajiban notaris, bisa dipahami oleh saksi.
d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf;
Segera setelah selesai dibacakan oleh Notaris, semua akta notaris harus
dibubuhi tandatangan oleh para penghadap. Selain itu juga ditandatangani oleh
Notaris dan para saksi pada akhir akta tersebut. Dari kalimat tersebut dengan
jelas dapat diketahui bahwa pembacaan dan penandatanganan akta merupakan
suatu perbuatan yang tidak terbagi - bagi dengan suatu hubungan yang tidak
terpisah - pisah. Dengan perkataan lain, tidak diperkenankan bahwa penghadap
yang satu menandatangani akta itu pada hari ini dan penghadap lainnya pada
esok harinya. Penandatanganan akta oleh para penghadap termasuk dalam yang
dinamakan “velijden yan de akte” (pembacaan dan penandatanganan akta).
52

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 43

Universitas Sumatera Utara

42

Apabila penandatanganan akta itu dilakukan pada hari - hari yang berlainan,
maka tentunya pembacaan dan penandatanganannya itu dilakukan pada hari hari yang berlainan pula dan dengan demikian akta itu harus pula mempunyai
lebih dari satu tanggal, hal mana bertentangan dengan bunyi pasal 28 Peraturan
Jabatan Notaris yang mengatakan “segera setelah akta dibacakan”, persyaratan
mana tidak memungkinkan adanya dua tanggal.53Akta itu juga harus
ditandatangani oleh peterjemah apabila didalam pembuatan akta tersebut harus
ada penterjemah.54
Apabila dalam suatu pembuatan akta terdapat saksi pengenal (attesterend)
maka saksi pengenal tidak diwajibkan untuk menandatangani akta, akan tetapi
apabila saksi pengenal menghendaki untuk menandatangani akta itu, maka untuk
itu tidak terdapat keberatan. Sedangkan saksi instrumentair atau saksi dari
karyawan notaris wajib menandatangani akta tersebut.
Seperti diuraikan diatas, dalam pembuatan akta harus ditandatangani oleh
penghadap. notaris dan saksi. Saksi dan Notaris wajib membubuhi tandatangan
dalam akta tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (2) huruf d jo Pasal
44 UUJN. Jadi saksi wajib untuk bisa membubuhi tandatangan dan apabila tidak
bisa membubuhi tandatangan, tidak diperkenankan menjadi saksi dalam
pembuatan akta.

53
54

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1992), hal.168
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 44 ayat(3)

Universitas Sumatera Utara

43

Para penghadap harus menandatangani sendiri, artinya tandatangan itu harus
dibubuhi oleh para penghadap sendiri dan tidak diwakilkan kecuali telah
dikuasakan kepada orang lain, karena akan berakibat tandatangan tersebut
dianggap tidak ada.
Dalam hal para penghadap tidak bisa membubuhkan tandatangan, maka
menurut Pasal 44 ayat (1) UUJN dibolehkan dengan menyebutkan alasannya, dan
alasan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta. Sebagaimana telah
diuraikan, bahwa semua akta harus ditandatangani oleh Notaris dan
penandatanganan itu tidak dapat diwakilkan.
Dalam hal penandatanganan akta oleh notaris pengganti, pengertiannya bukan
pengganti pembubuhan tandatangan pada akta notaris yang digantikan,
melainkan akta notaris yang dibubuhi tandatangan oleh notaris pengganti adalah
akta yang dibuat oleh si notaris pengganti tersebut. Selanjutnya selain harus
membubuhi tandatangan, saksi juga harus mampu membubuhi paraf pada setiap
halaman minuta akta notaris.55 Dari uraian tersebut diatas, Nampak bahwa
apabila dalam suatu akta Notaris tidak terdapat kelengkapan ketentuan
tandatangan dan paraf dari saksi yang ditetapkan oleh UUJN, maka berakibat
akta notaris tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah
tangan.

55

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 16 ayat(7)

Universitas Sumatera Utara

44

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping
sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak;
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam point b diatas, serta tercantum
dalam Pasal 40 ayat (2) UUJN dan Pasal 1909 jo Pasal 1910 KUHPerdata, maka
tidak diperkenankan menjadi saksi orang yang mempunyai hubungan darah
dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke
samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. Ketentuan
tersebut cukup beralasan agar akta yang dibuat oleh notaris tidak akan
menimbulkan suatu keadaan yang berpihak pada salah satu penghadap, selain itu
untuk menjaga keadaan yang netral dari peresmian akta tersebut.
f. Saksi harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau
diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh
penghadap.
Pasal 40 ayat (3) UUJN menyebutkan bahwa saksi harus dikenal oleh Notaris
atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada notaris oleh penghadap. Pengertian dari istilah dikenal
tidak dijelaskan secara tegas dalam UUJN. Ahli hukum Tan Thong Kie mengutip
pendapat J.C.H. Mellis bahwa pengertian dari istilah dikenal dalam arti yuridis,
artinya ada kesesuaian antara nama dan alamat yang disebutkan oleh yang
bersangkutan di hadapan notaris dan juga dengan bukti - bukti atau identitas atas
dirinya yang diperlihatkan kepada notaris. Mengenal juga berarti penunjukkan

Universitas Sumatera Utara

45

orang dalam akta harus sama dengan penunjukkannya, yang dengannya ia dapat
dibedakan dan diindividualisasim dari orang – orang dalam masyarakat.56
G.H.S. Lumban Tobing memberikan pengertian dari istilah dikenal tersebut
ialah bahwa nama dari orang - orang yang dicantumkan dalam akta itu benar benar adalah sama dengan orang - orang yang bertindak sebagai saksi - saksi
pada pembuatan akta itu; mereka yang nama namanya disebut dalam akta itu
harus sesuai dengan orang - orang, sebagaimana mereka itu dikenal didalam
masyarakat, nama - nama yang memperkenalkan saksi kepada notaris dalam
pembuatan akta harus dinyatakan dalam akta tersebut. Jadi pengenalan oleh
notaris atau memperkenalkan kepada notaris harus diberitahukan dalam akta
yang bersangkutan.57 Bahwa yang dimaksud sebenarnya (menghadap) adalah
kehadiran yang nyata (verschijnen) secara fisik atau digunakan kata menghadap,
terjemahan dari verschijnen.58 Selanjutnya sebagaimana telah diuraikan diatas
dalam hal

Notaris tidak

mengenal saksi

yang

kemudian

penghadap

memperkenalkan saksi tersebut kepadanya, maka Notaris memperoleh data dari
penghadap yang menerangkan tentang identitas dan kewenangannya dari para
saksi tersebut. Notaris dalam upaya memperoleh keterangan tentang identitas dan
keterangan para saksi harus melihat kebenaran dari identitas orang tersebut,
karena menurut ketentuan Pasal 40 ayat (3) UUJN harus menyebutkan identitas
dan kewenangan dalan akta. Khususnya nama, alamat dan pekerjaan dari saksi.
56

Habib Adjie, Op.Cit., hal.184
Lumban Tobing, Op.Cit., hal.181
58
Habib Adjie, Op.Cit, hal.147

57

Universitas Sumatera Utara

46

Jadi Notaris harus dapat memperoleh jaminan bahwa keterangan tentang
identitas dan kewenangan dari saksi adalah benar dari saksi yang menghadap
kepadanya bukan identitas dan kewenangan orang lain. Selanjutnya pengenal
atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi harus dicantumkan
secara tegas dalam akta.59
Keberadaan saksi di Indonesia diatur di dalam beberapa peraturan perundangundangan, diantaranya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata,
yakni Pasal 164 sampai Pasal 172 Bab kesembilan HIR stb.1941 Nomor 44, yang
mengatur tentang saksi dalam suatu pemeriksaan perkara dalam proses
persidangan untuk perkara perdata yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri.
Selain itu terdapat pula dalam Rbg. Stb.1927 No.227 tentang saksi pada bab
keempat tentang tata cara mengadili perkara perdata dalam tingkat pertama
menjadi wewenang Pengadilan Negeri serta Bab kelima tentang bukti dalam
perkara perdata. Selanjutnya tentang saksi juga diatur di dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata pada Buku keempat Bab ketiga tentang pembuktian dan
saksi dalam Pasal 1895 KUHPerdata, 1902 KUHPerdata, dan Pasal 1904 sampai
1912 KUHPerdata.
Dalam buku keempat bab ke satu Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah alat bukti yang sah.60
Sebagai alat bukti yang sah, saksi adalah seorang yang memberikan kesaksian,
59

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Penjelasan Pasal 40 ayat(4)
Pasal 1866, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetboek), Diterjemahkan
oleh R.Subekti (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004)
60

Universitas Sumatera Utara

47

baik dengan lisan maupun secara tertulis atau tanda tangan, yakni menerangkan
apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen), baik itu berupa perbuatan atau
tindakan dari orang lain atau suatu kejadian.61
Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik secara lisan maupun
secara tertulis, yaitu menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen),
baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan
ataupun suatu kejadian; orang yang memberi penjelasan di dalam sidang
pengadilan untuk kepentingan semua pihak yang terlibat di dalam perkara
terutama terdakwa dan pendakwa; orang yang dapat memberikan keterangan
tentang segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dialami sendiri untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan mengenai suatu perkara
pidana.62
Semua orang cakap dapat bertindak sebagai saksi. Sebagaimana yang
dimaksud didalam pasal 1909 KUHPerdata, dan apabila telah dipanggil dengan
sah dan patut menurut hukum, wajiblah ia mengemukakan kesaksiannya di muka
pengadilan. Apabila tidak mau datang atau datang tetapi tidak mau memberikan
kesaksian, ia dapat dikenakan sanksi-sanksi. Selanjutnya di dalam Pasal 1909
KUHPerdata, Pasal 146 HIR, Pasal 174 RBg terdapat beberapa kelompok yang
mempunyai hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) sebagai saksi. Pada
dasarnya mereka cakap (capable) jadi saksi, oleh karena itu memikul kewajiban

61
62

G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta:Erlangga, 1992), hal.168
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet.IV, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009), hal.415

Universitas Sumatera Utara

48

hukum (legal obligation) menjadi saksi, dan terhadap mereka berlaku tindakan
pemaksaan (compellable) untuk hadir dalam persidangan. Pasal 146 HIR
menentukan terdiri dari:63
Saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan
dari salah satu pihak.
a. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan
perempuan dari laki-laki atau istri dari salah satu pihak.
b. Semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang sah
diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya mengenai hal.
demikian yang dipercayakan padanya.
Seperti yang dijelaskan, pada dasarnya kelompok ini cakap sebagai saksi
sehingga secara yuridis pada diri mereka melekat kewajiban hukum dan
sekaligus dapat dipaksa menjadi saksi. Namun pasal 146 HIR, Pasal 1909
KUHPerdata, memberi hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) untuk
menjadi saksi. Secara spesifik orang yang termasuk dalam kelompok ini terdiri
dari orang-orang:
a. Karena kedudukan,
b. Karena pekerjaan, atau
c. Karena jabatan.
Orang-orang ini dibenarkan hukum mengundurkan diri sebagai saksi. Artinya
mereka dapat menyatakan dengan tegas kepada Hakim dalam sidang pengadilan,
63

Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 666-667

Universitas Sumatera Utara

49

mengundurkan diri sebagai saksi. Berdasarkan pernyataan itu, Hakim dapat
membebaskan yang bersangkutan dari kewajiban hukum menjadi saksi. Semua
orang yang cakap untuk menjadi saksi diwajibkan memberikan kesaksian. Bahwa
memberikan kesaksian itu merupakan suatu kewajiban, dapat dilihat dari
diadakannya sanksi-sanksi terhadap seorang yang tidak memenuhi panggilan
untuk dijadikan saksi. Menurut Undang-Undang orang itu dapat dihukum untuk
membayar biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memanggil saksi, secara
paksa dibawa ke Pengadilan, dan dimasukkan dalam penyanderaan (gijzeling).64

64

Irenrera Putri, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Karyawan Notaris sebagai Saksi
dalam Peresmian Akta, diakses dari http:/www.google.com/lib.ui.ac.id/file digital/131194-T, pada
tanggal 17 februari 2016

Universitas Sumatera Utara