Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Camat Stabat Kabupaten Langkat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih

yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu
tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang /
beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut
dengan bawahan. Dalam organisasi terdapat tiga unsur utama yaitu unsur manusia
(people), tujuan (purpose), dan rencana (Plan). Dari unsur-unsur utama yang ada
pada organisasi, unsur manusia adalah unsur yang paling penting karena manusia
adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk dari organisasi tersebut.
Unsur manusia itu sendiri dalam organisasi terbagi menjadi atasan (pemimpin)
dan bawahan (pegawai).
Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan
jalannya roda organisasi, karena tanpa adanya faktor kepemimpinan yang
berfungsi sebagai penggerak dalam pelaksanaan segala kegiatan, maka pencapaian
tujuan organisasi tidak akan berhasil. Dalam menjalankan kepemimpinan tersebut,

tentu ada seorang pemimpin yang mengatur/ mengelola suatu organisasi agar
organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya.
Sondang P. Siagian (2003: 47) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang yang menduduki jabatan atau sebagai pimpinan satuan
kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya untuk

Universitas Sumatera Utara

berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif
untuk memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Pimpinan sebagai pengelolah sumber daya manusia memiliki ciri, sifat dan
sikap serta prilaku dan strategi dalam mempengaruhi bawahannya yang disebut
sebagai gaya kepemimpinan yang dengannya ia dapat bekerjasama dan dapat
menekan kemungkinan konflik yang akan terjadi didalam kelompok kerja
sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini pengaruh seorang
pimpinan sangat menentukan, karena untuk merealisasikan tujuan suatu organisasi
seorang pemimpin perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
situasi kerja yang dihadapi. Adanya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan
kondisi dan situasi organisasi maka pegawai akan lebih bersemangat dalam
menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan peraturan dalam mencapai tujuan

organisasi. Namun, setiap pemimpin juga bisa memiliki gaya kepemimpinan yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak juga bahwa gaya
kepemimpinan yang satu lebih baik ataupun lebih buruk dari gaya kepemimpinan
yang lainnya.
Didalam suatu organisasi atau kantor, kerjasama yang baik diantara para
pegawai adalah suatu hal yang penting. Demikian juga kerjasama antara pegawai
terhadap pemimpin perlu terus ditingkatkan agar tercipta suatu kerjasama yang
serasi, dimana masing-masing pihak saling menghormati, saling mengerti akan
hak dan kewajibannya, dan dapat bekerjasama dalam melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, diperlukan
pimpinan yang berinisiatif untuk bertindak dan menghasilkan suatu pola kerja

Universitas Sumatera Utara

yang konsisten untuk dapat mempengaruhi bawahannya dalam menyelesaikan
tugas bersama yang diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi.
Dalam mencapai tujuan sebuah organisasi tidak hanya pemimpin yang
menjadi satu-satunya faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang
telah ditetapkan tetapi ada juga faktor bawahan / pegawai yang juga ikut
menentukan. Untuk mencapai tujuan organisasi pegawai harus memiliki rasa

tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya serta memiliki
semangat dan gairah kerja yang tinggi, dimana itu semua merupakan cerminan
dari pegawai yang berdisiplin baik. Kedisiplinan itu sendiri menurut Hasibuan
(2000:190) merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua
peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik
mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas
yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan juga diartikan jika pegawai selalu datang
dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik,
mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kedisiplinan harus ditegakkan karena tanpa dukungan disiplin kerja pegawai yang
baik, sulit bagi organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan
merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Pemimpin merupakan teladan dan panutan bagi para bawahannya sehingga
pemimpin memiliki pengaruh terhadap disiplin atau tidaknya pegawai. Pimpinan
harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dan
perbuatan.Haibuan (2000:190) juga mengatakan dengan teladan pimpinan yang
baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik

Universitas Sumatera Utara


(kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Jadi, pimpinan
jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang
disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan
diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai
disiplin yang baik pula.
Kecamatan Stabat merupakan bagian penting dari badan pemerintah yang
memiliki peranan penting dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Sehinga
seorang camat harus bisa menunjukkan kemampuannya memimpin serta membina
pegawai agar mempunyai displin kerja yang baik guna kelancaran jalannya
pemerintahan kecamatan. Perangkat pemerintahan kecamatan sebagai aparatur
yang berhubungan langsung dengan masyarakat haruslah memiliki tingkat
kedisiplinan yang tinggi yang berkaitan dengan pekerjaan, kerja sama serta
pelayanan terhadap masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
kecamatan.
Dalam pengamatan penulis terlihat bahwa pegawai di Kantor Kecamatan
Stabat memiliki disiplin yang baik. Ditunjukkan dengan selalu hadirnya seluruh
pegawai untuk mengikuti apel pagi pada jam 07.30 WIB dan pada apel siang
pukul 16.00 WIB. Pegawai-pegawai di kantor camat juga memiliki penampilan
yang baik dilihat dari pakaiannya yang sesuai dengan aturan serta mengenakan

atribut-atribut yang lengkap seperti lambang korpri, bed nama serta papan nama.
Pemimpin atau Camat Stabat juga terlihat memberikan teladan yang baik bagi
pegawainya dengan telah hadir sebelum apel pagi dimulai. Sehingga berdasarkan
dengan uraian dan pengamatan diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin
Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat”

1.2

Rumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan dalam penelitian ini dan agar penelitian ini

memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Adapun
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Adakah Pengaruh
Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat?”

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap

perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan di Kantor Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat.

2.

Untuk mengetahui bagaimana disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat.

3.

Untuk mengetahui adakah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin

kerja pegawai di Kantor Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1.

Secara Subjektif

Universitas Sumatera Utara

Penelitian

ini

diharapkan

bermanfaat


bagi

penulis

untuk

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, pengetahuan, wawasan,
serta kemampuan menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan disiplin
Ilmu Administrasi Negara.
2.

Secara Praktis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan
bagi Pemerintahan Kantor Camat Stabat Kabupaten Langkat.

3.

Secara Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kemampuan

berpikir secara ilmiah dan memberikan kontribusi baik secara langsung
maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi
Negara FISIP USU.

1.5

Kerangka Teori
Untuk memudahkan proses penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir

yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti
perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan
dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori (Kerlinger,
2006: 14) adalah seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang
menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci
hubungan-hubungan

antar

variabel


dengan

tujuan

menjelaskan

dan

memprediksikan gejala itu.
Mengacu

pada

pendapat

diatas,

maka

dalam


hal

ini

penulis

mengemukakan beberapa teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

1.5.1 Pemimpin dan Kepemimpinan
1.5.1.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Dalam praktek, kepemimpinan sudah ada semenjak manusia hidup
berkelompok. Namun demikian sebagai ilmu, kepemimpinan baru mendapat
perhatian sejak timbulnya manajemen ilmiah (Scientific Management) yang
dipelopori oleh Frederich Winslow Taylor pada awal abad ke-20 dan dikemudian
hari berkembang menjadi suatu ilmu kepemimpinan.
Pemimpin menurut Kartini Kartono (2005: 38, 57) adalah seorang pribadi
yang memiliki kecakapan dan kelebihan—khususnya kecakapan kelebihan di satu
bidang—, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersamasama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa
tujuan. Kemudian Ordway Tead menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Sedangkan Horward H. Hoyt menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan untuk membimbing orang.
Menurut Inu Kencana (2003: 1-2) kepemimpinan adalah kemampuan dan
kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar
melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang
bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok. Sedangkan
Menurut G. U. Cleeton dan C. W. Mason, “Leadership indicates the ability to
influence men and secure results through emotional appeals rather than through
the

exercise

of

authority”.

(Kepemimpinan

menunjukkan

kemampuan

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil melalui himbauan emosional dan
ini lebih baik dibandingkan dengan melalui penggunaan kekuasaan).
Rivai (2003: 2) menyebutkan bahwa definisi kepemimpinan secara luas
adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya.
Sedangkan menurut Hasibuan (1996: 167) Pemimpin adalah seseorang
yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan
untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi.
Menurut George R. Terry (dalam Sutarto, 2001: 17), “Leadership is the
relationship in which one person, or the leader, influences others to work together
willingly on related tasks to attain that which the leader desires.” (Kepemimpinan
adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi
orang-orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk
mencapai yang diinginkan pemimpin).
Menurut Miftah Thoha (1995: 9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia
baik perorangan maupun kelompok.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah
suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan individu maupun kelompok yang
tergabung dalam suatu organisasi untuk melakukan segala aktivitas atau kegiatan

Universitas Sumatera Utara

demi pencapaian tujuan bersama (individu, kelompok, dan organisasi). Sedangkan
pemimpin adalah orang yang memegang kendali atas suatu organisasi untuk
mempengaruhi bawahan atau pengikutnya agar mau bekerja sama secara efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin adalah
seseorang yang menjalankan proses kepemimpinan.

1.5.1.2 Teori Kepemimpinan
Menurut Pamudji (1992: 145) teori – teori kepemimpinan pada umumnya
berusaha

menerangkan

faktor-faktor

yang

memungkinkan

munculnya

kepemimpinan dan sifat (nature) dari kepemimpinan. Mengikuti berbagai
pendapat tentang teori-teori kepemimpinan yang diajukan sementara, dapat
disimpulkan beberapa teori yang penting seperti dibawah ini.
1.

Teori serba sifat
Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan
serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin
keberhasilan pada setiap situasi.

2.

Teori lingkungan
Telah dikemukakan bahwa teori lingkungan ini mengkonstantir
bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil daripada
waktu, tempat dan keadaan atau situasi dan kondisi. Suatu tantangan atau
suatu kejadian penting dan luar biasa akan menampilkan seseorang untuk
menjadi pemimpin.

Universitas Sumatera Utara

3.

Teori pribadi dan situasi
Teori ini pada dasarnya

mengakui bahwa

kepemimpinan

merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu :
a. Perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin.
b. Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya; dan
c. Kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh
kelompok.
Maka dikemukakan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan
oleh kepribadiannya dengan menyesuaikannya kepada situasi yang
dihadapi.
4.

Teori interaksi dan harapan
Golongan teori ini mendasarkan diri pada variabel-variabel: aksi,
reaksi, interaksi dan perasaan (action, interaction dan sentiment). Seorang
pemimpin menggerakkan pengikut dengan harapan-harapan bahwa ia akan
berhasil, ia akan mencapai tujuan organisasi, ia akan mendapatkan
keuntungan, penghargaan dan sebagainya.

5.

Teori humanistik
Menurut teori ini perlu dilakukan motivasi pada pengikut, dengan
memenuhi harapan-harapan mereka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan
mereka.

6.

Teori tukar-menukar
Teori

ini

berdasarkan

asumsi

bahwa

interaksi

sosial

menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar dalam mana anggotaanggota

kelompok

memberikan

kontribusi

dengan

pengorbanan-

Universitas Sumatera Utara

pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan dengan pengorbananpengorbanan kelompok atau anggota-anggota yang lain.
Menurut Wursanto (2005: 197) dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu
Organisasi menjelaskan teori kepemimpinan adalah bagaimana seseorang menjadi
pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori tentang
kepemimpinan yaitu :
1.

Teori Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila
ia memiliki kelebihan daripada para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu kelebihan
ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.

2.

Teori Sifat
Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang
baik apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat
menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum misalnya
bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai
daya tarik, enerjik, persuasif, komunikatif dan kreatif.

3.

Teori Keturunan
Menurut teori ini, seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan
atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis
akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.

4. Teori Kharismatik

Universitas Sumatera Utara

Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang
tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar). Pemimpin ini
biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.
5.

Teori Bakat
Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa
pemimpin lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang
mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus
dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut
menduduki suatu jabatan.

6.

Teori Sosial
Teori ini beranggapan pada dasarnya setiap orang dapat menjadi
pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia
diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena
masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal
maupun pengalaman praktek.
Dalam buku Miftah Thoha (1995: 32) terdapat beberapa teori
kepemimpinan, yaitu:

1.

Teori sifat (Trait theory)
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman
Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa
pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the Great Man menyatakan
bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi
pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai
pemimpin.

Universitas Sumatera Utara

2.

Teori kelompok
Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa
mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang
positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

3.

Teori situasional dan model kontijensi
Dimulai pada tahun 1940-an ahli-ahli psikologi sosial memulai
meneliti beberapa variabel-situasional yang mempunyai pengaruh terhadap
peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan
kerja dan kepuasan para pengikutnya. Dan akhirnya ia mengetahui bahwa
gaya kepemimpinan yang dikombinasikan degan situasi akan mampu
menentukan keberhasilan pelaksanaan.

4.

Teori jalan kecil – tujuan (path – goal theory)
Seperti telah diketahui secara luas pengembangan teori kepemimpinan
selain berdasarkan pendekatan kontijensi, dapat pula didekati dari teori pathgoal yang mempergunakan kerangka teori motivasi. Hal ini merupakan
pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di suatu pihak sangat dekat
berhubungan dengan motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan
kekuasaan. Setiap teori yang berusaha mensitesakan bermacam-macam
konsep kelihatannya merupakan suatu langkah yang mempunyai arah yang
benar.

1.5.1.3 Gaya dan Tipe Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Boone dan
Kurzt (dalam Anoraga, 1995: 212-213) mendefinisikan gaya kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

sebagai cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin
orang lain. Ada beberapa faktor yang datang menentukan gaya kepemimpinan
yaitu: pemimpin itu sendiri, orang yang dipimpin dan situasi. Gaya kepemimpinan
merupakan fungsi dari ketiga variabel tersebut. Kemudian Fred E Fiedler
mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bergantung kepada situasi
tempat ia bekerja. Model kontingensi menjelaskan bahwa efektifitas seorang
pemimpin ditentukan oleh interaksi anatara orientasi kepada tugas atau karyawan,
dengan beberapa variabel yaitu: (1) Hubungan pemimpin dengan anggotanya, (2)
Struktur tugas, dan (3) kekuatan atau posisi manajer tersebut.
Miftah Thoha (1995: 49-61) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai
norma perilaku yang di gunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. William J. Reddin
mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang berhubungan langsung
dengan efektivitas. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu
selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan
tugas dan hubungan kerja. Sehingga dengan demikian model yang dibangun
Reddin adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan yang mempunyai pengaruh
terhadap lingkungannya. Reddin menyimpulkan bahwa ada gaya yang efektif dan
yang tidak efektif.
1.

Gaya yang efektif
Ada empat gaya yang efektif. Empat gaya itu antara lain:
a. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas
pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan
gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar

Universitas Sumatera Utara

kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantara individu, dan
berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
b. Pecinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan perhatian yang
maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum
terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang mempergunakan
gaya ini mempunyai kepercayaan yang implicit terhadap orang-orang yang
bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan tehadap
pengembangan mereka sebagai seorang individu.
c. Otokratis yang baik ( Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan
perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang minimum
terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini
mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh
yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidak seganan di pihak
lain.
d. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik
tugas maupun hubungan kerja, seorang manajer yang mempergunakan
gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan
memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.
2.

Gaya yang tidak efektif
Ada empat gaya kepemimpinan yang tergolong tidak efektif. Empat gaya itu
anatara lain:
a. Pecinta Kompromi (Compromiser). Gaya ini memberikan perhatian yang
besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan

Universitas Sumatera Utara

pada kompromi. Manajer yang bergaya seperti ini merupakan pembuat
keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya.
b. Missionary. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orangorang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum
terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini
hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
c. Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas
dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak
sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain,
tidak menyenagkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera
selesai.
d. Lari dari tugas (Deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan
perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi
tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini
menunjukkan pasif tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.
Kemudian menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya
participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin
adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain
itu semua pihak dalam organisasi- bawahan maupun pemimpin- menerapkan
hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert
merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut:
1.

Pemimpin bergaya sebagai exploitive-authoritative.
Manajer dalam hal ini sanagat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan
kepada bawahannya. Suka mengeksploitasi bawahan, dan bersikap

Universitas Sumatera Utara

paternalistik.
Pemimpin dinamakan Otokratis yang baik hati (benevolent authoritative).

2.

Pemimpin atau manajer-manajer yang termasuk dalam sistem ini
memnpunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau
memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman,
memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapatpendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi
wewenang dalam proses keputusan.
Gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif.

3.

Manajer dalam hal ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan
biasanya dalam hal kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat
bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusankeputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi
dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak
melakukan partisipasi.
Pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif ( partifipative group).

4.

Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahannya.

Dalam

setiap

persoalan,

selalu

mengandalkan

untuk

mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan
mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara
konstruktif.
Menurut Siagian (2003: 27) terdapat lima tipe kepemimpinan yang diakui
keberadaannya yaitu:
1.

Tipe yang otokratik

Universitas Sumatera Utara

2.

Tipe yang paternalistik

3.

Tipe yang kharismatik

4.

Tipe yang laissez faire

5.

Tipe yang demokratik
Dalam buku Pemimpin dan Kepemimpinan Kartini Kartono (2005: 80)

ada kelompok sarjana yang membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut:
1.

Tipe Kharismatis
Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan
perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal
yang bisa dipercaya.

2.

Tipe Paternalistis dan Maternalistis
Tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain
sebagai berikut:
a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,
atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.
b. Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).
c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri.
d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif.
e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan
kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi
dan daya kreativitas mereka sendiri.

Universitas Sumatera Utara

f. Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar
Sedangkan tipe kepemimpinan yang maternalitas juga mirip dengan tipe
yang paternalistis, hanya dengan perbedaan: adanya sikap over-protective atau
terlalu melindungi yang lebih menonjol, diseratai kasih-sayang yang berlebihlebihan.
3.

Tipe Militeristis
Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang

mencontoh gaya militer. Tetapi jika diliahat lebih seksama, tipe ini mirip sekali
dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami,

bahwa tipe

kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi
militer.
4.

Tipe Otokratis
Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan

paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai
pemain tunggal pada a one-man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi.
Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.
Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan
tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak
buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.
5.

Tipe Laissez faire
Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak

memimpin; dia memberikan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau
sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya.
Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri. Dia

Universitas Sumatera Utara

merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis.
Sebab duduknya sebagai Direktur atau pemimpin – Ketua Dewan, Komandan,
Kepala – biasanya diperolehnya melalui penyogokan, suapan, atau berkat sistem
nepotisme.
6.

Tipe Populistis
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat

yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan
hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan
penghidupan (kembali) Nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N. Eisenstadt
populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional.
7.

Tipe Administratif atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi

secara efektif.

Sedang

para

pemimpinnya teridiri dari teknokrat dan adminstratur-administratur yang mampu
mnggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat
dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah; yaitu
untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan
pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya
perkembangan teknis – yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan
perkembangan sosial di tengah masyarakat.
8.

Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan
pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada

Universitas Sumatera Utara

diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini
bukan terletak pada “ person atau individu pemimpin”, akan tetapi kekuatan justru
terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Menurut Winardi (2000: 79) terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu:
1.

Otoriter
Semua determinasi “policy” dilakukan oleh pemimpin.

2.

Demokratis
Semua “policies” merupakan bahan pembahasan kelompok dan keputusan

kelompok dan keputusan kelompok yang dirangsang dan dibantu oleh pemimpin.
3.

Laisses – Faire
Kebebasan lengkap untuk keputusan kelompok atau individual dengan

minimum partisipasi pemimpin.
Menurut Riberu (1992: 6) yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan
(style) ialah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin, cara ia “berlagak”
dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Menurutnya ada empat gaya
kepemimpinan yaitu:
1.

Gaya Otoriter atau Otokratik
Artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya kepada

bawahan. Gaya yang otoriter menyebabkan seorang pemimpin mengatur
semuanya dari atas, ia mendikte semuanya supaya dikerjakan sesuai kehendaknya.
Ia menjadi seorang diktator.
2.

Gaya Demokratik
Ia sadar bahwa ia mengatur manusia – manusia. Manusia – manusia pada

dasarnya memiliki harkat dan martabat yang sama. Karena itu sang pemimpin

Universitas Sumatera Utara

tetap berusaha menghormati dan memperhitungkan pendapat serta saran orang
lain.
3.

Gaya Paternalistik
Pemimpin paternalistik menganggap bawahannya sebagai “anak yang

belum dewasa”, anak yang tidak mampu menjadi dewasa. Ia yang mengatur, ia
yang mengambil prakarsa, ia yang merencanakan dan ia pula yang melaksanakan
menurut pahamnya sendiri.
4.

Gaya Laissez Faire
Pemimpin tidak banyak turun tangan dan campur tangan. Pemimpin

membiarkan anak buah bertindak sesuka hatinya. Ia tidak mengarahkan, tidak
membimbing, tidak memberikan pedoman pelaksanaan.
Rivai dalam bukunya (2003: 53–121) mengatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk
memepengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula
dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang
disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan adalah
pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun
yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan
kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang
mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara
langsung maupun tidak langsung, tentang keyakian seorang pimpinan terhadap
kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan
strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang

Universitas Sumatera Utara

sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja
bawahannya. Gaya kepemimpinan itu sendiri memiliki tiga pola dasar yaitu:


Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.



Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.



Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Kombinasi dari ketiga pola dasar tersebut akan menghasilkan tipe-tipe utama,
yaitu:
1.

Kepemimpinan Otokratis menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam
mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah
yang paling diuntungkan dalam organisasi.

2.

Kepemimpinan yang Demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung
bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengarahkan diri sendiri.

3.

Kepemimpinan Kendali Bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan,
struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama
pemimpin adalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika
diminta bawahan.

Sementara itu Ki Hajar Dewantoro, merumuskan gaya kepemimpinan sebagai
berikut:
1.

Ing Ngarso sung Tulodo, yang berarti kalau pemimpin itu berada di depan, ia
memberikan teladan;

Universitas Sumatera Utara

2.

Ing Madyo Mangun Karso, yang berarti bilamana pemimpin berada di tengah,
ia membangkitkan tekad dan semangat;

3.

Tut Wuri Handayani, yang berarti bilamana pemimpin itu berada di belakang,
ia berperan kekuatan pendorong dan penggerak.
Dalam buku Inu Kencana (2003: 27-31) ada beberapa gaya dalam

kepemimpinan pemerintahan yang akan diuraikan berikut di bawah ini, antara lain
sebagai berikut:
1.

Gaya Demokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Gaya demokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan
irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan
masyarakatnya dengan memakai metode pembagian tugas dengan bawahan,
begitu juga antar bawahan dibagi tugas secara merata dan adil, kemudian
pemilihan tugas tersebut dilakukan secara terbuka, antar bawahan dianjurkan
berdiskusi tentang keberadaannya untuk membahas tugasnya, baik bawahan
yang terendah sekalipun boleh menyampaikan saran serta diakui haknya,
dengan demikian dimiliki persetuuan dan consensus atas kesepakatan
bersama.

2.

Gaya Birokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Gaya birokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan
irama seseorang pemimpinan pemerintahan dalam menghaapi bawahan dan
masyarakatnya dengan memakai metode tanpa pandang bulu, artinya setiap
bawahan haru diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus,
kerja yang ketat pada aturan (rule), sehingga kemudian bawahan menjadi
kaku tetapi sederhana (zakelijk).

Universitas Sumatera Utara

3. Gaya Kebebasan dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Gaya kebebasan dalam kepemimpianan pemerintahan adalah cara dan
irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan
masyarakatnya dengan memakai metode pemberian keleluasaan pada
bawahan seluas-luasnya, metode ini dikenal juga dengan Laissez faire atau
Liberalism.
4.

Gaya Otokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan
Gaya otokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan
irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan
masyarakatnya dengan memakai metode paksaan kekuasaan (coercive
power).
Sunarto (2005: 34) mengklasifikasikan gaya kepemimpinan sebagai

berikut:
1.

Kharismatik/ non-Kharismatik
Para pemimpin kharismatik bergantung pada kepribadian, kualitas
pemberi semangat serta “aurat”nya. Mereka adalah pemimpin yang
visioner, memiliki orientasi prestasi pengambil resiko yang penuh
perhitungan, dan juga merupakan komunikator yang baik. Adapun para
pemimpin non-kharismatik sangat bergantung pada pengetahuan mereka,
kepercayaan diri dan ketenangan diri, serta pendekatan analitis dalam
menangani permasalahan.

2.

Otokratis/demokratis
Para pemimpin otokratis cenderung membuat keputusan sendiri,
menggunakan posisinya untuk memaksa karyawan agar melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

perintahnya. Adapun para pemimpin demokratis mendorong karyawan
untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
3.

Pendorong/pengawas
Pemimpin yang memiliki sifat mendorong, memberi semangat
kepada karyawan menggunakan visinya dan memberdayakannya untuk
mencapai tujuan kelompok. Adapun pemimpin bergaya pengawas
memanipulasi karyawan agar patuh.

4.

Transaksional/transformasional
Pemimpin transaksional memanfaatkan uang, pekerjaan dan
keamanan pekerjaan untuk memperoleh kepatuhan dari karyawan. Para
pemimpin transformasional memberikan motivasi kepada karyawan untuk
bekerja keras mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
Dalam buku Sthepen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008: 83-95)

terdapat beberapa gaya kepemimpinan yaitu:
1.

Kepemimpinan Kharismatik
Max Weber mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti “anugrah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari seseorang, yang
membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling
tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh
orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang
Illahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai
seorang pemimpin”. Para pengikut memandanag sebagai sikap heroik atau
kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati prilaku tertentu.

Universitas Sumatera Utara

2.

Pemimpin tingkat 5
Pemimpin yang sangat ambisius dan terarah, tetapi ambisi tersebut
diarahan untuk kepentingan perusahaan dan bukan untuk diri sendiri.
Disebut sebagai pemimpin tingkat 5 karena mereka memiliki empat sifat
dasar kepemimpinan—kemampuan perseorangan, keahlian tim, kompetensi
manajerial, dan kemampuan menstimulasi orang lain untuk mencapai
kinerja yang tinggi—ditambah dimensi kelima: gabungan kerendahan hati
dan cita-cita profesional.

3.

Pemimpin Transaksional
Pemimpin mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada
tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas
mereka.

4.

Pemimpin Transformasional
Pemimpin menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan
kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu
memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri pengikutnya.

5.

Pemimpin Autentik
Pemimpin yang mengenal betul diri mereka, sangat memahami
keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai
dan keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan
memandang mereka sebagai orang yang etis.

Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Disiplin Kerja
1.5.2.1 Pengertian Disiplin
Disiplin menurut Siagian (1993: 305) merupakan tindakan manajemen
untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan
tersebut dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk
pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan
perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha
bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan
prestasi kerjanya.
Rivai dan Sagala (2011: 82) mengatakan bahwa disiplin kerja adalah suatu
alat yang digunakan oleh para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya
untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan
perusahan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Sedangkan menurut Hasibuan (2000: 190) kedisiplinan adalah kesadaran
dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma
sosial yang berlaku. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan
pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaanya dengan baik,
mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja,
semangat kerja, dan terwujudnya tujuan individu dan organisasi. Oleh karena itu,
setiap pemimpin selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang

Universitas Sumatera Utara

baik. Seorang pemimpin dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para
bawahannya berdisiplin baik.
Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2012: 86-87) disiplin adalah
sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma –
norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan
mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi
penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan
menurut Terry disiplin merupakan alat penggerak karyawan. Agar tiap pekerjaan
dapat berjalan dengan lancar, maka harus diusahakan agar ada disiplin yang baik.
Terry kurang setuju jika disiplin hanya dihubungkan dengan hal – hal yang kurang
menyenangkan (hukuman), karena sebenarnya hukuman merupakan alat paling
akhir untuk menegakkan disiplin. Kemudian Latainer mengatakan bahwa disiplin
sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan
menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada
keputusan, peraturan, dan nilai – nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Dalam
arti sempit, biasanya dihubungkan dengan hukuman. Padahal sebenarnya
menghukum seorang karyawan hanya merupakan sebagian dari persoalan disiplin.
Hal demikian jarang terjadi dan hanya dilakukan bilamana usaha – usaha
pendekatan secara konstruktif mengalami kegagalan.
Menurut Sulistiyani (2009: 290) disiplin (discipline) adalah prosdur yang
mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur.
Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang
teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah
organisasi.

Universitas Sumatera Utara

1.5.2.2 Tujuan Disiplin Kerja
Menurut Sastrohadiwiryo (2002: 292), secara umum dapat disebutkan
bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan
perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan
disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain:
1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku,
baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu
memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang
berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa
perusahaan dengan sebaik-baiknya.
4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada perusahaan.
5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan
harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

1.5.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan (2000: 191) pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya:

Universitas Sumatera Utara

1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal
serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa
tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan sungguhsungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2.

Teladanan Pimpinan
Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik,
jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan
pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.

3.

Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap organisasi atau pekerjaannya.

4.

Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena
ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar
kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan
merangsang terciptannya kedisiplinan karyawan yang baik.

Universitas Sumatera Utara

5.

Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling
efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan organisasi. Dengan
pengawasan melekat berarti

atasan langsung harus aktif dan langsung

mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja
bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar
dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya.
6.

Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan
semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap, dan perilaku
indisipliner karyawan akan berkurang. Berat / ringan sanksi hukuman yang
akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan.
Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk
akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.

7.

Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum
setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah
ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi
karyawan indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh
bawahan.

Universitas Sumatera Utara

8.

Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan
ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahan. Hubunganhubungan itu baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari single
relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya
harmonis. Pimpinan atau manajer harus barusaha menciptakan suasana
hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun
horizontal di antara semua karyawannya. Tercipta human relationship yang
serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Menurut

Singodimedjo (dalam Sutrisno 2012: 89), faktor yang

mempengaruhi disiplin pegawai adalah:
1.

Besar kecilnya pemberian kompensasi.
Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin.
Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa
mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah
dikontribusikan bagi perusahaan.

2.

Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan
perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana
pemimpin dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat
mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat
merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila
tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.

4.

Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan
Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada
keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan
pelanggaran yang dibuatnya.

5.

Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada
pengawasan,

yang

akan

mengarahkan

para

karyawan

agar

dapat

melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah
ditetapkan.
6.

Ada tidaknya perhatian kepada karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara
yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan
penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga
mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri.

7.

Diciptakan kebiasaan –kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Kebiasaan – kebiasaan positif itu antara lain:


Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.



Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.



Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan – pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.

Universitas Sumatera Utara



Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja,
dengan, menginformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun
kepada bawahan sekalipun.

1.5.2.4 Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin PNS
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Kerja Pegawai Negeri Sipil, disiplin pegawai negeri sipil adalah kesanggupan
PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar di jatuhi hukuman disiplin.
Telah disebutkan dan dijelaskan pada PP 53 tahun 2010 bagian kedua pada
pasal 17 tentang tingkat dan jenis hukuman disiplin PNS antara lain:
1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. Hukuman disiplin ringan
b. Hukuman disiplin sedang
c. Hukuman disiplin berat
2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
terdiri dari:
a. Teguran lisan
b. Teguran tulisan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b
terdiri dari :
a. Penundaan kenaikan gaji berskala selama 1 (satu) tahun

Universitas Sumatera Utara

b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c
terdiri dari:
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
c. Pembebasan jabatan
d. Pemberhentian denga hor