Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
SKABIES
2.1.1. Definisi Skabies
Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).
2.1.2. Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim
tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak
masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi
dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap,
2000).
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.
animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).
2.1.3. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Harahap, 2000):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering
salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
5
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi lesi
terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya pada peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Lesi akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau
skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.
Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.
5. Skabies inkognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.
6. Skabies akibat terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
Universitas Sumatera Utara
6
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama generalisata,
eritema dan distrofi kuku. Krusta ini akan melindungi Sarcoptes scabiei di
bawahnya.
2.1.4. Etiologi
Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak
fisik yang erat. Contohnya penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei,
tempat tidur dan sebagainya. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2 – 3 hari dan
pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relatif 40 – 80% (Harahap, 2000).
Sarcoptes scabiei betina besarnya 330 – 450 µ, sedang yang jantan lebih kecil dari
yang betina, bentuknya bulat, memiliki punggung yang cembung, dan bagian
perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata
(Sembiring, 2011 dan Handoko, 2007).
Gambar 1. Sarcoptes scabiei dewasa betina memiliki warna putih kotor.
Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006
Siklus hidup tungau ini adalah Sarcoptes scabiei jantan dan betina
mengadakan kopulasi pada permukaan kulit inang, setelah kopulasi yang jantan
akan mati, walaupun ada beberapa ditemukan masih hidup pada terowongan yang
dibuat betina maupun terowongan yang dibuatnya sendiri. Betina setelah kopulasi
akan membuat terowongan pada stratum corneum, pembuatan terowongan
Universitas Sumatera Utara
7
dilakukan pada malam hari, panjang terowongan bisa mencapai 3 cm. Dalam
terowongan betina akan bertelur selama 4-6 minggu jumlah telur bisa mencapai
kira-kira 40 butir. Selama hidupnya yang betina tidak pernah meninggalkan
terowongan tersebut, dan setelah habis masa bertelurnya akan mati. Telur-telur
akan menetas setelah 3-2 hari dan keluar larva yang telah mempunyai 3 pasang
kaki. Kemudian larva akan meninggalkan terowongan dan bergerak bebas di
permukaan inangnya kemudian akan membuat terowongan baru walaupun ada
sebagian menempati terowongan induknya (Sembiring, 2011).
Setelah 2-3 hari larva ini akan menjadi nimfa. Yang jantan nimfanya
hanya 1 kali saja, sedang yang betina mengalami stadium nimfa 2 kali. Siklus
hidup memakan waktu selama 12-14 hari, bentuk dewasa betina hidup selama 4-6
minggu, bila host mati maka dalam tempo 2-3 hari tungau akan mati. Masa
ikubasi skabies ini kira-kira 1 minggu dengan gejala gatal-gatal yang disebabkan
oleh sekresi toksik dan tinja Sarcoptes scabiei (Sembiring, 2011).
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2. Siklus Hidup dari Sarcoptes scabiei.
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2010
2.1.5. Patogenesis
Tungan betina yang hamil, menggali terowongan di Stratum korneum,
kemudian meletakkan telur dan butiran tinja (skibala) dibelakangnya seiring
dengan gerakan majunya (Goodheart, 2009).
Peletakan telur, butiran tinja, dan sekresi lain memicu reaksi iritasi dan
alergi, yang merupakan penyebab timbulnya gatal dan reaksi hipersensitivitas tipe
IV (lambat) yang terjadi sekitar 30 hari setelah infestasi (Goodheart, 2009).
2.1.6. Gejala Klinis
Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam
hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang mengutarakan keluhan
seperti itu (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Universitas Sumatera Utara
9
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, terowongan dan ruam
skabies. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki, bagian samping
jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki.
Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berlikuliku, dan ada vesikel pada salah satu ujungnya yang berdekatan dengan tungau
yang sedang menggali terowongan dan seringkali dikelilingi eritema ringan
(Graham-Brown dan Burns, 2005).
Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama
terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi
alergi tubuh terhadap tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Selain lesi primer tersebut, bisa juga terdapat kelainan sekunder seperti
ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder (Graham-Brown dan Burns,
2005).
Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher, kulit
kepala, dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah papulpapul dan vesikopustul. Papul eritem sering nampak di kulit kepala dan telapak
kaki (Johnston dan Sladden, 2005).
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan menemukan tungau, telur, atau tinja skabies.
Di lesi yang paling besar kemungkinannya mengandung tungau (biasanya vesikel
di sela jari atau pergelangan tangan) diteteskan minyak mineral, kemudian lesi
dikerok dengan pisau bedah, kerokan lalu diletakkan di kaca obyek yang ditutup
dengan kaca penutup (Goodheart, 2009).
Jangan berusaha untuk melakukan kerokan pada lesi yang terdapat di
penis, dapat dipahami kalau mendekatkan pisau bedah pada daerah ini akan
menimbulkan ketakutan, di samping pada kebanyakan kasus jarang yang bisa
berhasil menemukan tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 3. Skabies pada sela-sela jari
Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006
2.1.8. Pembantu Diagnostik
Untuk membantu penegakkan diagnostik pasti dari skabies dengan dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain (Murtiastutik, 2008):
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi
minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop
pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada
orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skalpel nomor 15 yang
dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial
sehingga tidak terjadi perdarahan atau tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan
pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek
atau ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik,
berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat
dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-koperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah
dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol.
Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui kerusakan stratum korneum dan
terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier
berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan diatas gelas objek
(enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan
mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur.
Perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa
hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang.
Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih
sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal pada penderita yang tidak
kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.9. Diagnosa Banding
Skabies merupakan the great immitator, karena menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya ialah prurigo,
pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain. Setiap dermatitis yang mengenai
daerah areola, selain penyakit paget, harus dicurigai pula adanya skabies. Pada
skabeies krustosa dapat menyerupai dermatitis hiperkeratosis, psoriasis, dan
dermatitis kontak (Harahap, 2000).
2.1.10. Pengobatan
Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan
sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan,
dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan
orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara
simultan diobati juga. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher
sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah
melakukan pengobatan (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Pada
bayi,
orang-orang
lanjut
usia,
dan
orang-orang
dengan
imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher,
sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan,
rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan
dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau
alergenik terkelupas (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium
tungau, harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor
serta tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah
(Handoko, 2009).
Universitas Sumatera Utara
13
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal
setelah dipakai (Handoko, 2009).
2. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada
gejala diulangi seminggu kemudian (Handoko, 2009).
3. Krotamiton.
Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal harus dijauhkan dari mata,
mulut, dan uretra (Handoko, 2009).
4. Permetrin
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 812 jam dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk
skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya
perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu
diberikan antibiotik sistemik (Harahap, 2000).
5. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000). Kekurangannya
yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi (Harahap, 2009).
Universitas Sumatera Utara
14
6. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama pengobatan,
penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang
berlebihan dan takikardi (Harahap, 2000).
7. Malathion
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).
2.1.11. Komplikasi
Bila Skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, maka dapat
timbul dermatitis akibat garukan, erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
selilitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi pada bayi dan anak kecil yang
diserang
skabies
dapat
menimbulkan
komplikasi
pada
ginjal,
yaitu
glomerulonefritis (Harahap, 2000).
2.1.12. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakainan obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis yang baik (Handoko, 2007).
2.2.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Skabies
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui pancaindra
manusia yakni penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.2. Kebersihan Diri
Kebersihan diri berhubungan dengan :
1. Perilaku
Skabies biasanya menyebar melalui kontak antar kulit, dan menjadi
endemi di Panti asuhan dan institusi perawatan serupa lainnya, tempat skabies
menyebar melalui kontak dari orang ke orang dan kemungkinan melalui busana
dan sprei yang tercemar (Goodheart, 2011).
2. Sosial Ekonomi
Skabies paling sering dijumpai pada kondisi lingkungan yang kumuh dan
padat, penyakit ini terdapat diseluruh dunia dan tidak terbatas pada mereka yang
kurang mampu (Goodheart, 2011).
2.2.3. Kelembaban
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1077/MENKES/PER/V/2011 bahwa kelembaban udara terdiri atas kelembaban
kurang yaitu < 40% Rh, kemudian kelembaban normal yaitu 40 60% Rh, serta
kelembaban berlebih yaitu > 60% Rh. Dampak dari kelembaban yang terlalu
tinggi
ataupun
rendah
dapat
menyebabkan
suburnya
pertumbuhan
mikroorganisme.
2.2.4. Kepadatan Penghuni
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
829/MENKES/SK/VII/2009 menyebutkan beberapa kriteria mengenai kesehatan
di dalam ruangan atau kamar yang salah satunya adalah jumlah penghuni ruang
atau kamar harus sesuai persyaratan kesehatan.
Luas kamar tidur minimal 8m² dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur (Alamsyah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.
Panti Asuhan
Pengertian Panti Asuhan
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Panti memiliki beberapa arti
yaitu rumah, tempat, kediaman sedangkan asuhan memiliki arti yaitu bimbingan
(Anwar, 2001).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
SKABIES
2.1.1. Definisi Skabies
Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).
2.1.2. Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim
tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak
masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi
dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap,
2000).
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.
animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).
2.1.3. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Harahap, 2000):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering
salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
5
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi lesi
terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya pada peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi
terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Lesi akan sembuh sendiri bila
menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau
skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.
Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.
5. Skabies inkognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.
6. Skabies akibat terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
Universitas Sumatera Utara
6
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama generalisata,
eritema dan distrofi kuku. Krusta ini akan melindungi Sarcoptes scabiei di
bawahnya.
2.1.4. Etiologi
Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak
fisik yang erat. Contohnya penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei,
tempat tidur dan sebagainya. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2 – 3 hari dan
pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relatif 40 – 80% (Harahap, 2000).
Sarcoptes scabiei betina besarnya 330 – 450 µ, sedang yang jantan lebih kecil dari
yang betina, bentuknya bulat, memiliki punggung yang cembung, dan bagian
perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata
(Sembiring, 2011 dan Handoko, 2007).
Gambar 1. Sarcoptes scabiei dewasa betina memiliki warna putih kotor.
Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006
Siklus hidup tungau ini adalah Sarcoptes scabiei jantan dan betina
mengadakan kopulasi pada permukaan kulit inang, setelah kopulasi yang jantan
akan mati, walaupun ada beberapa ditemukan masih hidup pada terowongan yang
dibuat betina maupun terowongan yang dibuatnya sendiri. Betina setelah kopulasi
akan membuat terowongan pada stratum corneum, pembuatan terowongan
Universitas Sumatera Utara
7
dilakukan pada malam hari, panjang terowongan bisa mencapai 3 cm. Dalam
terowongan betina akan bertelur selama 4-6 minggu jumlah telur bisa mencapai
kira-kira 40 butir. Selama hidupnya yang betina tidak pernah meninggalkan
terowongan tersebut, dan setelah habis masa bertelurnya akan mati. Telur-telur
akan menetas setelah 3-2 hari dan keluar larva yang telah mempunyai 3 pasang
kaki. Kemudian larva akan meninggalkan terowongan dan bergerak bebas di
permukaan inangnya kemudian akan membuat terowongan baru walaupun ada
sebagian menempati terowongan induknya (Sembiring, 2011).
Setelah 2-3 hari larva ini akan menjadi nimfa. Yang jantan nimfanya
hanya 1 kali saja, sedang yang betina mengalami stadium nimfa 2 kali. Siklus
hidup memakan waktu selama 12-14 hari, bentuk dewasa betina hidup selama 4-6
minggu, bila host mati maka dalam tempo 2-3 hari tungau akan mati. Masa
ikubasi skabies ini kira-kira 1 minggu dengan gejala gatal-gatal yang disebabkan
oleh sekresi toksik dan tinja Sarcoptes scabiei (Sembiring, 2011).
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2. Siklus Hidup dari Sarcoptes scabiei.
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2010
2.1.5. Patogenesis
Tungan betina yang hamil, menggali terowongan di Stratum korneum,
kemudian meletakkan telur dan butiran tinja (skibala) dibelakangnya seiring
dengan gerakan majunya (Goodheart, 2009).
Peletakan telur, butiran tinja, dan sekresi lain memicu reaksi iritasi dan
alergi, yang merupakan penyebab timbulnya gatal dan reaksi hipersensitivitas tipe
IV (lambat) yang terjadi sekitar 30 hari setelah infestasi (Goodheart, 2009).
2.1.6. Gejala Klinis
Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam
hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang mengutarakan keluhan
seperti itu (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Universitas Sumatera Utara
9
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, terowongan dan ruam
skabies. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki, bagian samping
jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki.
Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berlikuliku, dan ada vesikel pada salah satu ujungnya yang berdekatan dengan tungau
yang sedang menggali terowongan dan seringkali dikelilingi eritema ringan
(Graham-Brown dan Burns, 2005).
Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama
terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi
alergi tubuh terhadap tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Selain lesi primer tersebut, bisa juga terdapat kelainan sekunder seperti
ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder (Graham-Brown dan Burns,
2005).
Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher, kulit
kepala, dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah papulpapul dan vesikopustul. Papul eritem sering nampak di kulit kepala dan telapak
kaki (Johnston dan Sladden, 2005).
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan menemukan tungau, telur, atau tinja skabies.
Di lesi yang paling besar kemungkinannya mengandung tungau (biasanya vesikel
di sela jari atau pergelangan tangan) diteteskan minyak mineral, kemudian lesi
dikerok dengan pisau bedah, kerokan lalu diletakkan di kaca obyek yang ditutup
dengan kaca penutup (Goodheart, 2009).
Jangan berusaha untuk melakukan kerokan pada lesi yang terdapat di
penis, dapat dipahami kalau mendekatkan pisau bedah pada daerah ini akan
menimbulkan ketakutan, di samping pada kebanyakan kasus jarang yang bisa
berhasil menemukan tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 3. Skabies pada sela-sela jari
Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006
2.1.8. Pembantu Diagnostik
Untuk membantu penegakkan diagnostik pasti dari skabies dengan dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain (Murtiastutik, 2008):
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula
menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi
minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop
pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada
orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan
memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari
telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skalpel nomor 15 yang
dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial
sehingga tidak terjadi perdarahan atau tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan
pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
11
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula
kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek
atau ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik,
berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat
dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-koperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah
dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol.
Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui kerusakan stratum korneum dan
terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier
berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan diatas gelas objek
(enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan
mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur.
Perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa
hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang.
Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih
sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal pada penderita yang tidak
kooperatif.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.9. Diagnosa Banding
Skabies merupakan the great immitator, karena menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya ialah prurigo,
pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain. Setiap dermatitis yang mengenai
daerah areola, selain penyakit paget, harus dicurigai pula adanya skabies. Pada
skabeies krustosa dapat menyerupai dermatitis hiperkeratosis, psoriasis, dan
dermatitis kontak (Harahap, 2000).
2.1.10. Pengobatan
Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan
sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan,
dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan
orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara
simultan diobati juga. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher
sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah
melakukan pengobatan (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Pada
bayi,
orang-orang
lanjut
usia,
dan
orang-orang
dengan
imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher,
sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan,
rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan
dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau
alergenik terkelupas (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium
tungau, harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor
serta tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah
(Handoko, 2009).
Universitas Sumatera Utara
13
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal
setelah dipakai (Handoko, 2009).
2. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini
tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada
gejala diulangi seminggu kemudian (Handoko, 2009).
3. Krotamiton.
Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal harus dijauhkan dari mata,
mulut, dan uretra (Handoko, 2009).
4. Permetrin
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 812 jam dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk
skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya
perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu
diberikan antibiotik sistemik (Harahap, 2000).
5. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000). Kekurangannya
yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi (Harahap, 2009).
Universitas Sumatera Utara
14
6. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama pengobatan,
penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang
berlebihan dan takikardi (Harahap, 2000).
7. Malathion
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).
2.1.11. Komplikasi
Bila Skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, maka dapat
timbul dermatitis akibat garukan, erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima,
selilitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi pada bayi dan anak kecil yang
diserang
skabies
dapat
menimbulkan
komplikasi
pada
ginjal,
yaitu
glomerulonefritis (Harahap, 2000).
2.1.12. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakainan obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis yang baik (Handoko, 2007).
2.2.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Skabies
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui pancaindra
manusia yakni penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.2. Kebersihan Diri
Kebersihan diri berhubungan dengan :
1. Perilaku
Skabies biasanya menyebar melalui kontak antar kulit, dan menjadi
endemi di Panti asuhan dan institusi perawatan serupa lainnya, tempat skabies
menyebar melalui kontak dari orang ke orang dan kemungkinan melalui busana
dan sprei yang tercemar (Goodheart, 2011).
2. Sosial Ekonomi
Skabies paling sering dijumpai pada kondisi lingkungan yang kumuh dan
padat, penyakit ini terdapat diseluruh dunia dan tidak terbatas pada mereka yang
kurang mampu (Goodheart, 2011).
2.2.3. Kelembaban
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer
1077/MENKES/PER/V/2011 bahwa kelembaban udara terdiri atas kelembaban
kurang yaitu < 40% Rh, kemudian kelembaban normal yaitu 40 60% Rh, serta
kelembaban berlebih yaitu > 60% Rh. Dampak dari kelembaban yang terlalu
tinggi
ataupun
rendah
dapat
menyebabkan
suburnya
pertumbuhan
mikroorganisme.
2.2.4. Kepadatan Penghuni
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
829/MENKES/SK/VII/2009 menyebutkan beberapa kriteria mengenai kesehatan
di dalam ruangan atau kamar yang salah satunya adalah jumlah penghuni ruang
atau kamar harus sesuai persyaratan kesehatan.
Luas kamar tidur minimal 8m² dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2
orang tidur (Alamsyah, 2013).
Universitas Sumatera Utara
16
2.3.
Panti Asuhan
Pengertian Panti Asuhan
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Panti memiliki beberapa arti
yaitu rumah, tempat, kediaman sedangkan asuhan memiliki arti yaitu bimbingan
(Anwar, 2001).
Universitas Sumatera Utara