Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mutia Maywinsih Jauhari

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 28 Mei 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl.STM Suka Terang No. 28 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Anglia Bekasi Selatan (1998  2000)

2. SD Negeri Pekayon Jaya V Bekasi Selatan (2000  2006) 3. SMP Negeri 12 Bekasi Selatan (2006  2007)

4. SMP Negeri 2 Medan (2007  2009) 5. SMA Negeri 2 Medan (2009  2012)

6. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012  Sekarang)

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar Dokter Keluarga dan Workshop Sirkumsisi SCOPH PEMA FK USU 2012

2. Pelatihan ACSM TB Untuk Mahasiswa Kedokteran 2014 Riwayat Organisasi : 1. Panitia PORSENI FK USU 2013

2. Anggota SCOPH PEMA FK USU 3. Panitia PORSENI FK USU 2014


(2)

Lampiran 2

Lembar Penjelasan

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Kepada yth : Adik-adik di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan

Dengan Hormat, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Mutia Maywinsih Jauhari

NIM : 120100293

Adalah seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian guna untuk memenuhi persyaratan kelulusan pendidikan yang berjudul “Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat berapa angka kejadian skabies pada Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah pada tahun 2015 serta faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebabnya, penelitian ini tidak menimbulkan kerugian kepada responden dan kerahasiaan semua informasi yang didapatkan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika anda tidak bersedia menjadi responden maka tidak akan ada paksaan dan bisa mengundurkan diri dalam keikut sertaannya di penelitian ini.

Apabila anda setuju, mohon kesediannya untuk menandatangani persetujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan dan untuk ikut dalam pemeriksaan. Atas kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih.

Medan, 2015 Peneliti


(3)

Lampiran 3

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Menyatakan kesediannya untuk menjadi responden penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beridentitas :

Nama :

NIM :

Judul Penelitian : “Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015”

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan merugikan saya sebagai responden maupun peneliti dan kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian.

Medan, 2015 Responden


(4)

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Identitas Responden

Berilah tanda silang (x) pada jawaban anda. Gejala Skabies

1. Apakah adik pernah mengalami gatal-gatal pada kulit seperti pada sela-sela jari tangan atau kaki ataupun bagian tubuh yang lain ?

a. Ya

b. Tidak, lanjutkan ke pertanyaan nomer 4 2. Apakah pada sumber gatal tersebut terdapat luka ?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah gatal pada luka tersebut selalu terjadi pada malam hari ? a. Ya

b. Tidak Pengetahun

4. Apakah adik pernah mendengar penyakit skabies/budukan ? a. Ya

1. Nomer responden :

2. Nama :

3. Usia :

4. Jenis kelamin :


(5)

5. Apakah adik tahu penyebab penyakit skabies/budukan ? a. Ya

b. Tidak

6. Apakah benar penyakit skabies/budukan dapat menyebabkan gatal pada malam hari ?

a. Ya b. Tidak

7. Bagaimana penyakit skabies/budukan dapat ditularkan ? a. Dengan makan dari peralatan makan yang sama

b. Dengan berbagi barang pribadi (handuk, pakaian, dll) yang sama Kebersihan Diri

8. Berapa kalikah adik mandi dalam 1 hari ? a. Kurang dari 2 kali

b. Lebih dari atau sama dengan 2 kali

9. Apakah adik menggunakan sabun mandi jika mandi ? a. Ya

b. Tidak

10.Apakah adik menggunakan sabun secara bergantian ? a. Ya

b. Tidak

11.Jika iya sabun apa yang adik gunakan ? a. Batang

b. Cair

12.Apakah adik membersihkan kuku ketika mandi ? a. Ya

b. Tidak

13.Apakah adik memotong kuku setiap 1 minggu sekali ? a. Ya


(6)

14.Apakah adik selalu menggunakan sepatu dan kaus kaki yang kering ? a. Ya

b. Tidak

15.Apakah adik membersihkan alat kelamin ketika mandi ? a. Ya

b. Tidak

16.Apakah adik membersihkan alat kelamin seusai BAK/BAB ? a. Ya

b. Tidak

17.Apakah adik mengganti pakaian seusai mandi ? a. Ya

b. Tidak

18.Apakah adik sering bertukar pakaian dengan teman ? a. Ya

b. Tidak

19.Apakah adik menggunakan sabun cuci ketika mencuci pakaian ? a. Ya

b. Tidak

20.Apakah pakaian adik selalu di jemur di bawah sinar matahari ? a. Ya

b. Tidak

21.Apakah adik menggunakan handuk sendiri ketika mandi ? a. Ya


(7)

22.Apakah adik menjemur handuk setelah mandi ? a. Ya

b. Tidak

23.Apakah sprei di gunakan bersama-sama ? a. Ya

b. Tidak

24.Apakah sprei diganti setiap 1 minggu sekali ? a. Ya


(8)

Lampiran 5

Lembar Observasi

Nomer Kamar :

Variabel Kriteria

Kelembaban

1. < 40 % Rh 2. 40-60 % Rh 3. <60 % Rh

Kepadatan Penghuni 1. ≥ 8 m² untuk 2 orang


(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Dedi., Muliawati, Ratna., 2013. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anwar, D., 2001. Kamus lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Abditama.

Akmal, Suci, C., Semiarty, R., Gayatri., 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum Palarik Air Pacah Kecamatan Koto Tangah Padang. Diperoleh dari: http://jurnal.fk.unand.ac.id. (Diakses pada 12 Maret 2015).

Center for Disease Control and Prevention (CDC)., 2010. Parasites – Scabies. Available From: http://cdc.gov/parasites/scabies. (Diakses pada 20 Maret 2015).

Chosidow O., 2006. Scabies. The New England Journal of Medicine, 354: 1718 – 1727.

Depkes, Permenkes RI, No. 1077/MENKES/PER/V/2011, Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah (Jakarta: Depkes RI, 2011).

Goodheart, Herbert P., 2009. Skabies: Infestasi Tungau. Dalam: Diagnosis Fotografik & Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Buku kedokteran EGC, Jakarta : 350 – 354.

Graham-Brown R. and Burns T., 2005. Infeksi Ektoparasit. Dalam : Lecture Notes on Dermatology 8th edition. Erlangga, Jakarta: 42 – 47.


(14)

Haeri, U., Kartini & Agustina. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Darul Huffadh di Wilayah Kerja Puskespas Kajuara Kab Bone. Diperoleh dari: http://library.stikesnh.ac.id. (Diakses Pada 2 November 2015).

Handoko R.P., 2009. Skabies. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., and Aisah S. Dalam. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 122 – 125.

Hapsari, Nanda, Intan, Windi., 2014. Hubungan Karakteristik Faktor Lingkungan Dan Perilaku Dengan Kejadian Scabies Di Pondok Pesantren Darul Amanah Desa Kebunan Kecamatan Sukarejo Kabupaten Kendal. Diperoleh dari: http://eprints.dinus.ac.id (Diakses pada 16 November 2015).

Harahap M., 2000.Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta : 109 – 113.

Hegab, Doaa, S., Kato, Abdullah, M., Kabbash, Ibrahim, A., Dabish, Ghada, M., 2015. Scabies among primary schoolchildren in Egypt: sociomedical environmental study in Kafr El-Sheikh administrative area. Dove Press : 105 – 111.

Johnston G. and Sladden M., 2005. Scabies: Diagnosis And Treatment. British Medical Journal, 331: 619 – 622.

Lathifa, M., 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Suspect Skabies Pada Santriwati Pondok Pesantrenmodern Dinniyah Pasia Kec Ampek Angkek Kab Agam Sumatera Barat Tahun 2014. Diperoleh dari:


(15)

Ma’rufi, Isa., Keman, Soedjajadi., Notobroto, Hari, B., 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies. Diperoleh dari: http://journal.lib.unair.ac.id. (Diakses pada 12 Maret 2015).

Murtiastutik D., 2008. Skabies. In: Barakbah J., Lumintang H., and Martodiharjo S. Ed. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Airlangga University Press, Surabaya: 202 – 208.

Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Panahi, Yunes., Poursaleh, Zohreh., Goldust , Mohamad., 2015. The efficacy of topical and oral ivermectin in the treatment of human scabies. Polish Parasitological Society, 61(1), 11 – 16.

Ratnasari, Amajida, F., Sungkar, Saleha., 2014. Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Pesantren X Jakarta Timur. Diperoleh dari: http://download.portalgaruda.org. (Diakses pada tanggal 12 maret 2015).

Romani, Lucia., Koroivueta, Josefa., Steer, Andrew.C. et al. 2015. Scabies and Impetigo Prevalence and Risk Factors in Fiji: A National Survey. PLOS Neglected Tropical Diseases DOI: 10.1371/journal.pntd.0003452.

Sastroasmoro, Sudigdo., Ismael, Sofyan., 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Sembiring, Terang Uji J., Susanna, Dwi., 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press.


(16)

Sistri, Syafni, Yulia., 2013. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren As-Salam Surakarta 2013. Diperoleh dari: http://eprints.ums.ac.id (Diakses pada 12 Agustus 2015).

Wasitaatmadja, S. M, 2007. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., and Aisah S. Ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 3.

Webhealthcenter. 2006. Personal Hygiene. Available From: http://www.webhealtcenter.com. (Accesed 15 Mei 2015).

Wijaya, Y., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Al-Makmur Tungkar Kabupaten 50 Kota. Diperoleh dari: http://repository.unand.ac.id. (Diakses pada 12 Maret 2015).

Yuliandarmaji, Adha., 2013. Pengertian Panti Asuhan Anak. Dibuka pada website: http://adha-westprog.blogspot.com. (Diakses pada 23 Mei 2015).


(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Pengetahuan

Skabies Kebersihan Diri

Kelembaban


(18)

3.2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Pengetahuan Segala sesuatu yang

diketahui oleh anak-anak panti asuhan tentang skabies, jumlah pertanyaan 7 soal.

Hasil ukur :  Baik: Jika nilai

kuesioner responden ≥ 5  Sedang: Jika nilai

kuesioner responden memiliki rentang 3-4  Buruk: Jika nilai

responden ≤ 2

Angket Kuesioner Nominal

Kebersihan Diri

Suatu usaha yang

dilakukan oleh anak panti untuk tetap bersih, usaha tersebut terdiri atas kebersihan tubuh, kebersihan kuku, kebersihan kaki, kebersihan genitalia, kebersihan pakaian,

kebersihan handuk, tempat tidur dan sprei, jumlah pertanyaan 17 soal


(19)

Hasil ukur :  Baik : Jika nilai

kuesioner responden ≥ 11

 Sedang : Jika nilai kuesioner responden memiliki rentang 6-10  Buruk : jika nilai

responden ≤ 5

Kelembaban Kondisi kelembaban setiap kamar yang di tempati anak panti.

 Hasil ukur :

Kelembaban Kurang ( < 40% Rh)

 Kelembaban Baik ( 40% - 60% Rh)  Kelembaban Berlebih

( > 60% Rh)

Obervasi dengan mengguna-kan hygrometer Lembar observasi dan hygrometer Ordinal Kepadatan penghuni

Jumlah anak-anak yang menghuni setiap kamar di panti asuhan.

Hasil ukur :

 Tidak memenuhi syarat : < 8 m² untuk 2 orang  Memenuhi syarat: ≥ 8 m² untuk 2 orang

Observasi dengan mengguna-kan meteran

Lembar observasi dan meteran


(20)

Skabies Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.  Hasil ukur :

 Positif : Bila ditemukan adanya ruam berbentuk papula atau vesikula, pada lokasi contohnya pada sela jari kaki atau tangan, pergelangan tangan.

Dilakukan pemeriksaan fisik


(21)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian yang akan digunakan adalah cross-sectional, yaitu melakukan mengamatan hanya sekali dalam jangka waktu dan tidak tindak lanjut atau follow-up. Dari penelitian ini dapat terlihat bagaimana prevalensi dan gambaran faktor-faktor resiko terjadinya skabies pada anak-anak panti asuhan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei  Oktober 2015. Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak-anak Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan.

4.3.2. Sampel

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling dimana sampel penelitian adalah seluruh populasi anak-anak panti asuhan yang hadir saat pengambilan data dan bersedia menjadi bagian dari penelitian.


(22)

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dimana pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter umum dan juga dengan kuesioner sebagai acuan yang dibagikan oleh peneliti terhadap sampel penelitian untuk mendapatkan jawaban pertanyaan. Kuesioner di uji terlebih dahulu validitas dan reliabilitas.


(23)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas No

Pertanyaan

Total Person Correlation

Status Alpha Status

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0.568 0.447 0.669 0.696 0.696 0.447 0.607 0.696 0.696 0.675 0.675 0.607 0.447 0.696 0.447 0.675 0.568 0.652 0.675 0.607 0.607 0.447 0.652 0.447 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

0.962 Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel


(24)

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data meliputi :

a. Editing secara umum merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan dari isian formulir ataupun kuesioner.

b. Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau bilangan.

c. Data Entry adalah memasukkan data yang merupakan jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang berbentuk kode (angka atau huruf) selanjutnya dimasukkan kedalam program komputer.

d. Cleaning (Pembersihan Data) adalah apabila semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

e. Analisis Data dilakukan pada data yang berasal dari kuesioner responden dengan bantuan komputer dengan program SPSS. Data akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.


(25)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah yang merupakan suatu lembaga sosial yang mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu dan anak-anak fakir miskin serta anak-anak terlantar, berlokasi di Jalan Karya Jaya nomer 267, Gedung Johor, Medan. Panti Asuhan tersebut saat ini menampung 100 orang anak terdiri dari 56 orang laki-laki dan 44 orang perempuan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Jumlah responden yang bersedia mengikuti penelitian ini adalah 87 orang. Adapun karakteristik responden menurut jenis kelamin, kategori usia, dapat dilihat dari tabel-tabel berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (Orang) Peresentase %

Laki-laki 50 57,5

Perempuan 37 42,5

Total 87 100,0

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 50 orang (57,5%), sedangkan perempuan sebanyak 37 orang (42,5%).


(26)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Usia

Usia Kategori Frekuensi (orang) Persentase

5-11 Anak-anak 25 28.7

12-16 Remaja awal 48 55.2

17-25 Remaja akhir 14 16.1

Total 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.3. dapat diketahui bahwa sebanyak 25 orang (28.7%) termasuk dalam kategori anak-anak, kemudian sebanyak 48 orang (55.2%) termasuk dalam kategori remaja awal, dan sebanyak 14 orang (16.1%) termasuk dalam kategori remaja akhir.


(27)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian

Tingkat Pengetahuan Frekuensi (Orang) Persentase (%)

Baik 4 4.6

Sedang 15 17.2

Buruk 68 78.2

Total

87 100.0

Kebersihan Diri

Baik 36 41.4

Sedang 51 58.6

Buruk 0 0.0

Total 87 100.0

Skabies

Iya 48 55.2

Tidak 39 44.8

Total 87 100.0

Kelembaban

Kelembaban Berlebih 74 85.1

Kelembaban Normal 13 14.9

Kelembaban Kurang 0 0.0

Total 87 100.0

Kepadatan Hunian

Memenuhi Syarat 26 29.9

Tidak Memenuhi Syarat 61 70.1


(28)

5.1.3. Distribusi Frekuensi Skabies Dengan Variabel

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Skabies

Total

Iya Tidak

f % f % F %

Laki-laki 31 64.6 19 48.7 50 57.5

Perempuan 17 35.4 20 51.3 37 42.5

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.9. dapat diketahui bahwa frekuensi terjadinya skabies banyak terdapat pada responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 31 orang (64.6%), sedangkan pada perempuan sebanyak 17 orang (35.4%).

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kategori Usia

Kategori Usia

Skabies

Total

Iya Tidak

f % f % F %

Anak-anak 17 35.4 8 20.5 25 28.7

Remaja Awal 26 54.2 22 56.4 48 55.2

Remaja Akhir 5 10.4 9 23.1 16 16.1

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.11. dapat diketahui frekunsi terjadinya skabies banyak pada kategori usia remaja awal sebanyak 26 orang (54.2%), selanjutnya pada kategori usia anak-anak sebanyak 17 orang (35.4%), dan pada kategori usia remaja akhir sebanyak 5 orang (10.4%).


(29)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Pengetahuan

Pengetahuan

Skabies

Total

Iya Tidak

f % f % F %

Baik 3 6.2 1 2.6 4 4.6

Sedang 11 22.9 4 10.3 15 17.2

Buruk 34 70.8 34 87.2 68 78.2

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.12. dapat diketahui bahwa pada 34 responden (70.8%) menderita skabies dan memiliki pengetahuan yang buruk tentang skabies, pada 11 responden (22.9%) menderita skabies dan memiliki pengetahuan yang sedang tentang skabies, sedangkan pada 3 responden (6.2%) menderita skabies dan memiliki pengetahuan baik tentang skabies.

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kebersihan diri

Kebersihan Diri

Skabies

Total

Iya Tidak

f % f % F %

Baik 12 25.0 24 61.5 36 41.4

Sedang 36 75.0 15 38.5 51 58.6

Buruk 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.13. dapat diketahui bahwa 36 responden (36.0%) menderita skabies dan memiliki kebersihan diri sedang, 12 responden (12.0%) menderita skabies dan memiliki kebersihan diri yang baik.


(30)

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kelembaban

Kelembaban

Skabies

Total

Iya Tidak

f % f % F %

Berlebih 47 97.9 27 69.2 74 85.1

Normal 1 2.1 12 30.8 13 14.9

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.14. dapat diketahui bahwa 47 orang (97.9%) yang menderita skabies menghuni ruangan yang memiliki kelembaban berlebih, sedangkan 1 orang (2.1%) yang menderita skabies menghuni ruangan yang memiliki kelembaban normal.

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kepadatan Hunian

Kepadatan Hunian

Skabies

Total

Iya Tidak

F % f % F %

Memenuhi Syarat 10 20.8 16 41.0 26 29.9

Tidak Memenuhi Syarat 38 79.2 23 59.0 61 70.1

Total 48 100.0 39 100.0 87 100.0

Berdasarkan Tabel 5.15. dapat diketahui bahwa 10 orang (20.8%) yang menderita skabies menghuni kamar yang memenuhi syarat, sedangkan 38 orang (79.2%) yang menderita skabies menghuni kamar yang tidak memenuhi syarat.


(31)

5.2. PEMBAHASAN

5.2.1. Pembahasan Karakteristik Responden

Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan, terdapat 100 orang anak yang terdiri dari 56 orang laki-laki dan 44 orang perempuan pada rentang usia 6 sampai dengan 19 tahun. Berdasarkan Tabel 5.2. diketahui bahwa responden yang bersedia mengikuti penelitian adalah sebamyak 87 otang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 37 orang perempuan jumlah responden terbanyak terdapat dalam kategori usia remaja awal yang memiliki rentang usia 12-16 tahun sebanyak 54 orang dimana secara spesifik responden terbanyak berusia 14 tahun sebanyak 15 orang.

5.2.1. Pembahasan Kejadian Skabies Dengan Variabel

a. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat responden dengan jenis kelamin laki-laki yang mengalami skabies sebanyak 31 orang (64.6%), sedangkan responden perempuan yang mengalami skabies sebanyak 17 orang (35.4%), maka peneliti mendapatkan hasil bahwa kejadian skabies lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Akmal, 2013. Yang juga mendapatkan hasil lebih banyaknya skabies terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena anak-anak perempuan pada panti asuhan tersebut memiliki tingkat kebersihandiri yang lebih baik di bandingkan dengan anak-anak laki-laki di panti asuhan tersebut.

b. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kategori Usia

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa skabies banyak terjadi pada golongan usia remaja awal yaitu pada usia 12 sampai 16 tahun, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, 2014 dan Sistri, 2013. Dimana dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa usia merupakan faktor resiko untuk terjadinya skabies, dan kejadian skabies paling banyak di usia 12-14 tahun. Hal ini


(32)

kemungkinan disebabkan karena banyaknya anak-anak golongan usia remaja awal yang terdapat pada panti asuhan tersebut.

c. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa skabies banyak terjadi pada responden yang memiliki pengetahuan yang buruk tentang skabies baik berupa gejala maupun cara penularannya, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Haeri, 2013. Dimana dalam penelitian tersebut mendapati buruknya pengetahuan responden penderita terhadap penyakit skabies tersebut. Namun dari hasil penelitian ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang sedang dan baik tidak akan terkena penularan skabies. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lingkungan panti asuhan yang tidak memadai responden untuk mendapatkan pengetahuan mengenai hal tersebut.

d. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kebersihan diri

Berdasarkan hasil penelitian diketahui tidak adanya responden yang memiliki tingkat kebersihan diri yang buruk, yang terdapat dalam penelitian ini adalah responden yang memiliki kebersihan diri dalam tingkat sedang dan tingkat baik, dan didapati pada responden pemilik kebersihan tingkat sedang banyak mengalami kejadian skabies, hal tersebut tidak sesuai dengan beberapa penelitian yang dilakukan yang menyatakan bahwa pada tingkat kebersihan diri yang buruk yang paling banyak terkena kejadian skabies.

e. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kelembaban

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada banyak responden yang menghuni kamar dengan tingkat kelembaban yang berlebih yang menderita skabies dibandingkan dengan responden yang menderita skabies namun menghuni kamar dengan tingkat kelembaban yang normal. Hal ini sesuai dengan penelitian


(33)

mungkin disebabkan karena padatnya penghuni dan juga barang yang terdapat pada hunian responden serta minimnya ventilasi yang terdapat pada tiap hunian responden.

f. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kepadatan Hunian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa banyak responden yang menderita skabies yang menghuni kamar yang tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomer 829/MENKES/SK/VII/2009 yaitu ≥ 8 m² untuk 2 orang. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya ruangan yang ada pada panti asuhan tersebut.


(34)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Angka kejadian skabies pada anak-anak panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah sangat tinggi, yaitu sebanyak 48 orang (55.2%).

2. Kejadian skabies banyak ditemukan pada anak-anak panti asuhan berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 31 orang (64.6%).

3. Kejadian skabies banyak ditemukan pada anak-anak panti asuhan yang termasuk dalam kategori usia remaja awal, yaitu sebanyak 26 orang (54.2%). 4. Kejadian skabies banyak terjadi pada anak-anak panti asuhan yang memiliki

pengetahuan yang buruk tentang skabies, yaitu sebanyak 34 orang (70.8%). 5. Kejadian skabies banyak terjadi pada anak-anak panti asuhan yang memiliki

tingkat kebersihan diri yang sedang, yaitu sebanyak 36 orang (75.0%).

6. Kejadian skabies banyak terjadi pada anak-anak panti asuhan yang menghuni kamar dengan kadar kelembaban berlebih, yaitu sebanyak 47 orang (97.9%). 7. Kejadian skabies banyak terjadi pada anak-anak yang menghuni kamar dengan

kepadatan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 38 orang (79.2%).

6.2. SARAN

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka dapat disusun beberapa saran yaitu:

1. Bagi pengurus panti asuhan sebaiknya dilakukannya pembinaan dan penyuluhan tentang kebersihan, serta membentuk tim pembimbing dan


(35)

2. Bagi anak-anak panti asuhan sebaiknya dapat lebih meningkatkan kebersihan diri guna mencegah kejadian skabies, seperti tidak menggunakan handuk secara bersama-sama, tidak saling bertukar pakaian dan selalu mandi minimal 2 kali sehari.


(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SKABIES

2.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap, 2000).

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).

2.1.3. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Harahap, 2000):

1. Skabies pada orang bersih

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SKABIES

2.1.1. Definisi Skabies

Skabies adalah infestasi kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis (Goodheart, 2009).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua umur. Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap, 2000).

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misanya anjing (Handoko, 2007).

2.1.3. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Harahap, 2000):

1. Skabies pada orang bersih

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering salah didiagnosis, biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Tungau biasanya hilang akibat mandi secara teratur.


(38)

2. Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi lesi terdapat di muka.

3. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya pada peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Lesi akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.

4. Skabies noduler

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.

5. Skabies inkognito

Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler.

6. Skabies akibat terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.


(39)

7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)

Lesinya berupa gambaran eritrodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema dan distrofi kuku. Krusta ini akan melindungi Sarcoptes scabiei di bawahnya.

2.1.4. Etiologi

Skabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik yang erat. Contohnya penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei, tempat tidur dan sebagainya. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2 – 3 hari dan pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relatif 40 – 80% (Harahap, 2000). Sarcoptes scabiei betina besarnya 330 – 450 µ, sedang yang jantan lebih kecil dari yang betina, bentuknya bulat, memiliki punggung yang cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata (Sembiring, 2011 dan Handoko, 2007).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei dewasa betina memiliki warna putih kotor. Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006

Siklus hidup tungau ini adalah Sarcoptes scabiei jantan dan betina mengadakan kopulasi pada permukaan kulit inang, setelah kopulasi yang jantan akan mati, walaupun ada beberapa ditemukan masih hidup pada terowongan yang dibuat betina maupun terowongan yang dibuatnya sendiri. Betina setelah kopulasi


(40)

dilakukan pada malam hari, panjang terowongan bisa mencapai 3 cm. Dalam terowongan betina akan bertelur selama 4-6 minggu jumlah telur bisa mencapai kira-kira 40 butir. Selama hidupnya yang betina tidak pernah meninggalkan terowongan tersebut, dan setelah habis masa bertelurnya akan mati. Telur-telur akan menetas setelah 3-2 hari dan keluar larva yang telah mempunyai 3 pasang kaki. Kemudian larva akan meninggalkan terowongan dan bergerak bebas di permukaan inangnya kemudian akan membuat terowongan baru walaupun ada sebagian menempati terowongan induknya (Sembiring, 2011).

Setelah 2-3 hari larva ini akan menjadi nimfa. Yang jantan nimfanya hanya 1 kali saja, sedang yang betina mengalami stadium nimfa 2 kali. Siklus hidup memakan waktu selama 12-14 hari, bentuk dewasa betina hidup selama 4-6 minggu, bila host mati maka dalam tempo 2-3 hari tungau akan mati. Masa ikubasi skabies ini kira-kira 1 minggu dengan gejala gatal-gatal yang disebabkan oleh sekresi toksik dan tinja Sarcoptes scabiei (Sembiring, 2011).


(41)

Gambar 2. Siklus Hidup dari Sarcoptes scabiei. Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2010

2.1.5. Patogenesis

Tungan betina yang hamil, menggali terowongan di Stratum korneum, kemudian meletakkan telur dan butiran tinja (skibala) dibelakangnya seiring dengan gerakan majunya (Goodheart, 2009).

Peletakan telur, butiran tinja, dan sekresi lain memicu reaksi iritasi dan alergi, yang merupakan penyebab timbulnya gatal dan reaksi hipersensitivitas tipe IV (lambat) yang terjadi sekitar 30 hari setelah infestasi (Goodheart, 2009).

2.1.6. Gejala Klinis

Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam hari. Hendaklah dicurigai adanya skabies bila seseorang mengutarakan keluhan


(42)

Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, terowongan dan ruam skabies. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki, bagian samping jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki. Masing-masing terowongan panjangnya beberapa milimeter, biasanya berliku-liku, dan ada vesikel pada salah satu ujungnya yang berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowongan dan seringkali dikelilingi eritema ringan (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus, dan paha. Ruam ini merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Selain lesi primer tersebut, bisa juga terdapat kelainan sekunder seperti ekskoriasi, eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher, kulit kepala, dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah papul-papul dan vesikopustul. Papul eritem sering nampak di kulit kepala dan telapak kaki (Johnston dan Sladden, 2005).

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis dipastikan dengan menemukan tungau, telur, atau tinja skabies. Di lesi yang paling besar kemungkinannya mengandung tungau (biasanya vesikel di sela jari atau pergelangan tangan) diteteskan minyak mineral, kemudian lesi dikerok dengan pisau bedah, kerokan lalu diletakkan di kaca obyek yang ditutup dengan kaca penutup (Goodheart, 2009).

Jangan berusaha untuk melakukan kerokan pada lesi yang terdapat di penis, dapat dipahami kalau mendekatkan pisau bedah pada daerah ini akan menimbulkan ketakutan, di samping pada kebanyakan kasus jarang yang bisa berhasil menemukan tungau (Graham-Brown dan Burns, 2005).


(43)

Gambar 3. Skabies pada sela-sela jari

Sumber: The New England Journal of Medicine, 2006

2.1.8. Pembantu Diagnostik

Untuk membantu penegakkan diagnostik pasti dari skabies dengan dilakukan dengan pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain (Murtiastutik, 2008):

1. Kerokan kulit

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau papula menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet.

2. Mengambil tungau dengan jarum

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap (kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsy

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati diiris puncak lesi dengan skalpel nomor 15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.


(44)

4. Kuretase terowongan

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak mineral.

5. Tes tinta Burowi

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-koperatif.

6. Tetrasiklin topikal

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai. Setelah dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier berwarna kuning kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.

7. Apusan kulit

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan diatas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas objek) dan diperiksa dengan mikroskop.

8. Biopsi plong (punch biopsy)

Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau atau telur. Perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal pada penderita yang tidak kooperatif.


(45)

2.1.9. Diagnosa Banding

Skabies merupakan the great immitator, karena menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis bandingnya ialah prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain. Setiap dermatitis yang mengenai daerah areola, selain penyakit paget, harus dicurigai pula adanya skabies. Pada skabeies krustosa dapat menyerupai dermatitis hiperkeratosis, psoriasis, dan dermatitis kontak (Harahap, 2000).

2.1.10. Pengobatan

Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang-orang dengan imunokompromasi, terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher, sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan, rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan-pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yang mengandung tungau alergenik terkelupas (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah (Handoko, 2009).


(46)

Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu: 1. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%)

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai (Handoko, 2009).

2. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)

Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian (Handoko, 2009).

3. Krotamiton.

Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra (Handoko, 2009).

4. Permetrin

Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama 8-12 jam dan kemudian dicuci bersih-bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik (Harahap, 2000).

5. Sulfur

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap, 2000). Kekurangannya


(47)

6. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi (Harahap, 2000).

7. Malathion

Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap, 2000).

2.1.11. Komplikasi

Bila Skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, maka dapat timbul dermatitis akibat garukan, erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selilitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis (Harahap, 2000).

2.1.12. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakainan obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik (Handoko, 2007).

2.2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Skabies 2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan terjadi melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007).


(48)

2.2.2. Kebersihan Diri

Kebersihan diri berhubungan dengan : 1. Perilaku

Skabies biasanya menyebar melalui kontak antar kulit, dan menjadi endemi di Panti asuhan dan institusi perawatan serupa lainnya, tempat skabies menyebar melalui kontak dari orang ke orang dan kemungkinan melalui busana dan sprei yang tercemar (Goodheart, 2011).

2. Sosial Ekonomi

Skabies paling sering dijumpai pada kondisi lingkungan yang kumuh dan padat, penyakit ini terdapat diseluruh dunia dan tidak terbatas pada mereka yang kurang mampu (Goodheart, 2011).

2.2.3. Kelembaban

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 1077/MENKES/PER/V/2011 bahwa kelembaban udara terdiri atas kelembaban kurang yaitu < 40% Rh, kemudian kelembaban normal yaitu 40  60% Rh, serta kelembaban berlebih yaitu > 60% Rh. Dampak dari kelembaban yang terlalu tinggi ataupun rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme.

2.2.4. Kepadatan Penghuni

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/MENKES/SK/VII/2009 menyebutkan beberapa kriteria mengenai kesehatan di dalam ruangan atau kamar yang salah satunya adalah jumlah penghuni ruang atau kamar harus sesuai persyaratan kesehatan.

Luas kamar tidur minimal 8m² dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur (Alamsyah, 2013).


(49)

2.3. Panti Asuhan

Pengertian Panti Asuhan

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Panti memiliki beberapa arti yaitu rumah, tempat, kediaman sedangkan asuhan memiliki arti yaitu bimbingan (Anwar, 2001).


(50)

ABSTRAK

Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering terjadi di kalangan masyarakat terutama anak-anak. Sebagai contoh yaitu permasalahan skabies pada kalangan anak-anak panti asuhan yang masih sering terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan akan berbagai faktor penyebab dari skabies serta kurangnya kesadaran akan kebersihan diri.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa banyak anak-anak panti asuhan yang menderita skabies serta sejauh mana pengetahuan dan kesadaran akan kebersihan diri anak-anak panti asuhan Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan. Metode dalam penelitian ini adalah desktiptif dengan desain cross-sectional dimana teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu total sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 87 orang (100%) menunjukkan bahwa anak-anak panti asuhan Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan yang menderita skabies sebanyak 48 orang (55.2%).

Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa tingginya angka kejadian skabies di karenakan kurangnya pengetahuan akan faktor penyebab dari skabies dan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri.


(51)

ABSTRACT

Scabies is the one of skin disease that most happen in the public especially children. For the example is problem of scabies most happening in children at orphanages because the less knowledge about the risk factors from scabies and also awareness about personal hygiene.

This research purposes to look how many children in orphanages suffering scabies and to look the knowledge of scabies and awareness of personal hygiene in children at orphanages Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan. The medhod in this research is descriptive with cross-sectional design were the technique of the sample is use total sampling.

Based on the results of conducted to 87 people (100%) showed children in orphanage Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan suffering scabies is 48 people (55.2%).

From the results of this research concluded that the high incidence of scabies because the less knowledge about the risk factors from scabies and also awareness about personal hygiene.


(52)

Oleh :

MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(53)

Karya Tulis Ilmiah

Oleh :

MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(54)

(55)

ABSTRAK

Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering terjadi di kalangan masyarakat terutama anak-anak. Sebagai contoh yaitu permasalahan skabies pada kalangan anak-anak panti asuhan yang masih sering terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan akan berbagai faktor penyebab dari skabies serta kurangnya kesadaran akan kebersihan diri.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa banyak anak-anak panti asuhan yang menderita skabies serta sejauh mana pengetahuan dan kesadaran akan kebersihan diri anak-anak panti asuhan Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan. Metode dalam penelitian ini adalah desktiptif dengan desain cross-sectional dimana teknik pemilihan sampel yang digunakan yaitu total sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 87 orang (100%) menunjukkan bahwa anak-anak panti asuhan Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan yang menderita skabies sebanyak 48 orang (55.2%).

Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa tingginya angka kejadian skabies di karenakan kurangnya pengetahuan akan faktor penyebab dari skabies dan kurangnya kesadaran akan kebersihan diri.


(56)

ABSTRACT

Scabies is the one of skin disease that most happen in the public especially children. For the example is problem of scabies most happening in children at orphanages because the less knowledge about the risk factors from scabies and also awareness about personal hygiene.

This research purposes to look how many children in orphanages suffering scabies and to look the knowledge of scabies and awareness of personal hygiene in children at orphanages Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan. The medhod in this research is descriptive with cross-sectional design were the technique of the sample is use total sampling.

Based on the results of conducted to 87 people (100%) showed children in orphanage Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan suffering scabies is 48 people (55.2%).

From the results of this research concluded that the high incidence of scabies because the less knowledge about the risk factors from scabies and also awareness about personal hygiene.


(57)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya yang memberikan saya kesehatan dan juga kesempatan sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang merupakan syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak untuk itu saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Ramona Duma Sari Lubis, Sp.KK, Dr. dr. Blondina Marpaung, SpPD, KR,

Dr. dr. Rodiah Rahmawati Lubis, SpM yang telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini bisa terselesaikan.

3. Kedua orang tua saya, Drs. H. Tantawi Jauhari dan Susi Buswani yang mendokan dan memberikan kasih sayang yang tiada hentinya serta abangda dr. Nofkeny Jauhari yang juga memberikan semangat dan dukungannya kepada saya dalam menyelesaikan pendidikan.

4. Pimpinan dan seluruh staf Yayasan Aman Sosial Al-Washliyah Medan yang telah membantu saya untuk melakukan penelitian.

5. Seluruh teman-teman stambuk 2012 yang saling mendukung dan memberikan bantuannya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu saya harapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Medan, Desember 2015. Penulis,


(58)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR TABEL... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.3.1.Tujuan Umum... 2

1.3.2.Tujuan Khusus... 3

1.4.Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Skabies... 4

2.1.1. Definisi... 4

2.1.2. Epidemiologi... 4

2.1.3. Klasifikasi... 4

2.1.4. Etiologi... 6

2.1.5. Patogenesis... 8

2.1.6. Gejala Klinis... 8

2.1.7. Diagnosis... 9

2.1.8. Pembantu Diagnosis... 10

2.1.9. Diagnosa Banding... 12


(59)

2.1.11. Komplikasi... 14

2.1.12. Prognosis... 14

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies... 14

2.2.1. Pengetahuan... 14

2.2.2. Kebersihan Diri... 14

2.2.3. Kelembaban... 15

2.2.4. Kepadatan Penghuni... 15

2.3. Panti Asuhan... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 17

3.2. Defenisi Operasional... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1. Jenis Penelitian... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 21

4.3.1. Populasi... 21

4.3.2. Sampel... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 22

4.4.1. Data Primer………... 22

4.4.2. Data Sekunder………... 24

4.5. Pengolahan dan Analisan Data... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 25

5.1. Hasil Penelitian... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 25

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 25

5.1.3.Distribusi Frekuensi Skabies Dengan Variable... 28

5.2. Pembahasan... 31

5.2.1. Pembahasan Karakteristik Responden... 31


(60)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 34

6.1. Kesimpulan... 34

6.2. Saran... 34

DAFTAR PUSTAKA... 36 LAMPIRAN


(61)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Sarcoptes scabiei 6

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei 8


(62)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Surat Izin Survei Awal Penelitian Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Persetujuan Penelitian Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 10 Data Induk


(63)

DAFTAR TABEL

Halaman 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin

24

5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Usia

25

5.3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian 26 5.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Jenis Kelamin 27 5.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kategori Usia 27 5.6. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Pengetahuan 28 5.7. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kebersihan

Diri

28

5.8. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kelembaban 29 5.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kepadatan

Hunian


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR TABEL... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.3.1.Tujuan Umum... 2

1.3.2.Tujuan Khusus... 3

1.4.Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Skabies... 4

2.1.1. Definisi... 4

2.1.2. Epidemiologi... 4

2.1.3. Klasifikasi... 4

2.1.4. Etiologi... 6

2.1.5. Patogenesis... 8

2.1.6. Gejala Klinis... 8

2.1.7. Diagnosis... 9

2.1.8. Pembantu Diagnosis... 10

2.1.9. Diagnosa Banding... 12


(2)

vi

2.1.11. Komplikasi... 14

2.1.12. Prognosis... 14

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian skabies... 14

2.2.1. Pengetahuan... 14

2.2.2. Kebersihan Diri... 14

2.2.3. Kelembaban... 15

2.2.4. Kepadatan Penghuni... 15

2.3. Panti Asuhan... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 17

3.2. Defenisi Operasional... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN... 21

4.1. Jenis Penelitian... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 21

4.3.1. Populasi... 21

4.3.2. Sampel... 21

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 22

4.4.1. Data Primer………... 22

4.4.2. Data Sekunder………... 24

4.5. Pengolahan dan Analisan Data... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 25

5.1. Hasil Penelitian... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 25

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 25

5.1.3.Distribusi Frekuensi Skabies Dengan Variable... 28

5.2. Pembahasan... 31


(3)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 34

6.1. Kesimpulan... 34

6.2. Saran... 34

DAFTAR PUSTAKA... 36 LAMPIRAN


(4)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Sarcoptes scabiei 6

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei 8


(5)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Lembar Observasi

Lampiran 6 Surat Izin Survei Awal Penelitian Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Persetujuan Penelitian Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian Lampiran 10 Data Induk


(6)

x

DAFTAR TABEL

Halaman 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin

24

5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kategori Usia

25

5.3. Distribusi Frekuensi Data Hasil Penelitian 26

5.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Jenis Kelamin 27 5.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kategori Usia 27 5.6. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Pengetahuan 28 5.7. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kebersihan

Diri

28

5.8. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kelembaban 29 5.9. Distribusi Frekuensi Kejadian Skabies Dengan Kepadatan

Hunian