Pertanian Kemenyan Di Desa Hutajulu Kecamatan Pollung Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1960-1990

BAB II
DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa
Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960
yang termasuk di dalamnya wilayah dan pemerintahan, penduduk, dan mata
pencaharian. Desa Hutajulu sebenarnya sudah ada sebelum jaman kemerdekaan,
namun, awalnya desa hanya terdiri dari beberapa kampung yang dikepalai oleh
kepala kampung. Bab II ini juga menjelaskan kepada pembaca dimana letak dan
keadaan Desa Hutajulu hingga tahun 1960. Selain itu, juga membahas bagaimana
bentuk pemerintahan dan sistem mata pencaharian masyarakat yang awalnya hanya
pencari rotan dan penggergaji papan dihutan hingga beralih menjadi petani
kemenyan.
Letak desa yang berada pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut,
menjadi salah satu alasan tumbuhnya kemenyan di desa tersebut. Bukti menunjukkan
bahwa kemenyan sudah lama ditemukan keberadaannya di hutan di sekitar Desa
Hutajulu. Perubahan mata pencaharian pada masyarakat Desa Hutajulu terjadi ketika
dikenalnya pohon kemenyan yang bisa menghasilkan lebih dari yang mereka peroleh
selama sebelum tahun 1960. Pekerjaan mencari rotan, dan menggergaji di hutan
merupakan pemicu untuk penanaman kemenyan.


13
Universitas Sumatera Utara

2.1 Wilayah dan Pemerintahan
Desa Hutajulu sudah terbentuk sebelum jaman kemerdekaan, namun pada saat
itu belum dinamai dengan desa. Sebelum jaman kemerdekaan Desa Hutajulu terdiri
dari beberapa perkampungan yang dikepalai oleh seorang kepala kampung (dalam
istilah

batak

disebut

kapala

happung).Selanjutnya

jaman

berkembang,


perkampungan yang sebelumnya dikepalai oleh Kepala Kampung digabungkan
menjadi Nagari yang dikepalai oleh Kepala Nagari.Setelah kemerdekaan Pemerintah
Republik Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Desa, sehingga disepakatilah
beberapa perkampungan yang sebelumnya dikepalai oleh kepala Nagari untuk
dijadikan desa yang dikepalai oleh seorang Kepala Desa.6
Nama Hutajulu dipilih karena wilayah Desa Hutajulu berada tepat di bagian
Ujung (Julu) Kecamatan Pollung atau tepatnya berada di sebelah ujung wilayah yang
didiami oleh kelompok marga marbun. Desa Hutajulu terdiri dari tiga dusun,
memiliki luas wilayah 4.025,05 Ha, dengan perincian sebagai berikut :
1.

Dusun I

: 1.500 Ha

2.

Dusun II


: 1.500 Ha

3.

Dusun III

: 1.025,05 Ha.7

Desa Hutajulu terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun I yang terdiri atas huta
Parmiahan, Lumban Ginjang, Tapian Nauli, Lumban Tonga-Tonga, dan Lumban
Muda. Di Dusun II meliputi Huta Godang, Lumban Sopar, dan Peajojor, sedangkan

6

Op cit, hlm 8.
Ibid.

7

14

Universitas Sumatera Utara

di Dusun III terdisri dari huta Lumban Sinaga dan Sosor Toruan.Sebagian
perkampungan(huta) dinamai dengan nama marga yang dominan berada di kampung
itu seperti perkampungan Lumban Sinaga, karena masyarakat yang berdomisili
mayoritas marga Sinaga. Semua

nama-nama perkampungan di Desa Hutajulu

memiliki makna masing-masing. Nama perkampungan dibuat ketika dulu kampung
tersebut baru dibuka oleh orang yang pertama bermukim atau bertempat tinggal di
perkampungan itu dan yang disebut sibukka huta. Nama perkampungan akan
diberikan oleh sibukka huta dan akan disepakati bersama-sama oleh masyarakat Desa
Hutajulu.8
Hingga tahun 1960 pemerintahan masyarakat di kampung Hutajulu dikepalai
oleh seorang Kepala Kampung yang dipilih langsung oleh masyarakat, yang dianggap
mampu untuk memimpin. Masa jabatan sebagai Kepala Kampung tidak
ditentukan.Ada yang sampai lima tahun, bahkan ada yang delapan tahun. Namun,
ketika Kepala Kampung sudah usia tua maka akan digantikan oleh orang yang
bersedia menjadi Kepala Kampung. Akan tetapi ada juga pergantian Kepala

Kampung bukan karena faktor usia, namun, karena sudah tidak ingin menjabat lagi.
Kepala Kampung tidak digaji dengan uang. Masyarakat hanya memberikan beras
sebagai upah menjadi seorang Kepala Kampung9.

8

Wawancara , Hotben Lumban Gaol, Desa Hutajulu, 10 Juli 2015.
Ibid

9

15
Universitas Sumatera Utara

Desa Hutajulu saat ini masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten
Humbang Hasundutan10,tetapi pada periode kajian ini termasuk bagian dari
Kabupaten Tapanuli Utara. Desa Hutajulu berjarak kurang lebih 7 km arah utara dari
Kantor Camat Pollung, dengan batas-batas desa sebagai berikut :



Sebelah utara berbatasan dengan

: Kecamatan Harian Boho



Sebelah selatan berbatasan dengan

: Desa Huta Paung



Sebelah timur berbatasan dengan

: Desa Ria-Ria



Sebelah barat berbatasan dengan


: Kecamatan Parlilitan

Desa Hutajulu berada pada ketinggian antara kurang lebih 1.300 m diatas
permukaan laut, terdiri dari dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan,
dengan iklim tropis tergolong dingin. Tanah di Desa Hutajulu merupakan tanah
Podzolit. Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan
dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah/dingin. Dengan demikian
sebagian besar lahan di Desa Hutajulu cocok untuk lahan pertanian seperti kopi, padi,
nenas, palawija, dan hortikultura. Keadaan tanahnya tergolong bergelombang, cocok
untuk lahan perkebunan, penghijauan, dan pertanian.11
Sebagian besar lahan yang ada di Desa Hutajulu dimanfaatkan oleh penduduk
untuk kegiatan pertanian dan pemukiman. Bentuk pemukiman desa ini tidak jauh
berbeda dengan desa-desa tetangga yang bersebelahan. Terutama untuk Desa

10

Awalnya Kecamatan Pollung bergabung pada Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten
Tapanuli Utara. Namun, pada tahun 1985 Pollung dipisahkan dari Kecamatan Dolok Sanggul menjadi
membentuk sebuah kecamatan yakni Kecamatan Pollung kabupaten Tapanuli Utara.
11

Data Umum Desa Hutajulu, Op.cit, hlm.10.

16
Universitas Sumatera Utara

HutaPaung, kesamaan bentuk itu sangat jelas terlihat. Hampir keseluruhan
pemukiman masyarakat letaknya disepanjang jalan desa, dan sebagian berada di sisi
bagian dalam desa yang tidak jauh dari jalan lintasan utama.
Desa Hutajulu merupakan desa yang paling ujung di Kecamatan Pollung.
Desa ini bisa kita lewati ketika melintas dari arah Medan menuju Siborong-borong
dan bisa melihat sekaligus pemukiman masyarakat yang berjajar di pinggir jalan
lintasan.Sebelum tahun 1960 untuk menempuh perkampungan-perkampungan yang
berada

jauh

dari

lintasan


sangatlah

susah.

Masyarakat

yang

bermukim

diperkampungan sisi dalam desa tersebut harus melewati sawah dan lahan-lahan
pertanian lainnya untuk sampai pada perkampungan. Jalan menuju kampung masih
kecil dan belum bagus. Sepanjang jalan jarang sekali dan hampir tidak ada ditemukan
rumah masyarakat pada waktu itu. Hanya ada lahan pertanian di samping kiri dan
kanan jalan kecil tersebut. Hal ini dikarenakan setiap pemukiman masyarakat harus
memiliki perkampungan yang sudah dinamai. Biasanya dalam satu perkampungan
didalamnya semua masyarakat yang bermukim masih merupakan kerabat dan
keluarga.
Status kepemilikan tanah di Desa Hutajulu terbagi dalam tiga bagian sebagai
berikut :

1. Milik rakyat

: 4.021,05 Ha

2. Milik Pemerintah

: 4 Ha12

12

Ibid, hlm, 11.

17
Universitas Sumatera Utara

Tanah milik rakyat merupakan tempat pemukiman dan pertanian masyarakat
Desa Hutajulu. Tanah milik rakyat disebut juga sebagai tanah adat, sedangkan
tanahmilik pemerintah ialah hutan lindung seluas empat ha, yang lokasinya berada di
hutan Desa Hutajulu.
Gambar 1

PETA DESA HUTAJULU

Sumber : Reproduksi dari Peta Desa Hutajulu, koleksi penulis.

18
Universitas Sumatera Utara

2.2 Penduduk
Penduduk Desa Huta Julu mayoritas etnik Batak dari sub-etnik Batak Toba,
dengan bahasa sehari-harinya mempergunakan dialek Batak Toba. Penduduk yang
pertama kali bermukim di Desa Hutajulu yaitu Batak Toba yang bermarga Marbun13.
Marga marbun dibagi menjadi tiga bagian yaitu, Lumban Gaol, Lumban Batu dan
Banjar Nahor. Kebanyakan orang yang sudah tinggal di kota, ketika ditanya
marganya akan lebih sering menyebut marga Marbun, karena masyarakat di kota
lebih kenal dengan sebutan ini. Setelah itu akan ditanya kembali masuk dalam marga
Marbun apa apakah Lumban Gaol, Lumban Batu atau Banjar Nahor. Di Desa
Hutajulu, masyarakat langsung memperkenalkan dirinya dengan marga yang dia
miliki, misalnya Lumban Gaol dan tidak menggunakan marga Marbun lagi.
Awalnya mereka datang dari Aek Nauli yang masih satu kecamatan dengan
Desa Huta Julu. Alasan marga marbun datang dan bermukim yakni masyarakat
tersebut melihat bahwa Desa Huta Julu layak untuk dihuni dan sekaligus cocok untuk
lahan pertanian. Namun, pada waktu itu tempat ini belum dinamai Desa Hutajulu
yang masih dalam bentuk perkampungan. Ada juga marga-marga lainnya yang
berada di desa ini yang akhirnya ikut bermukim, seperti Marga Sinaga, Bakkara,
Situmorang dan marga-marga lainnya. Namun, tetap yang dominannya adalah Marga
Marbun.14

13

Hingga tahun berikutnya ada beberapa suku lain yang datang dan menetap di Desa
Hutajulu, seperti suku nias dan suku jawa.
14
Wawancara , Kebestina Lumban Batu, Huta Julu, 12 Juli 2015.

19
Universitas Sumatera Utara

Kehidupan masyarakat Desa Huta Julu sangat kental dengan tradisi-tradisi
peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup
manusia (lahir-dewasa/ berumahtangga-mati).Masyarakat masih sering melakukan
perayaan adat seperti acara kelahiran, kematian, dan pernikahan. Masyarakat Desa
Huta Julu menganut nilai-nilai leluhur yaitu : gotong royong, bekerja keras, dan
dalihan natolu.
Kebudayaan dan adat-istiadat pada masyarakat Desa Hutajulu masih cukup
kental. Tradisi-tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka masih masyarakat
jalankan. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat masih menghormati leluhur
mereka dan nilai-nilai adat-istiadat tidak akan luntur. Adat-istiadat, seperti ketika
acara pernikan atau mangadati masih tetap dilakukan, salah satunya acara manortor
batak yang diiringi dengan musik batak. Manortor salah satu kebudayaan orang
Batak yang diwariskan oleh nenek moyang. Manortor dilakukan ketika acara
pernikahan, acara ulang tahun, acara kematian, dan acara-acara besar lainnya dan itu
masih dijalankan oleh masyarakat Desa Hutajulu.15
Masyarakat Desa Hutajulu mayoritas beragama Kristen, baik Katolik dan
Protestan. Hal ini terbukti karena sudah ada dua gereja yang berada di Desa Hutajulu
sebelum tahun 1960 yakni GerejaHuria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Gereja
Katolik. Gereja HKBP sudah dibangun tahun 1910, sedangkan gereja katolik sudah
ada pada tahun 1950-an. Fasilitas lainnya yang berada di Desa Hutajulu sebelum
tahun 1960 yaitu hanya ada satu sekolah yakni Sekolah Rakyat yang hanya
15

Ibid

20
Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan hingga kelas tiga. Untuk melanjutkan pendidikan sampai kelas enam
harus bersekolah ke Sekolah Rakyat Sambungan (SRS) yang berada di Pollung.
Berdasarkan mata pencaharian, masyarakat Desa Hutajulu umumnya
bertani.Hingga tahun 1960 hanya ada satu orang yang berprofesi sebagai guru yang
mengajar di Sekolah Rakyat, disamping ituada juga yang berprofesi sebagai
pedagang. Namun, yang mendominan adalah bermata pencaharian dari bertani.16
Pada pengkajian ini tidak diperoleh data jumlah penduduk pada tahun 1960,
tetapi dari hasil wawancara dari beberapa tokoh desa bahwa jumlah penduduk Desa
Hutajulu pada tahun 1960 mencapai 500 jiwa dengan jumlah 100 KK (Kepala
Keluarga17.

2.3 Mata Pencaharian
Diatas telah dijelaskan sedikit bahwa masyarakat Desa Hutajulu bermata
pencaharian dari bertani. Masyarakat Desa Huta Julu sebelum tahun 1960, di samping
bertani juga bekerja sebagai pencari rotan di hutan yang dikerjakan oleh laki-laki.
Rotan yang telah dikumpulkan di hutan akan dibawa kembali kerumah dan dijual
kepada penampung. Selain mencari rotan laki-laki juga bekerja sebagai penggergaji.
Mereka dipekerjakan oleh seorang yang disebut toke dan diberangkatkan ke hutan

16
17

Hotben Lumban Gaol, Op cit.
Wawancara , Tongam Lumban Gaol, Desa Huta Julu, 2015.

21
Universitas Sumatera Utara

untuk mengergaji pohon untuk dijadikan

papan. Papan tersebut kemudiandijual

kepada toke yang berada di Desa Hutajulu.18
Pekerjaan mencari rotan dan mengergaji papan di hutan sudah dilakukan sejak
lama oleh masyarakat Desa Hutajulu. Desa yang masih dikelilingi oleh hutan mampu
memenuhi kebutuhan kerja masyarakat. Disamping itu, ketika kaum laki-laki pergi
bekerja ke hutan,ada juga pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan di rumah.
Disamping bertani perempuan melakukan pekerjaan penganyam bayon untuk
dijadikan seperti tikar, tandok, dan tempat nasi19. Hasil anyaman dijual ke pasar,
sebagai penambah penghasilan masyarakat. Tidak semua perempuan mampu
menganyam. Bayon tidak dibeli, tetapi ditanam oleh masyarakat dilahan pertanian
mereka.
Disamping pekerjaan tersebut masyarakat Desa Hutajulu juga bertani seperti
padi, kopi, dan ubi. Penanaman padi sudah dilakukan sejak dulu, sementara
penanaman kopi dikenal mulai pada tahun 1950. Hasil kopi dan ubi dijual ke
pasar,Sementara hasil panen padi tidak dijual, tetapi dijadikan sebagai makanan
sehari-hari. Pertanian tersebut dapat juga membantu perekonomian masyarakat Desa
Hutajulu. Dari hasil mencari rotan, menggergaji papan, menganyam bayon , dan
bertani tidak menjadikan masyarakat memiliki uang banyak.

18

Hotben Lumban Gaol., Op cit.
Bayon dalam bahasa daerah di Toba digunakan sebagai bahan baku untuk membuat tikar
dan sejenisnya. Tandok terbuat dari bahan baku bayon, berupa tempat meletakkan beras sebagai
perlengkapan wanita dalam upacara adat.
19

22
Universitas Sumatera Utara

Selain bemata pencaharian dari bertani, menggergaji papan, dan mencari rotan
di hutan, masyarakat Desa Hutajulu juga beternak. Hewan-hewan yang dipelihara
adalah kerbau, kuda, ayam, itik, babi, dan anjing. Kerbau dan kuda, selain untuk
tujuan untuk dijual dan konsumsi sendiri, juga dipelihara guna membantu pekerjaan
di sawah atau alat transportasi. Kerbau biasanya dijual untuk acara adat yang besar.
Contohnya: acara adat kematian seorang yang sudah tua, begitu juga dengan kuda.
Namun, peranan kuda digunakan untuk transportasi. Masyarakat juga menghasilkan
uang dari beternak. Ternak akan dijual kepasar dan uangnya bisa dipakai untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penanaman padi dilakukan ditanah yang basah atau tanah berair, sementara
lahan yang kering merupakan tempat penanaman ubi-ubian dan kopi. Sistem
penanam padi pada masyarakat Desa Hutajulu masih bersifat tradisional. Panen
hanya satu kali dalam setahun. Penanaman padi dilakukan secara serentak, yaitu pada
bulan September merupakan awal pengolahan lahan sawah. Selanjutnya akan diikuti
sampai proses penanaman padi. Panen padi biasanya jatuh pada bulan Mei-Juni.
Setelah padi dipanen maka lahan sawah akan dibiarkan istirahat selama kurang lebih
tiga bulan, yakni dari bulan Juli sampai dengan awal bulan September. Sistem
pengairan pada lahan padi dilakukan secara irigasi, yakni membuka sumber air dari
hutan agar air berjalan kelahan pertanian padi. Hal ini dilakukan secara gotong
royong oleh masayarakat Desa Hutajulu.

23
Universitas Sumatera Utara

Berbeda dari penanam padi, penanaman ubi dan kopi berada di lahan yang
kering. Ubi bisa ditanam bersebelahan dengan tanaman kopi. Hal ini karena ubi bisa
dipanen dalam beberapa bulan kemudian dan bisa ditanam kembali. Lahan-lahan
kosong dimanfaatkan untuk penanaman ubi-ubian. Selain untuk dijual, ubi juga
merupakan salah satu makanan pengganti nasi yang dikonsumsi oleh masyarakat
Desa Hutajulu. Untuk menghemat beras maka masyarakat jaman dahulu akan
mengkonsumsi ubi terlebih dahulu kemudian akan disusul dengan mengkonsumsi
nasi.

24
Universitas Sumatera Utara