Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Keluarga sebagai Sistem
Sistem merupakan kumpulan dari beberapa bagian fungsional yang saling
berhubungan dan tergantung satu dengan yang lain dalam waktu tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keluarga sebagai sistem mempunyai sub-sistem yaitu anggota, fungsi, peran,
aturan, budaya, dan lainnya yang dipelajari dan dipertahankan dalam kehidupan
keluarga. Adanya keterkaitan hubungan dan ketergantungan antar sub-sistem yang
merupakan unit (bagian) terkecil dari masyarakat dapat memengaruhi suprasistemnya.

2.1.1. Definisi Keluarga
Menurut Fitzpatrick (2004) dalam Lestari (2012), definisi tentang keluarga
setidaknya dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:
1.

Definisi struktural
Keluarga didefinisikan berdasarkan keberadaan atau ketidakberadaan

anggota keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Definisi ini
memfokuskan pada isi dari keluarga sebagai asal usul (families of origin),
keluarga sebagai tempat melahirkan keturunan (families of procreation),
dan keluarga batih (extended family).

2.

Definisi fungsional
Keluarga didefinisikan melalui peran dan fungsi-fungsi psikososial.
Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi, dukungan emosi
dan materi, maupun pemenuhan peran-peran tertentu.

3.

Definisi intersaksional
Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang memiliki rasa kedekatan
satu sama laindengan adanya rasa identitas sebagai keluarga (family
identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa
depan. Definisi ini memfokuskankeluarga dalam melaksanakan fungsinya.


Universitas Sumatera Utara

5

Menurut Patterson (1995) dalam Wong (2008), keluarga menurut pasien
adalah hal yang terpenting mengenai apa yang mereka anggap atau pikirkan
sebagai keluarga. Emosi yang saling terkait, sering kali menghasilkan beberapa
perkembangan konsep baru tentang keluarga.
Berdasarkan teori perkembangan menurut Duvall (1985) dalam Friedman
(1998; 2002), salah satu tahap perkembangan keluarga yaitu tahap VIII (keluarga
lansia) dimana pada tahap ini terjadilah pergeseran peran bekerja menjadi masa
senggang dan persiapan pensiun ataupun pensiun penuh. Pemeliharaan fungsi
pasangan dan fungsi individu yang beradaptasi dengan proses penuaan juga
termasuk lanjutan dalam tahap perkembangan VIII. Halinilah yang menjadikan
individu mempersiapkan diri untuk menghadapi kehilangan pasangan hidup,
saudara kandung ataupun teman sebaya dan menghadapi kematian.

2.1.2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dalam melaksanakan fungsi menggambarkan bentuk
keluarga dalam masyarakat. Menurut Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi

Friedman (1998; 2002), ada empat elemen struktur keluarga, yaitu:
1.

Struktur peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing anggota
keluarga dalam keluarga sendiri (formal) dan perannya di lingkungan
masyarakat(informal).

2.

Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai dan norma yang
dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan.

3.

Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan pola
komunikasi anggota keluarga.

4.


Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota
keluarga untuk memengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk
mengubah perilaku yang mendukung kesehatan.
Berdasarkan

keempat

elemen

dalam

struktur

keluarga,

menurut

Leslie&Korman (1989) dalam Suprajitno (2003) diasumsikan bahwa:
1.


Keluarga merupakan sistem sosial yang memiliki fungsi sendiri.

Universitas Sumatera Utara

6

2.

Keluarga merupakan sistem sosial yang mampu menyelesaikan masalah
individu dan lingkungannya.

3.

Keluarga merupakan suatu kelompok kecil yang dapat memengaruhi
kelompok lain.

4.

Perilaku individu yang ditampakkan merupakan gambaran dari nilai dan
norma yang berlaku dalam keluarga.

Selain itu, berdasarkan tipe keberadaan, keluarga dapat dibagi menjadi

keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Menurut Lee
(1982) dalam Lestari (2012), keluarga inti adalah keluarga yang didalamnya
hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu suami-ayah, istri-ibu, dan anak-sibling.
Keluarga inti yang ditambah dengan anggota keluarga lain (kakek-nenek, pamanbibi, ataupun hubungan orang tua-anak dan saudara yang dapat bersifat biologis,
tiri, adopsi atau asuh) disebut keluarga besar. Dalam keluarga inti maupun
keluarga besar, hubungan setiap komponen bersifat saling membutuhkan dan
mendukung layaknya persahabatan.

2.1.3. Fungsi Keluarga
Keluarga sejahtera dapat dicapai apabila setiap keluarga menerapkan
fungsi- fungsi yang menjadi prasyarat, acuan dan pola hidup setiap keluarga,
dalam upaya membangun kehidupan keluarga yang berkualitas.
Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998; 2002) adalah sebagai
berikut:
1.

Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu dalam mempersiapkan anggota keluarga

berhubungan

dengan

orang

lain.

Fungsi

ini

dibutuhkan

dalam

perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2.

Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social

placement function) adalah fungsi keluarga dalam mengembangkan dan
melatih berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Universitas Sumatera Utara

7

3.

Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4.

Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi dalam
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan
guna memenuhi kebutuhan keluarga.


5.

Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu
fungsi keluarga dalam mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
Di Indonesia, berdasarkan UU No. 10 tahun 1992 jo PP No. 21 tahun

1994, fungsi keluarga dengan bentuk operasional yang dapat dilakukan terbagi
menjadi:
1.

Fungsi keagamaan, mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana
pembinaan kehidupan beragama yaitu beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME. Setiap hal yang dilakukan hendaknya sesuai dengan tuntutan
agama yang dianut, serta membina rasa, sikap, dan praktik kehidupan
keluarga beragama.

2.


Fungsi sosial budaya, mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana
pembinaan dan persemaian nilai-nilai luhur budaya, termasuk normanorma dan budaya masyarakat/bangsa, yang menjadi panutan agar tetap
dapat dipertahankan dan dipelihara.

3.

Fungsi cinta kasih, mempunyai makna bahwa keluarga menjadi tempat
untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam kehidupan yang
akan

menumbuhkan

rasa tanggung

jawab

yang besar terhadap

keharmonisan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat.
4.


Fungsi perlindungan, mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana
terciptanya suasana aman, nyaman, damai dan adil bagi seluruh anggota
keluarga.

Universitas Sumatera Utara

8

5.

Fungsi reproduksi, mempunyai makna bahwa keluarga menjadi tempat
penerapan cara hidup sehat melalui pemahaman dan pengetahuan cara
hidup sehat serta kesehatan reproduksi.

6.

Fungsi sosialisasi dan pendidikan, mempunyai makna bahwa keluarga
adalah

wahana

terbaik

dalam

proses

menyadari,

merencanakan,

menciptakan dan merupakan fondasi pendidikan dan sosialisasi dalam
keluarga.
7.

Fungsi ekonomi, mempunyai makna bahwa keluarga tempat membina
kualitas kehidupan ekonomi dan kesejahteraan keluarga.

8.

Fungsi pembinaan lingkungan, mempunyai makna bahwa keluarga adalah
menciptakan anggota keluarga yang mampu hidup harmonis dengan antar
anggota keluarga, lingkungan masyarakat sekitar dan alam.

2.1.4. Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998; 2002), dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga
dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan kelurga.
Anggota keluarga memandang bahwa seseorang yang bersifat mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Menurut Caplan (1976) dalam Friedman (1998; 2002), dukungan keluarga
terbagi menjadi:
1.

Dukungan informasi
Keluarga

berfungsi

sebagai

kolektor(pengumpul) dan

desiminator

(penyebar) informasi tentang dunia melalui nasehat, saran, usulan,
petunjuk, sugesti dan informasi.
2.

Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing
dan membenahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
identitas keluarga dengan memberikan penghargaan, dukungan dan
perhatian.

3.

Dukungan instrumental

Universitas Sumatera Utara

9

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Diantaranya penyediaan materi seperti uang, barang, makanan dan
pelayanan.
4.

Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Melalui empati,
kepedulian dan perhatian.
Menurut Wright&Leahey (1984; 1995; 2000; 2009) dalam Burchard

(2013), penilaian keluarga dalam Calgary Family Assessment Model (CFAM),
terdiri dari:




Instrumental : aktivitas kehidupan
Ekspressive : emosi, komunikasi verbal dan non-verbal, komunikasi
sirkular,

pemecahan

masalah,

peran,

pengaruh

dan

kekuasaan,

kepercayaan, aliansi dan koalisi.

2.2. Stroke
2.2.1. Definisi
Menurut American Heart Association (2013), stroke adalah karakteristik
klasik defisit neurologis yang dikaitkan dengan cedera fokal akut pada susunan
saraf pusat (SSP) oleh karena pembuluh darah, termasuk infark serebral,
perdarahan intraserebral (Intra Cerebral Hemorrhagic(ICH)), dan perdarahan
subarahnoid (Sub-arachnoids Hemorrhagic (SAH)), dan merupakan penyebab
utama kecacatan dan kematian di seluruh dunia.

2.2.2. Etiologi
Menurut Mardjono, et al (2012), lesi-lesi vaskular regional yang terjadi di
otak sebagian besar disebabkan oleh proses oklusi pada lumen arteri serebral.
Sebagian lainnya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Penyakit vaskular
utama yang menimbulkan penyumbatan ialah aterosklerosis dan arteriosklerosis.
Menurut American Heart Association (2014), 87% dari kasus stroke
disebabkan oleh stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi sebagai hasil dari obstruksi

Universitas Sumatera Utara

10

pembuluh darah yang menyediakan darah ke otak. Penyebab kondisi ini karena
adanya perkembangan deposit lemak di dalam dinding pembuluh darah. Yang
disebut Atherosclerosis. Deposit lemak ini dapat menyebabkan dua jenis
obstruksi, yaitu:
1.

Cerebral thrombosis, yaitu trombus (bekuan darah) yang berkembang dan
menyumbat bagian dari pembuluh darah.

2.

Cerebral embolism, yaitu bekuan darah yang lepas dan beredar dalam
sirkulasi pembuluh darah dan menuju ke pembuluh darah otak dan
menyumbat pada pembuluh darah yang kecil.
Silent cerebral infarction (SCI),atau “silent stroke,” adalah cedera otak

yang disebabkan oleh gumpalan darah yang mengganggu aliran darah di otak. Hal
ini merupakan faktor resiko untuk stroke di masa depan yang dapat menyebabkan
kerusakan otak progresif.
Stroke hemoragik, 13% dari kasus stroke, merupakan hasil dari pembuluh
darah lemah yang pecah dan terjadi perdarahan di sekeliling otak. Darah yang
terakumulasi, menekan sekeliling dari jaringan otak. Terdapat dua jenis stroke
hemoragik, yaitu perdarahan intraserebral (di dalam otak) dan perdarahan
subarahnoid. Kelemahan pembuluh darah pada stroke hemoragik, sering kali
disebabkan oleh:
1.

Aneurysm, pengembungan dari bagian lemah dinding pembuluh darah.
Jika tidak ditangani, aneurysm yang tipis, lemah dan mudah bergerak,
akan berlanjut sampai terjadi robekan dan pecah. Hal ini menyebabkan
terjadinya perdarahan di otak.

2.

Arteriovenous malformation (AVM), merupakan jalinan pembuluh darah
yang abnormal. Malformasi ini menyebabkan perdarahan di otak jika
dinding pembuluh darah yang tipis pecah.

2.2.3. Faktor Resiko
Menurut American Heart Association (2012), faktor resiko dapat dibagi
menjadi faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah, diobati
ataupun dikontrol.

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2.1. Faktor Resiko Stroke
Tidak Dapat Diubah

Dapat Diubah

Usia

Hipertensi

Jenis kelamin

Diabetes melitus

Ras

Merokok

Riwayat keluarga

Penyakit arteri karotis

Riwayat Transient Ischemic Attack atau Fibrilasi atrium
serangan jantung

Penyakit jantung koroner
Kolesterol tinggi
Kurang aktifitas fisik dan obesitas

2.2.4 Patofisiologi
Menurut Prince (2003), gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi
dimana saja di dalam arteri- arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang- cabangnya. Secara umum,
apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan.
Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Hal ini terjadi akibat salah satu dari proses
patologik yang mendasari, seperti:
1.

Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan.

2.

Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah.

3.

Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.

4.

Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.

Universitas Sumatera Utara

12

2.2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000), gejala neurologis yang timbul bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis dapat
berupa:


Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul



mendadak.



hemisensorik).



koma).



ucapan).



Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.




Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami

Disartria (bicara pelo atau cadel).

Ataksia (trunkal atau anggota badan).
Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
Menurut Baehr, et al(2010), cara berkembangnya gambaran klinis terjadi

seiring dengan perjalanan waktu, terutama tergantung pada jenis infark (embolik,
hemodinamik, atau lakunar), tetapi defisit neurologis khas yang terlihat
merupakan fungsi lokasi lesi.
Tabel 2.2 Manifestasi Klinis
Letak Lesi Defisit Neurologis

Manifestasi Klinis

Arteri oftalmika

Iskemia

retina

dan

mononuclear

blindness
Arteri komunikans posterior

Hemianopsia

homonis

kontalateral

Universitas Sumatera Utara

13

dan/atau defisit thalamik
Arteri khoroidea anterior

Hemiparesis

dan

hemihipestesia

kontralateral

serta

hemianopsia

homonim kontralateral
Bifurkasio (“T”) arteri karotis interna

Peningkatan tekanan intrakranial secara
cepat

Arteri serebri media (oklusi cabang Hemiparesis
utama)

dan

hemihipestesia

kontralateral, terutama brakhiofasialis.
Kadang- kadang hemianopsia homonim
kontralateral,
psikologis

dan

defisit

neuro-

antara

lain

afasia

akalkulia,

agrafia,

motorik/sensorik,

dan apraksia motorik jika lesi pada
hemisfer

dominan,

konstruktif

dan

atau

apraksia

kemungkinan

anosognosia jika terjadi pada hemisfer
non-dominan.
Arteri serebri media (oklusi cabang- Lesi pada girus frontalis inferior atau
cabang perifer)

girus angularis, menyebabkan afasia
motorik atau sensorik (kanan), apraksia
konstruktif,

anosognosia

(kiri),

hemianopsia homonim kontralateral.
Arteri serebri anterior

Infark

di

area

sentral

adalah

hemiparesis yang terutama mengenai
tungkai, paresis tungkai terisolasi, dan
paraparesis

(pada

Gangguan

mental

infark

bilateral).

lainnya,

defisit

neuropsikologis (apraksia), disfungsi

Universitas Sumatera Utara

14

kandung kemih (inkontinensia), dan
refleks

primitif

patologis

(refleks

genggam, refleks isap, dan refleks
palmomental).

2.3 Rehabilitasi
2.3.1 Definisi
Rehabilitasi adalah serangkaian langkah-langkah yang membantu individu
yang mengalami, atau mungkin akan mengalami, kecacatan untuk mencapai dan
mempertahankan fungsi yang optimal dalam interaksi dengan lingkungan(WHO,
2011).

2.3.2 Tujuan
Terapi intervensi yaitu rehabilitasi, telah ditetapkan sebagai perawatan
jangka panjang pada usia lanjut untuk mengurangi kecacatan (Forster, 2009).
Rehabilitasi dapat diukur dengan menilai fungsi dan struktur tubuh, aktivitas
dan partisipasi serta faktor lingkungan dan faktor individu. Hal ini dapat dicapai
melalui:




Pencegahan dari kehilangan fungsi tubuh.



Perbaikan dan pemulihan fungsi tubuh.



Penurunan laju dari kehilangan fungsi tubuh.



Perbaikan dari kehilangan fungsi tubuh.
Pemeliharaan fungsi saat ini.

(WHO,2011)
Hasil rehabilitasi juga dapat diukur melalui perubahan penggunaan sumber
daya, misalnya, mengurangi kebutuhan waktu setiap minggu untuk pelayanan
dukungan dan bantuan (Turner-Stokes, et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara

15

Fungsi yang dimaksud dalam rehabilitasi yaitu kemampuan/keterampilan
seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari, aktivitas pekerjaan maupun
perilaku dan interaksi sosial. Rehabilitasi dapat meningkatkan keseimbangan,
postur, dan perubahan dari gerakan atau keterbatasan fungsi, serta penurunan
resiko jatuh (Rees, 2004; Jolliffe, 2009).
Tujuan dari pelayanan rehabilitasi dan program pada saat ini, berdasarkan
keputusan tenaga profesional yang mengevaluasi kecacatan fungsi yaitu
terdapatnya kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, rekreasi yang
signifikan, kegiatan kerja dan aktivitas sosial dalam menentukan kebutuhan
(Béland, 1987 dalam Vincent, et al., 2007).

2.3.3 Tim dan Prinsip
Tim rehabilitasi yang berasal dari disiplin ilmu tertentu dapat bekerja di
berbagai kategori. Rehabilitasi hanya akan berhasil bila tim, pasien dan para
perawat bekerja sama untuk menetapkan tujuan interdisiplin. Selain itu, tim dan
keluarga wajib melakukan pertemuan rutin untuk mendiskusikan gangguan
fungsional serta keberhasilan pasien dalam menjalani rehabilitasi. Anggota tim
terdiri dari:


Dokter rehabilitasi medik
Biasanya sebagai pemimpin tim dan bekerja sama dengan perawat dalam
menentukan kecacatan, dan untuk mengobati dan mencegah secondary



komplikasi.
Fisioterapi
Berfokus pada kelemahan anggota gerak, tonus yang abnormal (flaksid atau



spastik) dan keseimbangan dari pasien.
Terapis okupasi
Mampu mengajarkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari, membimbing



pasien (jika memungkinkan perbaikan) melalui kebersihan pribadi.
Terapis wicara
Berhubungan

dengan

komunikasi

dan

kegiatan

seperti

berbicara,

mengunyah dan menelan.

Universitas Sumatera Utara

16



Perawat
Latihan buang air besar atau kecil, menghabiskan banyak waktu bersama
pasien dan keluarga pasien sebagai anggota tim dengan membantu pasien



dalam aktivitas sehari-hari dan mobilisasi.



Menyediakan teknologi alat bantu yang telah disesuaikan dengan pasien.



Melakukan penilaian kapasitas pasien dalam hal defisit kognitif.

Ortotik prostetik

Neuropsikologis

Petugas sosial
(Pollack, 2002)
Prinsip-prinsip dalam rehabilitasi yaitu:

1.

Bergerak merupakan obat yang paling baik.

2.

Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional dari
pada gerak tanpa ada tujuan tertentu.

3.

Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak
fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal.

4.

Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah
tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri.

5.

Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan.

6.

Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh
kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang
utuh.
(Wirawan, 2009)
Hasil tersebut dapat dicapai bila pasien memiliki motivasi, yaitu indikasi

sikap pasien dan pola sukarela terhadap rehabilitasi. Salah satu yang
mempengaruhi motivasi adalah faktor keluarga, yang tampak sebagai efek yang
positif (Maclean, et al., 2002).

2.3.4 Kegiatan dan Tahapan

Universitas Sumatera Utara

17

Langkah – langkah rehabilitasi medis terdiri dari peningkatan fungsi tubuh
melalui diagnosis dan pengobatan kondisi kesehatan, mengurangi gangguan, dan
mencegah atau mengobati komplikasi (Stucki, 2007 dan Gutunbrunner, 2007).
Hal ini dapat dicapai melalui terapi yang berkaitan dengan mengembalikan
dan mengkompensasi hilangnya fungsi serta memperlambat penurunan fungsi
dalam setiap area dari kehidupan seseorang. Terapis dan pekerja dalam
rehabilitasi, termasuk terapis okupasi, fisioterapi, ortotik prostetik, psikologis,
asisten teknis dan rehabilitasi, petugas sosial, terapis bicara dan berbahasa,
melakukan terapi yang terdiri dari:


Training, exercises, and compensatory strategies.
o Terapi fisik/fisioterapi
o Terapi wicara









o Psikoterapi
Pendidikan.
Dukungan dan konseling.
Modifikasi lingkungan.
Penyediaan sumber daya dan teknologi alat bantu.
(WHO, 2011)

Teknologi alat bantu yang disediakan merupakan setiap jenis, peralatan,
atau produk, yang diperoleh secara komersial, dimodifikasi, ataupun disesuaikan,
yang digunakan untuk meningkatkan, mempertahankan, ataupun membuat
perbaikan kemampuan fungsional seseorang dengan kecacatan (Assistive
Technology Act. United States Congress, 2004).
Tahapan intervensi rehabilitasi medis yang diberikan dibedakan dalam
beberapa fase, yaitu:
a.

Stroke fase akut (2 minggu pertama pasca serangan stroke)
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit. Program rehabilitasi dilakukan setelah kondisi
pasien stabil, 24-72 jam setelah penanganan medik. Terapi dilakukan selama
beberapa jam sampai dengan setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

18

b.

Stroke fase subakut (Antara 2 minggu- 6 bulan pasca stroke)
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
penanganan rehabilitasi yang intensif. Terapi dilakukan seperti hal nya pada
fase akut tetapi dengan jangka waktu yang lama. Peran keluarga dengan
melatih pasien dalam melakukan aktivitas dasar merawat diri sangat
dibutuhkan.

c.

Stroke fase kronis (Diatas 6 bulan pasca stroke)
Program latihan yang dilakukan tidak berbeda dengan fase sebelumnya.
Hanya dalam fase ini sirkuit-sirkuit gerak telah terbentuk, dan pembuatan
sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. Pada tahap ini peran keluarga
melalui bantuan dan dukungan kepada pasien dibutuhkan sehingga pasien
dapat mencapai aktivitas aktif yang optimal.
(Wirawan, 2009)
Fisioterapi dapat berhasil dengan memperhitungkan kemampuan khusus dan

membimbing seseorang melalui gerakan, serta motivasi yang sangat didukung
oleh terapis (Balaam, 2011).
Hasil rehabilitasi berupa manfaat dan perubahan dalam fungsi individu
dari waktu ke waktu, dapat disebabkan oleh satu ataupun serangkaian tindakan
(Finch, et al., 2002).

Universitas Sumatera Utara