Dukungan Keluarga Dalam Upaya Rehabilitasi Pada Pasien Stroke Di RSUP H. Adam Malik Chapter III VI

19

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian, yaitu
mengenai dukungan keluarga dalam upaya rehabilitasi pada pasien stoke. Hal ini
mencakup identifikasi dukungan keluarga, bentuk dukungan keluarga yang paling
berperan, seberapa besar persentase setiap dukungan, dan gambaran karateristik
sosiodemografi.
Dukungan Informasi

Keluarga dari pasien

Dukungan Emosional

stroke yang menjalani

Dukungan Instrumental


rehabilitasi

Dukungan Penilaian
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Keluarga Dalam Upaya
Rehabilitasi Pada Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik

3.2. Definisi Operasional
3.2.1 Sosiodemografi
Sosiodemografi adalah karakteristik atau ciri individu yang menunjukkan
kondisi keluarga dari pasien stroke yang menjalani rehabilitasi di RSUP H.Adam
Malik. Sosiodemografi dinilai melalui pengukuran indikator (Notoatmodjo,
2007):
a.

Usia
Karakteristik usia responden yaitu lamanya hidup yang dihitung
berdasarkan tahun, mulai dari lahir.

b.


Jenis Kelamin
Terdiri dari perempuan dan laki-laki.

c.

Tingkat Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

20

Merupakan tingkat pendidikan terakhir dari responden yang terdiri dari
tidak sekolah, sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP),
sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi (PT).
d.

Pekerjaan
Merupakan pekerjaan yang dapat terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS),
pegawai swasta, wiraswasta, petani, pekerjaan lainnya ataupun tidak
bekerja.


e.

Hubungan dengan pasien
Merupakan hubungan koresponden dengan pasien, dapat berupa anggota
keluarga inti (istri/suami/anak), anggota keluarga besar (cucu/keponakan),
ataupun kerabat.




3.2.2

Cara Ukur

:Wawancara

Alat Ukur

:Kuesioner sosiodemografi


Stroke
Stroke adalah karakteristik klasik defisit neurologis yang dikaitkan dengan

cedera fokal akut pada susunan saraf pusat (SSP) oleh karena pembuluh darah,
termasuk infark serebral, pendarahan intraserebral (ICH), dan pendarahan
subarahnoid (SAH), dan merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian di
seluruh dunia (American Heart Association, 2013).



3.2.2

Cara Ukur

:Observasi

(melihat

diagnosis


stroke

yang

ditetapkan oleh dokter melalui rekam medis)
Skala Ukur

:Nominal

Keluarga
Keluarga dari pasien stroke adalah anggota keluarga dari pasien dengan

diagnosa stroke (iskemik maupun hemoragik) oleh dokter, yang melakukan terapi
wicara, fisioterapi maupun terapi okupasi di Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam
Malik.

Universitas Sumatera Utara

21


3.2.2

Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga

terhadap anggotanya, yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
a.

Informasi yang disampaikan keluarga, respon pasien stroke mengenai
informasi yang disampaikan, dan sumber informasi.
(Pertanyaan kuesioner no.2,3,4,5,7,8)

b.

Emosional, peran keluarga dalam menghadapi emosi pasien, penyebab,
dampak emosi serta perhatian yang diberikan.
(Pertanyaan kuesioner no.6,9,13,16)


c.

Instrumental, berupa dana kesehatan, waktu dan tenaga yang diupayakan
keluarga bagi pemulihan pasien stroke.
(Pertanyaan kuesioner no.10,11,12,14)

d.

Penilaian, peran keluarga dalam memberikan perhatian, empati, maupun
penghargaan secara moril atas keberhasilan dan dukungan dalam
menjalani rehabilitasi.
(Pertanyaan kuesioner no.1,15,17,18,19)





Cara ukur

:Wawancara


Alat ukur

:Kuesioner skala dukungan keluarga berdasarkan

teori Friedman (Questionnaire of Medical Outcomes Study: Social
Support Survey), diajukan sebanyak 19 pertanyaan dengan 5 pilihan
jawaban menggunakan skala likert, yaitu tingkatan pendapat responden
seperti sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju
terhadap sesuatu hal. Pendapat ini dinyatakan dalam berbagai tingkat
persetujuan (1-5) terhadap pernyataan

yang disusun peneliti.

(Nursalam, 2008)
o Selalu (5-6 kali/minggu)

: skor 5

o Sering (3-4 kali/minggu)


: skor 4

o Kadang-kadang (2-3 kali/minggu)

: skor 3

o Jarang (1-2 kali/minggu)

: skor 2

o Tidak pernah

: skor 1

Universitas Sumatera Utara

22




Skala pengukuran

:Skala ordinal, yaitu terdapat informasi peringkat,

dimana jarak antara dua peringkatnya tidak dapat dilakukan penjumlahan


satuan dalam angka (Sastroasmoro, 2011).
Kategori hasil

:

o Baik (total skor 69-95)
o Kurang (total skor 60

21

21,0


Perempuan

68

68,0

Laki-Laki

32

32,0

SD

5

5,0

SMP

8

8,0

SMA

44

44,0

Usia

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

30

Perguruan Tinggi

42

42,0

Tidak Sekolah

1

1,0

PNS

14

14,0

Wiraswasta

14

14,0

Pegawai Swasta

8

8,0

Tidak Bekerja

52

52,0

Petani

4

4,0

Lain-Lain

8

8,0

Suami/Istri

42

42,0

Keponakan

2

2,0

Anak

38

38,0

Cucu

2

2,0

Orang tua

8

8,0

Lain-Lain

8

8,0

Pekerjaan

Hubungan dengan Pasien

Usia responden yang ikut dalam penelitian ini tersebar mulai dari usia
kurang dari 30 tahun sampai dengan usia lebih dari 60 tahun (lansia). Satu dari
empat responden sebagai proporsi terbesar responden, berada pada kelompok usia
51-60 tahun sebanyak 25 orang (25%). Sementara proposi terkecil berada pada
kelompok usia kurang dari 30 tahun sebanyak 19 orang (19%). Berdasarkan jenis

Universitas Sumatera Utara

31

kelamin, didapatkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 68
orang (68%) dan jenis kelamin laki- laki sebanyak 32 orang (32%).
Tingkat pendidikan responden cukup baik. Proporsi tingkat pendidikan
responden terbesar adalah SMA sebanyak 44 orang (44%), dan diikuti dengan
pendidikan perguruan tinggi sebanyak 42 orang (42%). Hanya 14 orang (14%)
responden yang berpendidikan sampai dengan SMP.
Lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 52 orang (52%) tidak
memiliki pekerjaan, dengan selebihnya mempunyai pekerjaan antara lain: PNS
(Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 14 orang (14%), wiraswasta sebanyak 14 orang
(14%), pegawai swasta sebanyak 8 orang (8%), pekerjaan lain-lain sebanyak 8
orang (8%) dan petani sebanyak 4 orang (4%).
Hampir dari separuh responden memiliki hubungan sebagai suami/istri
dengan pasien yaitu sebanyak 42 orang (42%), diikuti dengan hubungan sebagai
anak sebanyak 38 orang (38%), hubungan sebagai orang tua dari pasien sebanyak
8 orang (8%), lain-lain sebanyak 8 orang (8%), hubungan sebagai keponakan
sebanyak 2 orang (2%), dan hubungan sebagai cucu sebanyak 2 orang (2%).

5.1.3. Dukungan Keluarga
Setelah dilakukan penelitian dengan pengambilan sampel melalui
systematic random sampling dan dengan rancangan cross sectional menggunakan
instrumen kuesioner skala dukungan keluarga berdasarkan teori Friedman
(Questionnaire of Medical Outcomes Study: Social Support Survey), ditemukan
distribusi frekuensi dukungan keluarga (tabel 5.2.) dalam bentuk dukungan
informasi (tabel 5.3.), dukungan emosional (tabel 5.4.), dukungan instrumental
(tabel 5.5.) dan dukungan penilaian (tabel 5.6.) dalam upaya rehabilitasi pada
pasien stroke di RSUP H. Adam Malik yang disajikan dalam tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

32

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

49

49,0

Kurang

51

51,0

Jumlah

100

100,0

Lebih dari separuh responden memberikan dukungan keluarga yang
kurang kepada pasien yaitu sebanyak 51 orang (51%), dengan selebihnya
memberikan dukungan keluarga yang baik yaitu sebanyak 49 orang (49%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan
Informasi
Dukungan Informasi

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

24

24,0

Kurang

76

76,0

Jumlah

100

100,0

Dukungan informasi terlihat dari informasi yang disampaikan responden
kepada pasien yaitu sebanyak 76 orang (76%) memberikan informasi yang
kurang, dengan 24 orang (24%) memberikan informasi yang baik.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan
Emosional
Dukungan Emosional

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

20

20,0

Kurang

80

80,0

Universitas Sumatera Utara

33

Jumlah

100

100,0

Dukungan emosional dapat dilihat dari 80 orang (80%) responden yang
memiliki peranan kurang dalam menghadapi emosional pasien, dengan 20 orang
(20%) responden lainnya yang memiliki peranan baik.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan
Instrumental
Dukungan

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

33

33,0

Kurang

67

67,0

Jumlah

100

100,0

Instrumental

Dukungan instrumental yang diberikan kepada pasien dengan indikator
kurang berasal dari 67 orang (67%) responden. Sementara dukungan instrumental
dengan indikator baik berasal dari 33 orang (33%) responden.

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Bentuk Dukungan
Penilaian
Dukungan Penilaian

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Baik

45

45,0

Kurang

55

55,0

Jumlah

100

100,0

Dukungan penilaian yang diberikan oleh 55 orang (55%) responden ialah
dukungan yang kurang dengan 45 orang (45%) responden lainnya merupakan
dukungan yang baik.

5.1.4. Hubungan

antara

Dukungan

Keluarga

dengan

Karakteristik

Sosiodemografi
Pada analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan karakteristik
sosiodeomografi responden, beberapa variabel seperti usia, tingkat pendidikan dan
hubungan keluarga dengan pasien, dilakukan pengkategorian baru. Variabel usia
dikategorikan menjadi tiga yaitu kelompok kurang dari 30 tahun, 31-60 tahun dan
lebih dari 60 tahun (lansia). Variabel tingkat pendidikan juga dikategorikan
menjadi tiga kelompok yaitu tingkat pendidikan sampai dengan SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi.
Kategori variabel hubungan keluarga dengan pasien juga disederhanakan
menjadi suami/istri, anak, orang tua dan lain-lain (keponakan, cucu dan lainnya).
Pengkategorian baru ini dilakukan dengan asumsi bahwa kelompok baru tersebut
mempunyai sikap yang relatif sama terhadap dukungan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 5.7. Distribusi Dukungan Keluarga Berdasarkan Usia Responden
Dukungan Keluarga
Jumlah

Usia
Baik

Kurang

(tahun)
n

%

N

%

N

%

P

≤30

12

63,2

7

36,8

19

100,0

0,475*

31-60

26

43,3

34

56,7

60

100,0

>60

11

52,3

10

47,7

21

100,0

*tidak significant (p=0,005)
Proporsi terbesar dari dukungan keluarga yang baik berada pada kelompok
usia ≤30 tahun (63,2%), sementara proporsi terkecil dari dukungan keluarga yang
baik berada pada kelompok usia 31-60 tahun (43,3%), dan tidak terdapat

perbedaan yang significant antara perbedaan kelompok umur dengan dukungan
keluarga yang diberikan.

Tabel 5.8. Distribusi Dukungan Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin
Dukungan Keluarga
Jumlah

Jenis
Baik

Kurang

Kelamin

Perempua

n

%

N

%

N

%

P

31

45,6

37

54,4

68

100,0

0,320*

18

56,3

14

43,8

32

100,0

n
Laki-laki

Universitas Sumatera Utara

36

*tidak significant (p=0,005)
Proporsi dukungan keluarga lebih besar pada responden dengan jenis
kelamin laki-laki (56,3%) dibanding dengan jenis kelamin perempuan (45,6%),
namun perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna.

Tabel 5.9. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Tingkat Pendidikan
Dukungan Keluarga

Tingkat

Jumlah
Baik

Pendidika
n

Kurang

n

%

n

%

N

%

P

s.d. SMP

5

35,7

9

64,3

14

100,0

0,711*

SMA

21

47,7

23

52,3

44

100,0

Perguruan

23

54,8

19

45,2

42

100,0

Tinggi
*tidak significant (p=0,005)
Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin besar
proporsi dukungan keluarga, namun tidak ditemukan kecenderungan yang
signifikan. Hampir 55% responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi
memberikan dukungan keluarga yang baik, sementara pada responden dengan
tingkat pendidikan kurang, sampai dengan SMP, dukungan keluarga hanya
mencapai kurang dari 36%.

Tabel 5.10. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Hubungan
dengan Pasien

Universitas Sumatera Utara

37

Hubungan

Dukungan Keluarga
Jumlah

dengan

Baik

Pasien

Kurang

n

%

n

%

n

%

P

Suami/Istri

16

38,1

26

61,9

42

100,0

0,413*

Anak

23

60,5

15

39,5

38

100,0

Orang Tua

3

37,5

5

62,5

8

100,0

Keponaka

7

58,3

5

41,7

12

100,0

n/Cucu/
Lain-Lain
*tidak significant (p=0,005)
Berdasarkan hubungan responden dengan pasien, kelompok anak
memberikan

proporsi

dukungan

terbesar

(60.5%),

sementara

pasangan

(suami/istri) dan orang tua memberikan dukungan terendah (kurang dari 40%) .
Terlihat adanya proporsi dukungan yang berbeda berdasarkan hubungan
responden dengan pasien, namun tidak ditemukan hubungan yang bermakna
antara jenis hubungan dengan dukungan keluarga.

Tabel 5.11. Hubungan Distribusi Dukungan Keluarga dengan Pekerjaan
Dukungan Keluarga
Jumlah
Baik

Pekerjaan

PNS/

Kurang

n

%

n

%

n

%

P

15

68,2

7

31,8

22

100,0

0,039*

Pegawai

Universitas Sumatera Utara

38

Swasta
Wiraswast

14

53,8

12

46,2

26

100,0

20

38,5

32

61,5

52

100,0

a/Petani/
Lain-lain
Tidak
Bekerja
*significant (p=0,005)
Hubungan yang bermakna antara status pekerjaan responden dengan
dukungan keluarga yang baik terlihat dari proporsi terbesar dukungan keluarga
yang baik diberikan oleh responden yang mempunyai pekerjaan sebagai PNS
(Pegawai Negeri Sipil)/pegawai swasta (68,2%), dengan proporsi terkecil
dukungan baik diberikan oleh responden yang tidak bekerja (38,5%).

5.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas dukungan keluarga yang
diberikan kepada pasien stroke dalam upaya rehabilitasi ialah kurang yaitu
sebanyak 51%. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di RSUD Bendan Pekalongan (Haryanto, 2013) dan RSUP Dr Kariadi
Semarang (Wurtiningsih, 2005).
Berbagai penyebab rendahnya dukungan keluarga antara lain karena
kurangnya informasi mengenai penyakit dan rehabilitasi yang disampaikan
keluarga kepada pasien, kurangnya perhatian keluarga dalam mengendalikan
emosi pasien, dan kurangnya kesediaan keluarga untuk menemani pasien dalam
melakukan terapi rehabilitasi di rumah sakit, maupun terapi yang telah diajarkan
di rumah.
Berdasarkan hubungan antara dukungan keluarga dengan karakteristik
sosiodemografi terdapat satu dari lima kelompok yang memiliki hubungan
bermakna yaitu antara status pekerjaan dengan dukungan keluarga.

Universitas Sumatera Utara

39

Pada penelitian ini didapatkan bahwa dukungan keluarga yang tinggi
diperoleh dari responden yang bekerja. Temuan yang serupa juga didapatkan
pada penelitian yang dilakukan di RS Al Irsyad Surabaya (Festy, 2009). Berbagai
kemungkinan tingginya dukungan keluarga pada kelompok responden yang
bekerja antara lain karena mereka mempunyai tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dengan sosio-ekonomi yang lebih baik, sehingga mempunyai kesadaran
lebih baik dalam memberikan dukungan kepada pasien stroke.
Sebanyak 56,3% dukungan keluarga yang baik diberikan oleh laki-laki.
Perbedaan yang tidak signifikan tidak hanya tampak pada penelitian ini, tetapi
juga pada penelitian sebelumnya oleh Tsouna-Hadjis (2000) juga tampak bahwa
jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap dukungan keluarga.
Respoden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi, memberikan 54,8%
dukungan keluarga yang baik (lebih besar dari kelompok responden dengan
tingkat pendidikan yang lebih rendah). Hasil ini dapat dikarenakan responden
dengan pendidikan yang tinggi mempunyai kesadaran dan tingkat ekonomi yang
lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Duncan et al (2005),
bahwa keluarga dengan latar belakang berpendidikan memiliki kesadaran akan
medis dan dapat mengambil keputusan serta perencanaan pengobatan sedini
mungkin.
Namun pada penelitian ini tidak tampak adanya perbedaan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan dukungan keluarga, hal ini mungkin disebabkan
oleh karena jumlah sampel yang kurang memadai.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Vincent C
et al (2007), bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan
(akademik) dengan dukungan yang diberikan.
Lebih dari setengah dukungan keluarga yang baik (60,5%) diberikan oleh
anak. Meskipun tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan dukungan
keluarga, namun hal ini sesuai dengan penelitian Vincent C et al (2007) dan
Eames S et al (2013), bahwa anak sebagai anggota keluarga biasanya memberikan
kepedulian kepada pasien setidaknya selama satu tahun dengan intensitas waktu

Universitas Sumatera Utara

40

selama dua sampai dengan dua puluh jam per minggu dalam mengurus pasien dan
memberikan informasi terkait dengan penyakit pasien.
Dukungan keluarga yang kurang, tampak dari kurangnya dukungan yang
diberikan keluarga dalam bentuk dukungan informasi, dukungan emosional,
dukungan instrumental dan dukungan peniaian. Hal ini sesuai dengan penelitian
Range et al (2013), bahwa keberadaan anggota keluarga yang memberikan
perhatian sepenuhnya kepada pasien dapat memberikan dampak positif dalam
proses pemulihan dan rehabilitasi pasien.
Dukungan informasi yang kurang, berupa pemberian informasi terlihat dari
kurangnya keluarga mencari informasi mengenai stroke. Hal ini juga tampak pada
penelitian Haryanto (2013) bahwa keluarga kurang meminta penjelasan terkait
terapi yang pasien jalani. Pengetahuan keluarga akan pentingnya terapi
rehabilitasi medik yang dilakukan, dapat diperoleh apabila keluarga ikut berperan
aktif dalam setiap diskusi. Hal ini sejalan dengan penelitian Maeshima (2013)
bahwa keluarga sebaiknya mengerti mengenai penyakit stroke yang dialami
pasien dan mempelajari terapi latihan di rumah dengan mengikuti diskusi pasien.
Kurangnya keluarga dalam mengingatkan pasien dapat mempengaruhi hasil
terapi pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Tsouna-Hadjis (2000), yang
mengatakan bahwa kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan sangat
dipengaruhi dari informasi yang disampaikan oleh keluarga. Hal ini terkait dengan
pernyataan Cameron et al (2014) dalam penelitiannya, bahwa informasi yang
diberikan dapat berupa informasi mengenai penyakit stroke yang diderita pasien
dan terapi pengobatan yang dilakukan.
Dukungan emosional yang kurang, dalam bentuk perhatian melalui motivasi
kepada pasien sebaiknya diberikan keluarga agar pasien semangat dalam
melakukan rehabilitasi medik. Hasil ini berbeda dengan penelitian Festy (2009)
yang menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga pasien stroke memberikan
motivasi tinggi kepada pasien. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh karena adanya
ragam karakteristik sosiodemografi dari keluarga.
Seperti yang disampaikan dalam penelitian Hallams S Baker (2009), pasien
bertekad menjalani terapi karena adanya dorongan motivasi, bukan hanya dari

Universitas Sumatera Utara

41

dalam diri sendiri tetapi juga dari keluarga. Pernyataan yang sama juga
disampaikan oleh Maclean et al (2002) dalam penelitiannya, bahwa motivasi
terbentuk dengan adanya dorongan dari keluarga, lingkungan dan tim rehabilitasi.
Dukungan instrumental yang kurang, seperti meluangkan waktu untuk
menemani pasien dalam melakukan terapi dan membimbing pasien untuk
melakukan latihan yang telah diajarkan di rumah sangat dibutuhkan pasien dalam
meningkatkan kondisi fungsional. Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian
Wurtingsih (2005) bahwa keluarga kurang memberikan fasilitas untuk membantu
pasien selama masa pengobatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Tsouna-Hadjis
(2000) bahwa adanya keterbatasan fisik membuat pasien bergantung dan
membutuhkan bimbingan terapi dari anggota keluarga.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Björkdahl (2007) yang menyatakan
bahwa pasien membutuhkan segala sesuatu seperti alat ataupun sarana untuk
mendukung latihan terapi. Selain itu, Langhorne P (2003) dalam penelitiannya
juga menyebutkan bahwa pengaruh dari latihan yang telah diajarkan di rumah
dapat menurunkan keterbatasan fisik pasien dengan meningkatkan kemampuan
pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Pola hidup sehat dan seimbang dipengaruhi oleh tindakan yang dilakukan
keluarga dalam menjaga kesehatan pasien berupa nutrisi, olahraga ataupun latihan
pergerakan tubuh, sesuai dengan anjuran dokter. Hal ini sesuai dengan penelitian
Range et al (2013) bahwa aktifitas sehari-hari pasien dengan pola hidup yang
sehat dan seimbang dapat mengurangi kejadian stroke berulang.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Gordon et al (2004) dalam
penelitiannya, bahwa terapi pengobatan yang dikombinasikan dengan pola hidup
yang sehat dan seimbang merupakan tujuan dasar awal dalam pencegahan
terjadinya stroke berulang dan serangan jantung pada penderita stroke.
Dukungan penilaian yang baik, diberikan oleh hampir separuh responden,
seperti mendengarkan keluhan pasien, membantu pasien menggunakan bagian
tubuh yang lemah untuk melakukan aktifitas, serta perlakuan dan tanggapan
keluarga terhadap pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Cobley et al (2013),

Universitas Sumatera Utara

42

bahwa dukungan keluarga berupa bantuan dan kepedulian dibutuhkan pasien
untuk memonitor pasien.
Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan McAdam J J et al (2013),
bahwa suasana hati pasien (mood) dapat dipengaruhi oleh dukungan yang
diberikan keluarga, hal ini dapat berdampak dalam aktifitas yang dilakukan pasien
dan kualitas hidup pasien.
Pujian yang diberikan responden kepada pasien setiap menjalani terapi dan
mengajak pasien untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, dapat meningkatkan
kepercayaan pasien terhadap terapi yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Vincent C et al (2007), bahwa keluarga dapat mempengaruhi sosial
pasien, hal ini terlihat dari banyaknya pasien stroke yang dapat bertahan dengan
adanya interaksi yang dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien.

Universitas Sumatera Utara

43

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpukan sebagai berikut:
1.

Dukungan keluarga yang baik hanya diberikan oleh kurang dari separuh
responden (lebih dari separuh responden memberikan dukungan keluarga
yang kurang (51%)).

2.

Terdapatnya hubungan yang bermakna antara pekerjaan (PNS/pegawai
swasta) dengan dukungan keluarga.

3.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia responden, jenis kelamin,
tingkat pendidikan terakhir, hubungan dengan pasien, terhadap dukungan
keluarga.

4.

Dukungan penilaian merupakan dukungan yang paling berperan (45%)
dalam memberikan dukungan yang baik, diikuti dengan dukungan
instrumental sebanyak 33%, dukungan informasi sebanyak 24%, dukungan
emosional sebanyak 20%.

6.2. Saran
1.

Pihak rumah sakit dan pihak instalasi yang terkait diharapkan sebaiknya
memberikan edukasi dan konseling kepada keluarga dari pasien yang
menderita stroke mengenai penyakit yang dialami pasien, rehabilitasi medik
yang dijalani pasien, dan dukungan keluarga yang sangat dibutuhkan pasien
dalam menentukan hasil.

2.

Dukungan keluarga terhadap pasien sebaiknya diberikan semaksimal
mungkin agar tercapainya upaya rehabilitasi pada pasien. Oleh karena itu,
diperlukan upaya penyuluhan kepada pendamping pasien stroke agar
memberikan dukungan yang lebih baik kepada pasien. Peran ini dapat

Universitas Sumatera Utara

44

dilakukan oleh departemen kesehatan secara umum kepada masyarakat luas
atau oleh petugas rumah sakit pada waktu awal menerima pasien.
3.

Keluarga sebaiknya mengetahui komponen-komponen bentuk dukungan
keluarga dan mendukung penuh pasien dalam menjalani program medis.

4.

Pencapaian fungsional pasien bukan semata-mata ada karena keharusan
pasien dalam mengingat terapi dan peduli pada dirinya sendiri tetapi
dukungan moral yang diberikan keluarga, terutama dari pasangan, sangat
berpengaruh bagi pasien.

5.

Kemauan maupun upaya yang sudah dipercaya pasien dalam menjalankan
terapi sebaiknya didukung dengan ketersediaannya waktu salah satu dari
anggota keluarga untuk dapat menemani pasien dalam menjalani terapi.

Universitas Sumatera Utara