Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Anak Dalam Kumpulan Cerpen Bobo Edisi 39 Teman Dalam Kegelapan

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2. 1

Kajian Pustaka
Hasil telusuran penulis melalui situs pencari seperti Google atau

Yahoo.com penulis belum menemukan kajian atas kumpulan cerpen Bobo edisi

39 Teman dalam Kegelapan ini. Namun kajian-kajian nilai-nilai pendidikan
karakter banyak, diantaranya:
1. Isnaini Mutmainah, “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Sepatu
Dahlan karya Khrisna Pabichara dan Relevansinya dengan Pendidikan

Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah,
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
2013.
Isnaini Mutmainah membahas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam
novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara dan relevansinya dengan
pendidikan akhlak di Madrasah Ibtidaiyah. Skripsi ini menggunakan metode

filosofis-pedagogis dan semiotik. Temuan Isnaini Mutmainah

mengenai

nilai-nilai pendidikan karakter adalah terkandung nilai religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif,
gemar membaca, peduli lingkungan peduli sosial, dan tanggung jawab. Pada
relevansinya, nilai pendidikan karakter tersebut dengan nilai pendidikan
akhlak adalah dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, hal tersebut
menunjukan bahwa pendidikan karakter berorientasi sama yaitu pembentukan

18
Universitas Sumatera Utara

karakter. Kesimpulannya ialah terdapat relevansi atau hubungan antara nilainilai pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak di MI.
2. Novita Damayanti, “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Anak
Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral dan Implementasinya dalam

Pembelajaran di SMP Negeri 3 Gabus”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta 2014.
Novita Damayanti membahas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam
novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery Basral dan implementasinya
dalam pembelajaran di SMP Negeri 3 Gabus. Temuan Novita Damayanti
mengenai nilai-nilai pendidikan karakter adalah terdapat dua belas nilai
pendidikan karakter yang terkandung di dalam novel Anak Sejuta Bintang
karya Akmal Nasery. Nilai tersebut adalah religius, jujur, disiplin, kerja keras,
kreatif, rasa ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,
peduli sosial, dan tanggung jawab. Hasil implementasi dalam pembelajaran di
SMP Negeri 3 Gabus menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter
yang terkandung dalam novel tersebut relevan dengan SKKD yang ada, dan
mendapat tanggapan yang bagus dari guru maupun peserta didik.
3. Nugrahani Ning Kharah. “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Novel
Chairul Tanjung Si Anak Singkong dan Relevansinya dengan Mata Pelajaran

Aqidah Akhlak pada Tingkat Madrasah Ibitaiyah”. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2013.


Universitas Sumatera Utara

Nugrahani Ning Kharah membahas tentang nilai-nilai pendidikan karakter
dalam novel Chairul Tnjung Si Anak Singkong dan relevansinya dengan mata
pelajaran Aqidah Akhlak pada tingkat Madrasah Ibitaiyah. Temuan
Nugrahani Ning Kharah mengenai nilai-nilai pendidikan karakter adalah
adanya pesan pendidikan karakter dalam novel Chairul Tanjung Si Anak
Singkong yang meliputi religius, jujur, kreatif, kerja keras, tanggung jawab,
cinta tanah air, peduli sosial, bersahabat atau komunikatif, semangat
kebangsaan, peduli lingkungan rasa ingin tahu, dan menghargai prestasi.
Terdapat relevansi antara nilai-nilai pendidikan karakter dalam novel Chairul
Tanjung Si Anak Singkong dengan materi serta metode pembelajarn yang
digunakan dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak pada tingkat MI. Pada aspek
materi nilai yang relevan antara lain religius, jujur, kreatif, kerja keras,
tanggung jawab, cinta tanah air, peduli sosial, bersahabat, atau komunikatif,
peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan menghargai prestasi. Sedangkan pada
metode pembelajaran yang relevan digunakan antara lain metode demonstrasi
dan eksperimen, latihan, tanya jawab, pelaksanaan tugas, dan metode
ceramah.
4. Tri Mei Lestari. “Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini

(Telaah Terhadap Majalah Ummi). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam
(Tarbiyah), Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2014.
Tri Mei Lestari membahas tentang nilai-nilai pendidikan karakter pada anak
usia dini (telaah terhadap Majalah Ummi). Temuan Tri Mei Lestari mengenai
nilai-nilai pendidikan karakter adalah terdapat beberapa nilai yang terkait

20
Universitas Sumatera Utara

dengan pendidikan karakter pada anak usia dini terutama dalam majalah
Ummi. Nilai-nilai tersebut diantaranya ada nilai kedisiplinan, nilai kerjasama,
nilai relijius, nilai motivasi, nilai tanggung jawab, nilai komunikatif, nilai
kejujuran, nilai gemar membaca, nilai realitas, dan nilai cinta damai. Masih
banyak nilai-nilai yang terkandung dalam majalah Ummi yang bisa dikaitkan
dalam pendidikan karakter pada anak usia dini. Kemudian nilai tersebut
memiliki relevansi dengan pendidikan karakter yang dikembangkan di
Indonesia ini. Terkait dari nilai pendidikan karakter yang dikemukakan oleh
Kemendiknas. Hal itu tentunya menjadi nilai tambahan dalam membantu
pengembangan pendidikan karakter di Indonesia. Kedua hal tersebut

sekiranya menunjukkan hubungan yang positif dan diharapkan bisa menjadi
“rekan bisnis” yang sukses.
5. Marliya Solihah. “Penanaman Karakter pada Siswa di MAN Wonokromo
Bantul Yogyakarta”. Skripsi. Jurusan Pendididkan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 2013.
Marliya Solihah membahas tentang penanaman karakter pada siswa di MAN
Wonokromo Bantul Yogyakarta. Temuan Marliya Solihah mengenai nilainilai pendidikan karakter pada siswa di MAN Wonokromo Bantul
Yogyakarta menunjukan bahwa: 1) Pelaksanaan proses penanaman karakter
di MAN Wonokromo Bantul dilakukan dengan berbagai macam kaidah, yaitu
kaidah kebertahapan, kesinambungan, momentum, motivasi intrinsik, dan
kaidah pembimbing. 2) Hasil yang dicapai ialah kedisiplinan warga madrasah
meningkat cukup pesat, religusitas warga madrasah juga semakin membaik,
kejujuran peserta didik juga mulai tertanam serta prestasi siswa-siswi dari

Universitas Sumatera Utara

tahun ke tahun juga mengalami kenaikan cukup tinggi baik akademik maupun
non akademik. 3) Faktor pendukung adalah (a) kerjasama yang baik antara
guru dan karyawan, (b) tersedianya fasilitas yang memadai, (c) mayoritas
anak-anak MAN Wonokromo bermukim di pondok pesantren. Adapun faktor

penghambat yakni: (a) kurangnya kesadaran peserta didik diatasi dengan
mengadakan pelatihan soft skill, (b) kondisi orang tua dan lingkungan tempat
tinggal yang kurang mendukung, hal ini diatasi dengan mengadakan
paguyuban wali murid.

2. 2

Konsep

2.2.1 Pengertian Anak
Anak-anak adalah insan yang berada dalam rentang usia 2-12 tahun atau
anak-anak prasekolah dan sekolah dasar. (Tarigan, 2011: 1). Anak prasekolah
diposisikan pada usia 2-6 tahun sedangkan anak usia sekolah dasar
diimplementasikan pada usia 6-12 tahun.

2.2.2 Pengertian Sastra Anak
“Sastra anak adalah

sastra yang secara emosional psikologis dapat


ditanggapi oleh anak, dan itu pada umumnya berangkat dari fakta yang konkret
dan mudah diimajinasikan.” (Nurgiyantoro, 2010: 6). Selain itu, dari segi
penciptaannya sastra anak membebaskan kepada usia pengarang namun tetap
mengiplementasikan dengan usia dan pemahaman anak.

2.2.3 Pengertian Nilai
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting yang berguna bagi
kemanusiaan (KBBI, 2007: 783). Menurut Mulyana (dalam Zubaedi, 2013: 35)

22
Universitas Sumatera Utara

terdapat empat defenisi nilai yang masing-masing memiliki penekanan yang
berbeda, yaitu: 1) nilai sebagai keyakinan yang yang membuat seseorang tidak
bertindak atas dasar pilihannya; 2) nilai sebagai patokan normatif yang
memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan
alternatif; 3) nilai sebagai keyakinan individu secara psikologis atau nilai patokan
normatif secara sosiologi; 4) nilai sebagai konsepsi (sifatnya membedakan
individu atau kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan
terhadap cara, tujuan antara, dan tujuan akhir tindakan. Selain itu Haricahyono

(1995: 322) menambahkan, “Istilah nilai tidak membedakan antara masalahmasalah nilai yang bermoral ataupun yang moral.”
Melalui pengertian tersebut maka nilai adalah hal-hal yang merujuk pada
kebaikan dan keburukan yang berfungsi untuk mengontrol manusia agar bertindak
sesuai peraturan.

2.2.4 Pengertian Nilai Pendidikan Karakter
Mulyasa (2012: 7) mendefenisikan pendidikan karakter sebagai berikut:
“Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada
peserta didik (anak) yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman,
kepedulian, dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
masyarakat dan bangsa secara keseluruhan, sehingga menjadi manusia sempurna
sesuai dengan kodratnya.”
Berdasarkan pertanyaan apakah itu nilai pendidikan karakter, maka nilai
pendidikan karakter ialah satu pemahaman mengenai pembentukan sifat positif

Universitas Sumatera Utara

yang berkesinambungan yang kemudian menjadi identitas baik untuk lingkup diri
sendiri maupun masyarakat.


2.3 Teori
2.3.1 Sastra Dewasa dan Anak
Antara sastra dewasa dan sastra anak tentu memilki perbedaan. Banyak
unsur yang membuatnya berbeda. Riris K. Toha (dalam Winarni, 2014: 3) ada tiga
ciri yang menandai satra anak itu berbeda dengan sastra dewasa. Tiga ciri tersebut
berupa: 1) unsur pantangan, 2) penyajian dengan gaya secara langsung, dan 3)
fungsi terapan. Berikut ulasan mengenai hal tersebut.

2.3.1.1 Sastra Dewasa
Dalam tema-tema sastra dewasa, diangkat persoalan-persoalan yang
menyangkut masalah seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan
kebencian kekejaman, prasangka buruk, kecurangan yang jahat, dan masalah
kematian. Selain itu pada sastra dewasa terdapat pula unsur-unsur politik yang
belum sesuai dibahas dalam sastra anak. Pada penyajiannya, sastra dewasa
menawarkan keberagaman sifat tokoh dan kerumitan cerita. Hal ini membuat
pembaca mau tidak mau harus mengingat poin-poin tertentu yang berhubungan
dengan tokoh, jalan cerita, dan segala hal yang termasuk dalam unsur karya sastra.
Pada fungsi terapan, lebih kepada informasi pengetahuan umum pada beberapa
bidang tertentu dan kurang mengusung pendidikan karakter karena sastra dewasa

sudah dianggap lebih tinggi dari sastra anak.

24
Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2 Sastra Anak
Sastra anak adalah karya sastra yang ditujukan untuk anak, khususnya
anak yang berusia antara usia 6-12 tahun. Sastra anak lebih mengedepankan
kesederhanaan

dalam

penyampaiannya.

Umumnya

mengusung

tema


persahabatan, keteladanan, kasih sayang terhadap sesama ciptaan Tuhan, dan lainlain. Apa yang disampaikan pengarang melalui karyanya agar dapat dipetik
kebaikannya. Namun sekalipun terdapat hal buruk, itu hanyalah sebagai
pembanding, misal cerita Bawang Merah Bawang Putih. Pada penyajiannya,
sastra anak mendeskripsikan secara singkat dan langsung menuju sasarannya,
mengetengahkan gerak yang dinamis dan jelas sebab-musababnya (Winarni,
2014: 4). Pada fungsi terapan, antara sastra dewasa dan sastra anak tidak jauh
berbeda. Selain pesan yang informatif juga hal-hal yang bermanfaat dalam proses
perkembangan anak.

2.3.1.2.1

Pengertian Sastra Anak

Berdasarkan rangkuman di atas, sastra anak merupakan sastra yang
didedikasikan pada anak. Walaupun bersifat sederhana, melalui fantasi dan
imajinasi sastra anak juga dapat menembus pola pikir orang dewasa. Seperti
contoh adanya cerita bertema kepahlawanan, ketika tokoh yang menjadi pahlawan
diceritakan terbang untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Sejatinya hal tersebut
tidak ada dalam realita. Karena digolongkan berdasar kelompok usia, yakni sastra
anak untuk usia dini dan sastra anak untuk usia sekolah (sekolah dasar), sastra
anak beragam jenisnya.
Pada taraf anak usia dini, sastra ini difokuskan untuk anak usia balita dan
masa prasekolah. Hal ini dikhususkan karena anak-anak usia dini belum secara

Universitas Sumatera Utara

formal bersekolah, maka dasar utama penulisan buku untuk mereka adalah untuk
secara sosial mempersiapkannya dan membiasakannya mengenal berbagai atribut
yang diperlukannya bila bersekolah nanti (Sarumpaet, 2010: 14-18). Terdiri dari:
a) buku huruf (ABC), b) buku berhitung, c) buku tentang konsep, d) buku tanpa
kata, e) bacaan untuk pemula, f) buku bacaan bergambar.
Sastra anak usia sekolah sudah lebih tinggi dari sastra untuk anak usia dini.
Di dalamnya sudah terkandung kata-kata dan kalimat yang telah dipahami anak.
Hal ini dikarenakan pada usia ini, anak sekolah dasar sudah mengenal calistung
(baca tulis berhitung). Sastra tersebut terdiri atas: a) kisah-kisah tradisional,
berupa pepatah/peribahasa, cerita binatang, fabel,cerita rakyat, mitos, legenda, b)
sajak, fantasi, c) cerita realistik, d) biografi, e) fiksi kesejarahan, f) nonfiksi/buku
informasi, dan g) drama. Selain itu, satra anak lisan juga digolongkan ke dalam
jenis sastra anak. Namun dalam hal ini sastra lisan bersifat anonim dan
spontanitas.

2.3.1.2.2

Hakikat Sastra Anak

Hakikat sastra anak berprinsip pada anak. Penciptaannya dibebaskan oleh
siapa dan mengenai apa namun mengedepankan kesesuaian daya tangkap anak.
Bila sudah terlampau rumit, hal tersebut bukan lagi dikategorikan sebagai sastra
anak sehingga sulit dipahami anak dan menimbulkan pertanyaan yang kadang
sulit dijelaskan orang tua. Sastra anak adalah suatu karya sastra yang bahasa dan
isinya selaras dengan perkembangan usia anak, mencerminkan corak kehidupan
dan kepribadian ana, ditulis oleh anak, remaja, atau orang dewasa baik lisan
ataupun tertulis. (Winarni, 2014: 3).

26
Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2.3

Syarat Sastra Anak

Cullinan (dalam Winarni, 2014: 16-17), beberapa poin yang ditekankan
menjadi syarat sastra anak khususnya karya sastra berbentuk cerita ialah:
a). Latar cerita dikenal oleh anak, yakni cerita yang dipelajari berlatarkan
lingkungan yang mereka temui dalam permainan sehari-hari.
b). Alurnya bersifat tunggal dan maju karena mudah dipahami anak, bukan plot
majemuk dan beralur maju-mundur atau sorot balik.
c). Pelaku utama cerita adalah dari kalangan anak-anak dengan jumlah sekitar 3-4
orang dan karakter pelaku dilukiskan secara konkret sehingga mudah
dipahami oleh anak dan sesuai perkembangan moral anak.
d). Tema cerita sederhana dan sesuai tingkat perkembangan individua-siosial anak
seperti kejujuran, patuh pada orang tua, benci pada kebohongan, dsb.
e). Amanat atau pesan cerita dapat membantu siswa memahami dan menyadari
perbedaan sikap yang baik dan idak baik serta nilai-nilai positif yang dapat
membentuk kepribadian dirinya.
f). Bahasa yang digunakan dapat dipahami oleh anak; kosa katanya dipahami dan
struktur kalimatnya sederhana.

2.3.2 Nilai Pendidikan Karakter Anak
Pusat Kurikulum Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa mengemukakan terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang diharapkan
dapat dijadikan panduan pendidikan karakter di sekolah. Nilai-nilai karakter yang
dimaksud adalah: (1) religius; (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras,
(6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratif, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat
kebangsaan,

(11)

cinta

tanah

air,

(12)

menghargai

prestasi,

(13)

Universitas Sumatera Utara

bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli
lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab (Kemendiknas, 2011:8).
Penanaman nilai pendidikan karakter pada anak sangat diperlukan dalam
proses perkembangannya. Tujuannya ialah untuk meningkatkan mutu proses serta
hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak yang
baik.
“Pendidikan karakter merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah
berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan
kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement), yang
ditujukan pada terwujudnya sosok manudia masa depan, dan berakar pada
nilai-nilai budaya bangsa.” (Mulyasa, 2012: 1-2).
Hal ini dapat terbentuk dengan membiasakan anak melakukan hal yang
baik melalui pengalaman, penglihatan, dan mengembalikan anak pada kasus yang
serupa agar ia terlatih. Pendidikan karakter juga mengusung ilmu pengetahuan di
dalam penerapannya. Pemerolehannya tidak hanya melalui pendidikan formal saja
namun juga lingkungan di sekitar anak.
Dalam dunia pendidikan, ditafsirkan beberapa poin yang dianggap mampu
membentuk karakter anak yang menuju pada akhlak mulia. Poin-poin ini
diklasifikasikan sebagai indikator keberhasilan pendidikan karakter. Indikator
tersebut diantaranya: 1) Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
tahap perkembangan anak; 2) Menunjukan sikap percaya diri; 3) Menghargai
keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam
lingkup nasional; 4) Menunjukan kemampuan belajar secara mandiri sesuai
dengan potensi yang dimilikinya; 5) Memanfaatkan lingkungan secara
bertanggung jawab, dan lain-lain. (Mulyasa, 2012: 11). Antara nilai pendidikan

28
Universitas Sumatera Utara

karakter anak sangat berkaitan erat dengan satra. Oleh karenanya muncullah
istilah “pengajaran sastra berdimensi moral”. Mengapa demikian?
“Sejatinya, pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam
pena-naman nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral seperti kejujuran,
pengorbanan, demokrasi, santun, dan sebagainya, banyak ditemukan
dalam karya-karya sastra.” (Muslich, 2011: 212).
Oleh karenanya melalui perilaku tokoh yang baik pada ceritalah dapat dipetik
nilai-nilai pendidikan karakter tersebut.
Nilai-nilai moral yang terkandung dalam karya sastra inilah yang nantinya
diharapkan dapat membentuk karakter baik anak. Inti dari analisis nilai
pendidikan karakter pada anak ini ialah setelah disampaikan dalam bentuk
deskripsi oleh penulis, selanjutnya bagi pembaca terhadap lingkungannya
diharapkan agar menjadi pembelajaran. Atau secara tidak langsung berawal dari
yang baik untuk akhir yang baik.
Kajian ini dilakukan berlandaskan kepada nilai-nilai pendidikan karakter
yang diterbitkan oleh Pusat Kurikulum Pengembangan dan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa Kemendiknas 2011.

Universitas Sumatera Utara