NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN-CERPEN LAMPUNG POST EDISI SEMESTER PERTAMA TAHUN 2013 DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN-CERPEN HARIAN LAMPUNG POST EDISI SEMESTER PERTAMA TAHUN 2013

DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

Oleh

FAUZIE PURNOMO SIDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat utuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM CERPEN-CERPEN LAMPUNG POST EDISI SEMESTER PERTAMA TAHUN 2013 DAN

KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMA

Oleh

FAUZIE PURNOMO SIDI

Masalah dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 dan kelayakannya sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 dan menilai kelayakannya sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Adapun sumber data penelitian adalah cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik analisis teks. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan cara membaca satu per satu cerpen, menandai dan mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalam cerpen. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dan memberi simpulan hasil analisis nilai pendidikan karakter serta menilai kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 hadir dengan berbagai macam cara. Ada yang tampak melalui kata-kata tokoh dalam cerpen, melalui peristiwa dalam cerpen, ada yang hadir secara implisit, dan ada juga yang tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen. Nilai pendidikan karakter yang paling baik dijadikan bahan ajar adalah nilai pendidikan karakter yang hadir lewat perbuatan tokoh dalam cerpen. Hal tersebut memudahkan siswa untuk menginterpretasi nilai yang terkandung dalam cerpen sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


(3)

Waktu Matahari Sepenggalan Naik karya Rilda A. Taneko dengan lima nilai pendidikan karakter. Nilai pendidikan karakter tersebut diklasifikasikan meliputi nilai religius, disiplin, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam lima belas cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 layak dijadikan alternatif bahan ajar sastra di SMA. Cerpen-cerpen tersebut dapat dimanfaatkan guru sebagai bahan ajar sastra yang menunjang pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada silabus kurikulum 2013 SMA.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... xii

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 6

1.4.2 Manfaat Praktis ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Hakikat Sastra ... 8

2.2 Nilai-nilai Karya Sastra... 10

2.3 Pengertian Cerita Pendek ... 11

2.3.1 Ciri-ciri Cerita Pendek ... 12

2.3.2 Unsur-unsur Cerita Pendek ... 12

2.4 Pengertian Nilai Pendidikan Karakter ... 17

2.5 Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran ... 21

2.6 Pembelajaran Cerpen berdasarkan kurikulum 2013 di SMA ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Rancangan Penelitian ... 31

3.2 Data dan Sumber Data ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 33

IV. PEMBAHASAN ... 36

4.1 Cerpen-cerpen Lampung Post Semester Pertama Tahun 2013 ... 36

4.1.1 Cerpen “Warisan Kematian” Karya Skylashtar Maryam ... 37


(8)

“ ” Karya Rilda

4.1.6 Cerpen “Bloody Valentine” Karya Tita Tjindarbumi ... 50

4.1.7 Cerpen “Sebuah Tikaman” Karya Riki Utomi ... 51

4.1.8 Cerpen “Hujan Kisah Bola Daging Mangkuk Cap Ayam” ... 53

4.1.9 Cerpen “Seutas Kenangan Melilit Leher Loya” Isbedy S ... 54

4.1.10 Cerpen “Perjalanan Pulang” Karya M. Joenoes Joesoef ... 55

4.1.11 Cerpen “Perempuan Pencatat Kenangan” Karya Badul M. .. 56

4.1.12 Cerpen “Ampun, Njaluk Urip” Karya Tandi Skober ... 59

4.1.13 Cerpen “Jalan Pulang” Karya Aris Kurniawan ... 61

4.1.14 Cerpen “Perempuan Plastik” Karya Tita Tjindarbumi ... 63

4.1.15 Cerpen “(Tidak) Pulang” Karya Yetti A.K. ... 64

4.1.16 Cerpen “Wanita Ini Membawa Senjata” Karya Sungging .... 65

4.1.17 Cerpen “Dua Paket Cerita Mini” Karya Satmoko Budi ... 66

4.1.18 Cerpen “Bujang Lapuk” Karya Isbedy Stiawan Z.S. ... 69

4.1.19 Cerpen “Porphyria: Penggemar Pertama” Karya Rilda A. ... 70

4.1.20 Cerpen “Rosa‟ Karya Alexander G.B, ... 72

4.1.21 Cerpen “Ujian Prabasiwi” Karya Tarpin A. Nasri ... 73

4.1.22 Cerpen “Anak Ibu” Karya Benny Arnas ... 75

4.1.23 Cerpen “Di Suatu Hikayat, Aku dan Emak Bercerita” ... 78

4.1.24 Cerpen “Mayat-mayat dari Lubang Gunung” ... 79

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen Lampung Post ... 80

4.2.1 Nilai Religius ... 80

4.2.2 Nilai Jujur ... 84

4.2.3 Nilai Disiplin ... 87

4.2.4 Nilai Kerja Keras ... 89

4.2.5 Nilai Mandiri ... 91

4.2.6 Nilai Demokratis ... 93

4.2.7 Nilai Cinta Tanah Air ... 94

4.2.8 Nilai Bersahabat ... 95

4.2.9 Nilai Cinta Damai ... 97

4.2.10 Nilai Gemar Membaca ... 99

4.2.11 Nilai Peduli Sosial ... 100

4.2.12 Nilai Tanggung Jawab... 104

4.3 Kelayakan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Cerpen-Cerpen Lampung Post sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah Menengah Atas Berdasarkan Kurikulum 2013……….. 107

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 179

5.1 Simpulan………... 179

5.2 Saran………. 180

DAFTAR PUSTAKA ... 182 LAMPIRAN ...


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kesusastraan sebagai hasil seni bahasa merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan sosial dan budaya manusia. Karya sastra merupakan hasil karya seni manusia yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan berbagai pengalaman yang dapat diinterpretasikan sebagai nuansa kehidupan di alam. Karya sastra juga dapat menjadi cerminan masyarakat di dalam kehidupan sosial.

Salah satu karya sastra yang dapat menjadi cerminan kehidupan masyarakat adalah cerpen. Pengarang selalu berusaha untuk menampilkan cerminan kehidupan manusia di dunia nyata ke dalam karyanya. Meskipun cerpen merupakan bentuk prosa yang bersifat fiksi, namun berbagai segi kehidupan manusia dipaparkan didalamnya. Situasi sosial dalam masyarakat, nilai, norma, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat hampir selalu memiliki andil dalam sebuah karya sastra cerpen. Hal tersebut dapat memberikan sumbangan penting cerpen dalam pembentukan kepribadian masyarakat atau pembacanya.

Cerpen juga merupakan salah satu karya sastra yang dapat diajarkan di SMA. Siswa dapat menemukan dan memperoleh manfaat setelah membaca cerpen secara utuh. Dalam cerita pendek tentu terdapat berbagai macam nilai yang terkandung di


(10)

dalamnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen antara lain, nilai watak, nilai estetis, nilai intelektual, nilai keagamaan, dan nilai konseptual lainnya. Salah satu dari nilai konseptual yang dirasa penting untuk diteliti oleh penulis adalah nilai-nilai pendidikan karakter.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, ada peneliti yang menggunakan istilah nilai pendidikan karakter dan ada juga yang menggunakan istilah nilai karakter. Dalam penelitian ini, penulis beranggapan bahwa istilah nilai pendidikan karakter dan nilai karakter memiliki pengertian yang sama serta dapat saling menggantikan satu sama lain.

Saat ini pendidikan karakter merupakan basis program pembelajaran yang dirumuskan pemerintah. Pemerintah memandang penting hal tersebut karena melihat adanya kemerosotan karakter bangsa saat ini. Banyaknya kasus korupsi, pembalakan liar, aksi kekerasan, dan tingginya tingkat kriminalitas cukup menjadi bukti akan krisisnya moral dan karakter bangsa saat ini. Belum lagi masalah moral yang terjadi pada pelajar calon penerus bangsa.

Dewasa ini, masalah yang sering terjadi pada remaja khususnya pelajar adalah ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan diri. Hal ini dapat ditandai dengan banyaknya pelajar yang mudah marah dan terprovokasi sehingga berlanjut pada tawuran antar pelajar. Belum lagi masalah obat-obatan terlarang hingga seks bebas. Selain itu, kasus kecil mengenai krisisnya karakter pelajar saat ini, seperti sontek


(11)

ketika ujian, bolos sekolah, serta etika ketika berinteraksi terhadap guru dirasa cukup mengkhawatirkan.

Salah satu upaya untuk membangun dan mengembangkan karakter pelajar yang baik, mulia dan unggul adalah melalui penggunaan cerpen sebagai bahan ajar yang memiliki nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya. Bahan ajar cerita pendek dalam pembelajaran sastra diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan pendidikan karakter pada siswa di sekolah. Nilai-nilai pendidikan karakater yang terkandung dalam cerpen dapat membantu menanamkan karakter dalam diri siswa.

Siswa dalam pembelajaran sastra di Kurikulum 2013 ditekankan untuk terlibat dalam pembelajaran secara lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi inti. Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Rumusan keempat kompetensi inti tersebut adalah kompetensi inti sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat kompetensi inti tersebut merupakan salah satu upaya untuk mendidik karakter siswa yang dicapai melalui pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Di dalam sebuah karya sastra khususnya cerpen memungkinkan hadirnya keempat kompetensi inti tersebut.

Penulis memilih cerpen-cerpen yang terdapat dalam Harian Lampung Post sebagai sumber data pada penelitian ini. Pada saat ini Lampung Post merupakan satu-satunya media massa harian lokal yang menerbitkan cerpen setiap minggu. Selain itu, peminat sastra juga banyak mengirimkan cerpennya ke Lampung Post. Alasan lain penulis


(12)

memilih media massa ini karena Lampung Post merupakan media massa lokal, sehingga cerpen yang terbit di Lampung Post cenderung mencerminkan budaya masyarakat Lampung.

Dalam penelitian ini penulis hanya mengkaji kumpulan cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Cerita pendek yang terbit di Lampung Post pada bulan Januari hingga Juni 2013 berjumlah dua puluh empat. Cerpen-cerpen itu adalah (1) “Warisan Kematian”, (2) “Suara dari Masa Lalu”, (3) “Secarik Kertas dalam Perkabungan”, (4) “Sukma Hilang dalam Kabut”, (5) “Waktu Matahari Sepenggalan Naik”, (6) “Bloody Valentine”, (7) “Sebuah Tikaman”, (8) “Hujan dan Kisah Bola Daging di Mangkuk Cap Ayam”, (9) “Seutas Kenangan yang Melility Leher Loya”, (10) “Perjalanan Pulang”, (11) “Perempuan Pencatat Kenangan”, (12) “Ampun Njaluk Urip”, (13) “Jalan Pulang”, (14) “Perempuan Plastik”, (15) “(Tidak) Pulang”, (16) “Wanita Ini Membawa Senjata”, (17) “Dua Paket Cerita Mini”, (18) “Bujang Lapuk”, (19) “Porphyria: Penggemar Pertama”, (20) “Rosa”, (21) “Ujian Prabasiwi”, (22) “Anak Ibu”, (23) “Di Suatu Hikayat Aku dan Emak Bercerita”, dan (24) “ Mayat-Mayat dari Lubang Gunung”.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen ini perlu dilakukan. Hal tersebut penting karena merosotnya karakter bangsa khususnya pelajar saat ini. Penelitian mengenai nilai pendidikan karakter dalam cerpen akan membantu menyediakan bahan ajar bagi guru untuk mendukung program pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah dalam pembentukan karakter siswa.


(13)

Penelitian yang berisi muatan pendidikan karakter telah banyak diteliti. Hasil yang didapat pun rata-rata menggembirakan, yakni melalui bahan ajar muatan karakter diyakini mampu mengembangkan karakter siswa. Namun, permasalahannya guru harus secara cermat memilih bahan aja untuk diintegrasikan ke dalam pendidikan karakter. Banyak bahan ajar yang belum memenuhi standar tersebut. Dari sekian banyak bahan ajar, bahan ajar sastra merupakan salah satu yang paling tepat. Hal ini terjadi karena bahan ajar sastra memiliki nilai yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul “Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen-Cerpen Harian Lampung Post Edisi Semester Pertama Tahun 2013 dan Kelayakannya sebagai Bahan Ajar di SMA” dalam penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah menjadi “Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama 2013 dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA?”. Adapun pertanyaan penelitian yang berdasarkan rumusan masalah di atas adalah 1. bagaimanakah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun

2013?

2. bagaimanakah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013?

3. bagaimanakah kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 sebagai bahan ajar di SMA?


(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut

1. mendeskripsikan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013;

2. mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013;

3. menentukan kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post semester pertama tahun 2013 sebagai alternatif bahan ajar di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu sastra pada kajian nilai-nilai dalam karya sastra khususnya pada nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerita pendek.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk membantu guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA dalam memilih bahan pengajaran yang terintegrasi dengan pendidikan karakter serta membantu pembaca dalam menginterpretasi kumpulan cerpen Harian Lampung Post Edisi Semester Pertama Tahun 2013, khususnya dalam memahami nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya.


(15)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut

1. sumber data penelitian ini adalah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013;

2. objek penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut penulis batasi menjadi delapan belas nilai, yaitu nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Selanjutnya, semester pertama pada objek penelitian ini adalah enam bulan pertama tahun 2013, yaitu Januari hingga Juni tahun 2013.


(16)

II. LANDASAN TEORI

Sebelum melakukan pembahasan penelitian, peneliti akan memaparkan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Teori-teori yang dikemukakan berupa pendapat yang didasarkan oleh penemuan dan penelitian terdahulu yang didukung data dan argumentasi. Penelitian tentu membutuhkan sebuah landasan teori agar mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pengetahuan yang tepat.

2.1 Hakikat Sastra

Sastra, susastra, dan kesusastraan memiliki pengertian yang berbeda. Memahami hakikat sastra merupakan modal utama dalam menginterpretasikan suatu karya sastra. Dalam KBBI (2001: 1000), sastra merupakan bahasa yang dipakai di kitab (bukan bahasa sehari-hari). Susastra merupakan karya sastra yang isi dan bentuknya sangat serius, berupa ungkapan pengalaman jiwa manusia yang ditimba dari kehidupan kemudian direka dan disusun dengan bahasa yang indah sebagai sarananya sehingga mencapai syarat estetika yang tinggi. Kesusastraan adalah ilmu atau pengetahuan tentang segala hal yang bertalian dengan susastra.

Dalam Kosasih (2012: 1), disebutkan bahwa secara etimologis atau asal-usulnya, istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su memiliki arti „bagus‟ atau „indah‟, sedangkan sastra berarti „buku‟, „tulisan‟, atau „huruf‟. Dengan demikian, susastra berarti tulisan yang bagus atau tulisan yang indah.


(17)

Adapun imbuhan ke-an pada kata kesusastraan berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tulisan yang indah. Istilah kesusastraan kemudian diartikan sebagai tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dalam bahasa yang indah.

Menurut Ahmad (1994: 9), sastra adalah salah satu daripada hasil-hasil ciptaan kebudayaan, pancaran kemampuan kreatif penciptanya. Setiap hasil kebudayaan mempunyai organisasi atau bentuknya. Baik sebuah sajak kanak-kanak yang mudah ataupun sebuah prosa yang kompleks. Karya sastra memiliki struktur sendiri yang memiliki perbedaan dengan karya lain yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Dalam sebuah puisi ada rima sebagai unsur terkecil yang menyumbang kepada pembentukan makna dalam struktur yang lebih besar. Sama halnya dengan sebuah prosa yang memiliki unsur-unsur pembentuk seperti, tema, penokohan, alur, dan unsur pembentuk lainnya yang berfungsi membentuk suatu karya sastra yang utuh.

Sastra menggunakan kata sebagai alat ucapnya. Kata dalam sastra memiliki dua belah sisi, yaitu kata bukan hanya berisi fonetik, melainkan juga berisi semantik. Kata bukan hanya bunyi yang bisa dinyatakan bunyi di atas kertas, tetapi juga dunia yang dibawa kandungan pengertiannya. Alat seni lain, seperti dalam musik atau lukisan tidak membawa pengertian itu (Sastrowardoyo, 1999: 9).

Di dalam memahami hakikat sastra, penulis merumuskan secara longgar pengertian sastra. Sastra dipahami sebagai seni bahasa yang indah yang memiliki struktur untuk membentuk suatu kesatuaan utuh yang mencerminkan kehidupan manusia.


(18)

2.2 Nilai-nilai Karya Sastra

Sastra akan memiliki manfaat di dalam kehidupan manusia jika didukung dengan kegiatan apresiasi sastra. Tentunya sastra sebagai institusi sosial yang menggunakan bahasa sebagai medianya harus diapresiasi jika kita ingin mendapatkan manfaatnya. Proses apresiasi terhadap karya sastra dapat berjalan secara optimal apabila dilakukan secara benar. Apresiasi terhadap karya sastra dapat dicapai apabila pembaca merasakan keterlibatan jiwa dengan karya sastra itu, dapat menikmati berbagai aspek karya sastra, menghargai kemampuan teknis penulis dalam menentukan gagasan, dan dapat menentukan relevansi karya sastra dengan kehidupan pembaca. Dengan merasakan relevansi itu maka pembaca akan dapat menyadari kebermaknaan karya sastra itu dalam kehidupan.

Karya sastra juga merupakan cerminan kehidupan manusia. Dari karya sastra kita dapat mengambil pelajaran, karena di dalamnya terdapat ajaran moral, estetika, dan berbagai hal yang menyangkut tata pergaulan sesama umat manusia. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastralah yang dapat dijadikan pelajaran tersebut.

Karya yang baik akan memiliki keseimbangan antara unsur hiburan dan pelajaran yang terdapat di dalamnya. Semua disajikan dengan baik dan terintegrasi dengan semua unsur intrinsik yang ada. Jika antara unsur hiburan dan nilai dalam karya sastra tidak seimbang, maka karya sastra tidak mampu membuat membantu kualitas pribadi pembacanya. Hal tersebut akan terjadi jika hanya unsur hiburan yang ditonjolkan dalam suatu karya sastra. Namun, jika unsur nilainya saja yang ditekankan, maka pembaca akan merasa jenuh karena pembaca tidak menemukan


(19)

hal menarik di dalam karya tersebut, melainkan hanya merasa terdoktrin dengan nasihat atau ajaran di dalamnya.

Menurut Kosasih (2012: 47), nilai dari sebuah cerpen tidak hanya berkaitan dengan keindahan bahasa dan kompleksitas jalinan cerita. Nilai atau sesuatu yang berharga dalam cerpen juga berupa pesan atau amanat. Wujudnya ada yang berkenaan dengan masalah budaya, moral, agama, atau politik. Realitas pesan-pesan itu mungkin berupa pentingnya menghargai tetangga, perlunya menjalin kesetiaan pada kekasih, ketawakalan kepada Tuhan, dan sebagainya, Hanya saja kadang-kadang kita tidak mudah untuk merasakan kehadiran pesan-pesan itu. Karya-karya semacam itu perlu kita hayati benar-benar.

Masih banyak nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra. Nilai-nilai tersebut tergantung pada titik tolak dan sudut pandang masing-masing. Dalam penelitian ini, nilai-nilai pendidikan karakter dalam cerpen yang menjadi sorotan utama penelitian.

2.3 Pengertian Cerita Pendek

Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut Edgar Allan Poe (dalam Suyanto, 2012: 46), sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek ini adalah selesai dibaca sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam.

Cerita pendek merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit sampai


(20)

setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500 – 5000 kata. Karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan cerita yang dapat dibaca sekali duduk (Kosasih, 2012: 34).

Cerita pendek menurut Hamid Hasan Lubis (1994: 151), adalah cerita yang pendek yang menceritakan sesuatu yang penting-penting saja, untuk menjelaskan pengalaman jiwa dan kejadian yang berlaku.

Oleh karena itu, cerita pendek pada umumnya bertemakan sederhana. Jumlah tokohnya terbatas. Jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.

Dari berbagai pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud cerpen adalah cerita yang bertemakan sederhana dengan mengambil suatu sudut permasalahan dalam ruang lingkup yang terbatas dan dapat dibaca dalam sekali duduk.

2.3.1 Ciri-ciri Cerita Pendek

Cerita pendek akan lebih mudah dikenali jika kita telah mengetahui ciri-cirinya. Mengenai hal tersebut, di bawah ini penulis kemukakan ciri-ciri cerita pendek. Menurut pendapat Sumardjo dan Saini (1997 : 36), cerita pendek memiliki ciri, ceritanya pendek, bersifat rekaan, bersifat naratif, dan memiliki kesan tunggal. Pendapat lain mengenai ciri-ciri cerita pendek dikemukakan pula oleh Lubis dalam Tarigan (1985 : 177) sebagai berikut: (1) cerita pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung, (2) dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden


(21)

yang terutama menguasai jalan cerita, (3) cerita pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama, (4) cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.

Selanjutnya, menurut Morris dalam Tarigan (1985 : 177), ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut. (1) Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity), (2) Unsur-unsur cerita pendek adalah adegan, toko, dan gerak (scena, character, and action), (3) Bahasa cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incicive, suggestive, and alert).

Dapat disimpulkan juga bahwa cerpen memiliki beberapa ciri, yaitu (1) alur lebih sederhana (2) tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang (3) latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkup yang relatif terbatas (Kosasih, 2012: 34). Keseluruhan ciri-ciri yang penulis kemukakan di atas akan penulis jadikan landasan untuk menentukan karya sastra yang akan penulis teliti, yaitu cerita pendek.

2.3.2 Unsur-unsur Cerita Pendek

Cerita pendek merupakan karya sastra yang memiliki kesatuan yang utuh. Kesatuan yang utuh itu dibangun oleh unsur-unsur yang saling terpadu. Unsur-unsur pembentuk cerita pendek adalah alur, penokohan, latar, gaya bahasa, sudut pandang, tema, dan amanat.

1. Alur

Alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat (Kosasih, 2012: 34). Menurut Rochani (2011: 36), plot dapat diketahui melalui jalan cerita, namun jalan cerita belum tentu mengandung plot


(22)

jika jalan cerita tidak digerakkan oleh berbagai alasan tertentu. Jadi, sumber adanya cerita adalah konflik dan konflik inilah merupakan inti dari plot.

Secara umum, alur terbagi ke dalam beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain, bagian pengenalan situasi cerita, pengungkapan peristiwa, menuju pada adanya konflik, puncak konflik, dan penyelesaian.

Berdasarkan periode pengembangannya, alur cerpen dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu alur normal, alur sorot balik, dan alur maju-mundur. Alur normal terjadi dengan dimulainya pengarang dalam melukiskan suatu keadaan, lalu peristiwa yang bersangkut-paut mulai bergerak, menuju ke konflik, ke puncak konflik, hingga akhirnya maju ke penyelesaian. Namun, alur sorot balik merupakan kebalikan dari alur normal. Pada alur sorot balik cerita dimulai dari proses penyelesaian hingga akhirnya ke babak awal pengenalan isi cerita. Berbeda halnya dengan alur maju-mundur. Alur maju-mundur menceritakan kejadian-kejadian mulai dari bagian tengah ke bagian ke penyelesaian lalu berbalik ke situasi awal hingga kembali ke pada awalnya konflik.

Tidak semua unsur alur itu terdapat di dalam sebuah cerpen. Pengarang juga tidak semuanya mengikuti urutan di atas. Setiap pengarang bebas mengembangkan cerita sesuai dengan selera dan kemampuan imajinasi masing-masing.

2. Penokohan

Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita (Kosasih, 2012:36). Istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari pada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup


(23)

masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1998: 166).

Ada beberapa cara yang pengarang gunakan untuk menggambarkan dan mengembangkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita. Minderop (dalam Suyanto, 2012: 47) mengemukakan metode-metode karakterisasi tokoh, yaitu dengan cara metode telling, yaitu suatu pemaparan watak tokoh dengan mengandalkan eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Metode showing, yakni penggambaran karakterisasi tokoh dengan cara tidak langsung, tapi dengan cara disajikan antara lain melalui dialog antar tokoh.

3. Latar

Dalam Kosasih (2012: 38), dikemukakan bahwa latar atau setting merupakan tempat dan waktu berlangsungnya kejadian dalam cerita. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 2016), latar atau seting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memiliki fungsi untuk mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter tokoh.

Latar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Dalam tulisan Suyanto (2012: 50-51), dijelaskan bahwa latar tempat, yaitu latar yang merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan, gedung, rumah, dan lain-lain. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa cerita, apakah berupa penanggalan, penyebutan


(24)

peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore, dan lain-lain. Terakhir yaitu latar sosial yang merupakan keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai, dan sejenisnya yang ada di tempat peristiwa.

4. Gaya Bahasa

Pengarang selalu ingin ceritanya memiliki kesan yang kuat bagi pembaca. Cara untuk membuat cerita pendek menjadi berkesan adalah dengan menolah semaksimal mungkin gaya bahasa yang digunakan dalam membuat cerita. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan bahasa seorang pengarang untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap (Suyanto, 2012: 51). Untuk mencapai efek estetis dan kekuatan daya ungkap suatu cerita, pengarang memberdayakan unsur-unsur gaya bahasa, yaitu dengan diksi, pencitraan, majas, dan gaya retoris.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang jika dilihat dari sudut pengarang bercerita terbagi menjadi da\ua, yaitu pencerita intern dan ekstern. Pencerita intern adalah pencerita yang hadir di dalam teks sebagai tokoh. Cirinya dengan memakai kata ganti aku. Pencerita ekstern bersifat sebaliknya, ia tidak hadir dalam teks dan menyebut tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga atau menyebut nama (Suyanto, 2012: 53).

6. Tema

Menurut Kosasih (2012: 40), mendefinisikan bahwa tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.


(25)

Tema tidak tertulis secara tersurat di dalam cerita. Agar dapat menyikap suatu tema cerpen, harus terlebih dahulu mengenali unsur-unsur intrinsik yang dipakai pengarang dalam mengembangkan cerita pendeknya. Proses penyikapan suatu tema bisa melalui alur cerita, melalui tokoh cerita, atau melalui perkataan yang dipergunakan pengarang. Tema dalam suatu cerita akan dapat diketahui setelah seluruh unsur cerpen itu dikaji.

7. Amanat

Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita.

Demikianlah unsur-unsur yang membentuk suatu cerita pendek. Teori tentang unsur-unsur tersebut akan menjadi landasan yang membantu penulis dalam penelitian ini.

2. 4 Pengertian Nilai Pendidikan Karakter

Sebelum kita masuk dalam pengertian nilai pendidikan karakter, penulis akan menjelaskan dahulu mengenai pengertian nilai. Menurut Frankena (dalam Kaelan, 2010: 87), nilai atau “Value” termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai. Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan, dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.


(26)

Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu (Kaelan, 2010: 87).

Dalam Kosasih (2012: 46), dikemukakan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting, berguna, atau bermanfaat bagi manusia. Semakin tinggi kegunaan suatu benda, maka semakin tinggi pula nilai dari benda itu. Sebaliknya, rendah kegunaan suatu benda maka semakin rendah pula nilai itu. Bernilai tidaknya suatu benda atau yang lainnya ditentukan oleh sudut pandang tertentu.

Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat selanjutnya mengatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, religius atau tidak religius. Hal ini dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia, yaitu jasmani, cipta, rasa, karsa, dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan memiliki nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai astetis), baik (nilai moral), religius (nilai agama) (Darmodiharjo, dkk, 1991: 50).

Manusia yang mengadakan penilaian terhadap sesuatu yang bersifat rohaniah menggunakan budi nuraninya dengan dibantu oleh inderanya, akalnya, perasaannya, kehendaknya, dan oleh keyakinannya. Sampai sejauh mana kemampuan dan peranan alat-alat bantu ini bagi manusia dalam menentukan


(27)

penilaiannya tidak sama bagi manusia yang satu dengan yang lain. Jadi, bergantung kepada manusia yang mengadakan penilaian itu (Darmodiharjo, dkk, 1991: 51-52).

Setelah membahas mengenai hakikat nilai maka penjelasan akan masuk ke dalam pengertian mengenai pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dirasa penting dalam pembentukan karakter bangsa memiliki berbagai macam istilah dan pemahaman. Namun istilah karakter lebih kuat karena melekat di dalam diri setiap individu.

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan menjadi character. Character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Sedangkan dalam bahasa Arab, karakter diartikan ‘khuluq, sajiyyah, thab’u’ (budi pekerti, tabiat atau watak). Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan kepribadian.

Dalam Fitri (2012: 20), secara terminologi, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan


(28)

akhlak dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa.

Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (dalam Gunawan, 2012: 23), adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Aristoteles berpendapat bahwa karakter itu erat kaitannya dengan kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku.

Menurut Elkind dan Sweet (dalam Gunawan 2012: 23), pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis. Seorang guru menginginkan karakter yang baik bagi muridnya. Guru menginginkan muridnya mampu untuk memilih mana yang benar dan yang salah, memahami dan peduli terhadap kebenaran, dan mampu mengamalkan kebenaran-kebenaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda (Ramli dalam Gunawan, 2012: 24).


(29)

Koesoema (2012: 9), mengatakan bahwa setiap proses pendidikan adalah pendidikan karakter. Pendidikan karakter terjadi dengan lebih alamiah ketika dilaksanakan secara natural dan informal. Oleh sebab itu , mata pelajaran khusus tentang pendidikan karakter tidak diperlukan. Tidak perlu ada usaha-usaha terprogram dalam pengembangan pendidikan karakter. Dalam hal ini, proses yang dibutuhkan, bukan program yang berujung pada formalisme. Pendidikan karakter bisa terjadi di mana-mana, setiap prilaku mendidik sudah termasuk proses pengembangan karakter siswa.

Russel Williams, menggambarkan karakter laksana „otot‟, yang akan menjadi lembek jika tidak di latih. Dengan latihan demi latihan, maka karakter akan lebih kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan. Orang yang berkarakter tidak melaksanakan suatu aktivitas karena takut hukuman, tetapi karena mencintai kebaikan.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan nilai pendidikan karakter adalah sikap atau sifat yang berguna untuk membentuk kepribadian manusia yang berbudi pekerti.

2. 5 Nilai-nilai Pendidikan Karaker dalam Pembelajaran

Konsep pendidikan karakter memang dapat berbeda satu sama lain. Perbedaan itu tergantung dari sudut pandang dalam meyakini pendidikan karakter serta dasar pijakannya. Dalam hal ini perbedaan juga terdapat dalam merinci dan mengklasifikasikan nilai-nilai pendidikan karakter. Berbagai macam rincian dan klasifikasi diuraikan sebagai berikut.


(30)

Character Educatian Partnership (CEP), sebuah program nasional pendidikan karakter di Amerika Serikat, mendefinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah gerakan nasional untuk mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara memberikan penekanan pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan negara bagian yang sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-nilai moral inti, seperti perhatian dan perawatan, kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain (Koesoema, 2012: 57).

Character Count di Amerika sebagaimana dikutip oleh Majid (dalam Gunawan, 2012: 32), mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang menjadi pilar yang harus ditanamkan kepada siswa, mencakup sepuluh karakter utama, yang mencakup (1) dapat dipercaya, (2) rasa hormat dan perhatian, (3) tanggung jawab, (4) jujur, (5) peduli, (6) kewarganegaraan, (7) ketulusan, (8) berani, (9) tekun, (10) integritas.

Selain itu, ada juga pendapat yang mengajukan pemikiran bahwa setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk pada sifat-sifat Allah yang terdapat dalam asma al-husna (nama-nama Allah yang baik) yang berjumlah 99. Menurut Ari Ginanjar (dalam Gunawan, 2012: 32), dari sekian banyak karakter tersebut, ia merangkumnya menjadi tujuh karakter dasar, yakni: (1) jujur, (2) tanggung jawab, (3) disiplin, (4) visioner, (5) adil, (6) peduli, (7) kerja sama.


(31)

Lebih lanjut, Kemendiknas (dalam Gunawan, 2012: 32), melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, serta (5) nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan.

Berdasarkan keberagaman nilai budaya yang berorientasi karakter, secara umum Kemendiknas (2010) merumuskan delapan belas nilai pendidikan karakter yang harus dikembangkan pada diri anak, Kedelapan belas nilai pendidikan karakter ini tentu saja dapat pula dikembangkan melalui proses membaca pemahaman termasuk juga dalam membaca sastra atau cerpen.

Tabel Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

NILAI DESKRIPSI

1.Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2.Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirin sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, pekerjaan.


(32)

3.Toleransi Sikap dan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain. 4.Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5.Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6.Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7.Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8.Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban diri dengan orang lain. 9.Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

10.Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok.

11. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12.Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong diri untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14.Cinta Damai Sikap, perkataan, tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.


(33)

15.Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi diri. 16.Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17.Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18.Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajiban, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, nilai-nilai pendidikan karakter yang dipilih penulis untuk dikaji dalam skripsi ini adalah delapan belas nilai sesuai rumusan Kemendiknas. Penulis memilih kedelapan belas nilai pendidikan karakter itu sebagai kajian dalam penelitian ini karena nilai-nilai tersebut cukup lengkap dan sesuai dengan kebutuhan pelajar di Indonesia. Selain itu, berdasarkan hasil survei penulis ke beberapa sekolah di Bandarlampung, para guru menggunakan delapan belas pendidikan karakter tersebut sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

2.6 Pembelajaran Cerpen Berdasarkan Kurikulum 2013 di SMA

Menurut pendapat Amri dan Ahmadi (2010: 159), bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Guru harus memiliki atau menggunakan


(34)

bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum, karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar.

Teknik penyusunan bahan ajar menurut Amri dan Iif (2010: 161), yaitu (1) analisis KD (Kurikulum Dasar), (2) analisis sumber belajar, (3) pemilihan dan penentuan bahan ajar. Selain teknik, diperlukan langkah-langkah tepat dalam menyusun bahan ajar. Menurut Prastowo (2012: 49), langkah-langkah utama terdiri atas tiga tahap penting yang meliputi analisis kebutuhan bahan ajar, menyusun peta bahan ajar, dan membuat bahan ajar berdasarkan struktur masing-masing bentuk bahan ajar.

Dalam pembelajaran sastra, cerpen merupakan salah satu sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyusun bahan ajar. Hal tersebut terjadi karena banyaknya cerpen yang berkembang pesat di masyarakat. Salah satu bentuk perkembangan cerpen-cerpen tersebut adalah melalui media cetak. Namun demikian, tidak semua cerpen dapat dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra di SMA. Dikatakan layak atau tidaknya sebuah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sastra haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Dalam menentukan kelayakan bahan ajar terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Dalam penelitian ini kriteria utama adalah kesusuaian bahan ajar dengan kurikulum yang digunakan, yaitu kurikulum 2013.

Selanjutnya adalah kriteria yang berkaitan dengan fokus penelitian penulis, bahwa bahan ajar sastra haruslah memiliki nilai pendidikan karakter di dalamnya. Pendidikan karakter tidak hanya mengarah pada kurikulum, bahan ajar yang digunakan juga harus bertujuan untuk mencapai pendidikan karakter. Pendidikan


(35)

tidak hanya berguna untuk menambah pengetahuan siswa, namun berguna juga untuk membentuk karakter bangsa. Pembahasan mengenai teori pendidikan karakter secara mendalam telah dipaparkan pada bagian sebelumnya. Pembatasan nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi acuan penulis juga sudah dibahas terlebih dahulu. Nilai-nilai pendidikan karakter yang penulis maksud adalah nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Kurikulum 2013 merupakan sebuah pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran secarta lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik dilibatkan langsung di dalam proses pembelajaran. Dalam pendekatan ini, keberhasilan akan tampak jika peserta didik mampu melakukan langkah-langkah saintifik mulai dari mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Tentu saja Kurikulum 2013 tidak melunturkan nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya.

Kurikulum 2013 tidak secara eksplisit mencantumkan kompetensi dasar yang berkaitan dengan karya sastra. Guru harus cermat agar pembelajaran sastra mendapatkan porsi yang maksimal dalam pembelajaran. Hal itu berguna karena pembelajaran sastra sangat penting terutama dalam penggalian nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra.


(36)

Bahan pengajaran sastra yang akan diberikan kepada siswa haruslah mengandung nilai-nilai dan sesuai dengan kemampuan siswa sehingga siswa dapat mengapresiasi karya sastra dengan baik. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai.

Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA, berdasarkan Kurikulum 2013 terdiri atas empat kompetensi inti. Kompetensi inti tersebut, sebagai berikut: menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya; menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia; memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah; Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.


(37)

Dari keempat kompetensi itu diturunkan menjadi berbagai macam kompetensi dasar yang menunjang pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Dalam penelitian ini, penulis menentukan kelayakan berdasarkan kompetensi dasar yang menyinggung pembelajaran cerpen di dalamnya. Karena nilai pendidikan karakter dalam cerpen merupakan fokus dalam penelitian ini.

Di sekolah pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter tidak diberikan secara khusus, tetapi pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter merupakan kesatuan dari pembelajaran interpretasi isi cerpen. Tidak terdapat materi nilai-nilai pendidikan karakter yang disinggung langsung dalam silabus. Materi mengenai nilai-nilai dalam cerpen terdapat pada kompetensi dasar yang berkaitan dengan menginterpretasi makna teks cerpen. Melalui bahan ajar yang digunakan, nilai-nilai pendidikan karakter akan dipahami oleh siswa dan harapannya nilai-nilai-nilai-nilai tersebut akan diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari. Silabus dalam Kurikulum 2013 pun terbagi menjadi bagian wajib dan peminatan. Dalam bagian ini penulis hanya menggunakan silabus wajib sebagai patokan terhadap kelayakan nilai-nilai pendidikan karakter pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama 2013. Mengetahui isi kurikulum merupakan hal penting dalam penyusunan bahan ajar. Hal tersebut berkaitan dengan teknik serta langkah-langkah dalam penyusunan bahan ajar, yaitu berkaitan dengan analisis kurikulum. Analisis kurikulum ditujukan untuk menentukan kompetensi-kompetensi yang membutuhkan bahan ajar. Berikut ini Kompetensi Dasar pembelajaran cerpen pada Kurikulum 2013.


(38)

Nama Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : XI

Semester : Ganjil

Kompetensi Dasar : 4.1 Menginterpretasi makna teks cerita pendek, baik secara lisan maupun tulisan.

Materi Pokok : - Pemahaman isi teks cerpen

- Interpretasi isi (unsur instrinsik dan ekstrinsik)

Nama Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas : XI

Semester : Ganjil

Kompetensi Dasar : 3.3 Menganalisis teks cerita pendek, baik melalui lisan maupun tulisan

Materi Pokok : - Analisis isi teks cerita pendek - Analisis bahasa teks cerita pendek

Materi pembelajaran yang dipaparkan pada kompetensi dasar tersebut erat kaitannya dengan pembelajaran nilai-nilai dalam cerita pendek walaupun tidak secara eksplisit tertuang ke dalam kompetensi dasar. Pembelajaran mengenai nilai-nilai dalam cerita pendek pada Kurikulum 2013 ini termasuk ke dalam pelajaran mengenai interpretasi isi pada cerpen. Alokasi waktu yang diperlukan dalam pembelajaran ini menyesuaikan dengan isi materi yang pada umumnya disediakan waktu sekitar empat jam pelajaran. Alokasi waktu tersebut digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran serta pemberian tugas kepada peserta didik.


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Wuradji (dalam Jabrohim, 2012: 1), mengatakan bahwa penelitian adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah dengan dukungan data sebagai landasan dalam mengambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, suatu metode yang bertujuan untuk penggambaran sesuatu secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai kenyataan yang ada di dalam sumber data tertentu.

Kegiatan analisis data pada penelitian kualitatif merupakan bagian integral dari pengumpulan data di lapangan. Pada penelitian kualitatif, kegiatan analisis dilakukan secara simultan sepanjang proses penelitian (Anggoro, 2007: 618). Menurut Margono (2010: 35), penelitian kualitatif perhatiannya lebih banyak ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan konsep-konsep yang timbul dari data empiris. Penelitian bersifat deskriptif analitik. Data yang diperoleh (berupa kata-kata, gambar, perilaku) tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih dari sekadar angka atau frekuensi. Peneliti segera melakukan analisis data dengan member pemaparan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif (Margono, 2010:39).


(40)

Menurut Moleong (2010: 6), metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang bermaksud membuat deskripsi atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Peneliti memilih metode deskriptif kualitatif karena data penelitian ini dideskriptifkan melihat kenyataan sesungguhnya yang berupa tulisan, lalu dianalisis dan ditafsirkan dengan objektif untuk kemudian dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

3.2 Data dan Sumber Data

Data pada penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berisi kata-kata bukan angka atau numerik. Data kualitatif terdapat pada bagian teks cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut penulis batasi menjadi delapan belas nilai, yaitu nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Jadi, data yang akan penulis bahas pada penelitian ini hanya kutipan yang mengandung delapan belas nilai tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi Semester Pertama Tahun 2013. Cerpen yang dianalisis berjumlah dua puluh empat cerita pendek. Cerpen-cerpen tersebut, yaitu (1) “Warisan Kematian” karya Skylashtar Maryam, (2) “Suara dari Masa Lalu” karya Alexander G.B., (3) “Secarik Kertas dalam Perkabungan” karya Iqbal Khoirurroziqin, (4) Sukma Hilang dalam Kabut” karya Isbedy Stiawan Z.S, (5) “Waktu Matahari


(41)

Sepenggalan Naik” karya Rilda Taneko,(6) “Bloody Valentine” karya Tita Tjindarbumi, (7) “Sebuah Tikaman” karya Riki Utomi, (8)” Hujan dan Kisah Bola Daging di Mangkuk Cap Ayam” karya Ika Nurliana, (9) “Seutas Kenangan yang Melility Leher Loya” karya Mashdar Zainal, (10) “Perjalanan Pulang” karya M. Joenoes Joesoef, (11) “Perempuan Pencatat Kenangan” karya Badrul Munir Chair, (12) “Ampun, Njaluk Urip” karya Tandi Skober, (13) “Jalan Pulang” karya Aris Kurniawan, (14) “Perempuan Plastik” karya Tita Tjindarbumi, (15) “(Tidak) Pulang” karya Yetti A.K., (16) “Wanita Ini Membawa Senjata” karya Sungging Raga, (17) “Dua Paket Cerita Mini” karya Satmoko Budi Santoso, (18) “Bujang Lapuk” karya Isbedy Stiawan Z.S., (19) “Porphyria: Penggemar Pertama” Rilda A.O. Taneko, (20) “Rosa” karya Alexander G.B., (21) “Ujian Prabasiwi” karya Tarpin A. Nasri, (22) “Anak Ibu” karya Benny Arnas, (23) “Di Suatu Hikayat Aku dan Emak Bercerita” karya Guntur Alam, dan (24) “Mayat-Mayat dari Lubang Gunung” karya Ganda Pekasih.

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan adalah teknik analisis teks. Teknik analisis teks ini digunakan untuk mendeskripsikan delapan belas nilai-nilai pendidikan karakter (religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab) yang terkandung dalam cerpen-cerpen cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 dan menjelaskan data yang berupa satuan bahasa yang mengandung nilai-nilai


(42)

pendidikan karakter. Satuan bahasa berbentuk kutipan teks dalam cerpen baik berupa kalimat, kumpulan kalimat, bahkan berbentuk paragraf.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data terbagi menjadi sepuluh tahap.

1. Mengumpulkan sumber data yaitu berupa cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013. Penulis mengumpulkan cerpen-cerpen tersebut melalui sistem daring. Satu per satu cerpen penulis unduh dari salah satu blog yang menyajikan cerpen-cerpen Harian Lampung Post.

2. Membaca dengan cermat setiap cerpen dan langsung mengumpulkan data dengan mencari serta menandai penggalan-penggalan cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter.

4. Memberi kode pada penggalan-penggalan cerpen yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter.

5. Menganalisis dan menginterpretasi datayang sesuai dengan kata kunci yang dibuat sesuai landasan teori.

6. Mengelompokkan nilai-nilai pendidikan karakter cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.

7. Membahas satu persatu cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.

8. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.

9. Menilai kelayakan cerpen-cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 sebagai bahan ajar sastra di SMA. Proses penilaian dilakukan salah satunya dengan merancang langsung bahan ajar.


(43)

10. Menyimpulkan hasil analisis tentang nilai-nilai pendidikan karakter cerpen- cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.


(44)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal.

1. Dalam cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 terdapat dua belas jenis nilai pendidikan karakter yang tersebar ke dalam lima belas cerpen. Akan tetapi, tidak ditemukan nilai pendidikan karakter pada sembilan cerpen lainnya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan, yaitu religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, cinta tanah air, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab.

2. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 hadir dengan berbagai macam cara. Ada yang tampak melalui kata-kata tokoh dalam cerpen, melalui peristiwa dalam cerpen, ada yang hadir secara implisit, dan ada juga yang tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen. Nilai pendidikan karakter yang paling baik dijadikan bahan ajar adalah nilai pendidikan karakter yang hadir lewat perbuatan tokoh dalam cerpen. Hal tersebut memudahkan siswa untuk menginterpretasi nilai yang terkandung dalam cerpen sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


(45)

3. Lima belas cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 yang mengandung nilai pendidikan karakter di dalamnya layak dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Cerpen-cerpen tersebut dapat dimanfaatkan guru sebagai bahan ajar sastra yang menunjang pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada silabus kurikulum 2013 SMA.

4. Cerpen yang mengandung nilai pendidikan karakter paling kuat adalah cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik”. Cerpen tersebut memiliki nilai pendidikan karakter dengan jumlah data terbanyak. Selain itu, seluruh nilai pendidikan karakter dalam cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen.

4.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal.

1. Penulis cerpen disarankan untuk memperhatikan dan memberikan sentuhan mengenai kandungan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap cerpen yang diciptakannya.

2. Pembaca harus lebih kritis dalam menginterpretasi kandungan nilai dalam cerpen karena nilai yang terkandung dalam cerpen hadir dalam berbagai macam cara, baik secara implisit maupun eksplisit. Jika kandungan nilai pendidikan karakter dalam cerpen cerpen dapat diinterpretasi dengan baik, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang sangat bijak.

3. Guru bahasa Indonesia disarankan menggunakan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada lima belas cerpen Lampung Post edisi semester


(46)

pertama tahun 2013 yang layak dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk mendukung pembelajaran berbasis pendidikan karakter. Guru dapat menggunakan cerpen-cerpen tersebut sesuai dengan kebutuhan mengenai karakter apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

4. Selanjutnya, penulis menyarankan penggunaan cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” untuk digunakan sebagai bahan ajar pilihan pertama. Hal tersebut penulis sarankan karena cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” memiliki nilai pendidikan karakter paling kuat dibanding cerpen-cerpen lainnya yang penulis kaji.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.

Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Metode dan Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmad, Ali. 1994. Pengajian Kesusastraan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia

Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amri, Sofan & Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan

Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Anggoro, M. Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Darmodihardjo, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Fitri, Agus Zaenul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di

Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Jabrohim.2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.

Koesoema A., Doni. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya..

Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. Margono, S. 2010. Metedologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


(48)

M.S, Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Sastra.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prastowo, Andi. 2012. Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.

Rahmanto, Bernandus. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Sastrowardoyo, Subagio. 1999. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai

Pustaka.

Sumardjo, Jacob & Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Unila. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar

Lampung: Universitas Lampung. Http://ceritaujungpulau.blogspot.com/


(1)

10. Menyimpulkan hasil analisis tentang nilai-nilai pendidikan karakter cerpen- cerpen Harian Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal.

1. Dalam cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 terdapat dua belas jenis nilai pendidikan karakter yang tersebar ke dalam lima belas cerpen. Akan tetapi, tidak ditemukan nilai pendidikan karakter pada sembilan cerpen lainnya. Nilai-nilai pendidikan karakter yang ditemukan, yaitu religius, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, cinta tanah air, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli sosial, dan tanggung jawab.

2. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada cerpen-cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 hadir dengan berbagai macam cara. Ada yang tampak melalui kata-kata tokoh dalam cerpen, melalui peristiwa dalam cerpen, ada yang hadir secara implisit, dan ada juga yang tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen. Nilai pendidikan karakter yang paling baik dijadikan bahan ajar adalah nilai pendidikan karakter yang hadir lewat perbuatan tokoh dalam cerpen. Hal tersebut memudahkan siswa untuk menginterpretasi nilai yang terkandung dalam cerpen sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.


(3)

3. Lima belas cerpen Lampung Post edisi semester pertama tahun 2013 yang mengandung nilai pendidikan karakter di dalamnya layak dijadikan bahan ajar sastra di SMA. Cerpen-cerpen tersebut dapat dimanfaatkan guru sebagai bahan ajar sastra yang menunjang pembelajaran berbasis pendidikan karakter pada silabus kurikulum 2013 SMA.

4. Cerpen yang mengandung nilai pendidikan karakter paling kuat adalah cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik”. Cerpen tersebut memiliki nilai pendidikan karakter dengan jumlah data terbanyak. Selain itu, seluruh nilai pendidikan karakter dalam cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” tampak melalui perbuatan tokoh dalam cerpen.

4.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan beberapa hal.

1. Penulis cerpen disarankan untuk memperhatikan dan memberikan sentuhan mengenai kandungan nilai-nilai pendidikan karakter dalam setiap cerpen yang diciptakannya.

2. Pembaca harus lebih kritis dalam menginterpretasi kandungan nilai dalam cerpen karena nilai yang terkandung dalam cerpen hadir dalam berbagai macam cara, baik secara implisit maupun eksplisit. Jika kandungan nilai pendidikan karakter dalam cerpen cerpen dapat diinterpretasi dengan baik, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang sangat bijak.

3. Guru bahasa Indonesia disarankan menggunakan nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada lima belas cerpen Lampung Post edisi semester


(4)

pertama tahun 2013 yang layak dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk mendukung pembelajaran berbasis pendidikan karakter. Guru dapat menggunakan cerpen-cerpen tersebut sesuai dengan kebutuhan mengenai karakter apa yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

4. Selanjutnya, penulis menyarankan penggunaan cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” untuk digunakan sebagai bahan ajar pilihan pertama. Hal tersebut penulis sarankan karena cerpen “Waktu Matahari Sepenggalan Naik” memiliki nilai pendidikan karakter paling kuat dibanding cerpen-cerpen lainnya yang penulis kaji.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.

Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Metode dan Kajian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ahmad, Ali. 1994. Pengajian Kesusastraan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia

Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Amri, Sofan & Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan

Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Anggoro, M. Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka. Darmodihardjo, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional. Fitri, Agus Zaenul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di

Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Jabrohim.2012. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi.

Koesoema A., Doni. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya..

Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa. Margono, S. 2010. Metedologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

M.S, Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Sastra.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Prastowo, Andi. 2012. Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: Diva Press.

Rahmanto, Bernandus. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Sastrowardoyo, Subagio. 1999. Sekilas Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai

Pustaka.

Sumardjo, Jacob & Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Unila. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar

Lampung: Universitas Lampung. Http://ceritaujungpulau.blogspot.com/